WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 9 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

IHPS

BeritaInfografikSLIDER

Tekan Biaya Produksi Beras

by Admin 03/05/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Beras merupakan komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, stabilitas dan keterjangkauan harga beras sangat penting untuk terus dijaga oleh pemerintah.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa, turut mengawal upaya pemerintah, dalam hal ini BUMN, dalam menekan harga pokok beras. Pada semester I 2023, BPK telah menyelesaikan pemeriksaan kinerja terhadap PT Sang Hyang Seri (PT SHS) dan instansi terkait lainnya mengenai upaya manajemen PT SHS dalam meningkatkan omzet penjualan benih dan beras, menekan harga pokok produksi beras, serta mengoptimalkan aset tanah dan bangunan tahun 2020-semester I 2022.

03/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSLIDER

Susun Renstra 2025-2029, BPK Perkuat Pemeriksaan Kebijakan Publik

by Admin 29/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang menyusun Rencana Strategis (Renstra) BPK 2025-2029. Renstra BPK merupakan dokumen perencanaan BPK untuk periode lima tahunan. Melalui renstra ini, BPK sebagai lembaga yang mengawal keuangan negara bertekad meningkatkan dampak nyata bagi masyarakat, salah satunya dengan memperkuat pemeriksaan terkait kebijakan publik.

Dalam penyusunan Renstra 2025-2029, BPK memperhatikan ekspektasi yang terus meningkat dari pemangku kepentingan. BPK pun berupaya bertindak strategis dalam melakukan tugas dan fungsinya karena pendekatan business as usual dinilai tidak relevan terlebih untuk mengantisipasi ketidakpastian di masa depan.

“Untuk mengantisipasi hal tersebut, dalam penyusunan Renstra BPK 2025-2029, perlu mempertimbangkan tinjauan masa depan dalam lingkup pemeriksaan pengelolaan keuangan negara,” demikian diungkapkan dalam Kerangka Acuan Kerja Penyusunan Renstra BPK RI Tahun 2025-2029.

Penyusunan Renstra BPK melibatkan seluruh pihak internal yang terdapat di BPK dan pihak eksternal yang terkait agar memperoleh data dan gambaran menyeluruh atas potensi dan permasalahan yang dapat mempengaruhi pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Tinjauan masa depan memfasilitasi penyusunan strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi ketidakpastian yang tinggi melalui identifikasi tren, peluang, dan tantangan di berbagai bidang, eksplorasi berbagai perkembangan untuk menyusun strategi masa depan, serta identifikasi dampak jangka panjang dari kebijakan yang diambil.

Selain fokus ke masa depan, penyusunan Renstra BPK diarahkan kepada upaya nyata BPK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri dalam ikut mengawal pencapaian tujuan negara. Oleh karena itu, pelaksanaan kewenangan pemeriksaan BPK tidak hanya difokuskan kepada aspek akuntabilitas pengelolaan keuangan saja, tetapi juga mencakup pelaksanaan kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan negara.

Penyusunan Renstra BPK diperlukan untuk dapat mengembangkan dasar dan kebijakan pemeriksaan BPK yang dapat menilai tingkat ketercapaian atau keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara.

Selain sebagai dokumen perencanaan strategis BPK untuk periode lima tahun ke depan, Renstra BPK juga bertujuan sebagai referensi bagi unit/satuan kerja dalam perencanaan operasional untuk kegiatan tahunan selama periode lima tahun ke depan. Selain itu, juga untuk membangun komitmen bersama dari pimpinan puncak sampai dengan pelaksana atas strategi organisasi yang diambil dan implementasinya.

BPK pertama kali menyusun Renstra yakni untuk periode 2006-2010. Hingga saat ini, BPK telah menyusun empat dokumen renstra yaitu Renstra 2006-2010, Renstra 2011-2015, Renstra 2016-2020, dan Renstra 2020-2024.

“Perjalanan penyusunan empat Renstra BPK sebelumnya bervariasi dan mengalami perubahan serta perbaikan menyesuaikan dengan perkembangan metodologi dan peraturan penyusunan renstra maupun kondisi BPK dan lingkungan BPK,” ungkap BPK.

BPK akan memiliki renstra terbaru paling lambat pada Januari 2025. Hal itu akan ditetapkan melalui Peraturan BPK paling lambat Januari 2025 dengan memperhatikan penetapan RPJMN 2025-2029 oleh Pemerintah.

29/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi perundungan di tempat kerja (Sumber: Freepik).
BeritaEdukasiSLIDER

Mengenali dan Mengatasi Sifat Pembuli

by Admin 26/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Tindakan bullying merupakan persoalan psikologis yang serius karena menimbulkan dampak destruktif seperti depresi yang besar pada korban. Namun terkadang, seseorang tak menyadari ada sifat dan sikap yang masuk dalam kategori perundungan.

Berdasarkan artikel yang ditulis Employee Care Center (ECC) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), isu perundungan penting jadi perhatian karena terkadang perilaku yang dianggap biasa dalam interaksi sehari-hari ternyata dapat berdampak negatif pada orang lain.

