WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 8 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

BPK

BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

BPK Temukan Permasalahan Pemungutan UKT di Kampus Negeri

by Admin 05/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan penetapan dan pemungutan uang kuliah tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH). Permasalahan itu ditemukan dalam pemeriksaan semester II 2023 atas pengelolaan PTN BH yang dilakukan pada Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Brawijaya (UB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Diponegoro (Undip).

Hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa penetapan dan pemungutan UKT dan iuran pengembangan institusi (IPI) pada UI, UGM, USU, UB, ITB, dan Undip belum sesuai dengan Ketentuan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 dan Kepmendikbud Nomor 81/E/KPT/2020. Pertama, UKT pada fakultas dan program studi pada jalur regular (seleksi jalur nasional dan mandiri) dan jalur nonregular (paralel, internasional, dan ekstensi) ditetapkan melebihi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Kemudian, dilakukan pemungutan UKT penuh kepada mahasiswa semester akhir (semester 9 bagi mahasiswa S1/D4 dan semester 7 bagi mahasiwa D3) yang mengambil mata kuliah kurang atau sama dengan 6 Sistem Kredit Semester (SKS).

Permasalahan lainnya, BPK menemukan ada pemungutan UKT kepada mahasiswa yang cuti kuliah/akademik. Selain itu, mahasiswa selain program diploma dan program sarjana dikenakan IPI/sumbangan pengembangan institusi.

“Hal tersebut mengakibatkan potensi kelebihan pemungutan UKT dan IPI sebesar Rp742,67 miliar pada 6 universitas tersebut,” demikian dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada rektor universitas terkait untuk menghentikan pemungutan UKT yang melebihi BKT, tagihan UKT atas mahasiswa yang menjalani cuti dan mahasiswa yang mengambil mata kuliah kurang dari/atau sama dengan 6 SKS, serta pemungutan IPI pada mahasiswa baru selain program diploma dan sarjana
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-4 terutama target 4.3, yaitu  menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas, yang terjangkau dan berkualitas.

05/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSorotan

Sambut Renstra BPK 2025-2029, Ketua BPK Tekankan Penguatan Oversight

by Admin 04/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun meminta seluruh insan BPK untuk bersiap menyambut Rencana Strategis BPK Tahun 2025-2029. Dalam sambutannya pada Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK 2024 pada Agustus lalu, Isma menyampaikan, pertemuan tersebut menjadi momentum untuk mencapai visi dan misi Renstra BPK tersebut.

Seperti diketahui, dalam Sidang BPK ke-9 tanggal 31 Juli 2024, telah diputuskan pernyataan Visi BPK 2025-2029 adalah “Menjadi lembaga pemeriksa yang tepercaya untuk mewujudkan pencapaian tujuan negara”. Sedangkan Misi BPK 2025-2029 adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara berkualitas dan bermanfaat, mendukung pemberantasan korupsi dan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, serta melaksanakan tata kelola organisasi yang bebas, mandiri, transparan dan akuntabel.

“Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, terdapat delapan aspek utama yang perlu kita implementasikan, yakni, pertama, memperkuat peran oversight BPK dalam mendukung pemberantasan korupsi,” ujar Isma.

Kemudian, ungkap Isma, landasan oversight tersebut akan menjadi pijakan untuk melangkah ke tingkat maturitas SAI yang lebih tinggi yakni memperkuat peran insight dan foresight.

“Dengan penguatan peran insight dan foresight, diharapkan BPK dapat memberikan tinjauan alternatif kebijakan untuk memperkuat pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di masa mendatang,” kata Isma.

Isma juga menyebut pentingnya percepatan dan penguatan transformasi digital dalam Pemeriksaan BPK. Menurutnya, selain platform Big Data Analytics, BPK juga harus bisa memanfaatkan Artificial Intelligence atau AI untuk mendukung proses pemeriksaan dan menguatkan cyber security untuk menjaga keamanan pengelolaan data dan informasi di BPK.

Untuk menguatkan peran BPK di kancah internasional, Isma juga mengajak seluruh insan BPK untuk menyukseskan presidensi BPK sebagai Ketua INTOSAI periode 2028 hingga 2031 serta sebagai host kongres INCOSAI tahun 2028. Tak hanya itu, Isma juga berharap keberhasilan BPK sebagai External Auditors di berbagai lembaga internasional, terutama menyukseskan keterpilihan BPK sebagai member of the United Nations Board of Auditors (atau UN BOA) pada
tahun 2025.

