WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 8 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Suara Publik

BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDERSuara Publik

Berlakunya Permenpan Nomor 1 Tahun 2023, Akankah Jabatan Fungsional Pemeriksa BPK Tetap Menjadi Primadona bagi Para Pegawai?

by Achmad Anshari 07/03/2023
written by Achmad Anshari

Oleh: Romi Suryana, Pemeriksa Ahli Madya pada Auditorat Utama Keuangan Negara VII

Selamat Tinggal DUPAK

Arahan Presiden Jokowi dalam program prioritas kerjanya tentang reformasi birokrasi telah dinyatakan dengan jelas bahwa: 1) birokrasi harus berubah menjadi birokrasi yang berdampak (langsung dirasakan oleh masyarakat); 2) bukan merupakan tumpukan kertas; 3) harus mampu bergerak dengan lincah dan cepat. Prioritas tersebut kemudian oleh Kementerian PAN dan RB dijawab dengan kebijakan pemangkasan birokrasi menjadi 2 eselon, dan peralihan jabatan struktural menjadi fungsional. Tetapi ternyata, upaya tersebut dirasa belum optimal karena setelah beralih menjadi fungsional, para pegawai masih dihadapkan pada urusan administratif angka kredit yang ribet dan tidak simpel. Kemudian untuk mengatasi permasalahan itu kementerian PAN RB membuat gebrakan pada awal tahun 2023 dengan menetapkan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional sebagai pengganti Permenpan 13 Tahun 2019.

Perubahan pokok yang diusung aturan baru tersebut, jika dibandingkan dengan aturan yang lama, akan terlihat pada tabel berikut.

Permenpan 13 Tahun 2019Permenpan 1 Tahun 2023
Jabatan dibedakan berdasarkan penyelarasan butir kegiatan dan SKPJabatan berdasarkan ruang lingkup tugas dan ekspektasi kinerja
Perpindahan Jabatan hanya dilakukan dalam satu rumpunPerpindahan jabatan dapat dilaksanakan lintas rumpun untuk memudahkan talent mobility
Penetapan target angka kredit di awal tahun disusun sesuai butir kegiatan dalam SKP untuk kemudian dijumlahkan untuk mencapai batas minimal angka kredit yang harus dikumpulkan per tahun.Target berupa nilai koefisien angka kredit tahunan sesuai jenjang jabatan. JF Pertama koefisiennya 12,5, JF Muda 25, JF Madya 37,5, dan JF Utama 50.
Cara mengevaluasi kinerja pegawai adalah menilai angka kredit per butir kegiatan dan pengajuan DUPAKTidak ada lagi DUPAK, evaluasi berdasarkan hasil penilaian pemenuhan ekspektasi kinerja.
Kenaikan Pangkat Luar Biasa hanya untuk Jabatan Pimpinan Tinggi dan Jabatan Administrator.Kenaikan pangkat istimewa juga diberikan bagi Pejabat Fungsional yang memiliki penilaian kinerja dan keahlian yang luar biasa dalam menjalankan tugas.
Instansi Pembina memiliki 19 tugas yang utamanya: Pendidikan dan pelatihan, formasi, standar kompetensi, uji kompetensi, dan koordinasiInstansi Pembina hanya bertugas menyusun konten pembelajaran dan menyusun strategi/program pengembangan kompetensi

Dari tabel tersebut terlihat adanya simplifikasi dalam penyusunan target dan evaluasi kinerja pegawai yang menduduki jabatan fungsional. Cara mengukur evaluasi kinerja pegawai pun hanya dilakukan dengan mengalikan angka koefisien per jenjang, dengan prosentase tertentu. Jika Penilaian Sangat Baik, maka angka koefisien dikalikan dengan 150%, Jika Baik dikalikan 100%, Butuh Perbaikan dikalikan dengan 75%, Kurang dikalikan dengan 50%, dan Buruk dikalikan dengan 25%. Jadi misalnya ada seorang Pemeriksa Muda yang SKP nya dinilai Sangat Baik oleh atasan, maka angka kredit tahunan yang diperolehnya adalah sebanyak 37,5 (150% x 25). Jika pada waktu itu seorang pegawai demi membuktikan memperoleh angka kredit 37,5 diharuskan melampirkan berbagai macam dokumen yang mendukung butir-butir kegiatan selama satu periode ke dalam aplikasi untuk dijumlahkan senilai 37,5, maka tidak untuk aturan yang baru ini. 

Mulai Kapan Diberlakukan?

Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2023. Di mana pada tanggal tersebut semua ketentuan mengenai unsur dan subunsur kegiatan, butir kegiatan, dan angka kreditnya, tim penilai angka kredit, sampai dengan ketentuan mengenai kenaikan pangkat dan jabatan fungsional dalam Permenpan 49 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai tambahan Peraturan Sekjen BPK Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pemeriksa di BPK yang merupakan aturan pelaksanaan Permenpan 49 Tahun 2018, masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah dengan Permenpan 1 Tahun 2023. 

Dari informasi tersebut, setidaknya pegawai masih harus mengajukan DUPAK ke dalam aplikasi terkait kepegawaian atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada periode Tahun 2022. Peraturan JF yang baru mewajibkan Biro SDM untuk melakukan proses penilaian terakhir atas DUPAK para pegawai paling lambat 30 Juni 2023. Hal yang penting untuk kita ketahui adalah, penilaian angka kredit JF berdasarkan konversi predikat evaluasi kinerja tahunan mulai diberlakukan untuk periode kinerja mulai 1 Januari s.d 31 Desember 2023.

Bagaimana Pegawai Menyikapinya?

Setiap pegawai seharusnya diuntungkan dengan adanya kebijakan baru terkait penghapusan angka kredit ini. Pemeriksa hanya fokus melaksanakan tugas pemeriksaan yang diberikan pimpinan, tanpa harus mengalokasikan waktu khusus untuk menginput DUPAK ke dalam aplikasi yang biasanya menyita energi para pegawai. Selain itu, pegawai yang juga dapat berpindah jabatan fungsional lainnya yang ada di BPK untuk menyesuaikan dengan passion dan talent yang dimilikinya. Misalnya seorang pegawai dengan jabatan fungsional pemeriksa dengan pangkat III/d, tetapi merasa sudah jenuh di posisi sekarang, dapat mengajukan pindah jabatan ke JF Analis Hukum dengan mengikuti proses uji kompetensi yang diperlukan. Peluang itu tetap ada dan selalu difasilitasi oleh BPK.

Dalam Permenpan yang baru, dinyatakan bahwa jika formasi jenjang jabatan untuk naik pangkat sudah terisi penuh, maka pegawai yang sudah memenuhi angka kredit kumulatif dapat diberikan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi, tetapi dengan catatan tetap menjalankan tugas pada jenjang yang lama. Jadi misalnya seorang pemeriksa muda (III/d) telah mencapai angka kredit untuk naik pangkat ke IV/a tetapi formasi pemeriksa madya sudah terisi penuh, maka dapat dinaikkan pangkatnya ke IV/a tetapi tetap menjalankan tugas sebagai pemeriksa muda. Selain itu, dalam Permenpan juga menyatakan jika pemeriksa memiliki penilaian kinerja dan keahlian luar biasa dalam menjalankan tugas pemeriksaan, dapat diberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat istimewa.

Jadi, pilihan untuk berkarir menjadi pemeriksa di BPK tetap menjadi target yang masuk akal bagi seluruh pegawai BPK pada khususnya dan para job seeker di Indonesia pada umumnya. Apalagi dengan adanya kemudahan yang sudah diberikan oleh kementerian PAN dan RB tentang aturan Jabatan Fungsional ini, tentunya akan menjadikan birokrasi di BPK semakin efektif, efisien, dan bersih, agile, adaptif agar setara dengan birokrasi kelas dunia.

07/03/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Aliansi PT SMI dan PT PII dalam Mengatasi Masalah Pendanaan untuk Mewujudkan Net Zero Emission (NZE) 2060

by Achmad Anshari 31/01/2023
written by Achmad Anshari

Oleh Muhammad Rafi Bakri, Pengelola Keuangan pada BPK Perwakilan Provinsi Jambi

Net Zero (istockphoto)

Pemerintah Indonesia bersama dengan Asian Development Bank menyelenggarakan FGD Energy Transition Mechanism pada 17 Maret 2022. FGD ini berfokus pada pembahasan bagaimana pencapaian target Net Zero Emission (NZE) oleh Indonesia pada tahun 2060. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah Indonesia perlu melakukan transisi energi yang lebih adil dan terjangkau untuk mencapai pertumbuhan emisi nol. Pemerintah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan modal sendiri dan mencapai 41% apabila terdapat bantuan modal dari lembaga internasional pada tahun 2030.