Salah satu contohnya adalah ketika melontarkan kalimat “Ealah…rajin bener di meja terus. Kayaknya biar tambah disayang atasan nih, jadi kerjanya serius?”. Pernyataan demikian termasuk sesuatu yang bersifat membuli walau kita tidak menyadarinya. 

Perundungan bisa terjadi dimana-mana. Tindakan ini bisa dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik yang terjadi berulang kali dari waktu ke waktu 

Yuk bersama-sama mengenali sifat-sifat yang merupakan tanda pembuli:

1. Mengkritik tanpa membangun  
Menyampaikan kritik tanpa niat membantu atau membangun, itu bisa menjadi tanda sifat pembuli. Perhatikan apakah kritikmu bersifat konstruktif atau hanya mengecam tanpa memberikan solusi. 

2. Menyebar gosip atau fitnah
Menebar gosip atau fitnah tentang orang lain adalah tanda klasik sifat pembuli. Kebiasaan ini dapat merusak reputasi dan hubungan antar individu, menciptakan ketidaknyamanan dalam lingkungan sosial. 

3. Sering menertawakan orang lain
Jika kamu sering tertawa atau mentertawakan kelemahan atau kesalahan orang lain dengan tendensi menghina atau merendahkan orang lain, itu bisa menjadi tanda sifat pembuli. 

4. Sering menunjukkan dominasi
Sifat pembuli sering terlihat dalam perilaku dominan. Jika kamu cenderung mendominasi atau memaksa orang lain untuk tunduk pada keinginanmu, itu bisa jadi indikasi perilaku intimidatif. 

5. Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain
Sifat pembuli sering kali tidak peka terhadap perasaan orang lain. Jika anda sering mengabaikan atau meremehkan perasaan orang lain itu bisa menjadi pertanda bahwa kamu memiliki sifat pembuli yang perlu diatasi. 

Setelah anda mengenali sifat-sifat pembuli, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengakui dan menerima kesalahan. Dan untuk mengatasi sifat pembuli memerlukan komitmen yang kuat untuk perubahan dan pemahaman mendalam tentang akar masalah.  

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi sifat pembuli:

1.Instropeksi diri 
Luangkan waktu untuk berpikir secara mendalam. Identifikasi akar penyebab perilaku pembuli dalam diri anda. 

2. Berpikir Empati 
Mengembangkan empati membutuhkan usaha sadar untuk melihat dunia dari perspektif orang lain. 

3. Berkonsultasi dengan profesional 
Jika anda merasa sulit untuk mengatasi sifat pembuli secara mandiri, jangan ragu untuk menghubungi konselor atau psikolog.

26/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pemeriksaan BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaSLIDER

Mendorong Dampak Nyata dari Pemeriksaan BPK

by Admin 25/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hendra Susanto mendorong adanya dampak nyata dari hasil pemeriksaan BPK. Hendra pun menyoroti pentingnya penguatan pengawasan di internal BPK. Menurutnya, Inspektorat Utama dan Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Renvaja) BPK perlu berkoordinasi dalam pengembangan governansi, risiko, dan pengendalian terintegrasi.

Hal itu diungkapkan Hendra dalam Rapat Koordinasi Pelaksana BPK Tahun 2024 pada akhir Maret lalu. Kegiatan itu mengusung tema “Membangun Budaya Kerja untuk BPK Semakin Berkinerja”.

Hendra menyampaikan, manajemen mutu di level pemeriksaan perlu diperkuat dengan penguatan quality control dan quality assurance di setiap penugasan pemeriksaan. Hasil peer review Tahun 2024, ungkap Hendra, juga perlu dimanfaatkan untuk pengembangan berkelanjutan di BPK.

“Pengembangan berkelanjutan mengubah BPK dari the sleeping elephant menjadi the dancing elephant sehingga hasil kerja BPK memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas tata kelola keuangan negara,” ujarnya.

Ketua BPK: Terus Tingkatkan Nilai Tambah dan Kinerja BPK

Sementara itu, Anggota I/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana menyoroti pentingnya tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK. Menurutnya, hasil pemeriksaan BPK berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan rekomendasinya baru mencerminkan sebagian dari keberhasilan tugas BPK. 

Rekomendasi BPK diharapkan dapat mencerminkan perubahan dan mendorong perbaikan dalam rangka pencapaian visi dan misi entitas/objek yang diperiksa. “Keberhasilan BPK yang paripurna diperoleh dari rekomendasi yang telah ditindaklanjuti oleh entitas yang dipantau melalui SiPTL,” ungkap Nyoman.

Kemudian, Anggota II/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II BPK Daniel Lumban Tobing mendorong analisis data mengenai keuangan negara. Daniel menyampaikan, analisis data dalam pemeriksaan perlu menjadi suatu budaya kerja. 

Dia menyampaikan, kebiasaan dalam melakukan tugas pemeriksaan perlu selalu mengutamakan ketersediaan data sebelum mengambil kesimpulan pemeriksaan maupun mengusulkan rekomendasi hasil pemeriksaan.

Dia pun meminta agar dilakukan evaluasi kemampuan pengolahan data, sinergi data, analisis data untuk pemeriksaan yang berkualitas, serta melengkapi hasil reviu dan pemeriksaan internal oleh Itama. Ditama Renvaja juga perlu merencanakan peningkatan kapasitas kelembagaan BPK dalam pengelolaan Data Keuangan Negara, melalui dukungan data dari AKN I sampai AKN VII di BPK.

