WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Friday, 4 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

IHPS I 2023

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2023InfografikSLIDER

Temuan BPK Atas Penyelenggaraan Proyek Tol Nirsentuh

by Admin 24/01/2025
written by Admin

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I tahun 2024 telah menyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Dengan Tujuan Tertentu (DTT) Kepatuhan atas tema penguatan infrastruktur, yaitu hasil pemeriksaan atas penyelenggaraan jalan tol. Pemeriksaan atas penyelenggaraan jalan tol sampai semester I tahun 2023 itu dilaksanakan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta instansi terkait lainnya.

24/01/2025
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Perbaiki Tata Kelola Impor Daging Sapi

by Admin 16/01/2025
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola pengadaan daging impor sapi. Hal ini seperti yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan atas pendapatan, biaya, dan investasi terhadap 22 objek pemeriksaan pada 22 BUMN/anak perusahaan, yang salah satunya dilakukan terhadap PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, pengadaan daging sapi impor kuota tambahan Tahun 2022 oleh PT Berdikari (anak perusahaan PT RNI) tidak memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik, seperti pelaksanaan impor dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan penawaran ke customer.

Selain itu, PT RNI tidak melakukan mitigasi risiko atas pemberian pinjaman dalam rangka impor daging sapi kepada PT Berdikari, kemampuan penjualan mandiri PT Berdikari rendah dan terdapat persediaan sebanyak 1.274,92 ton daging sapi belum terjual dan harus disimpan dalam cold storage dengan biaya sebesar Rp6,26 miliar, serta PT Berdikari belum
melunasi biaya pokok pinjaman sebesar Rp139,16 miliar dan terbebani biaya pinjaman sebesar Rp12,87 miliar.

Permasalahan tersebut mengakibatkan PT Berdikari menanggung risiko kerugian dari tambahan biaya perolehan daging impor sebesar Rp19,13 miliar dari biaya cold storage, beban bunga, dan denda pinjaman.

PT Berdikari juga tidak dapat menjual sisa persediaan daging sapi yang mendekati tanggal kedaluwarsa dan PT RNI tidak menerima pengembalian pokok pinjaman sebesar Rp139,16 miliar dan bunga pinjaman dari PT Berdikari sesuai waktu perjanjian.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT RNI agar menagih sisa pokok share holder loan (SHL) sebesar Rp139,16 miliar dan bunga SHL yang belum dikembalikan oleh PT Berdikari. BPK juga merekomendasikan Direksi PT RNI untuk menginstruksikan Direksi PT Berdikari agar menyusun kebijakan yang meliputi strategi dan kewenangan manajemen PT Berdikari dalam menangani sisa persediaan yang sulit terjual.

16/01/2025
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Temuan BPK Terkait Belanja APBD: Kelebihan Bayar Hingga tak Ada Bukti Pertanggungjawaban

by Admin 03/06/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan pengelolaan belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mempengaruhi penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022. Permasalahan itu terkait belanja operasional dan belanja modal. 

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023, permasalahan penyajian belanja operasinal terjadi pada 19 pemda. Permasalahan itu, antara lain, realisasi belanja barang dan jasa yang terdiri atas belanja perjalanan dinas, belanja barang pakai habis, belanja barang dan jasa BOS, belanja makan minum rapat, belanja lembur, honorarium, belanja barang diserahkan kepada masyarakat, belanja bahan bakar minyak (BBM), belanja jasa pelayanan kesehatan, belanja jasa konsultansi nonkonstruksi dan konstruksi tidak sesuai dengan ketentuan dan/ atau tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban. 

Kemudian, realisasi belanja hibah, belanja bantuan sosial, serta belanja barang dan jasa melampaui anggaran serta pelaksanaan dan substansi realisasi belanja tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria keadaan darurat, termasuk keperluan mendesak sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Soal Pengelolaan APBD, BPK Minta Tidak Hanya Fokus ke Opini WTP

Selain itu, realisasi belanja pegawai berupa pembayaran tambahan penghasilan aparatur sipil negara (ASN) tidak melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri, kelebihan pembayaran honorarium belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah, serta realisasi belanja tunjangan profesi guru, tunjangan khusus guru, dan tambahan penghasilan pegawai tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban. 