Salah satu masalah terbesar bagi negara-negara di dunia untuk mewujudkan program ETM adalah trade-off antara pertumbuhan ekonomi dengan pengembangan sumber energi terbarukan. Hal ini disebabkan karena negara-negara di dunia termasuk Indonesia masih sangat mengandalkan energi tidak terbarukan seperti batu bara dalam menyokong kegiatan perekonomian. Berdasarkan data dari ADB, hampir 62% sumber pembangkit listrik di Indonesia bersumber dari batu bara. Jika transisi energi di Indonesia tidak dilakukan secara tepat, maka akan menyebabkan guncangan pada perekonomian.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia diperkirakan membutuhkan biaya sekitar USD 1 Triliun sampai tahun 2060. Biaya ini berkaitan dengan pembentukan energi terbarukan dan teknologi rendah emisi yang dapat menggantikan teknologi cofiring biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap. Pemerintah menargetkan pemberhentian 33 pembangkit listrik tenaga uap dengan total kapasitas sebesar 16,8 GW. Pemerintah juga perlu membangun pembangkit energi terbarukan secara masif hingga 700 GW untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga uap yang dihentikan tersebut.

Dengan dihadapkan kondisi kebutuhan dana yang sangat banyak, pemerintah perlu mengkaji berbagai metode dalam pembiayaan transisi energi ini. Salah satu terobosan yang dilakukan Kementerian Keuangan untuk mendukung program ini adalah membentuk Country Platform ETM melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). PT SMI bertanggungjawab dalam mengembangkan kerangka pembiayaan dan investasi untuk program ETM. PT SMI juga diberikan kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan berbagai mitra institusi agar target pembiayaan dapat tercapai.

Mitra institusi yang dapat diajak kerja sama oleh PT SMI salah satunya adalah instansi hibah, seperti Bloomberg Philanthropies & ClimateWorks Foundation’s Global Energy Transition Initiative. Instansi tersebut juga sedang genjarnya memberikan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkan suntikan dana dalam membangun energi bersih dan terbarukan. Mereka telah menyiapkan dana sebesar US$ 242 juta untuk mengakselerasi negara-negara berkembang dalam mewujudkan penciptaan energi terbarukan yang bersumber dari panas matahari, angin, ataupun potensi lain. Negara yang telah menjalin kerja sama dengan dengan Bloomberg, yaitu Brazil, Nigeri, Afrika Selatan, Vietnam, dan beberapa negara lain. Negara-negara tersebut memiliki karakteristik lingkungan dan tantangan perubahan iklim yang sama dengan Indonesia sehingga cocok dijadikan benchmark.

Kedua, PT SMI dapat menjalin kerja sama dengan instansi pembiayaan seperti ADB, World Bank, Islamic Development Bank, Climate Investment Funds, HSBC, Standard Chartered, dan lainnya. Bedanya dengan hibah, instansi pembiayaan memberikan kesepakatan tertentu terkait dengan penggunaan dana tersebut kepada negara penerima pembiayaan. Eksekusi dari dana pembiayaan ini menjadi lebih terarah karena memiliki perjanjian di awal. Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan Climate Investment Funds dengan total dana sebesar US$ 474 juta. Dana ini ditujukan kepada Indonesia untuk mempercepat penghentian 2 GW pembangkit listrik tenaga uap dan mengurangi sekitar 50 juta ton emisi gas rumah kaca pada 2030 serta 160 juta ton pada 2040. 

Selain pendanaan, PT SMI juga menghadapi tantangan dalam hal pengetahuan teknis terkait energi terbarukan itu sendiri. PT SMI memerlukan ahli-ahli yang dapat mendukung terciptanya energi terbarukan. Untuk itu, PT SMI dapat bekerja sama dengan instansi pengetahuan dan teknis, seperti United States Agency for International Development, Climate Policy Initiative, United Nations Development Programee, dan lainnya. Dengan bantuan instansi tersebut, PT SMI dapat membuat target pembentukan energi terbarukan yang lebih rasional sehingga dapat menentukan jumlah dana yang tepat.

Dalam pembangunan infrastruktur ETM di Indonesia, pemerintah dapat memanfaatkan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk melakukan penjaminan risiko dari kegiatan ETM. Melalui PT PII, penjaminan pemerintah utamanya disediakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepastian dalam mencapai Perolehan Pembiayaan (Financial Close) mengingat tingginya risiko ketidapastian dalam pembangunan infrastruktur ETM. Melalui peningkatan kelayakan kredit atau bankability dari proyek-proyek ETM, mitra-mitra dari PT SMI dapat menyalurkan dana lebih banyak untuk mendukung proyek ETM.

Untuk meningkatkan kredibilitas dari PT SMI, PT PII dapat melakukan berbagai skema penjaminan infrastruktur ETM, seperti skema re-guarantee dan co-guarantee. Re-guarantee atau yang dikenal dengan reasuransi merupakan skema penjaminan ketika PT PII mendistribusikan sebagian dari eksposur risiko yang terakumulasi dalam portofolio penjaminannya ke satu atau kumpulan perusahaan reasuransi. Sebagai imbalan atas penanggulangan resiko, PT PII membayar premi tertentu proporsional terhadap risiko yang diberikan kepada reasuradur. Skema re-guarantee ini sangat cocok ketika PT PII menghadapi eksposur risiko yang melebihi limit kapasitas pinjaman sehingga dapat berfungsi sebagai capital relief.

Skema re-guarantee berhasil digunakan oleh African Guarantee Fund (AGF). Pada tahun 2018, gearing ratio dari AGF sudah hampir mendekati limit sebesar 3,75x dari ekuitas. Untuk itu, AGF melakukan perjanjian re-guarantee dengan Guarant Co yang memiliki batas gearing ratio lebih tinggi, yaitu 5x. Setelah dilakukan perjanjian, AGF hanya perlu menanggung risiko 37,5% dari total seharusnya dan menekan kebutuhan modal menjadi hanya Rp100 miliar (63% dari kebutuhan semula).

Selain re-guarantee, skema penjaminan yang dilakukan oleh PT PII adalah penjaminan bersama (Co-Guarante). Co-guarantee adalah instrumen pembagian risiko demi menekan risiko kapital yang dilakukan bersamaan dengan satu atau lebih mitra penjamin untuk suatu penjaminan proyek sehingga suatu penjamin dapat memiliki kemampuan penjaminan lebih tinggi tanpa adanya penambahan modal. Perlu diperhatikan bahwa co-guarantee tidak mengurangi beban risiko dalam pembukuan, melainkan akan mengurangi eksposur risiko dengan adanya pembagian yang disepakati pada perjanian di awal.

Pembentukan guarantee fund dapat dipelajari setidaknya dari Danajamin (Malaysia). Per tahun 2021, aset yang dimiliki Danajamin diinvestasikan dalam obligasi sebesar 28,4% (Rp2,5 triliun), 64,8% (Rp5,7 triliun) ke deposito dan 6,8% (Rp600 juta) ke aset lain-lain. Sekitar Rp 6,2 triliun atau 70% dari fund asuransi Danajamin disimpan dalam bentuk likuid untuk mengakomodasi klaim yang mungkin timbul karena pelanggaran ketentuan penjaminan seperti gagal bayar. Salah satu penggunaan dari guanrantee fund Danajamin adalah untuk mendukung Green Technology Financing Scheme 3.0.

Berdasarkan penjabaran di atas, kombinasi antara PT SMI dan PT PII dapat menjadi potensi yang sangat baik dalam mendukung program ETM dan mewujudkan NZE tahun 2060. PT SMI sebagai country platform berfungsi sebagai pioner utama dalam menatausahakan pendaan dari proyek ETM. PT PII mendukung program dari PT SMI dengan cara memberikan jaminan pembangunan infrastruktur ETM sehingga dapat meminimalisasikan risiko proyek. Dengan demikian, mitra-mitra PT SMI merasa lebih aman untuk ikut berinvestasi dalam proyek PT SMI tersebut.

31/01/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Pahlawan-Pahlawan Kecil: Sebuah Renungan di Hari Pahlawan

by Achmad Anshari 11/11/2022
written by Achmad Anshari

Oleh Sigit Rais, Analis Publikasi BPK

Siapakah sosok pahlawan dalam benak Anda? Apa yang membuat Anda terinspirasi oleh sepak terjang mereka? Hal-hal baik apa sajakah yang selama ini dapat Anda implementasikan dalam kehidupan sehari-hari?