04/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
InfografikSorotan

Ini Hasil Pemeriksaan BPK terkait Program Pengembangan Kawasan Perkotaan di Denpasar

by Ratna Darmayanti 03/09/2024
written by Ratna Darmayanti

BPK berkomitmen untuk meningkatkan perannya dalam perbaikan berkelanjutan program pembangunan pemerintah melalui pemeriksaan yang diselaraskan dengan agenda pembangunan nasional. Oleh karena itu, tema pemeriksaan kinerja tematik yang dilaksanakan BPK pada tahun 2023 difokuskan pada agenda pembangunan yang menjadi prioritas Pemerintah. Salah satunya adalah Program Nasional (PN) 2, yaitu Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan, utamanya pada KP 3 Pengembangan Kawasan Perkotaan.

Salah satu perwujudan atas komitmen tersebut adalah dengan dilaksanakannya Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pelaksanaan Program Mobilitas Penduduk, Pengelolaan Sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan Penyelenggaraan Kawasan Cagar Budaya Gajah Mada dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Perkotaan Tahun 2021 s.d. Semester I 2023 pada Pemerintah Kota Denpasar.

03/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

Penanganan Bencana Gempa Cianjur Belum Memadai, Ini Sejumlah Permasalahan yang Ditemukan BPK

by Admin 03/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada November 2022 dilanda gempa dahsyat berkekuatan 5,6 magnitudo yang menimbulkan ratusan korban jiwa dan menghancurkan banyak rumah. Untuk mengawal penanggulangan bencana, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penanggulangan bencana gempa bumi dalam masa tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan tahun 2022-kuartal III tahun 2023.

Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Pemkab Cianjur dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penanggulangan bencana gempa bumi oleh Pemkab Cianjur belum memadai. Terdapat sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK, mulai dari manajemen logistik, pelayanan kesehatan, dan pemberian bantuan stimulan.

“Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa upaya penanggulangan bencana gempa bumi dalam masa tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan di Kabupaten Cianjur belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan perlindungan kepada masyarakat terdampak bencana gempa bumi,” demikian disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023.

Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah Pemkab Cianjur belum menetapkan kebijakan manajemen logistik dan pelayanan kesehatan secara memadai. Di antaranya mekanisme pengendalian bantuan logistik yang disalurkan langsung oleh pemberi bantuan kepada korban bencana/pengungsi belum ditetapkan.

Pada masa tanggap darurat, pemberi bantuan dapat langsung mendistribusikan bantuannya kepada korban bencana/pengungsi tanpa melalui mekanisme pencatatan dan pengarahan dari Pos Komando sebagai bentuk pengendalian.

Kemudian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga tidak memiliki data bantuan yang diberikan langsung masyarakat/donatur kepada korban bencana/pengungsi. Selain itu, mekanisme pemberian pelayanan kesehatan gratis bagi  korban bencana/pengungsi belum mengatur jenis penyakit yang dapat diberikan pelayanan gratis.

“Hal ini mengakibatkan pendistribusian logistik dan pemberian pelayanan kesehatan gratis kepada korban bencana gempa bumi berpotensi tidak tepat.”

Permasalahan lainnya, pemberian bantuan stimulan perbaikan rumah rusak dan santunan korban jiwa serta relokasi masyarakat dari zona merah belum memadai untuk memberikan pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan kepada masyarakat.

Permasalahan yang terjadi, yaitu pemberian bantuan stimulan perbaikan rumah rusak dan santunan korban jiwa tidak memadai yang di antaranya terdapat 399 orang dinyatakan tidak masuk kriteria kerusakan tetapi menerima bantuan stimulan.

Selanjutnya, Bupati Cianjur belum mengatur zonasi daerah rawan bencana gempa bumi yang di antaranya penetapan daerah terlarang untuk permukiman zona merah. Selain itu, Pemkab Cianjur belum optimal menyosialisasikan zona terlarang untuk permukiman (zona merah) sebagai larangan tempat tinggal kepada masyarakat.