Terkait belanja modal, permasalahan penyajian belanja modal terjadi pada 16 pemda, antara lain, kelebihan pembayaran belanja modal yang terjadi karena kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan, penyimpangan dan ketidakefektifan sistem pengendalian intern, serta proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak mematuhi ketentuan, belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah.

Mendeteksi Ketekoran Kas APBD

BPK juga menemukan permasalahan realisasi belanja modal gedung dan bangunan melampaui APBD TA 2022. Realisasi belanja tersebut dilaksanakan berdasarkan APBD Perubahan namun belum memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan pengesahan Menteri Dalam Negeri. 

Selain itu, pelaksanaan dan substansi belanja modal tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria keadaan darurat, termasuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pekerjaan belanja modal dilakukan dengan pemecahan kontrak yang diindikasikan untuk menghindari ketentuan pelelangan, dilakukan tanpa analisis kebutuhan, dan penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) tidak berdasarkan survei harga pasar.

Secara umum, dari 542 LKPD Tahun 2022 yang diperiksa BPK, sebanyak 46 LKPD memperoleh opini selain WTP, yaitu 41 WDP dan 5 TMP. 

03/06/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pemeriksaan BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Menjaga Langkah Penyehatan Sang Hyang Seri

by Admin 27/05/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas upaya manajemen dalam meningkatkan omzet penjualan benih dan beras, menekan harga pokok produksi beras, serta mengoptimalkan aset tanah dan bangunan pada PT Sang Hyang Seri (SHS) Tahun 2020 sampai semester I 2022 dan instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Salah satu alasan pemeriksaan kinerja tersebut dilakukan karena selama 10 tahun terakhir PT SHS kerap mengalami kerugian.

Selain itu, pemeriksaan dilakukan berkaitan dengan adanya penggabungan PT Pertani (Persero) ke PT SHS. Dari pemeriksaan itu, BPK mencatat sejumlah upaya yang sudah dilakukan manajemen PT SHS untuk meningkatkan omzet
penjualan benih dan beras, menekan harga pokok produksi beras, serta mengoptimalkan aset tanah dan bangunan. Hal itu antara lain merencanakan target penjualan yang telah mempertimbangkan usulan dari cabang dan unit pemasaran dan melakukan penjualan benih kepada government market secara optimal.

SHS juga telah memiliki sistem dan prosedur pengendalian pengeluaran biaya produksi beras yang dapat menggambarkan alur pengeluaran biaya produksi beras secara keseluruhan dan pencapaian rendemen produksi beras yang telah sesuai dengan standar industri perberasan. SHS juga menggunakan mekanisme imbal jasa natura dalam kerja sama pemanfaatan lahan teknis di areal Kantor Produksi Kebun Sukamandi (KPKS) dan telah menginventarisasi dan memetakan seluruh aset tanah dan bangunan yang idle yang memiliki potensi pendapatan.

Salah satu alasan pemeriksaan kinerja tersebut dilakukan karena selama 10 tahun terakhir PT SHS kerap mengalami kerugian

Kendati demikian, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan masih terdapat permasalahan, antara lain, yakni kinerja keuangan PT SHS tidak memadai dan berdampak pada kepastian keberlangsungan usaha. Hal tersebut ditunjukkan dengan kinerja keuangan PT SHS mengalami penurunan tiap tahun dan tidak memberikan kontribusi kepada negara serta proporsi penjualan benih dan beras PT SHS tehadap kebutuhan nasional tidak signifikan.

Kemudian, penyusunan dan evaluasi rencana pemasaran benih dan beras belum spesifik dan terukur. Divisi Penjualan Benih dan Beras belum pernah melakukan evaluasi terhadap kebutuhan jumlah tenaga pemasar yang ada di cabang/unit pemasaran dalam melayani penjualan/pemasaran di wilayahnya.