Pertanyaan-pertanyaan sederhana tersebut, bolehlah sesekali kita resapi dan renungkan dalam benak kita. Sejak kecil, baik di bangku sekolah maupun di tengah keluarga, kita telah diperkenalkan dengan berbagai figur kepahlawanan, khususnya pahlawan-pahlawan yang dinyatakan sebagai sosok yang berjasa dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Bahkan, figur pahlawan-pahlawan nasional di dunia nyata tersebut, mungkin juga bersaing di hati kita dengan pahlawan-pahlawan super yang menghipnotis kita dengan berbagai kekuatan istimewa, meskipun hanya fiksi belaka. 

Menelusuri sejarah panjang kepahlawanan di Indonesia, kita akan singgah pada berbagai peristiwa yang dicatat dalam berbagai referensi sejarah. Salah satunya adalah pertempuran Surabaya pada tahun 1945. Rangkaian peristiwa-peristiwa heroik tersebut ditetapkan sebagai hari pahlawan melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959, tepatnya pada 16 Desember 1959. Sejak itu, tanggal 10 November mulai diperingati sebagai hari pahlawan.

Namun, apakah sejatinya makna pahlawan bagi kita? Benarkah kita hanya akan bisa jadi pahlawan karena memiliki kontribusi dalam peperangan meraih kemerdekaan di masa lalu? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan didefinisikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani; hero. Pahlawan dapat juga didefinisikan sebagai orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.

Merunut pada berbagai peristiwa yang tercatat dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia, sosok pahlawan-pahlawan tersebut lahir dari situasi atau kondisi yang dialami oleh suatu bangsa. Misalnya, sosok Cut Nyak Dhien yang lahir di tengah penjajahan bangsa asing di wilayahnya, atau R.A. Kartini yang lahir sebagai pahlawan bagi kemerdekaan berpikir di tengah belenggu adat dan tradisi. Keduanya tercatat sebagai pahlawan nasional Indonesia, yang berjibaku dengan problem dan karakter situasi masing-masing. Contoh lainnya adalah bagaimana perjalanan Soekarno, Hatta, dan Sjahrir dalam merealisasikan kemerdekaan Indonesia, di tengah peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang. Kemerdekaan Indonesia juga dapat dikatakan sebagai muara pertemuan takdir bagi ketiga tokoh tersebut. Sebab, masing-masing mereka punya cerita perjuangan masing-masing.

Lantas bagaimana dengan kita hari ini? Adakah kesempatan bagi kita untuk menjadi pahlawan seperti mereka? Tentunya kita bisa jadi pahlawan dengan jalan masing-masing. Sebab, setiap zaman memilik karakteristik dan tantangan masing-masing. Pula halnya dengan saat ini, zaman serba digital ini. Tantangan baru merambah pada berbagai aspek kehidupan. Dunia berubah, pola perilaku dan pola pikir manusia juga telah berubah. Kendatipun ancaman tidak datang dalam bentuk serangan senjata, kita sebenarnya diintai berbagai dampak negatif dari sisi lainnya, misalnya terbukanya jalur-jalur informasi yang masif melalui internet. Selain membuat hidup jadi serba mudah, banyak hal negatif yang mengintai kita. Misalnya, persebaran hoax, jual beli data pribadi, peretasan, dan hal-hal buruk lainnya. 

Bisakah kita jadi pahlawan? Tentu bisa. Kita bisa berkontribusi secara nyata. Dimulai dari diri kita dan lingkungan terdekat kita. Tidak perlu melakukan hal-hal berat dan besar yang berujung jadi awang dan angan. Kita bisa melakukan hal-hal sederhana, sesimpel membuang sampah di tempat yang seharusnya. Bukankah saat ini masih begitu banyak orang yang tidak peduli pada kebersihan lingkungan? Bahkan, mereka masih abai dan seenaknya membuang sampah sembarangan.

Banyak hal baik yang bisa kita lakukan di tengah pelik cerita hidup ini. Melaksanakan tugas dan pekerjaan sebaik-baiknya, berbuat baik pada tetangga, menolong orang yang sedang kesusahan, mengijaukan lingkungan rumah dengan menanam pohon-pohon hias, dan hal-hal lain yang sebetulnya begitu mudah dilakukan. 

Seperti halnya di Badan Pemeriksa Keuangan. Setiap elemen, dengan berbagai latar belakang dan keahlian, berusaha seoptimal mungkin melaksanakan tugas dan pengabdiannya. Ada yang berkutat dengan tugas utamanya sebagai pemeriksa keuangan negara, ada yang bergiat menjaga kesinambungan langkah organisasi melalui rencana strategis, ada yang berjuang menyuarakan kinerja instansi melalui keterbukaan informasi, dan sederet tugas lain yang telah dirumuskan dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Semua itu dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, sebagai bentuk nyata pengabdian serta melaksanakan amanat undang-undang. 

Jadi, sampailah kita pada pertanyaan, hal baik apa sajakah yang telah kita berikan untuk bangsa ini? Sejauh apakah usaha kita untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki? Dapatkah kita menjadi pahlawan? Jawabannya, iya. Kita bisa jadi pahlawan, dengan cara kita, dengan jalan kita. Dengan seluruh potensi yang kita miliki, dengan segala kerelaan hati, kita bisa jadi pahlawan dengan langkah kita sendiri.

Mungkin sepanjang hidup ini, kita tidak akan pernah mendapatkan gelar pahlawan nasional yang kepahlawanannya diselebrasikan setiap tahun. Tapi percayalah, kita adalah pahlawan-pahlawan kecil yang memiliki daya untuk membuat perubahan, walau hanya perubahan kecil dalam diri kita. Meski tidak dinobatkan sebagai pahlawan, kita bisa jadi pahlawan bagi diri kita, dan orang-orang di sekitar kita. Tetaplah menjadi orang yang baik. Selamat memperingati Hari Pahlawan Nasional 2022.

Berpijarlah walau hanya sebagai pijaran kecil.

11/11/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita TerpopulerOpiniSLIDERSuara Publik

Hasil Pemeriksaan BPK tak Berhenti di Opini WTP

by Admin 1 04/08/2022
written by Admin 1

Oleh Fitri Yuliantri P, Pranata Humas Muda BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021. Tren pemerolehan opini WTP untuk LKPP ini sudah terjadi sejak LKPP tahun 2016.

Tren opini WTP tidak hanya diperoleh pemerintah pusat. Hal ini bisa dilihat dari jumlah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang mendapat opini WTP juga semakin meningkat.

Pada tahun 2016, ada 378 LKPD dengan opini WTP dan pada tahun 2020 terdapat 486 LKPD dengan opini WTP (Sumber: Siaran Pers BPK).

Mendapat opini WTP dari BPK memang sebuah prestasi, sehingga tak jarang dirayakan oleh instansi yang memerolehnya. Meskipun begitu, perlu diingat bahwa opini WTP pada dasarnya adalah laporan keuangan entitas yang diperiksa BPK dan dinilai telah menyajikan secara wajar dalam semua hal. Baik secara material, posisi keuangan, hasil usaha, maupun arus kas entitas. Seluruhnya telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Sumber: Ruang Edukasi BPK).

“Di Ibu Kota, semester pertama 2021 BPK mendapatkan 71 temuan senilai Rp256,1 miliar dan memberikan 138 rekomendasi. Pemprov DKI pun telah melakukan tindak lanjut. Akan tetapi, hanya 21 atau sekitar 15,2% yang sesuai dengan rekomendasi BPK. Sisanya, sebanyak 29 (21%) belum sesuai rekomendasi, dan 88 (63,8%) belum dilakukan tindak lanjut.”

Jadi, dapat dikatakan bahwa mendapatkan opini WTP adalah kewajiban bagi semua instansi atau entitas yang diperiksa BPK. Selain itu, meskipun sebuah entitas mendapatkan opini WTP, dalam keadaan tertentu BPK biasanya memberikan catatan dalam bentuk rekomendasi yang harus ditindaklanjuti.

Setelah itu, BPK akan mengeluarkan laporan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) atas laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang telah diterbitkan sebelumnya. Dengan demikian, pemeriksaan BPK tak berhenti setelah sebuah institusi mendapatkan opini WTP. Masih ada kewajiban lain yang harus ditindaklanjuti pihak-pihak terkait sebagai auditee atau terperiksa.