Pemeriksaan Kinerja Berikan Nilai Tambah untuk Entitas

Sementara, Anggota IV/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK Haerul Saleh menegaskan pentingnya pemeriksaan program ketahanan pangan. Menurutnya, BPK perlu melakukan pemeriksaan komprehensif atas program ketahanan pangan, untuk merespons dan mengantisipasi krisis pangan dunia. 

“Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang melibatkan peran multi stakeholder dari hulu hingga hilir meliputi area pemerintah pusat maupun daerah sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif antar AKN,” ungkap Haerul.

Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK Ahmadi Noor Supit mendorong BPK agar dapat berperan memperbaiki belanja pemerintah. Dia menyampaikan, pemerintah menghadapi tantangan dalam mengelola belanja berkualitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara, pemda cenderung memperbesar struktur birokrasinya dengan cara menambah jumlah pegawai tanpa mempertimbangkan kondisi beban kerja yang ada. 

Dia menyampaikan, temuan pemeriksaan Prioritas Nasional (PN) 2 yakni perencanaan dan pengelolaan mandatory spending di pemerintah daerah belum memadai untuk mendukung belanja yang berkualitas. Kemudian, temuan pemeriksaan LKPD Tahun 2022 yakni terdapat peningkatan utang daerah di beberapa wilayah yang digunakan untuk belanja infrastruktur karena adanya keterbatasan fiskal daerah.

“BPK perlu berperan dalam mendorong pemerintah untuk meningkatkan PAD dan alokasi dana transfer dari pemerintah pusat,” ungkapnya.

Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VI BPK Pius Lustrilanang menyampaikan pentingnya pemeriksaan bidang pemenuhan kebutuhan dasar. Salah satu yang disoroti adalah pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.

Data Kualitas Air Minum tidak Seragam, Ini Rekomendasi BPK untuk Kemenkes

Dia mengatakan, salah satu masalah aktual dan strategis dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2024 di Indonesia adalah terkait dengan penggunaan teknologi dalam proses pemilu.  “Tantangan dalam menjaga keamanan dan integritas sistem elektronik serta pemilih data menjadi perhatian utama bagi kita semua. Selain itu, masalah terkait pelaksanaan pemungutan suara yang aman, efisien, dan transparan,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK Slamet Edy Purnomo menyampaikan pentingnya pembahasan isu crosscutting. Menurutnya, banyak permasalahan di tubuh BUMN yang terkait dengan kebijakan kementerian/lembaga maupun pemda. Hal ini kemudian menimbulkan inefisiensi keuangan negara, kehilangan aset, maupun beban keuangan/kerugian bagi BUMN. 

“Masalah crosscutting dengan entitas AKN lain kurang dikomunikasikan sehingga entitas kesulitan dalam menyelesaikan temuan karena menyangkut wewenang K/L lain atau terdapat potensi rekomendasi pemeriksaan yang bertentangan dari 2 LHP berbeda. Oleh karena itu, perlu peningkatan koordinasi antar-AKN,” tegas Slamet.

25/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaInfografikSLIDER

Percepat Realisasi Proyek Penyediaan Tenaga Listrik

by Admin 24/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2023 telah menyelesaikan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan batu bara, gas bumi, dan energi terbarukan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan untuk tahun anggaran 2020-semester I tahun 2022. Salah satu permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan BPK adalah rendahnya kemajuan proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

24/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ajak SAI di Dunia Terus Kawal Aksi Perubahan Iklim

by Admin 23/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Ketua Badan Pemeriksa Keungan (BPK) Isma Yatun mengajak supreme audit institution (SAI) atau lembaga pemeriksa di seluruh dunia untuk terus berkomitmen mengawal program pemerintah di masing-masing terkait aksi perubahan iklim. Ketua BPK menekankan, peran SAI sangat penting agar kebijakan mengenai perubahan iklim maupun target-target yang ditetapkan dapat tercapai.

Hal tersebut disampakan Ketua BPK saat menghadiri Simposium UN/INTOSAI ke-26, yang berlangsung pada tanggal 16-18 April 2024 di Vienna International Center, Wina, Austria. Kegiatan yang diselenggarakan oleh INTOSAI bekerja sama dengan PBB setiap dua tahun sekali ini dihadiri oleh 224 peserta dari 82 SAI di seluruh dunia.

Dengan tema “Implementation of SDG 13 on climate action: Role, contribution and experience of Supreme Audit Institutions (SAIs)”, simposium ini menyoroti praktik-praktik SAI dalam memeriksa dampak perubahan iklim, kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk memeriksa tindakan iklim, dan penguatan tindakan iklim melalui hasil pemeriksaan perubahan iklim.  Simposium ini dibuka oleh INTOSAI Secretary General Margit Kraker, Under-Secretary-General for Economic Development, UNDESA Li Junhua, dan Chair of the INTOSAI Governing Board Bruno Dantas.