Hal tersebut mengakibatkan pemberian bantuan stimulan perbaikan rumah rusak kepada masyarakat terindikasi tidak tepat sasaran, belum disalurkan sehingga terlambat dan belum dapat segera dimanfaatkan, serta perlindungan kepada masyarakat yang tinggal/beraktivitas di zona terlarang (zona merah) belum memadai.

BPK merekomendasikan kepada Bupati Cianjur menginstruksikan Kepala Pelaksana BPBD menetapkan pedoman/mekanisme terkait penerimaan dan penyaluran logistik yang menjamin pemerataan serta mengatur pengendalian bantuan yang disalurkan langsung dan menginstruksikan Kepala Dinas Kesehatan memperbaiki petunjuk teknis klaim biaya perawatan korban bencana alam gempa bumi dengan mengatur kriteria jenis penyakit yang dapat dilayani.

Rekomendasi selanjutnya adalah mempertanggungjawabkan penyaluran bantuan stimulan perbaikan rumah rusak dengan melaporkan kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atas permasalahan yang terjadi dalam penyaluran bantuan stimulan secara lengkap dan transparan dan  menginstruksikan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) segera mengusulkan regulasi terkait peta bahaya bencana gempa bumi, termasuk zona terlarang untuk tempat tinggal sesuai rekomendasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk ditetapkan oleh Bupati Cianjur

03/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaOpiniSLIDERSuara Publik

Pentingnya Sosialisasi dalam Wacana Tiket KRL Berbasis NIK

by Ratna Darmayanti 02/09/2024
written by Ratna Darmayanti

Oleh:  Tri – Pegawai BPK Perwakilan Provinsi Bali

Rencana pemerintah untuk menerapkan sistem tiket KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada tahun 2025 telah memicu gelombang protes dari masyarakat, terutama dari pengguna KRL di wilayah Jabodetabek. Media sosial dibanjiri keluhan dan kritik terhadap kebijakan tersebut.

Banyak pengguna KRL mempertanyakan relevansi kebijakan ini dengan permasalahan utama yang dihadapi oleh transportasi publik di Jabodetabek. Mereka berpendapat bahwa seharusnya pemerintah lebih fokus pada peningkatan kapasitas dan kualitas layanan KRL, seperti menambah jumlah kereta, memperbaiki infrastruktur, dan mengurangi kepadatan penumpang. Dalam beberapa unggahan di media sosial, seperti akun Instagram @biasalahanakmuda, terlihat banyak pengguna merasa pemerintah seharusnya lebih mengutamakan peningkatan kapasitas dan kualitas layanan daripada hanya mengubah sistem tiket[1].

Gambar Unggahan akun Instagram @biasalahanakmuda

Dasar Kebijakan dari Nota RAPBN 2025

Wacana penggunaan NIK sebagai dasar penetapan harga tiket sebenarnya bukan tanpa alasan. Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang disampaikan oleh Presiden pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Jumat (16/08/2024), dinyatakan perlunya perbaikan untuk mengoptimalkan anggaran belanja Subsidi Public Service Obligation (PSO) tahun anggaran 2025.  PSO tahun 2025 dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar[2]  untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kereta salah satunya Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodetabek. Dalam Nota Keuangan, pemerintah berpendapat bahwa perubahan sistem tiket menjadi berbasis NIK bertujuan untuk mengoptimalkan subsidi dan meningkatkan kualitas layanan LRT Jabodebek. Namun, bagi banyak pengguna KRL, alasan ini tidak cukup meyakinkan. Mereka merasa kebijakan tersebut justru akan memberatkan masyarakat dan tidak menyelesaikan masalah mendasar dari transportasi publik.

Meskipun pemerintah menyatakan bahwa ini baru sebatas wacana[3], rencana penerapan sistem tiket KRL berbasis NIK pada tahun 2025 tetap menjadi perdebatan hangat di masyarakat. Di satu sisi, pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan subsidi. Namun, di sisi lain, masyarakat, khususnya pengguna KRL, merasa kebijakan ini tidak relevan dengan masalah utama transportasi publik dan berpotensi menimbulkan berbagai masalah baru.