Sebagai contoh, pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021, BPK masih mencatat ada beberapa permasalahan. Karenanya, BPK pun mengeluarkan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat.

Dalam kondisi ini, auditee harus aktif menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Tindak lanjut rekomendasi diperlukan untuk memperbaiki sistem pengendalian internal (SPI) dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.

Secara nasional, hasil pemeriksaan terhadap pelaksanaan TLRHP atas LHP yang telah diterbitkan per semester pertama 2021 mencapai 76,9%. Artinya, masih ada sekitar 23,1% kewajiban tindak lanjut yang belum atau tak dapat ditindaklajuti oleh entitas yang diperiksa BPK.

Di antara institusi yang telah melaksanakan rekomendasi BPK secara penuh adalah Mahkamah Agung (MA). Sampai dengan semester kedua 2021, hasil pemantauan terhadap pelaksanaan TLRHP di MA telah mencapai 100 persen.

Selain MA, entitas lain di pusat yang juga telah melaksanakan tindak lanjut rekomendasi BPK mencapai 100% adalah lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Sekretariat Kabinet (SETKAB).

Wow, Tiga Entitas Naik Kelas Jadi WTP

Antara Jabar dan DKI Jakarta

Bagaimana dengan tindak lanjut yang dilakukan pemerintah daerah setelah memeroleh opini WTP? Sebagai contoh akan dibahas apa yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Tahun lalu, Pemprov Jawa Barat mendapatkan opini WTP dari BPK. Pencapaian kesebelas berturut-turut ini tentunya merupakan prestasi yang cukup baik untuk sebuah laporan keuangan. Akan tetapi, setelah mendapatkan WTP tersebut, apakah Pemprov Jabar juga menindaklanjuti rekomendasi BPK?

Pada semester pertama tahun 2021, BPK RI mendapatkan 28 temuan dan memberikan 62 rekomendasi yang nilainya mencapai Rp23,5 miliar. Akan tetapi, Pemprov Jabar baru menindaklanjuti sebanyak 11 item (17,7%) yang sesuai rekomendasi BPK, sisanya 51 item (82,3%) belum sesuai rekomendasi BPK.

Bagaimana dengan DKI Jakarta? Di Ibu Kota, semester pertama 2021 BPK mendapatkan 71 temuan senilai Rp256,1 miliar dan memberikan 138 rekomendasi. Pemprov DKI pun telah melakukan tindak lanjut. Akan tetapi, hanya 21 atau sekitar 15,2% yang sesuai dengan rekomendasi BPK. Sisanya, sebanyak 29 (21%) belum sesuai rekomendasi, dan 88 (63,8%) belum dilakukan tindak lanjut.

Dengan melihat angka-angka di atas, berarti pada semester pertama tahun 2021 belum banyak rekomendasi BPK yang diselesaikan Pemprov Jabar dan DKI Jakarta.

Aspek Hukum Rekomendasi BPK

Secara hukum, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi tersebut. Hal ini sebagaimana termuat dalam Peraturan BPK RI No 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

Pada pasal 6 Peraturan BPK RI No 2 tahun 2017, secara tegas disebutkan, bahwa:

(1) BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPK.

(2) Penelaahan terhadap jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh BPK dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

(3) Dalam proses penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BPK dapat:

a. meminta klarifikasi atas jawaban atau penjelasan pejabat;

b. melakukan pembahasan dengan pejabat; dan/atau

c. melakukan prosedur penelaahan lainnya.

Sementara mengenai dampak hukum atas rekomendasi yang telah diberikan BPK tertuang dalam pasal 9 dan pasal 10 Peraturan BPK RI No 2 Tahun 2017.

Meski Kaltim Sudah WTP, BPK Beri Rekomendasi Terkait Kemiskinan

– Pasal 9

(1) Apabila klasifikasi tindak lanjut menunjukkan tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, pejabat wajib melaksanakan tindak lanjut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan status diterima entitas.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang.

– Pasal 10

Penyelesaian tindak lanjut tidak menghapuskan tuntutan pidana.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mendapatkan opini WTP bukan segala-galanya. Opini WTP tidak menghilangkan kewajiban lain seperti yang telah direkomendasikan BPK. Ingat, ada sanksi pidana bagi pejabat yang lalai menindaklanjuti rekomendasi dalam batas waktu tertentu.

04/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SAI20SLIDERSorotanSuara Publik

BPK Dukung Presidensi G20 melalui Inisiasi SAI20

by Achmad Anshari 07/02/2022
written by Achmad Anshari

Oleh: Sigit Rais (Analis Publikasi BPK)

Recover Together, Recover Stronger. Jargon ini adalah tema Presidensi G20 di Indonesia. Tema ini menyiratkan ajakan kepada seluruh dunia untuk bersama-sama, bahu-membahu, serta pulih bersama dari situasi pandemi yang menyesakkan. Adapun isu prioritas yang akan dibahas pada Presedensi G20 kali ini, yakni arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, serta transformasi digital dan ekonomi. Forum kerja sama multilateral yang dibentuk pada 1999 ini, pada 2020 di Riyadh Summit, menetapkan Indonesia sebagai Presidensi G20. Adapun serah terima Presidensi G20 sebelumnya, yaitu Italia, dilakukan pada 31 Oktober 2021 di Kota Roma, Italia.

Indonesia berperan aktif dalam beberapa inisiatif forum G20 ini. Peran tersebut, pertama, terkait Global Expenditure Support Fund (GESF) yaitu dukungan terhadap negara berkembang untuk mengamankan anggaran nasional dalam krisis likuiditas global. Kedua, Connectivity Alliance (GICA), yaitu dukungan konektivitas melalui kooperasi dan pertukaran pengetahuan. Ketiga, Inclusive Digital Economy Accelerator (IDEA HUB), yaitu forum tempat berkumpulnya para start-up unicorn di seluruh negara G20 untuk saling bertukar ide.

Bagi Indonesia, Presidensi G20 di tengah pandemi dapat membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis. Selain itu, kesempatan ini juga merupakan bentuk pengakuan atas status Indonesia yang dapat merepresentasikan negara berkembang lainnya.

Badan Pemeriksa Keuangan Menginisiasi SAI20

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai satu-satunya institusi pemeriksa keuangan negara di Indonesia turut memberikan dukungannya kepada pemerintah Indonesia dalam Presidensi G20. Sebagai bentuk dukungan serius, BPK berinisiatif membentuk Supreme Audit Institutions 20 (SAI20). SAI20 ini merupakan engagement group baru di bawah G20 yang akan mengusung dua prioritas utama yaitu mengakselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi serta mendukung implementasi SDGs. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung oleh Presidensi Indonesia di G20 yaitu “Recover Together, Recover Stronger”, seperti yang dikemukakan di awal.

Dilansir dari laman sai20.org, rangkaian kegiatan SAI20 selama tahun 2022 ini terbagi menjadi tiga kegiatan, pertama adalah kegiatan Technical Meeting yang telah dilaksanakan pada tanggal 26 sampai dengan 27 Januari 2021. Kegiatan kedua, yaitu SAI20 Senior Official Meeting pada Mei 2022, dan kegiatan pamungkas, yaitu SAI20 Summit yang akan diselengarakan pada Agustus 2022 mendatang.

Harapan dan Tantangan Masa Depan

Berbagai gangguan terhadap banyak aspek kehidupan masyarakat dunia timbul sebagai dampak dari Pandemi Covid-19. Aspek-aspek tersebut, antara lain aspek kesehatan, sosial, serta aspek ekonomi dan keuangan. Gangguan-gangguan tersebut secara bertubi-tubi muncul dan melumpuhkan semua negara di dunia tanpa pandang bulu. Hal tersebut tentunya menghambat kemampuan dan mengurangi kapasitas serta upaya pemerintah untuk meraih target SDGs. Oleh karena itulah salah satu tujuan utama G20 adalah mendukung pencapaian SDGs, yang selanjutnya menjadi prioritas utama dari SAI20, khususnya fokus terkait pemulihan dari pandemi sehingga pemerintah dapat melanjutkan upaya dalam rangka mencapai target SDGs.  

Dengan menginisiasi dan tentunya terlibat aktif dalam SAI20, diharapkan BPK dapat memberikan kontribusinya bagi Presidensi G20 sesuai dengan prioritas programnya di komunitas Internasional. Dalam hal ini, BPK akan memiliki kesempatan yang lebih luas untuk berperan aktif dalam berbagi pengetahuan dengan SAI negara lain, dan belajar lebih banyak terkait pengalaman audit, khususnya terkait SDGs di dunia internasional. Dengan demikian, keberadaan BPK akan semakin diakui di dunia internasional. Kita nantikan kiprah BPK dalam SAI20 di tahun 2022 ini.