Ini Mitigasi Risiko Transisi Energi Menurut Pemeriksaan BPK 

Ketua BPK dalam kesempatan itu membagikan pengalaman BPK dalam pemeriksaan perubahan iklim. Menurut Ketua BPK, badan pemeriksa berperan sentral dalam menghadapi perubahan iklim dengan memastikan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terus berkomitmen untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan terkait iklim secara efektif, sebagaimana yang tertuang dalam kesepakatan Paris Agreement.

Ketua BPK juga menegaskan kerentanan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar, terhadap risiko perubahan iklim dan menguraikan strategi komprehensif yang telah diintegrasikan dalam prioritas nasional. Pemeriksaan BPK berfokus pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dengan penekanan khusus pada kontribusi sektor energi terhadap emisi gas rumah kaca.

Dalam hal mitigasi perubahan iklim, BPK telah melakukan pemeriksaan atas efekivitas kebijakan, peraturan dan investasi dalam mendorong transisi energi dengan mengurangi ketergantungan atas bahan bakar fosil. Pemeriksaan tersebut telah mempengaruhi perubahan peraturan terkait energi terbarukan yang mendorong investasi dan pengembangan infrastruktur.

Dampak dari hasil pemeriksaan BPK, antara lain, berkontribusi pada meningkatnya ketersediaan suplai atas energi terbarukan.

Perbaiki Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca 

Terkait adaptasi perubahan iklim, pemeriksaan BPK fokus pada water resources management dan disaster management. Hasil pemeriksaan mendorong kolaborasi pemerintah, sektor privat, non-profit organisasi dan masyarakat lokal untuk mendorong pembangunan infrastruktur penyediaan air dan mendorong tindakan proaktif untuk melakukan mitigasi atas risiko-risiko yang timbul.

Selain sebagai pembicara, BPK juga berperan sebagai moderator pada subtema 3, yaitu “Strengthening Climate Action-Impacts of Climate Change Audits” yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Edward G H Simanjuntak.

Partisipasi BPK dalam simposium ini menegaskan komitmennya dalam mendukung upaya global dalam menghadapi perubahan iklim dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

23/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

BPK Periksa Proyek Hilirisasi Mineral, Ini Hasilnya

by Admin 22/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal sebesar Rp16,67 miliar pada periode 2019 hingga 2021. Hal itu disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Peningkatan Nilai Tambah Sumber Daya Mineral Tahun 2019 sampai 2021 pada PT Aneka Tambang Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Holding, kini menjadi PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.

Pemeriksaan tersebut bertujuan menilai kesesuaian pengelolaan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral tahun 2019 sampai 2021 pada Antam dan //holding// BUMN tambang, MIND ID terhadap peraturan yang berlaku.

Dari pemeriksaan itu, BPK mencatat Antam dan MIND ID mengelola peningkatan nilai tambah sumber daya mineral dan melakukan usaha di bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian serta optimalisasi pemanfaatan sumber yang dimiliki untuk mendapat keuntungan. Sehingga, Antam berhasil mencapai penjualan emas tertinggi di tahun 2022 yaitu 34,97 ton. Hal ini mencapai 125 persen target penjualan tahun 2022 dan tumbuh 19 persen dari penjualan emas tahun 2021.

Capaian penjualan tahun 2022 mencapai Rp45,93 triliun atau tumbuh 19 persen dari penjualan tahun 2021. Laba bersih tahun 2022 mencapai Rp3.82 triliun atau tumbuh 105 persen dari capaian tahun 2021.

Antam juga berhasil mendapatkan penghargaan tiga Proper Hijau dan empat Proper Biru karena telah melakukan pengelolaan lingkungan yang baik.

Kendati demikian, BPK mengungkap sejumlah temuan yang perlu mendapat perhatian. Hal itu yakni dalam pelaksanaan penambangan mineral, Antam belum detail merumuskan langkah strategi peningkatan kinerja anak usaha, cucu usaha, dan perusahaan afiliasi serta penciptaan value untuk MIND ID.

BPK menyatakan, sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi Antam di antaranya mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal senilai Rp16,67 miliar pada periode 2019-2021.

Hal tersebut disebabkan oleh direksi Antam belum secara proaktif berkonsultasi dan/atau berkoordinasi dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.

Kemudian, direksi Antam belum memiliki kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap untuk menentukan langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID.

BPK pun merekomendasikan kepada direksi Antam agar berkonsultasi dan/atau berkoordinasi secara proaktif dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.

Selain itu, direksi Antam juga perlu memerintahkan Subsidiaries Management Division Head bersama unit terkait lainnya untuk membuat kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap yang antara lain memuat langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID, antara lain dengan mempertimbangkan opsi divestasi, penyederhanaan organisasi, atau menjadikan cucu usaha sebagai unit atau proyek pada perusahaan induk.

Salah satu temuan BPK lainnya adalah terkait pengolahan dan pemurnian mineral, Antam dinilai tidak optimal mengelola risiko Proyek Feronikel Halmahera Timur dalam rangka mendukung program peningkatan nilai tambah sumber daya mineral. Sesuai dengan Pasal 102 UU Nomor 4 Tahun 2009, Antam sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.

BPK merekomendasikan kepada direksi Antam agar menyusun contingency plan terkait proyek smelter Feronikel Halmahera Timur dan integrated risk assessment untuk P3LA dan P2FIP serta menyelesaikan pembangunan proyek smelter hingga dapat berproduksi.