Selain itu, PT SHS belum memanfaatkan saluran pemasaran benih dan beras melalui kios, distributor, grosir, retail, hotel, restoran dan katering secara optimal. Hal tersebut, antara lain, ditunjukkan dengan belum adanya strategi pemasaran benih dan beras yang rinci pada setiap saluran pemasaran, pemetaan target pelanggan potensial untuk setiap wilayah pemasaran dan jadwal kunjungan tenaga pemasar secara berkala dan pendokumentasiannya.

Upaya PT SHS dalam menekan biaya bahan baku produksi beras juga dinilai belum optimal. Hal tersebut ditunjukkan oleh belum adanya pengaturan proporsi pembayaran pembelian bahan baku pada Unit Penggilingan Padi (UPP), hasil produksi KPKS belum diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pada UPP terdekat dan pembelian bahan baku lebih banyak dalam bentuk beras daripada gabah.

BPK juga menemukan upaya pemanfaatan areal lahan persawahan KPKS belum didukung dengan kebijakan penanganan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang memadai. Hal tersebut ditunjukkan antara lain dengan kegiatan tebar tanam budidaya padi tidak dilakukan secara tepat waktu dan serentak serta belum optimalnya kegiatan penanganan OPT.

BPK menyatakan, apabila permasalahan tersebut di atas tidak segera diatasi, maka dapat menghambat upaya PT SHS dalam meningkatkan omzet penjualan benih dan beras, menekan harga pokok produksi beras, dan mengoptimalkan aset tanah dan bangunan.

BPK pun merekomendasikan kepada Direksi PT SHS antara lain agar berkoordinasi dengan PT RNI selaku holding untuk menyusun langkah-langkah strategis penyehatan PT SHS yaitu dengan memperbaiki struktur permodalan, utang
dan modal keseluruhan, sehingga kapasitas leverage lebih meningkat. Opsi untuk melikuidasi PT SHS termasuk dalam salah satu pertimbangan dalam program penyehatan PT SHS.

Direksi juga perlu melakukan analisis beban kerja tenaga pemasaran dengan memperhitungkan luas cakupan wilayah kerja dan jumlah target pelanggan dan mengalokasikan tenaga pemasaran benih dan beras sesuai dengan perhitungan analisa beban kerja baik dari divisi penjualan maupun unit kerja lain.

BPK juga merekomendasikan Divisi Penjualan Benih dan Beras melakukan pemetaan target pelanggan potensial di setiap wilayah cabang pemasaran dan menetapkan strategi atau pedoman bagi tenaga pemasar untuk melakukan kunjungan ke pelanggan dengan mencantumkan target, jadwal dan dokumentasi kunjungan.

BPK juga merekomendasikan Divisi Penjualan Benih dan Beras melakukan pemetaan target pelanggan potensial di setiap wilayah cabang pemasaran

Direksi PT SHS perlu mengatur proporsi pembayaran pembelian bahan baku atas produk beras yang diserahkan UPP ke kantor cabang pemasaran dan menetapkan strategi pemenuhan bahan baku UPP dari hasil KPKS untuk meminimalkan biaya bahan baku. Kemudian, juga perlu menetapkan dan menerapkan kebijakan teknis jadwal tebar tanam budidaya padi yang
ideal untuk lahan KPKS.

Atas temuan, kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan oleh BPK, PT SHS menerima temuan dan kesimpulan BPK, serta akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan.

27/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaIHPS I 2023InfografikSLIDER

Sejumlah Permasalahan LKPD 

by Admin 17/05/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Dalam lima tahun terakhir (2018-2022), opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mengalami perbaikan. Selama periode tersebut, LKPD yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian naik dari 82 persen pada LKPD Tahun 2018 menjadi 91 persen. 

Kendati demikian, terdapat sejumlah permasalahan yang sering ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksanan LKPD, mulai dari pengelolaan aset lancar hingga belanja daerah.