07/02/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK memberikan keterangan pada wartawan awal tahun 2020.
SLIDERSuara Publik

Refleksi BPK di Media Online

by Achmad Anshari 12/01/2022
written by Achmad Anshari

Oleh: Bestantia Indraswati (Pranata Humas BPK) dan Sutriono (Analis Publikasi BPK)

Sebagai lembaga negara sekaligus Badan Publik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wajib mengelola informasi untuk kepentingan publik. Dalam siklus komunikasi, BPK sebagai sumber informasi atau komunikator, menyampaikan informasinya kepada publik sebagai komunikan melalui saluran atau media. Salah satu saluran komunikasi yang penting dan berpengaruh adalah media massa. Hal ini sesuai dengan fungsi media massa antara lain sebagai fungsi informasi, fungsi persuasi, fungsi pendidikan, fungsi pengawasan, juga fungsi interpretasi (tempoinstitute.com).

Dalam fungsi interpretasi, media massa menginterpretasi peristiwa atau kejadian, sehingga publik mengerti dan memahami apa yang sedang terjadi. Hal ini menunjukkan besarnya peran media massa untuk menciptakan pemahaman atas informasi atau pesan yang dikeluarkan oleh Badan Publik. Sebaliknya, media massa juga menjadi wadah opini dan pandangan publik merespons informasi suatu Badan Publik. Denis McQuail dalam bukunya Media Performance menjelaskan ada beberapa tingkat kepentingan publik dalam operasional media massa yang diterima secara luas. Kebanyakan berkaitan dengan demokrasi dan ruang publik, yaitu opini yang dibentuk dan diungkapkan publik dalam media massa. 

Inilah yang dapat menjadi dasar bahwa dari perspektif organisasi sebagai sumber informasi, keterbukaan informasi yang dilakukan oleh BPK, secara berkala perlu diukur. Pengukuran performance organisasi BPK di media massa dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyampaian informasi maupun reputasi BPK di mata publik, serta bagaimana publik memahami suatu peristiwa dari interpretasi media massa tentang BPK. Lebih lanjut, pengukuran ini juga akan menjadi bagian untuk menentukan kebijakan atau keputusan organisasi.

Hal ini karena suatu organisasi tidak dapat terlepas dari akivitas perencanaan dan pengambilan keputusan. Dua aktivitas tersebut membutuhkan dukungan informasi serta analisis. Melalui pengukuran informasi data, pengolahan, analisis, dan penyajian informasi, akan membantu dibuatnya perencanaan dan pengambilan keputusan berdasarkan data aktual dan lengkap. Informasi yang dibutuhkan bukan hanya terkait isu keuangan dan perekonomian, namun juga terkait hukum, politik, sosial, konflik keamanan, dan lainnya yang ada dalam lingkup keuangan negara.

Isu dan Jumlah Berita BPK

Sepanjang tahun 2021, BPK diberitakan dalam 8.215 berita di media online arus utama yang menyebutkan maupun mengulas kinerja BPK dalam pemberitaannya. Jumlah pemberitaan tersebut meliputi kategori informasi bahwa BPK sebagai newsmaker, dan BPK sebagai pihak yang disebutkan oleh narasumber eksternal dalam hal kinerjanya, fungsinya, dan posisinya dalam isu yang sedang dibahas dalam pemberitaan. 

Tingginya jumlah pemberitaan BPK menunjukkan signifikannya isu kinerja BPK dalam mengawal dan menjalankan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara tahun ini. Kinerja BPK pada tahun ini mendapat apresiasi positif dari pemerintah pusat. Khususnya terkait upaya BPK dalam memberikan informasi temuan pemeriksaan agar ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini pernah ditegaskan Presiden RI dalam pidato kenegaraannya pada Agustus 2021.

Volume Pemberitaan 2021
Infogram

Topik Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atau Temuan BPK mendominasi topik berita di media online selama 2021. Performance BPK di media online lebih banyak diberitakan melalui peran LHP BPK dalam berbagai kasus yang sedang dalam penanganan aparat penegak hukum, yang mayoritas bersentimen positif bagi citra dan reputasi BPK. Topik LHP atau Temuan BPK ini juga berisi penjelasan atas isu-isu pemeriksaan signifikan yang berkaitan dengan kepentingan publik dan perwujudan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Kategori tugas dan wewenang BPK menempati posisi ke-2 terbanyak diberitakan media online. Khususnya pemberitaan seputar pemilihan Anggota BPK mulai dari proses seleksi sampai keputusan dipilihnya Anggota BPK.

Pada sub kategori topik, terdapat 8 besar isu pemberitaan tentang BPK yang menjadi perhatian media massa selama 2021 dan diberitakan oleh media online. Yaitu:

  1. Seleksi Calon Anggota dan Pemilihan Anggota BPK
  2. Isi dari LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2020 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)
  3. Proses Persidangan Kasus Asabri
  4. Pengelolaan Aset Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
  5. Rencana Penyelenggaraan Formula E
  6. Anggota V BPK Tutup Usia
  7. Persidangan Kasus Pelindo II (korupsi pengadaan unit QCC)
  8. Kasus korupsi pembelian dan pengelolaan gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel)

Pemberitaan tentang BPK pada awal 2021 terpantau berada pada isu-isu korupsi yang sedang ditangani aparat penegak hukum. Kinerja BPK yang sempat mendapat sorotan menonjol dalam pemberitaan adalah hasil pemeriksaan atau penghitungan kerugian negara yang menjadi dasar penanganan kasus dugaan korupsi oleh penegak hukum. Namun, di sisi lain, ada pemberitaan yang terfokus pada ditunggunya hasil penghitungan kerugian negara untuk menindaklanjuti suatu perkara korupsi. Pada awal tahun, isu berita tentang hal tersebut antara lain kasus Asabri, kasus Pelindo, serta kasus BPJS Ketenagakerjaan.

Isu-isu yang terpantau selama satu tahun dapat juga dimanfaatkan untuk kepentingan tugas utama BPK. Tugas yang dimaksud adalah terkait perencanaan pemeriksaan objek-objek yang memiliki kaitan erat dengan kepentingan publik.

Isu Pengelolaan aset TMII sempat menjadi isu utama pemberitaan BPK di awal tahun. Kenaikan isu ini meningkat pesat. Meski tidak berposisi sebagai newsmaker, BPK berperan penting dalam mendorong pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita. Persepsi media terhadap isu ini cenderung mendukung upaya pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII.

Penyerahan LHP atas LKPP maupun IHPS menjadi isu yang mendorong pemberitaan positif. Informasi tentang pengelolaan keuangan negara di Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah menarik perhatian media untuk diinformasikan kepada publik. Hasil pemeriksaan Anggaran PEN Covid-19 juga menjadi bahasan media. BPK mengungkap temuan dan permasalahan serta memberi rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut. BPK telah mengingatkan pemerintah akan adanya risiko yang perlu diidentifikasi dan dimitigasi agar langkah pemerintah menghadapi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional dapat dilakukan secara lebih transparan, akuntabel, ekonomis, efisien, dan efektif.

Korupsi PDPDE Sumsel menyumbang sentimen positif besar terhadap BPK. Meski media tidak menyediakan kutipan oleh narasumber internal BPK, namun jumlah hasil pengitungan kerugian negara oleh BPK disebutkan di seluruh berita yang membahas isu ini. Berdasarkan penghitungan BPK, kasus ini ditaksir merugikan keuangan negara dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.

Selanjutnya, meskipun tidak terkait dengan kinerja BPK, isu seleksi Calon Anggota BPK mendapat perhatian media. Pergerakan pemberitaan mulai dari hanya antisipasi terhadap Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai Anggota BPK terpilih menjadi isu pemakzulan Presiden Joko Widodo apabila tetap mengesahkan Nyoman Adhi sebagai Anggota BPK. Pada akhirnya, pada November 2021, Nyoman Adhi Suryadnyana mengucapkan sumpah jabatan sebagai Anggota BPK.