22/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaOpiniSLIDER

Menelaah Faktor-Faktor Lambatnya Penanganan “Stunting” di Sulawesi Tenggara

by Admin 19/04/2024
written by Admin

Ditulis oleh AM Zdavir Sapada, Pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara 

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Gangguan pertumbuhan ini yditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan, sehingga berpotensi menghambat dan mengganggu tumbuh-kembang anak baik secara fisik dan kognitif (Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 dan UNICEF).

Peristiwa stunting ini disebut-sebut berpotensi terjadi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak, yang jika gagal ditangani, dapat mengganggu potensi SDM Indonesia. 

Dalam perjalanannya, tampaknya, penanganan stunting memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan pada skala nasional. Hal ini terlihat dari menurunnya angka stunting yang pada tahun 2018 mencapai 30,8 persen menjadi 21,6 persen pada tahun 2022 (Survei Status Gizi Indonesia/SSGI: 2022).

Penurunan (kemajuan) sebesar 9,2 persen poin ini ini mungkin berkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil yang pada tahun 2018 bertumbuh 5,17 persen dan pada tahun 2022 bertumbuh 5,53 persen (BPS). Karena besarnya perhatian pemerintah terhadap stunting melalui hadirnya berbagai program, tak heran, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) juga turut mengevaluasi program tersebut melalui laporan pemeriksaan. 

Penanganan stunting memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan

Namun demikian, sayangnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara belum mampu mengikuti kinerja yang pesat dari berbagai provinsi lainnya. Hal ini terlihat dari data yang disajikan SSGI, dimana jumlah stunting di Sultra yang pada tahun 2018 mencapai 28,7 persen, hanya menurun 1 persen poin pada tahun 2022 menjadi 27,7 persen (op.cit).

Angka tersebut berada di atas rata-rata nasional dan membuat peringkat stunting Sultra melonjak dari peringkat 22 pada tahun 2018 menjadi peringkat 9 tertinggi nasional pada tahun 2022. Lebih jauh, kinerja pemerintah daerah dan komitmen terhadap penurunan angka stunting patut dipertanyakan, mengingat hanya terjadi penurunan sebesar 1 persen poin dalam lima tahun terakhir.

Indikator stunting dan faktor-faktor perkembangan stunting
Untuk menangani hal ini, diperlukan pemetaan terkait akar masalah mengapa Sultra tak kunjung mampu mengimbangi kinerja stunting provinsi lain. Dalam menjelaskan kinerja stunting Provinsi Sulawesi Tenggara, Laporan Indeks Khusus Penanganan Stunting/IKPS (BPS: 2021) mungkin dapat memberikan insight terkait akar masalah tersebut. Laporan IKPS menyajikan data terkait bagaimana kemajuan penanganan stunting yang dilakukan oleh masing-masing pemerintah provinsi. IKPS sendiri merupakan indeks gabungan (composite index) yang terdiri atas sejumlah indeks: Indeks Kesehatan, Indeks Gizi, Indeks Perumahan, Indeks Pangan, Indeks Pendidikan, dan Perlindungan Sosial.

Lebih mendalam lagi, masing-masing indeks ini juga terdiri dari sejumlah indikator (istilah yang digunakan Kemenkes adalah dimensi). Indikator Kesehatan misalnya, terdiri dari indikator imunisasi, penolong persalinan oleh tenkes di faskes, dan KB modern; indickator perlindungan sosial terdiri dari Kepemilikan JKN/Jaminan Kesehatan Nasional dan Penerima KPS/Kartu Perlindungan Sosial.

Ingatkan Komitmen Daerah, BPK Ungkap Masalah Terkait Penanganan Stunting

Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa IKPS Sultra hanya meningkat 3,9 persen dari tahun 2018 ke tahun 2021, dibanding peningkatan yang dialami seluruh provinsi lainnya sebesar 7,69 persen pada rentang tahun yang sama. Lambatnya kinerja IKPS Provinsi Sultra ini mungkin dapat menjelaskan akan rendahnya kinerja stunting Sultra.

Jika ditilik secara lebih mendalam, terjadi penurunan tajam pada dua indicator di Sulawesi Tenggara yang mungkin menjadi penghambat atas kemajuan penanganan stunting, dua indikator tersebut adalah “Ketidakukupan konsumsi pangan” (menurun sebesar 6,8 persen) dan “Penerima KPS” (menurun 26,5 persen poin).

Dalam penjelasannya, Indeks “Ketidakukupan konsumsi pangan” merupakan kondisi persentase penduduk dengan konsumsi makanan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum energi untuk hidup sehat dan aktif sesuai umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiknya.

Lebih jauh, faktor yang mempengaruhi indikator ini mencakup kemiskinan, daya beli rumah tangga, pengetahuan gizi, ketersediaan pangan, pendapatan, dan sejumlah hal lainnya. Berbagai faktor ini diduga turut mempengaruhi atas ketidakcukupan konsumsi pangan, yang juga dapat dijelaskan pada Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) Sultra pada tahun 2018 yang mencapai 135,353, menurun menjadi 106,425 pada tahun 2021 (BPS Sultra: 2023).