Minim Sosialisasi Kebijakan

Salah satu penyebab utama munculnya protes dari masyarakat adalah minimnya sosialisasi dari pemerintah terkait kebijakan sistem tiket KRL berbasis NIK. Pengguna KRL, terutama di wilayah Jabodetabek, merasa informasi yang diberikan oleh pemerintah sangat terbatas dan tidak menyeluruh. Sosialisasi yang seharusnya memberikan pemahaman jelas kepada masyarakat justru dianggap tidak memadai. Hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan pengguna KRL mengenai perubahan sistem yang diusulkan.

Banyak pengguna KRL mengungkapkan mereka memiliki sejumlah pertanyaan mendasar yang belum dijawab oleh pemerintah. Salah satu pertanyaan penting adalah mengenai mekanisme penetapan tarif yang didasarkan pada NIK. Pengguna ingin mengetahui bagaimana sistem ini akan diterapkan dan apakah akan ada perbedaan tarif berdasarkan data kependudukan. Selain itu, ada kekhawatiran tentang potensi keuntungan dan kerugian bagi pengguna, serta bagaimana proses transisi dari sistem tiket yang lama ke sistem yang baru akan dilakukan tanpa mengganggu kenyamanan dan aksesibilitas.

Kurangnya transparansi ini membuat masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan baru ini. Perasaan terpinggirkan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut mungkin lebih banyak mendatangkan dampak negatif daripada manfaat. Masyarakat khawatir bahwa kebijakan ini dapat mempengaruhi kualitas layanan yang mereka terima, terutama jika sistem baru menyebabkan kebingungan atau ketidaknyamanan dalam penggunaan tiket KRL.

Selain itu, ada kekhawatiran yang signifikan mengenai pengamanan data pribadi, mengingat penggunaan NIK sebagai dasar sistem tiket. Banyak pengguna KRL merasa bahwa data pribadi mereka bisa berisiko disalahgunakan atau bocor, mengingat riwayat insiden keamanan data dalam beberapa tahun terakhir[4]. Ketidakjelasan ini juga memperkuat persepsi bahwa pemerintah tidak mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan.

Sebenarnya, sosialisasi yang efektif dapat berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat dalam memahami dan menerima kebijakan baru. Sosialisasi yang baik tidak hanya sekadar memberikan informasi, tetapi juga harus melibatkan dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat menjelaskan secara rinci tujuan dan manfaat dari kebijakan tersebut, sambil mendengarkan dan menanggapi kekhawatiran yang diutarakan oleh masyarakat. Hal ini penting untuk mengurangi potensi konflik dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang akan diterapkan.

Pentingnya Sosialisasi dan Dialog Publik

Sosialisasi, sebagai proses pembelajaran norma dan perilaku sosial, menjadi kunci dalam penerimaan kebijakan publik. George Herbert Mead menjelaskan bahwa sosialisasi adalah proses manusia belajar melalui cara, nilai dan menyesuaikan tindakan dengan masyarakat dan budaya, melihat bagaimana manusia meningkatkan pertumbuhan pribadi mereka agar sesuai dengan keadaan, nilai, norma dan budaya sebuah masyarakat[5].

Peter Berger memberikan definisi sosialisasi sebagai proses belajar menjadi anggota masyarakat yang berpartisipasi melalui dua tahap yakni primer dan sekunder[6] . Sosialisasi primer adalah sosialisasi tahap awal yang dialami individu di masa kanak-kanak, yang dilalui untuk menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses selanjutnya yang memasukkan individu dalam hal-hal baru yang lebih spesifik dalam perikatan komunitas sosial, misalnya bergabung dengan organisasi tempat kerja maupun menjadi bagian warga negara. Namun, dalam konteks kebijakan publik, konsep sosialisasi membutuhkan pemahaman yang lebih spesifik. Sosialisasi dalam kebijakan publik tidak hanya sebatas penyampaian informasi, tetapi juga melibatkan proses dialog dan negosiasi.

Definisi ini sejalan dengan konsep dialogis dalam public relations. Dalam konteks kenaikan tiket KRL, pemerintah perlu menciptakan ruang dialog yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, pemerintah dapat membangun konsensus dan legitimasi sosial terhadap kebijakan yang diambil.

Dalam komunikasi publik, khususnya yang dilakukan oleh pemerintah, pendekatan dialogis sangatlah krusial. Teori dialogis menekankan pentingnya interaksi dua arah yang setara antara pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks penetapan kebijakan seperti kenaikan tiket KRL, pemerintah perlu melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini tidak hanya sekedar memberikan informasi, tetapi juga mendengarkan aspirasi, masukan, dan kritik dari masyarakat.