17/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Pengawasan Kripto Belum Optimal

by Admin 15/05/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Mata uang digital atau kripto dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu pilihan dalam berinvestasi. Agar transaksi perdagangan kripto dapat berjalan sesuai ketentuan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawasi dan melakukan pemeriksaan terhadap entitas yang bertanggung jawab dalam mengatur perdagangan aset kripto.

Pemeriksaan tersebut telah dilakukan BPK terhadap Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan dan instansi terkait lainnya atas pembinaan/pengembangan, pengawasan, dan penindakan atas penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi tahun 2019-triwulan III tahun 2022.

Seperti diketahui, Bappebti merupakan lembaga pemerintah di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan dengan tugas pokok melakukan pembinaan, pengaturan, pengembangan, dan pengawasan perdagangan berjangka.

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pembinaan/pengembangan, pengawasan, dan penindakan atas penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi (PBK) tahun 2019-triwulan III tahun 2022 pada Bappebti dan instansi terkait lainnya telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.

“Salah satu permasalahan itu adalah fungsi pengawasan Bappebti dalam transaksi harian kripto belum dilaksanakan secara optimal,” demikian disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023.

BPK dalam pemeriksaannya menemukan permasalahan terkait belum terdapatnya sistem aplikasi dan sumber daya manusia (SDM) yang tersertifikasi untuk melakukan pemantauan dan pengawasan transaksi harian kripto.

Permasalahan kedua, pengawasan lebih lanjut terhadap status dan aktivitas calon pedagang fisik aset kripto (CPFAK) yang belum melakukan transaksi perdagangan aset kripto belum dilakukan.

Selain itu,  pemantauan dan pengawasan atas keterlambatan penyampaian laporan transaksi harian (LTH) secara fungsi pengawasan Bappebti dalam transaksi harian kripto belum dilaksanakan secara optimal. Terkait hal ini, belum terdapat sistem aplikasi dan sumber daya manusia (SDM) yang tersertifikasi untuk melakukan pemantauan dan pengawasan transaksi harian kripto. Kemudian, oengawasan lebih lanjut terhadap status dan aktivitas calon pedagang fisik aset kripto (CPFAK) yang belum melakukan transaksi perdagangan aset kripto belum dilakukan.

Selain itu, pemantauan dan pengawasan atas keterlambatan penyampaian laporan transaksi harian (LTH) secara manual melalui penerimaan e-mail cenderung menghasilkan laporan pengawasan yang kurang efektif dan belum mendukung perlindungan  kepada masyarakat ketika terjadi insiden pada aset kripto.

Selanjutnya, terdapat kelemahan pengawasan terhadap pihak-pihak dalam transaksi harian kripto bernilai material dan transaksi harian aset kripto di luar ketetapan peraturan Bappebti.

Permasalahan tersebut mengakibatkan timbulnya risiko masyarakat kehilangan investasi di kemudian hari.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, BPK telah memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan. Salah satu rekomendasi itu adalah meminta Menteri Perdagangan agar memerintahkan Kepala Bappebti untuk menyusun dan menetapkan ekosistem pasar fisik aset kripto dan pedoman teknis yang mengatur mekanisme atau prosedur pengawasan transaksi harian kripto.

15/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

BPK Rekomendasikan DJBC Perbaiki Proses Pemeriksaan Fisik Barang 

by Admin 06/05/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk memperbaiki proses pemeriksaan fisik barang. Rekomendasi ini dihasilkan setelah BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean terhadap tiga objek pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan pada semester I 2023.

Tiga objek pemeriksaan itu yakni pengelolaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) tahun 2021 dan 2022, pengelolaan cukai hasil tembakau tahun 2021 dan 2022, serta pengelolaan kepabeanan impor untuk dipakai tahun 2021 dan 2022. Dari pemeriksaan itu, BPK salah satunya mengungkapkan permasalahan terkait pemeriksaan fisik barang oleh Bea Cukai. 

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023, BPK mengungkapkan bahwa pelaksanaan pengambilan foto barang dalam pemeriksaan fisik oleh Pejabat Pemeriksa Fisik (PPF) belum didukung pengendalian yang memadai. Hal itu seperti ketentuan yang mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang belum ada.