Pada akhir 2021, berita BPK yang cukup signifikan diwarnai oleh isu tentang wewenang penghitungan kerugian negara. Isu ini bermula dari komentar pihak KPK dan akademisi menanggapi persidangan kasus dugaan korupsi. KPK berpendapat bahwa wewenang penghitungan kerugian negara tidak perlu dibatas hanya oleh BPK. Karena, lamanya proses pemeriksaan di BPK menjadi alasan utama KPK menghitung sendiri nilai kerugian negara melalui Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi. Bahkan menurut KPK, lamanya penghitungan nilai kerugian negara oleh BPK dalam proses pengadaan barang dan jasa terkadang menghambat proses penyidikan yang sedang dilakukan. Dalam berita lain, isu ini juga dicetuskan oleh pihak kepolisian dalam kasus korupsi yang ditangani polda Maluku. Bahwa  keterlambatan penyidikan kasus korupsi di Polda Maluku juga karena lambatnya penghitungan kerugian negara oleh BPKP dan BPK.

Pada persidangan kasus Asabri, muncul pendapat akademisi yang mempertanyakan keterlibatan BPK yang melakukan pemeriksaan dalam rangka penghitungan kerugian negara. Menurutnya hal itu tidak tepat karena kasus Asabri bukanlah persoalan kerugian keuangan negara. Menurutnya, dana Asabri berasal dari iuran anggota TNI-Polri sehingga BPK tidak boleh secara sepihak melakukan pemeriksaan. Isu-isu terkait wewenang penghitungan kerugian negara oleh BPK, jika diperlukan, dapat membuka peluang BPK untuk menjelaskan tentang metode penghitungan kerugian negara sebagai edukasi pada publik serta kalangan profesional media massa. Harapannya, fungsi media massa memberi informasi dan pendidikan untuk publik, dapat dimanfaatkan oleh BPK, dan wewenang serta metode penghitungan kerugian negara ini dapat dipahami secara luas.

Topik dan Narasumber
Infogram

Narasumber dan Sentimen Berita BPK

Dari hasil pantauan pemberitaan selama 2021, narasumber BPK yang menjadi komunikator utama adalah Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Sedangkan pada pihak eksternal BPK, dari data yang terpantau, narasumber dari pemerintah dan penegak hukum adalah yang paling berkaitan dengan pemberitaan tentang kinerja BPK. Unsur pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdiri dari Presiden RI, Menteri Keuangan, dan Menteri BUMN, serta Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan unsur penegak hukum yang paling sering dimuat media online adalah KPK dan Kejaksaan.

Dalam pantauan sentimen pemberitaan, berita negatif maupun positif dapat menjadi bagian dalam penentuan kebijakan organisasi. Sentimen pemberitaan BPK sepanjang 2021 mayoritas adalah positif (56,47%). Meskipun jumlah sentimen berita negatif hanya 2,5%, namun hal ini perlu menjadi perhatian dan tantangan BPK meningkatkan nilai independensi, integritas, dan profesionalisme di mata publik. Tantangan ini membuka peluang BPK untuk menjamin hak publik untuk tahu atas informasi publik tentang upaya BPK mendorong akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pengukuran performance organisasi BPK di media massa diharapkan dapat memberi pandangan bagaimana reputasi BPK di mata publik. Di samping itu, fungsinya dapat dimanfaatkan untuk perencanaan isu dalam strategi komunikasi yang akan dilakukan BPK dalam memberikan pemahaman pada publik tentang tugas-tugas BPK. Isu-isu yang terpantau selama satu tahun dapat juga dimanfaatkan untuk kepentingan tugas utama BPK. Tugas yang dimaksud adalah terkait perencanaan pemeriksaan objek-objek yang memiliki kaitan erat dengan kepentingan publik.

Mengakhiri ulasan refleksi BPK di media online ini, dapat dikatakan bahwa potensi pemberitaan BPK pada tahun 2022 dimungkinkan masih akan berkaitan dengan Penanganan Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Hasil pemeriksaan BPK masih berpotensi menjadi sumber pemberitaan positif di media. Dengan adanya penyebaran informasi berbentuk edukasi publik dari BPK, juga akan memberi sentimen positif bagi reputasi BPK.

12/01/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDERSuara Publik

Peran Ganda Pemeriksa BPK

by Admin 1 01/11/2021
written by Admin 1

Oleh: Roni Wijaya/ Pranata Humas BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara kolektif harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yang diperlukan. Salah satu dari empat kompetensi dalam SPKN yang menarik adalah keterampilan komunikasi. Hal ini penting karena dalam praktiknya, komunikasi terlibat di sepanjang siklus pemeriksaan. Mulai dari penyusunan RKP, perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, pelaporan pemeriksaan, pemantauan tindak lanjut, dan evaluasi pemeriksaan.

Untuk itu pemeriksa harus mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien. Dengan begitu proses pemeriksaan dapat berjalan lancar, hasil pemeriksaan tidak bias, dapat dimengerti, dan ditindaklanjuti oleh pihak yang diperiksa (auditee).

Beberapa kasus berikut ini adalah contoh permasalahan rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti:

Instansi PemerintahBelum TLPenyebab
Kabupaten Sanggau. Lusiana, dkk (2017)26,40%Kesulitan memenuhi permintaan auditor, perbedaan mekanisme atau format administrasi
Kabupaten Kep. Talaud Ameng, dkk (2017)38,28 %Rekomendasi kurang jelas, tidak ada nilai, salah persepsi
Provinsi Gorontalo Pongoliu, dkk (2017) Temuan tidak disepakati

Kondisi tersebut tidak akan terjadi atau minimal dapat dikurangi bila terjadi komunikasi efektif antara pemeriksa dan auditee. Jika pesan yang diterima tidak sesuai dengan pesan yang dikirimkan, maka dipastikan ada gangguan dalam prosesnya dan komunikasi dinilai tidak efektif. Gangguan tersebut bisa terjadi karena cara yang tidak tepat, kesalahan media atau lingkungan yang digunakan, waktu tidak tepat, sikap negatif atau rasa takut diperiksa, dan lain-lain.

Diadaptasi dari berbagai sumber, berikut ini hal-hal penting yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berjalan baik dan efektif:

  1. Mengakui kesamaan derajat, menghargai dan menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan. Pemeriksa dan auditee tidak saling merasa lebih tinggi, arogan, atau merasa lebih pintar satu dari lainnya dan harus saling menghargai perbedaan pendapat. Sesuai Kode Etik BPK, pemeriksa wajib mengakui kesamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup, jujur dan sopan, serta menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku.
  2. Pemeriksa dan auditee harus membangun kepercayaan, sehingga tumbuh sikap terbuka dan jujur dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan. Dengan begitu akan terjalin hubungan yang akrab dan mendalam. Sikap ini membantu pemeriksa memperoleh data otentik karena auditee memberikan informasi apa adanya, mereka percaya bahwa tidak ada motif terselubung.
  3. Keinginan bekerja sama mencari solusi masalah, bersedia meninjau kembali pendapat, dan mengakui kesalahan. Pemeriksa maupun auditee harus saling memperbaiki jika ada kesalahan atau kekurangan. Dengan begitu hasil pemeriksaan lebih teruji dan andal. Di samping itu pemeriksa juga harus berupaya memberikan kesempatan jika auditee  mempunyai alternatif penyajian berbeda. Auditee juga harus berupaya memberikan penjelasan terbaik dan mudah dipahami kepada pemeriksa sehingga memungkinkan pengumpulan data lebih cepat.
  4. Menyampaikan pesan secara objektif dan tanpa menilai, berorientasi kepada substansi, mencari informasi dari berbagai sumber. Pemeriksa maupun auditee secara profesional bekerja bersama-sama untuk kesuksesan proses pemeriksaan dengan mengesampingkan subjektifitas dan barupaya mengungkap fakta selengkap mungkin sehingga hasil pemeriksaan menjadi lebih akurat.
  5. Pemeriksa maupun auditee harus saling memiliki empati. Pemeriksa harus memahami bahwa auditee memiliki pekerjaan utama  selain ‘melayani’ pemeriksa, dan itu perlu ekstra energi. Dalam waktu yang sama, auditee juga harus mengerti bahwa langkah pemeriksaan harus diselesaikan pemeriksa per hari tidak sedikit. Dalam kondisi seperti itu pemeriksa maupun auditee harus dapat menyikapinya secara berimbang dan mencari solusi alternatif untuk tetap fokus pada pemenuhan langkah pemeriksaan, misalnya mencari waktu yang tepat atau mendelegasikan penugasan.