Kent dan Taylor (2002)[7] mengidentifikasi lima ciri-ciri utama dalam interaksi dialogis yakni risiko, timbal balik, kedekatan, empati, dan komitmen. Dalam konteks komunikasi publik, khususnya dalam kebijakan pemerintah seperti kenaikan tiket KRL, pendekatan dialogis yang efektif memerlukan pemerintah untuk:

  • Mengambil risiko dengan terbuka terhadap kritik dan masukan masyarakat.
  • Membangun hubungan timbal balik yang setara dengan masyarakat.
  • Menjaga kedekatan melalui komunikasi yang langsung dan berkelanjutan.
  • Menunjukkan empati dengan memahami perspektif masyarakat.
  • Membuat komitmen untuk mendengarkan dan merespons secara tulus.

Dengan menerapkan ciri-ciri dialogis ini, pemerintah dapat menciptakan ikatan dialogis yang kuat dengan masyarakat, membangun kepercayaan, dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil diterima dengan baik. 

Pendekatan dialogis dalam public relations, dikombinasikan dengan pemahaman yang mendalam tentang teori sosialisasi, dapat menjadi kerangka kerja yang efektif bagi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan seperti kenaikan tiket KRL. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan sosialisasi kebijakan, pemerintah dapat membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil diterima dengan baik oleh masyarakat.

Daftar Pustaka:

  1. Instagram @biasalahanakmuda
  2. Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, Bab 3 hal 25
  3. Menhub Tegaskan Subsidi KRL Berbasis NIK Masih Wacana https://www.antaranews.com/berita/4294455/menhub-tegaskan-subsidi-krl-berbasis-nik-masih-wacana
  4. 10 Kasus Kebocoran Data di Indonesia yang Paling Menggemparkan, https://www.inilah.com/kasus-kebocoran-data-di-indonesia
  5. Mind, Self, and Society. George H. Mead. The  University  of  Chicago  Press,  Chicago (1972)
  6. The Social Construction of Reality. Peter L. Berger, Thomas Luckmann. Penguin Books Limited (1991)
  7. Toward a dialogic theory of public relations. Michael L. Kent a, Maureen Taylorm. Public Relations Review 28 (2002) 21–37
02/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Lakukan Pemeriksaan Kinerja Percepatan Penurunan Stunting di Kemenkes, Ini Hasilnya

by Admin 1 30/08/2024
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas upaya pemerintah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting tahun 2022 dan 2023. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap 3 objek pemeriksaan (obrik) di pemerintah pusat.
Mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kemudian termasuk juga 44 obrik di pemda yang terdiri atas 40 pemerintah kabupaten, 3 pemerintah kota, dan 1 pemerintah provinsi beserta instansi terkait lainnya.

Pemeriksaan upaya pemerintah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting dilakukan untuk mengawal pelaksanaan Prioritas Nasional (PN) 3 pembangunan sumber daya manusia. Termasuk Program Prioritas (PP) 3 – peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya Kegiatan Prioritas (KP) 1, yaitu peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi.

Pemanfaatan Big Data Analytics untuk Atasi Masalah Stunting

Kemudian KP 2 – percepatan perbaikan gizi masyarakat dan KP 5 – penguatan sistem kesehatan dan POM. Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yaitu tujuan ke-2, terutama pada target 2.2.

Di sini dijelaskan, menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun 2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk anak pendek dan kurus di bawah usia 5 tahun. Kemudian memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula.

BPK mencatat terdapat upaya yang telah dilakukan Kemenkes, BKKBN, BPOM, dan pemda untuk mencapai target prevalensi stunting sebesar 14 persen di tahun 2024. Hal itu antara lain capaian indikator intervensi spesifik tahun 2022 di Kemenkes telah melebihi target yang ditetapkan pada 4 indikator.

Hal ini antara lain, persentase ibu hamil yang mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet, persentase ibu hamil kurang energi kronis (KEK) mengonsumsi makanan tambahan berbasis pangan lokal sesuai standar. Kemudian persentase balita gizi kurang yang mendapat makanan tambahan, dan persentase balita gizi buruk yang mendapat tata laksana.