Sementara itu, penjelasan logis terkait penerima KPS yang menurun tajam sebesar 26,5 persen poin adalah kian meningkatnya jumlah penduduk di tengah krisis Covid (dan pasca Covid) yang tidak mampu dijangkau melalui peningkatan KPS (baik akibat tidak adanya peningkatan jumlah KPS maupun salah salur). Hal ini diperkuat oleh berbagai temuan audit BPK-RI PWK Sultra yang menunjukkan berbagai bantuan KPS yang salah salur di berbagai kabupaten.

Bagaimana intervensi pemerintah?
Dalam upaya menurunkan angka stunting, pemerintah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan yang signifíkan dari kondisi 24,4persen pada 2021 menjadi 14persen pada 2024. Selain itu, untuk menekan angka stunting, maka pemerintah berupaya “memerangi” stunting dengan turut memprioritaskan 12 daerah yang menjadi target utama program stunting, yang mana Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi salah satu di antaranya.

Karena besarnya perhatian stunting oleh pemerintah, BPK juga turut mengevaluasi program tersebut melalui laporan pemeriksaan. Lebih jauh, Pemerintah melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menyinggung terkait upaya dan strategi dalam memerangi stunting yang dilakukan melalui berbagai upaya yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor dipusat, daerah dan desa. 

LHP Kinerja Penanganan Stunting

Dalam penjelasannya, intervensi spesifik didefinisikan sebagai kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting. Contoh dari tindakan (intervensi) ini adalah pemberian makanan (yang juga memperhatikan pemenuhan asupan gizi dan nutrisi) bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, promosi (pengayaan dan penggalakan informasi) dan konseling menyusui, MPASI dan lain sebagainya.

Sementara itu, intervensi sensitif kegiatan adalah yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting. Contoh dari tindakan ini adalah upaya pencegahan perkawinan anak dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, penyediaan jaminan kesehatan, penyediaan jaminan bantuan sosial, pemenuhan ketahanan pangan keluarga miskin, dan sejenisnya. Melalui definisi dan contoh tersebut, pemerintah pusat secara jelas menunjukkan keseriusan dengan melibatkan multi-sektor dan multi-pihak agar dapat bekerja secara padu melalui kebijakan yang integrative. 

Namun demikian, komitmen pemerintah pusat jelas perlu diikuti dengan keseriusan pemerintah daerah (khususnya Sulawesi Tenggara) dalam menerapkan strategi tersebut, serta mengevaluasi kekurangan dan keterlambatan progress penanganan stunting selama ini (misal, meningkatkan penerima jumlah KPS dan juga tingkat keakuratan penyalurannya menurut data IKPS yang Pemprov Sultra gagal tangani). Karenanya, juga dibutuhkan sinkronisasi program antar-pihak agar tercapai tujuan dan kebijakan yang padu, efektif, dan efisien.

Komitmen pemerintah pusat dalam menangani stunting perlu diikuti dengan keseriusan pemerintah daerah

Untuk menggenapi upaya ini, maka pemerintah perlu penguatan dengan belajar dari kasus pengalaman negara lain maupun maupun inefektivitas dari kebijakan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam berbagai penelitian, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi berbasis target yang menyasar kelompok tertentu dapat mengurangi dan mengentaskan stunting (Mary: 2018).

Hal ini dapat dicapai melalui pelibatan kelompok miskin dalam pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dasarnya melalui pertumbuhan produktivitas sektor tertentu (dalam hal ini, dapat berupa Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Kelautan). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ni’mah dan Nadhiroh (2010) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara panjang badan lahir balita, riwayat ASI eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian stunting pada balita. 

Akan tetapi, hambatan yang kini dihadapi oleh berbagai pihak yang mengemban amanat untuk memerangi stunting adalah hadirnya berbagai data yang berbeda, yang juga berasal dari berbagai Lembaga/badan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari penderita stunting yang berada pada laman Kemendagri yang menunjukkan bahwa pada tahun 2018, penderita stunting di Provinsi Sultra mencapai 15 persen, dan pada tahun 2021 mencapai 18,5 persen.

Program Penurunan Stunting di Jabar Perlu Diperbaiki

Sementara itu, data yang dirilis oleh Kemenkes melalui Laporan IKHS menyebutkan bahwa stunting pada 28,7 persen, dan pada tahun 2021 mencapai 27,7 persen. Selain itu, BPS juga merilis data terakhir stunting pada tahun 2018 mencapai 10,1 persen. 

Perbedaan data ini dapat menimbulkan kebingungan dan polemik pada jajaran yang terlibat dalam menangani kasus stunting, yang berpotensi mengakibatkan kekeliruan dalam alokasi sumber daya, inefisiensi pemanfaatan sumber daya dan anggaran, dan pada akhirnya pemborosan anggaran. Padahal, dibutuhkan data yang menyeluruh, padu dan sinkron sebagai landasan dasar perumusan kebijakan. Karenanya, diperlukan satu data padu dan lengkap yang terintegrasi yang mampu mengarahkan berbagai jajaran yang terlibat terkait kondisi riil di lapangan, sehingga pemangku kebijakan dapat merumuskan kebijakan program dan penganggaran secara tepat.