Hubungan dengan Stakeholder

Pemeriksa dituntut dapat melakukan pemeriksaan dengan lancar dan hasil tidak bias, dapat dimengerti, dan ditindaklanjuti oleh auditee. Di sisi lain pemeriksa juga harus menjaga hubungan kerja dan komunikasi efektif dengan stakeholder. Hubungan dengan stakeholder merupakan unsur keenam SPM Pemeriksaan yang dievaluasi Inspektorat Utama.

Dengan demikian, pemeriksa memiliki peran ganda. Pertama, memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Kedua, pemeriksa juga memiliki tugas menciptakan, memelihara, dan meningkatkan citra serta reputasi positif organisasi. Betapa tidak, pemeriksa memiliki akses langsung dan intens kepada auditee sebagai stakeholder BPK.

Hubungan baik dengan stakeholder terkait dengan proses komunikasi yang dilakukan selama pemeriksaan. Jika komunikasi tidak memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas, bisa jadi selain rekomendasi menjadi bias, juga berujung pada hubungan tidak harmonis. Tentu saja, hal ini tidak diinginkan. Menurut Pramono (2016), hubungan baik dan dukungan stakeholder sangat diperlukan dalam pencapaian visi dan Misi BPK. Sementara itu hubungan baik dan dukungan stakeholder sangat ditentukan oleh proses komunikasi.

Untuk mewujudkan peran tersebut pemeriksa harus dibekali dengan kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas komunikasi sebagai modal dasar melakukan pemeriksaan. Hal ini sebagai upaya menghasilkan rekomendasi pemeriksaan berkualitas serta langkah antisipasi munculnya isu-isu negatif bahkan situasi krisis. Dengan demikian citra dan reputasi positif organisasi dapat selalu terjaga.

*Diolah dari: SPKN, PMP 2008, Juklak Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu 2009

01/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Program Indonesia Pintar (Sumber: Kemdikbud.go.id)
BeritaBerita TerpopulerOpiniSuara Publik

Hilangnya Hak Anak dalam Sengkarut Program Indonesia Pintar

by Admin 1 19/07/2021
written by Admin 1

Oleh: Fitri Yuliantri P, Pranata Humas Muda BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Lebih dari 2,4 juta siswa pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP) terancam kehilangan kesempatan dalam mengakses Program Indonesia Pintar (PIP) yang telah dicanangkan pemerintah. Secara detail, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut angkanya mencapai 2.455.174 siswa. Jumlah tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan BPK atas PIP periode 2018 hingga semester I tahun 2020.

Seperti diketahui, siswa pemilik KIP berasal dari keluarga kurang mampu peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dan pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kalangan yang selama ini dinilai mempunyai keterbatasan dalam mengakses pendidikan.

Sengkarut atas pelaksanaan program yang sudah ada sejak tahun 2014 ini tampaknya belum bisa diatasi oleh pemerintah hingga saat ini. Masalah keterlambatan memasukkan data penerima, salah sasaran, atau hambatan pencairan dana, masih terus terjadi dalam pelaksanaan PIP.

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan dasar hingga menengah, harus bisa memastikan semua anak mendapat hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya (UU HAM Pasal 60 ayat 1).

Sekilas PIP dan KIP

PIP adalah program pemerintah untuk menjamin hak pendidikan anak dari kelompok rentan. PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin dan rentan miskin, untuk tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah.

Pendidikan yang dijamin pemerintah tersebut bisa melalui jalur pendidikan formal (mulai SD/MI hingga anak lulus SMA/SMK/MA) maupun pendidikan non-formal (Paket A hingga Paket C serta kursus terstandar). Selain untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, PIP juga diberikan pada jenjang pendidikan tinggi.

Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP merupakan kerja sama tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Agama (Kemenag).

Setiap anak didik sasaran PIP diberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP).  Kartu tersebut diberikan sebagai penanda atau identitas penerima bantuan pendidikan.

Sengkarut PIP

Kemendikbud mengklaim bahwa PIP telah menekan jumlah anak putus sekolah secara signifikan. Tapi, klaim kesuksesan ini bukan berarti PIP tidak ada persoalan. Di lapangan, masih banyak ditemukan permasalahan.

Hasil audit BPK atas PIP pada tahun 2018 hingga Semester I 2020 menyimpulkan bahwa pengelolaan PIP pada periode tersebut telah sesuai tapi dengan pengecualian. Sebab, temuan pemeriksaan menunjukkan bahwa perencanaan PIP belum dilaksanakan secara memadai. Selain itu, pelaksanaan penyaluran dan pencairan PIP juga tidak memadai. BPK juga menemukan bahwa penyaluran Bidikmisi belum dilakukan secara optimal.

Akibatnya, sebanyak 2.455.174 peserta didik pemilik KIP yang berasal dari keluarga peserta PKH/KKS menjadi kehilangan kesempatan karena tidak diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP. Selain itu, penyaluran dana PIP kepada 5.364.986 siswa atau sebesar Rp2,86 triliun tidak tepat sasaran. Ini terjadi karena bantuan dana tersebut diberikan kepada siswa yang tidak layak menerima.

Tak hanya itu, proses penyaluran dan pencairan dana PIP pun terhambat. Terdapat dana PIP tahun 2019 dan 2020 yang mengendap selama lebih dari 105 hari di bank penyalur. Dana tersebut mencapai Rp1,98 triliun. Dana mengendap ini berpotensi memberikan penerimaan jasa giro sebesar Rp167,90 miliar tetapi tidak dapat ditagih.

Sengkarut juga terjadi pada program Bidikmisi. Penyaluran yang tak tepat menyebabkan dana Bidikmisi tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima. Juga terjadi kelebihan pembayaran atas penyaluran Bidikmisi kepada mahasiswa yang tidak terdaftar dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti).

BPK sudah memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan tersebut. Kemendikbud dan instansi terkait diminta segera menyelesaikan sengkarut pada PIP. Sejatinya program PIP ini adalah wujud kehadiran negara untuk memenuhi pendidikan bagi anak Indonesia.

Permasalahan di lapangan yang langsung dialami oleh pelaksana dan penerima program, serta hasil audit BPK harus menjadi perhatian oleh Kemendikbud dan instansi terkait. Audit sudah dilakukan BPK. Masyarakat pun dapat turut mengawasi pelaksanaan PIP dan melaporkan ke instansi berwenang jika mendapati penyimpangan.

Sengkarut pada PIP yang terus berlarut, jangan sampai menghilangkan hak anak untuk mendapat pendidikan. Negara harus memastikan hak pendidikan anak Indonesia terpenuhi. 

Selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli 2021.

19/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerOpiniSuara Publik

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

by Admin 1 12/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Setyawan, Pegawai BPK Perwakilan Provinsi Jateng

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sejak didirikan pada 1 Januari 1947, Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) Indonesia mengemban tugas yang jelas, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan kekhasan kedudukan dan kewenangannya, BPK mustahil dilepaskan dari agenda besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam konteks pencegahan korupsi di Indonesia, apa yang bisa dilakukan BPK?

Tanpa debat panjang, kita sepakat menyebut korupsi sebagai salah satu masalah utama Indonesia saat ini. Cukuplah sesekali menyimak berita di televisi, membuka lembar koran atau berselancar di internet, kita akan gampang menemukan berita tentang korupsi di berbagai wilayah negeri ini. Seperti menegaskan pepatah lama, ‘mati satu, tumbuh seribu’. Yang lebih membuat miris, diam-diam kita sama-sama paham, kasus-kasus yang terungkap di media itu sekadar puncak-puncak gunung es dari seluruh persoalan yang ada.

Cerita terbaru adalah heboh penangkapan dua menteri di Kabinet Indonesia Maju. Pada Rabu (25/11/20) Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap terkait kebijakan ekspor benih lobster. Tak lama kemudian, giliran Menteri Sosial Juliari P Batubara menyusul. Pada Minggu (06/12/20), Juliari ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa bansos penanganan pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini seolah ayunan godam yang mengguncang kepercayaan rakyat terhadap pejabat negerinya. Benar-benar terasa tak masuk akal karena kasus ini muncul justru saat Indonesia kelimpungan menghadapi wabah dan sebagian besar rakyat sedang didera susah. Lebih-lebih terasa biadab, sebab korupsi itu justru menyasar anggaran bantuan untuk golongan paling rentan akibat pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini jadi ironi besar jelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2020 sengaja mengusung tema Pulih dengan Integritas (“Recover with Integrity”). Tema tersebut dipilih untuk mengampanyekan pesan penerapan langkah-langkah mitigasi korupsi yang efektif demi pemulihan pandemi yang lebih baik. Dengan pesan itu pula, PBB menekankan pemulihan pascapandemi Covid-19 hanya dapat dicapai berbekal integritas (www.kompas.com, 08/12/2020).