Selain itu, realisasi atas pembayaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 96,6 juta jiwa dari target rencana kerja sebesar 96,8 juta jiwa. Meski begitu, hasil pemeriksaan menyimpulkan masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diperbaiki, maka akan memengaruhi efektivitas upaya Kemenkes, BKKBN, dukungan BPOM, dan pemda dalam percepatan penurunan prevalensi stunting.

BPK menemukan bahwa Kemenkes belum sepenuhnya menyelenggarakan kebijakan perencanaan dan penganggaran program percepatan penurunan stunting (PPS) tahun 2022 dan 2023 dengan melibatkan multipihak. Mulai dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
Salah satu tujuan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang merupakan turunan dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting adalah melakukan penguatan upaya konvergensi perencanaan dan penganggaran PPS tingkat pusat, daerah, desa dan pemangku kepentingan yang berkesinambungan.

“BPK pun merekomendasikan kepada Menteri Kesehatan agar memerintahkan sekretaris jenderal untuk berkoordinasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat.”

Kemenkes melalui Permenkes Nomor 48 Tahun 2017 telah menyusun pedoman perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan meliputi perencanaan dan penganggaran yang menggunakan APBN dan sumber dana lain yang digunakan untuk dekonsentrasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun demikian, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Permenkes Nomor 48 Tahun 2017 dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi (monev) kegiatan pembiayaan JKN/Kartu Indonesia Sehat (KIS) belum mengacu pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021.

Padahal di dalamnya menjelaskan bahwa PPS di Indonesia dilakukan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi antarpihak. Hal ini mengakibatkan adanya risiko pelaksanaan program kegiatan intervensi spesifik dan intervensi sensitif dalam rangka PPS di lingkungan Kemenkes tidak sesuai sasaran pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021.

BPK pun merekomendasikan kepada Menteri Kesehatan agar memerintahkan sekretaris jenderal untuk berkoordinasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat terkait perencanaan dan penganggaran program PPS. BPK juga menginstruksikan unit kerja terkait agar dalam menyusun perencanaan dan penganggaran terkait percepatan penurunan stunting menggunakan data Keluarga Risiko Stunting (KRS) dan sasaran Perpres Nomor 72 Tahun 2021.

BPK juga menemukan Kemenkes belum melaksanakan monitoring data rutin melalui Aplikasi Sistem Informasi Gizi (Sigizi) Terpadu dalam modul aplikasi pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) secara memadai. Kualitas data rutin dalam aplikasi/modul e-PPGBM belum sepenuhnya mencakup kelengkapan data, akurasi data, ketepatan waktu, dan konsistensi data. Sementara data rutin terkait gizi dan stunting belum sepenuhnya terintegrasi melalui Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK).

Selain itu, data pada aplikasi/modul e-PPGBM belum dimanfaatkan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan intervensi spesifik. Hal ini mengakibatkan adanya potensi tidak tercapainya tujuan dari Aplikasi Sigizi Terpadu yaitu memperoleh informasi status gizi individu dan kinerja program gizi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan untuk penyusunan perencanaan dan perumusan kebijakan gizi untuk mendukung PPS.
BPK juga telah merekomendasikan kepada Menteri Kesehatan agar memerintahkan sekretaris jenderal untuk menginstruksikan Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) mereviu hasil pekerjaan yang telah diselesaikan (product review). Termasuk pelaksanaan rilis penerapan sistem informasi (aplikasi dan basis data) ASIK.

Mayoritas Pemda Belum Masukkan Program Stunting ke dalam RPJMD

BPK juga merekomendasikan berkoordinasi dengan Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Antara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kelemahan dalam rangka mengintegrasikan data pada aplikasi/modul e-PPGBM ke ASIK. Kemudian Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan pengendalian aplikasi yang meliputi pengendalian kelengkapan, pengendalian akurasi, dan pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.

Rekomendasi juga memerintahkan Direktur Gizi dan KIA untuk melakukan verifikasi dan validasi secara berkala atas hasil analisis data pada aplikasi/modul e-PPGBM. Kemudian mengidentifikasi kelemahan dan kebutuhan menu pelaporan pada aplikasi/modul e-PPGBM secara lengkap untuk menjamin tersedianya data rutin yang berkualitas.