Selain itu, terdapat indikasi penggunaan file foto yang teridentifikasi sama pada lebih dari satu laporan hasil pemeriksaan fisik barang atas 4.178 PIB dan PPFTZ. Hal ini mengakibatkan adanya risiko kesalahan analisis foto oleh pejabat pemeriksa dokumen, tim penelitian ulang, tim audit, dan aparat pengawas fungsional yang dapat berdampak pada kesalahan dalam menetapkan tarif dan/atau nilai pabean serta dalam mengambil keputusan.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai antara lain untuk mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang. Selain itu, menginstruksikan Direktur Kepatuhan Internal dan kepala kantor pabean terkait untuk berkoordinasi dalam melakukan pendalaman atas duplikasi file foto terkait pemeriksaan fisik barang dan selanjutnya memberikan pembinaan kepada PPF terkait atas ketidakcermatannya supaya lebih cermat dalam mengambil dan mengunggah foto hasil pemeriksaan fisik barang.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean pada DJBC Kementerian Keuangan mengungkapkan 32 temuan yang memuat 46 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 40 kelemahan SPI dan 6 ketidakpatuhan sebesar Rp184,48 juta.

06/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

BPK Periksa Proyek Hilirisasi Mineral, Ini Hasilnya

by Admin 22/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal sebesar Rp16,67 miliar pada periode 2019 hingga 2021. Hal itu disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Peningkatan Nilai Tambah Sumber Daya Mineral Tahun 2019 sampai 2021 pada PT Aneka Tambang Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Holding, kini menjadi PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.

Pemeriksaan tersebut bertujuan menilai kesesuaian pengelolaan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral tahun 2019 sampai 2021 pada Antam dan //holding// BUMN tambang, MIND ID terhadap peraturan yang berlaku.

Dari pemeriksaan itu, BPK mencatat Antam dan MIND ID mengelola peningkatan nilai tambah sumber daya mineral dan melakukan usaha di bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian serta optimalisasi pemanfaatan sumber yang dimiliki untuk mendapat keuntungan. Sehingga, Antam berhasil mencapai penjualan emas tertinggi di tahun 2022 yaitu 34,97 ton. Hal ini mencapai 125 persen target penjualan tahun 2022 dan tumbuh 19 persen dari penjualan emas tahun 2021.

Capaian penjualan tahun 2022 mencapai Rp45,93 triliun atau tumbuh 19 persen dari penjualan tahun 2021. Laba bersih tahun 2022 mencapai Rp3.82 triliun atau tumbuh 105 persen dari capaian tahun 2021.

Antam juga berhasil mendapatkan penghargaan tiga Proper Hijau dan empat Proper Biru karena telah melakukan pengelolaan lingkungan yang baik.

Kendati demikian, BPK mengungkap sejumlah temuan yang perlu mendapat perhatian. Hal itu yakni dalam pelaksanaan penambangan mineral, Antam belum detail merumuskan langkah strategi peningkatan kinerja anak usaha, cucu usaha, dan perusahaan afiliasi serta penciptaan value untuk MIND ID.

BPK menyatakan, sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi Antam di antaranya mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal senilai Rp16,67 miliar pada periode 2019-2021.

Hal tersebut disebabkan oleh direksi Antam belum secara proaktif berkonsultasi dan/atau berkoordinasi dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.

Kemudian, direksi Antam belum memiliki kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap untuk menentukan langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID.

BPK pun merekomendasikan kepada direksi Antam agar berkonsultasi dan/atau berkoordinasi secara proaktif dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.

Selain itu, direksi Antam juga perlu memerintahkan Subsidiaries Management Division Head bersama unit terkait lainnya untuk membuat kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap yang antara lain memuat langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID, antara lain dengan mempertimbangkan opsi divestasi, penyederhanaan organisasi, atau menjadikan cucu usaha sebagai unit atau proyek pada perusahaan induk.