Perbedaan data dapat menimbulkan kebingungan dan polemik pada jajaran yang terlibat dalam menangani kasus stunting

Untuk melakukan hal ini, Kemenkes perlu mengambil leading role, dan jajaran kementerian/lembaga lainnya perlu menyingkirkan ego sektoral. Mengingat, tercapainya tujuan penurunan stunting dapat berarti menjamin SDM Indonesia yang sehat, dan karenanya mendukung Indonesia yang lebih produktif dan sejahtera di waktu yang akan datang.

19/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Sustainable Development Goals (SDGs)
BeritaBPK BekerjaSLIDER

BPK Dukung Peran Perguruan Tinggi dalam Pencapaian SDGs

by Admin 17/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun memaparkan pentingnya peran perguruan tinggi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Isma menekankan, hal itu juga menjadi titik penting dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Sehingga, diperlukan pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Menurutnya, akselerasi pencapaian target SDGs Indonesia merupakan cornerstone untuk RPJPN 2025-2045 yang lebih terarah dan terukur.

“Saya bicara SDGs karena salah satu targetnya adalah mewujudkan pendidikan yang berkualitas atau equality of education di setiap tingkatan hingga tercipta life long learning. Itu adalah kunci tercapainya tujuan SDGs lainnya,” ungkap Isma saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatera Barat, pada Maret lalu.

Isma menjelaskan, ketika masyarakat mampu mendapatkan pendidikan yang berkualitas maka mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan mencapai kesetaraan gender, menumbuhkan toleransi antar-manusia, melindungi bumi, sekaligus memberdayakan masyarakat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Komitmen Indonesia dalam implementasi SDGs dilakukan melalui pengarusutamaan indikator SDGs ke dalam rencana pembangunan nasional. Sementara, kontribusi perguruan tinggi salah satunya diwujudkan dengan pembentukan SDGs Center yang tersebar di seluruh Indonesia.

Keberadaannya memiliki peran penting dalam membantu pemerintah pusat dan daerah untuk penyusunan pelaksanaan dan pemantauan evaluasi hingga pelaporan rencana aksi SDGs di Indonesia.

“Untuk itu, saya sangat mengapresiasi Universitas Andalas yang telah memiliki Center for Human and SDGs sejak 2018,” ujarnya.

Isma mengatakan, institusi pendidikan tinggi seperti Unand memiliki posisi strategis dan unik sekaligus sentral untuk menjadi yang terdepan dalam mendukung pencapaian SDGs menuju Indonesia Emas 2045.

Dia menekankan, tujuan SDGs nomor 4 mengarahkan akses yang setara terhadap pendidikan tinggi. Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang unggul, adaptif, dan kolaboratif.

Selain itu, perguruan tinggi juga berperan dalam membangun masyarakat berkelanjutan yakni sebagai pendorong pencapaian seluruh SDGs melalui perannya dalam pembentukan SDM sekaligus penghasil pengetahuan dan inovasi.

“Para mahasiswa sebagai potensi SDM bangsa yang unggul adalah pembuat perubahandi masa depan. Maka sudah saatnya Universitas Andalas dan perguruan tinggi lainnya bertransformasi dan bersinergi untuk menghadirkan pendidikan tinggi yang mampu mencetak generasi muda yang berkompeten, berintegritas, dan berwawasan kebangsaan sehingga Indonesia Emas 2045 dapat direalisasikan,” ungkap Isma.

Salah satu tantangan yang perlu dijawab oleh perguruan tinggi adalah mengoptimalkan output atau hasil dari pendidikan tinggi tersebut. Unand dan perguruan tinggi lainnya dinilai perlu bisa menyesuaikan dengan potensi generasi milenial dan generasi Z.

Kelompok tersebut kini mengisi komposisi mayoritas mahasiswa. Mereka adalah digital native generation sehingga memiliki kesadaran dan komitmen lebih tinggi untuk mendorong dunia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

“Implementasi tri dharma perguruan tinggi yang mempertimbangkan karakteristik generasi milenial dan gen Z adalah kunci tercapainya target SDGs sekaligus Indonesia Emas 2045,” ungkap Isma.

17/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pemeriksaan BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Temuan dan Rekomendasi BPK Atas Layanan Impor Barang di Ditjen Bea dan Cukai

by Admin 15/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah permasalahan terkait layanan impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. BPK juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan impor barang.

Hal itu disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean terhadap tiga objek pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan pada semester I 2023. Tiga objek pemeriksaan itu yakni pengelolaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) tahun 2021 dan 2022, pengelolaan cukai hasil tembakau tahun 2021 dan 2022, serta pengelolaan kepabeanan impor untuk dipakai tahun 2021 dan 2022. Pengelolaan cukai dan pabean dilakukan untuk mendukung Program Prioritas (PP) 8 yakni penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi, khususnya kegiatan prioritas (KP) reformasi fiskal.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-8, khususnya target 8.1 yakni mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional, serta TPB ke-16, khususnya target 16.6 yakni mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkat.

Hasil pemeriksaan BPK pada tiga objek pemeriksaan tersebut menyimpulkan bahwa pengelolaan cukai dan pabean telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Permasalahan signifikan yang ditemukan di antaranya aplikasi IT Inventory pada perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat (KB), pusat logistik berikat (PLB), gudang berikat (GB), dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) tidak memadai atau tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam Perdirjen BC Nomor PER09/BC/2014.