30/08/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi produk dalam negeri (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

BPK Temukan Sejumlah Permasalahan dalam Program P3DN

by Admin 28/08/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan signifikan terkait pengelolaan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). Permasalahan terkait P3DN terungkap dalam pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan BPK pada semester II 2023.

BPK melakukan dua pemeriksaan Pengelolaan P3DN semester II tahun 2021-semester I tahun 2023 pada Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya; dan Pengelolaan katalog elektronik nasional serta pembinaan pengelolaan katalog elektronik sektoral dan lokal dalam mendukung percepatan penggunan PDN dan produk UMKK tahun 2022-semester I tahun 2023 pada LKPP dan instansi terkait lainnya. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pengelolaan informasi rencana kebutuhan dan realisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh Tim P3DN K/L/pemda/ BUMN/BUMD belum sesuai ketentuan. Tim P3DN diketahui belum terbentuk di 87 K/L/pemda.

Kemudian, laporan realisasi P3DN yang dilaporkan kepada Presiden tidak didasarkan pada data dari Tim P3DN serta tujuan dan sistem informasi pelaporan realisasi PDN dan rencana kebutuhan barang/jasa Tim P3DN berbeda-beda. “Hal tersebut mengakibatkan pencapaian tujuan program P3DN tidak optimal,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2023.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Perindustrian agar memerintahkan Kepala Pusat P3DN untuk lebih proaktif dalam mengusulkan konsep baru (redesain) tugas Tim Nasional P3DN dan Tim P3DN K/L, pemda, dan BUMN/D.

Rekomendasi selanjutnya adalah memerintahkan Sekretaris Jenderal selaku Sekretaris Tim Nasional P3DN untuk berkoordinasi dengan Ketua Pokja Sosialisasi Timnas P3DN dan Ketua Pokja Pemantauan Timnas P3DN agar lebih optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Tim Pokja.

BPK juga menemukan bahwa pengelolaan katalog elektronik nasional belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Permasalahan yang ditemukan BPK, antara lain, kualifikasi jenis usaha dengan mengacu pada PP Nomor 7 Tahun 2021 belum diperbaharui oleh penyedia. Kemudian, pemberian label UMKK kepada penyedia tidak sesuai ketentuan, seperti produk berlabel UMKK diberikan kepada penyedia dengan kualifikasi usaha menengah.

Selain itu, nilai TKDN produk tayang pada katalog elektronik tidak sesuai dengan sertifikat TKDN yang diterbitkan Kementerian Perindustrian. Hal tersebut mengakibatkan potensi kesalahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam mematuhi ketentuan untuk menggunakan produk dari penyedia dengan kualifikasi usaha mikro, kecil, dan koperasi serta pengguna katalog elektronik tidak memperoleh informasi yang akurat terkait produk ber-TKDN dalam rangka memprioritaskan PDN dalam melakukan pengadaan melalui katalog elektronik. 

BPK merekomendasikan kepada Kepala LKPP antara lain agar memerintahkan Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital untuk menginstruksikan Direktur Pasar Digital Pengadaan supaya mengembangkan fitur pada aplikasi katalog elektronik untuk pengendalian batasan nilai transaksi pada penyedia dengan kategori mikro dan kecil, fitur untuk keakuratan data TKDN, dan fitur untuk pemberian label penyedia dan label produk pada sistem katalog elektronik sesuai ketentuan yang berlaku.

28/08/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSLIDER

Peran BPK dalam Transisi Energi dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

by Admin 27/08/2024
written by Admin

WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan sejak lama aktif dalam pemeriksaan lingkungan, terutama sejak bergabung dengan ASOSAI Working Group on Environmental Auditing (ASOSAI WGEA). Seiring dengan berjalannya waktu, pemeriksaan terkait dengan lingkungan pun semakin variatif.

Pemeriksa dari Auditorat Keuangan Negara IV Normas Andi Ahmad dalam kegiatan Knowledge Transfer Forum (KTF) belum lama ini menjelaskan, perubahan iklim adalah salah satu dari triple planetary crisis yang tengah dihadapi oleh umat manusia.  Hingga kemudian pada 2015, pemimpin-pemimpin dunia berkumpul di Paris untuk menyepakati yang kemudian disebut Paris Agreement. Negara-negara pun menyepakati tiga pilar utama untuk mengatasi perubahan iklim.