Salah satu temuan BPK lainnya adalah terkait pengolahan dan pemurnian mineral, Antam dinilai tidak optimal mengelola risiko Proyek Feronikel Halmahera Timur dalam rangka mendukung program peningkatan nilai tambah sumber daya mineral. Sesuai dengan Pasal 102 UU Nomor 4 Tahun 2009, Antam sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.

BPK merekomendasikan kepada direksi Antam agar menyusun contingency plan terkait proyek smelter Feronikel Halmahera Timur dan integrated risk assessment untuk P3LA dan P2FIP serta menyelesaikan pembangunan proyek smelter hingga dapat berproduksi.

22/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pemeriksaan BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

Temuan dan Rekomendasi BPK Atas Layanan Impor Barang di Ditjen Bea dan Cukai

by Admin 15/04/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah permasalahan terkait layanan impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. BPK juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan impor barang.

Hal itu disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean terhadap tiga objek pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan pada semester I 2023. Tiga objek pemeriksaan itu yakni pengelolaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) tahun 2021 dan 2022, pengelolaan cukai hasil tembakau tahun 2021 dan 2022, serta pengelolaan kepabeanan impor untuk dipakai tahun 2021 dan 2022. Pengelolaan cukai dan pabean dilakukan untuk mendukung Program Prioritas (PP) 8 yakni penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi, khususnya kegiatan prioritas (KP) reformasi fiskal.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-8, khususnya target 8.1 yakni mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional, serta TPB ke-16, khususnya target 16.6 yakni mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkat.

Hasil pemeriksaan BPK pada tiga objek pemeriksaan tersebut menyimpulkan bahwa pengelolaan cukai dan pabean telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Permasalahan signifikan yang ditemukan di antaranya aplikasi IT Inventory pada perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat (KB), pusat logistik berikat (PLB), gudang berikat (GB), dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) tidak memadai atau tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam Perdirjen BC Nomor PER09/BC/2014.

BPK mengungkap, IT Inventory tidak digunakan secara kontinu dan real time, serta tidak memiliki kemampuan untuk penelusuran posisi barang, tidak terintegrasi dengan sistem pembukuan perusahaan, dan tidak dapat diakses secara online oleh DJBC. Selain itu, CCTV pada perusahaan penerima fasilitas KB dan PLB tidak dapat diakses dan tidak dapat dilakukan playback. Hal ini mengakibatkan adanya peluang penyalahgunaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan antara lain agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai untuk menginstruksikan Direktur Fasilitas Kepabeanan supaya memerintahkan kepada seluruh perusahaan penerima fasilitas terkait untuk mengembangkan sistem IT Inventory yang memenuhi kriteria sesuai ketentuan.

BPK juga mencatat, pelaksanaan monitoring atas fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE belum optimal. BPK menyampaikan, monitoring umum oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC)/Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai (KPUBC) belum dilaksanakan secara periodik minimal satu bulan sekali. Laporan monitoring umum pada beberapa KPPBC atas IT Inventory juga belum menggambarkan kondisi yang senyatanya, bahwa kondisi IT Inventory yang sebenarnya bermasalah.  DJBC juga belum memiliki database yang terintegrasi atas hasil monitoring umum, monitoring khusus, evaluasi mikro, dan hasil audit serta tindak lanjutnya.

Hal ini mengakibatkan Kanwil DJBC dan KPPBC terkait tidak dapat melakukan monitoring tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi nontagihan dan berisiko tidak tepat dalam mengambil keputusan pemberian fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE kepada perusahaan atas hasil monitoring umum yang tidak sesuai dengan kondisi yang senyatanya.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Kanwil DJBC terkait dan Kepala KPPBC terkait atas kekurangoptimalannya, dan selanjutnya supaya lebih optimal mengawasi dan mengendalikan kinerja bawahannya dalam melaksanakan monitoring sesuai dengan ketentuan tata laksana dan monitoring fasilitas tempat penimbunan berikat dan KITE.