BPK mengungkap, IT Inventory tidak digunakan secara kontinu dan real time, serta tidak memiliki kemampuan untuk penelusuran posisi barang, tidak terintegrasi dengan sistem pembukuan perusahaan, dan tidak dapat diakses secara online oleh DJBC. Selain itu, CCTV pada perusahaan penerima fasilitas KB dan PLB tidak dapat diakses dan tidak dapat dilakukan playback. Hal ini mengakibatkan adanya peluang penyalahgunaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan antara lain agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai untuk menginstruksikan Direktur Fasilitas Kepabeanan supaya memerintahkan kepada seluruh perusahaan penerima fasilitas terkait untuk mengembangkan sistem IT Inventory yang memenuhi kriteria sesuai ketentuan.

BPK juga mencatat, pelaksanaan monitoring atas fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE belum optimal. BPK menyampaikan, monitoring umum oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC)/Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai (KPUBC) belum dilaksanakan secara periodik minimal satu bulan sekali. Laporan monitoring umum pada beberapa KPPBC atas IT Inventory juga belum menggambarkan kondisi yang senyatanya, bahwa kondisi IT Inventory yang sebenarnya bermasalah.  DJBC juga belum memiliki database yang terintegrasi atas hasil monitoring umum, monitoring khusus, evaluasi mikro, dan hasil audit serta tindak lanjutnya.

Hal ini mengakibatkan Kanwil DJBC dan KPPBC terkait tidak dapat melakukan monitoring tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi nontagihan dan berisiko tidak tepat dalam mengambil keputusan pemberian fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE kepada perusahaan atas hasil monitoring umum yang tidak sesuai dengan kondisi yang senyatanya.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Kanwil DJBC terkait dan Kepala KPPBC terkait atas kekurangoptimalannya, dan selanjutnya supaya lebih optimal mengawasi dan mengendalikan kinerja bawahannya dalam melaksanakan monitoring sesuai dengan ketentuan tata laksana dan monitoring fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE.

Temuan BPK selanjutnya yakni proses validasi atas pemberitahuan pabean impor (PPI) dalam aplikasi Customs Excise Information System and Automation (CEISA) belum dapat menjamin akurasi data impor. Hal itu disebabkan nilai pabean pada pemberitahuan pabean atas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke kawasan bebas/free trade zone (FTZ) tertulis tidak wajar dan tidak benar. Kemudian, aplikasi CEISA tidak memvalidasi secara akurat atas nomor identitas importir dalam pemberitahuan impor barang (PIB), sehingga terdapat penggunaan nomor identitas lebih dari satu untuk importir yang merupakan kedutaan besar, perwakilan negara sahabat dan lembaga internasional, serta terdapat penggunaan dua NPWP oleh satu importir. Ada pula urutan nomor barang pada PIB tidak lengkap dan/atau tidak berurutan serta terdapat nomor barang yang dicatat dengan penomoran “0” atau berulang.

Hal ini mengakibatkan adanya peluang data impor tidak akurat sebagai dasar pengambilan keputusan, serta berpeluang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai antara lain untuk menginstruksikan Direktur Fasilitas Kepabeanan berkoordinasi dengan Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai supaya meningkatkan proses validasi atas nilai pabean pada PPFTZ di CEISA FTZ piloting existing dan nomor identitas kedutaan besar atau perwakilan negara sahabat dan lembaga internasional pada PIB di Aplikasi CEISA. Selain itu, perlu ada pembinaan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dan Direktur Teknis Kepabeananan, dan selanjutnya supaya lebih optimal melakukan evaluasi atas Aplikasi CEISA untuk memastikan bahwa proses validasi sudah dapat menjamin akurasi data impor.

Dalam pemeriksaan, BPK turut mengungkap pelaksanaan pengambilan foto barang dalam pemeriksaan fisik oleh Pejabat Pemeriksa Fisik (PPF) belum didukung pengendalian yang memadai, seperti ketentuan yang mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang belum ada. Selain itu, terdapat indikasi penggunaan file foto yang teridentifikasi sama pada lebih dari satu laporan hasil pemeriksaan fisik barang atas 4.178 PIB dan PPFTZ. Hal ini mengakibatkan adanya risiko kesalahan analisis foto oleh pejabat pemeriksa dokumen, tim penelitian ulang, tim audit, dan aparat pengawas fungsional yang dapat berdampak pada kesalahan dalam menetapkan tarif dan/atau nilai pabean serta dalam mengambil keputusan.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai antara lain untuk mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang, serta menginstruksikan Direktur Kepatuhan Internal dan kepala kantor pabean terkait untuk berkoordinasi dalam melakukan pendalaman atas duplikasi file foto terkait pemeriksaan fisik barang dan selanjutnya memberikan pembinaan kepada PPF terkait atas ketidakcermatannya supaya lebih cermat dalam mengambil dan mengunggah foto hasil pemeriksaan fisik barang.

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean pada DJBC Kementerian Keuangan mengungkapkan 32 temuan yang memuat 46 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 40 kelemahan SPI dan 6 ketidakpatuhan sebesar Rp 184,48 juta.

15/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id