Pertama, menjaga kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius. Kemudian, meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Terakhir adalah kontribusi pendanaan dari negara maju.

Adapun Indonesia dalam kerangka Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021, menjadikan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai prioritas. Aksi mitigasi meliputi upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui peningkatan serapan karbon dan penguatan cadangan karbon, seperti dengan restorasi hutan dan lahan gambut.

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan telah melakukan serangkaian pemeriksaan dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung rencana aksi perubahan iklim di Indonesia. Pemeriksaan-pemeriksaan ini mencakup berbagai sektor, mulai dari energi, kehutanan, hingga infrastruktur publik, dengan fokus pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan peningkatan keberlanjutan lingkungan.

Beberapa temuan dari pemeriksaan BPK mencakup skenario net zero emission yang diproyeksikan akan meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik sebesar USD 0.020/kWh atau 32.79 persen dibandingkan skenario business-as-usual. Hal ini juga diperkirakan akan meningkatkan belanja subsidi listrik secara signifikan pada tahun 2030, dengan kenaikan mencapai 159,72 persen dibandingkan tahun 2021.

BPK juga menemukan bahwa kebutuhan investasi untuk transisi energi diperkirakan mencapai USD 1,1 triliun atau sekitar USD 28,5 miliar per tahun. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum mengidentifikasi sumber pendanaan yang jelas, termasuk skema pendanaan berupa pinjaman atau hibah. 

Selain itu, rencana penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) belum dilengkapi dengan rencana pembangunan pembangkit pengganti yang memadai, dan mitigasi risiko terhadap aset-aset yang berpotensi terbengkalai belum teridentifikasi dengan baik.

Dalam konteks pengembangan energi terbarukan, BPK mencatat bahwa sebagian besar komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) masih diimpor dari Cina. Industri komponen PLTS domestik saat ini masih berada pada tahap perakitan, dan realisasi pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih di bawah ketentuan.

BPK juga menyoroti kurangnya optimalisasi teknologi untuk pengendalian emisi pada PLTU, serta kurangnya koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam pengawasan emisi GRK.

27/08/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSLIDER

BPK Selamatkan Uang Negara Rp21,14 Triliun pada Periode 2021-2023

by Admin 26/08/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp21,14 triliun sepanjang 2021-2023. Penyelamatan uang negara itu merupakan hasil dari tindak lanjut pemeriksaan BPK serta pemeriksaan koreksi subsidi dan cost recovery.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

“Sepanjang periode 2021-2023, nilai penyerahan aset/penyetoran ke kas negara dari tindak lanjut hasil pemeriksaan sebesar Rp 14,55 triliun. Kemudian, koreksi subsidi Rp3,47 triliun dan koreksi cost recovery Rp3,11 triliun. Totalnya Rp21,14 triliun,” kata Bahtiar.

Bahtiar memerinci, jumlah nilai penyerahan aset/penyetoran ke kas negara pada 2021 sebesar Rp6,58 triliun, 2022 Rp 5,13 triliun, dan 2023 Rp2,83 triliun.

Adapun koreksi subsidi yang dilakukan berdasarkan pemeriksaan BPK tercatat sebesar Rp1,85 triliun pada 2021 dan Rp1,62 triliun pada 2022. Sedangkan koreksi cost recovery mencapai Rp1,29 triliun (2021), 2022 Rp1,65 triliun, dan Rp166 miliar pada 2023.

Bahtiar menambahkan, BPK juga terus memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah. Dia menjelaskan, kerugian negara/daerah yang telah ditetapkan pada periode 2005-2023 senilai Rp5,02 triliun.


“Dari jumlah tersebut, sebanyak35,86 persen sudah lunas, 27,8 persen diangsur. Kemudian, penghapusan 1,95 persen dan yang tersisa 34,41 persen.”

26/08/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023InfografikSLIDER

Percepat Sertifikasi Guru

by Admin 23/08/2024
written by Admin

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk melakukan percepatan sertifikasi guru. Hal ini menjadi salah satu rekomendasi BPK dari pemeriksaan kinerja terkait efektivitas pengelolaan pendidikan profesi guru (PPG) yang dilaksanakan pada Kemendikbudristek dan instansi terkait lainnya tahun 2021-2023 di Jakarta dan daerah.

Infografis sertifikasi guru
23/08/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id