Temuan BPK selanjutnya yakni proses validasi atas pemberitahuan pabean impor (PPI) dalam aplikasi Customs Excise Information System and Automation (CEISA) belum dapat menjamin akurasi data impor. Hal itu disebabkan nilai pabean pada pemberitahuan pabean atas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke kawasan bebas/free trade zone (FTZ) tertulis tidak wajar dan tidak benar. Kemudian, aplikasi CEISA tidak memvalidasi secara akurat atas nomor identitas importir dalam pemberitahuan impor barang (PIB), sehingga terdapat penggunaan nomor identitas lebih dari satu untuk importir yang merupakan kedutaan besar, perwakilan negara sahabat dan lembaga internasional, serta terdapat penggunaan dua NPWP oleh satu importir. Ada pula urutan nomor barang pada PIB tidak lengkap dan/atau tidak berurutan serta terdapat nomor barang yang dicatat dengan penomoran “0” atau berulang.

Hal ini mengakibatkan adanya peluang data impor tidak akurat sebagai dasar pengambilan keputusan, serta berpeluang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai antara lain untuk menginstruksikan Direktur Fasilitas Kepabeanan berkoordinasi dengan Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai supaya meningkatkan proses validasi atas nilai pabean pada PPFTZ di CEISA FTZ piloting existing dan nomor identitas kedutaan besar atau perwakilan negara sahabat dan lembaga internasional pada PIB di Aplikasi CEISA. Selain itu, perlu ada pembinaan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dan Direktur Teknis Kepabeananan, dan selanjutnya supaya lebih optimal melakukan evaluasi atas Aplikasi CEISA untuk memastikan bahwa proses validasi sudah dapat menjamin akurasi data impor.

Dalam pemeriksaan, BPK turut mengungkap pelaksanaan pengambilan foto barang dalam pemeriksaan fisik oleh Pejabat Pemeriksa Fisik (PPF) belum didukung pengendalian yang memadai, seperti ketentuan yang mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang belum ada. Selain itu, terdapat indikasi penggunaan file foto yang teridentifikasi sama pada lebih dari satu laporan hasil pemeriksaan fisik barang atas 4.178 PIB dan PPFTZ. Hal ini mengakibatkan adanya risiko kesalahan analisis foto oleh pejabat pemeriksa dokumen, tim penelitian ulang, tim audit, dan aparat pengawas fungsional yang dapat berdampak pada kesalahan dalam menetapkan tarif dan/atau nilai pabean serta dalam mengambil keputusan.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Bea dan Cukai antara lain untuk mengatur standar pengambilan foto pemeriksaan fisik barang, serta menginstruksikan Direktur Kepatuhan Internal dan kepala kantor pabean terkait untuk berkoordinasi dalam melakukan pendalaman atas duplikasi file foto terkait pemeriksaan fisik barang dan selanjutnya memberikan pembinaan kepada PPF terkait atas ketidakcermatannya supaya lebih cermat dalam mengambil dan mengunggah foto hasil pemeriksaan fisik barang.

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai dan pabean pada DJBC Kementerian Keuangan mengungkapkan 32 temuan yang memuat 46 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 40 kelemahan SPI dan 6 ketidakpatuhan sebesar Rp 184,48 juta.

15/04/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Subsidi listrik (Ilustrasi/sumber: pexels-pok rie)
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2023SLIDER

BPK Soroti Penyaluran Subsidi dan Kompensasi

by Admin 19/03/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengawal penyaluran subsidi dan pembayaran kompensasi untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui, status BUMN sebagai bagian dari keuangan negara sudah ditegaskan secara yuridis formal melalui UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maupun secara perspektif hukum positif pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Dalam lingkup pemeriksaan Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VII BPK, terdapat beberapa area yang perlu menjadi sorotan. Hal itu antara lain terkait subsidi, kompensasi, dan penyertaan modal negara (PMN). Kemudian, mengenai ekuitas BUMN utamanya 18 BUMN dengan nilai dan risiko tinggi, dividen, PNBP Migas dan cost recovery, serta Barang Milik Negara (BMN) yang dikelola KKKS.

Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII/Anggota VII BPK, Slamet Edy Purnomo menyampaikan, persoalan belanja kompensasi dan subsidi patut menjadi perhatian dalam pemeriksaan BPK. Dia mengungkapkan, belanja kompensasi BBM dan listrik pada 2022 naik drastis ke level Rp352 triliun. Angka ini bahkan melebihi total subsidi untuk semua sektor yang mencapai Rp245 triliun.

“Subsidi memang ditargetkan untuk (masyarakat) kurang mampu, namun untuk kompensasi nyatanya lebih banyak dinikmati kalangan mampu,” ungkap Slamet.

Pada 2022, dana kompensasi BBM mencapai Rp288 triliun. Angka itu empat kali lipat dibanding tahun 2021 yang sebesar Rp68 triliun. Slamet pun menilai perlu ada mekanisme pembatasan kuota, jenis kendaraan, maupun orang yang bisa membelinya karena dapat memberatkan APBN.

“Atas kompensasi BBM dan listrik ini maka Pertamina, PLN, Kementerian BUMN bersama dengan Kemenkeu dan Kementerian ESDM harus segera mendorong penyesuaian dengan harga yang sifatnya forward looking agar neraca pemerintah maupun BUMN lebih sehat,” ujarnya.

Terkait subsidi pupuk, terdapat kenaikan subsidi pupuk pada 2022 mencapai Rp40 triliun dengan volume mencapai 7,59 juta ton. Namun, nyatanya, masih banyak kelangkaan di masyarakat dan hal ini menimbulkan keresahan. Slamet mendorong Kementerian BUMN berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk meminimalisir penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi ini.

Secara umum, ungkap Slamet, terdapat empat risiko utama dalam penyaluran subsidi dan kompensasi yang berpengaruh terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Hal itu yakni Risiko Kepatuhan, Risiko Bisnis, Risiko Operasional, dan Risiko Kebijakan.

Slamet juga menyampaikan adanya risiko pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Beberapa risiko yang dapat diidentifikasi yaitu pengakuan pendapatan dan beban yang diakui oleh KAP di dalam LK BUMN tidak wajar dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Kemudian, dapat disoroti kesesuaian opini yang diberikan oleh KAP serta risiko opini atas LK BUMN tidak selaras dengan Tingkat Kesehatan, Predikat, dan Permasalahan di dalam BUMN.

Persoalan dispute BUMN dengan kementerian/lembaga juga menjadi sorotan Slamet. Dia menyampaikan, terdapat sebanyak 36 permasalahan antara BUMN/KKKS dengan kementerian/lembaga senilai Rp41,62 triliun. Selain itu ada juga 39 permasalahan antar-BUMN dengan total nilai Rp13,84 triliun.

Sebelumnya, Slamet menyampaikan, persoalan dispute terjadi dalam isu tarif listrik. Isu tidak hanya melibatkan PT PLN (Persero) sebagai operator, tapi juga ada keterkaitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sehingga, AKN VII harus intensif berkolaborasi dengan AKN IV yang menaungi kementerian tersebut.

Saat ini, ungkap Slamet, AKN VII juga tengah melakukan investarisasi perselisihan atau dispute antar-BUMN. Dia menyampaikan, dispute ini kerap terjadi karena terjadi transaksi utang piutang antar-BUMN.

“Yang satu merasa punya tagihan, yang satu merasa punya utang sehingga muncul dispute. Ini kita coba selesaikan,” ujarnya.

Slamet kembali menegaskan, kunci untuk menyelesaikan sengketa tersebut adalah dengan berkoordinasi dengan AKN lain. Dia menyoroti, sejumlah rekomendasi yang diberikan selama ini masih bersifat parsial. Contohnya, AKN VII memberikan rekomendasi pada suatu BUMN sementara kebijakan tersebut berada di lingkup kementerian teknis. Hal ini kemudian membuat rekomendasi tidak bisa ditindaklanjuti oleh entitas.

Slamet pun mendorong agar seluruh rekomendasi yang disampaikan BPK sudah terkonsolidasi dan memperhatikan concern dari AKN lain. Ini juga sejalan dengan proses bisnis BUMN yang kini saling terintegrasi dengan berbagai pihak. 

19/03/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id