Sejak mula, pada dirinya sendiri, korupsi memang melekat pada sesuatu yang nista. Korupsi berakar pada kata berbahasa Latin ‘corruptio’ (kata benda) yang berarti ‘hal merusak, hal membuat busuk, pembusukan, kerusakan, kemerosotan’ atau ‘corrumpere’ (kata kerja) yang berarti  menghancurkan, merusak, membusukkan, mencemarkan, memerosotkan (Priyono, Herry B, 2018).

Definisi tentang korupsi (dan perilaku korup) memiliki percabangan dan berkembang menyesuaikan waktu dan konteks. Perilaku yang bisa dikategorikan sebagai ‘korup’ pun beragam sepanjang sejarah manusia. Namun dari beragam definisi yang ada, kita tahu, tak pernah ada kebaikan dari laku korup. Karenanya wajar kalau pada setiap zaman dan tata peradaban korupsi menjadi musuh bersama setiap elemen pemerintah maupun masyarakat. Tak terkecuali bagi BPK.

Seusai undang-undang, BPK adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang berewenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di Indonesia. Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Memperhatikan kewenangan BPK tersebut, sejak mula, mustahil melepaskan BPK dari kerja besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Posisinya sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara – tidak bisa tidak – menempatkan BPK sebagai salah satu motor dalam perang melawan korupsi.

Di Indonesia sendiri, tren perang melawan korupsi tampaknya mengarah pada pengutamaan upaya pencegahan. Hal itu setidaknya terungkap dari pernyataan presiden dan ketua KPK, dua entitas politik dan pemerintahan yang bisa dikata paling menentukan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini.

Presiden Joko Widodo, pada Desember 2019, mengatakan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia perlu dievaluasi. Menurutnya, penindakan itu perlu, tapi yang terpenting justru harus pembangunan sistem (www.tirto.id, 09/12/20). Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Firli mengatakan bahwa arah pemberantasan korupsi ke depan akan lebih mengutamakan pencegahan dan perbaikan sistem, sembari melakukan pendidikan masyarakat dan tetap melakukan penindakan (www.mediaindonesia.com, 19/11/20).

Sebagai salah poros utama perang melawan korupsi di Indonesia, BPK tentu tak bisa lepas dari arus besar ini. Idealnya, dengan segala kewenangannya, BPK sebisa mungkin berperan mencegah atau mengurangi terjadinya korupsi melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan.

Masalahnya, pemeriksaan BPK memang lebih banyak bersifat post-audit atau pemeriksaan yang dilakukan setelah sebuah aktivitas atau kegiatan atau transaksi berlangsung. Untuk kasus pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah misalnya, yang merupakan pemeriksaan paling utama yang dimandatkan undang-undang, pemeriksaan dilaksanakan setelah laporan keuangan pemerintah selesai disusun oleh pemerintah. Kondisi ini lebih sering memposisikan BPK sebagai penyelesai masalah daripada pencegah.

Peran BPK

Meski demikian, memperhatikan aspek-aspek kelembagaan dan kewenangan BPK dalam hal pemeriksaan, setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan agar BPK bisa lebih mengoptimalkan perannya memerangi korupsi di Indonesia, khususnya dalam konteks pencegahan korupsi.

Pertama, tetap menjaga profesionalisme para pemeriksa. Tak mungkin membersihkan lantai dengan sapu yang kotor. Nilai-nilai dasar BPK, yaitu integritas, independensi, dan profesionalisme, harus selalu dipegang teguh saat bertugas. Penegakan aturan dan kode etik juga jadi tuntutan yang tak bisa dihindarkan. Selain itu, kesadaran untuk bekerja sesuai standar, peraturan, dan kecakapan profesi juga harus ditekankan pada semua pemeriksa. Dengan begitu BPK lebih bisa jadi pemecah masalah, bukan penambah masalah.

Kedua, mengubahmindset tentang temuan pemeriksaan. Selama ini, harus diakui, publik seolah lebih mengapresiasi kerja BPK ketika ada temuan-temuan pemeriksaan yang sarat dengan angka-angka fantastis. Ketika laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan (LK) pemerintah dirilis misalnya, masyarakat dan media cenderung memperhatikan buku tiga (berisi temuan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan) dibanding buku dua (berisi temuan-temuan atas Sistem Pengendalian Intern/SPI). Temuan terkait SPI seolah kalah ‘seksi’ dibanding temuan-temuan kepatuhan, yang biasanya memang lekat dengan rekomendasi berupa pengembalian ke kas negara/daerah.

Ironisnya, anggapan semacam ini kadang diamini para pemeriksa BPK sendiri. Pemeriksaan terasa kurang ‘wah’ ketika tidak menghasilkan temuan yang berkorelasi dengan pengembalian ke kas daerah/negara. Padahal, dalam konteks perbaikan sistem tata kelola keuangan pemerintah, temuan-temuan atas SPI inilah yang justru berpotensi memberikan dampak perbaikan yang lebih sistemik dan berjangka panjang, yang tentu tak bisa diabaikan dalam upaya pencegahan korupsi.  

Ketiga, mulai memperkuat pemeriksaan kinerja. Lepas dari tetap utamanya pemeriksaan keuangan, BPK bisa mulai menambah sumber daya untuk pemeriksaan-pemeriksaan kinerja. Berbeda dengan pemeriksaan jenis lainnya, pemeriksaan kinerja bertujuan menguji dan menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan/atau efektivitas, serta aspek kinerja lain atas suatu hal pokok yang diperiksa. Muaranya adalah rekomendasi yang dapat mendorong ke arah perbaikan.

Pemeriksaan ini akan bermanfaat dalam kontek penyempurnaan sistem dan pencegahan terulangnya risiko-risiko buruk pada masa depan. Penguatan pemeriksaan atas kinerja bisa jadi salah satu sumbangsih BPK dalam memerangi korupsi, terutama dari sisi pencegahan korupsi.

Korupsi memang jenis kejahatan luar biasa dan karenanya memerlukan kerja tak biasa untuk mencegah dan memeranginya. Tak pernah mudah, tapi juga bukan tak mungkin dilakukan. Dengan kesungguhan, profesionalisme, dan konsistensi, kiranya BPK akan lebih mampu mengoptimalkan perannya. Demi Indonesia yang lebih membanggakan dan demi hari depan yang lebih menggembirakan.

12/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaOpiniSuara Publik

BPK Turut Berperan dalam Mengurangi Korupsi?

by Admin 1 01/02/2021
written by Admin 1

Oleh: Mita Cahyani, BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Dalam beberapa kesempatan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaku sebagai lembaga yang berperan penting dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Pertambahan jumlah entitas yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari tahun ke tahun menjadi salah satu pendukung klaim tersebut. Benarkah demikian?

BPK adalah lembaga tinggi negara yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Salah satu pemeriksaan yang rutin dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.

Dengan perannya sebagai auditor eksternal pemerintah, BPK wajib memastikan kewajaran atas angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara/daerah (BUMN/D), badan layanan umum (BLU) dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Kewajaran penyajian angka-angka ini nantinya akan menjadi dasar pemberian opini oleh BPK atas laporan keuangan.

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2020 yang dikeluarkan BPK menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) dan laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN) tahun 2015-2019 menunjukkan perkembangan opini yang baik. Pada 2015, hanya 65% yang mendapatkan opini WTP. Akan tetapi, pada 2019, sudah 97% kementerian/lembaga di pemerintah pusat yang memperoleh opini WTP.

Untuk pemerintah daerah, perkembangan opini pun mengalami peningkatan yang baik. Pada 2015, ada 313 pemerintah daerah atau sekitar 58% yang mendapatkan opini WTP. Pada 2019, sudah 485 pemerintah daerah atau sekitar 90% berhasil memperoleh opini WTP. Angka ini adalah perhitungan secara total tanpa memperhitungkan fakta bahwa ada pemerintah pusat/daerah yang mengalami kenaikan atau penurunan opini.

Apabila opini atas laporan keuangan yang diberikan kepada suatu entitas adalah opini WTP, tentu saja kita menganggap bahwa entitas tersebut sudah melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan baik dan akuntabel. Namun, kenyataan bahwa masih ada praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat meskipun laporan keuangan yang dihasilkan entitasnya telah mendapatkan opini WTP. Ini membuat kita berpikir kembali, apakah opini yang baik berarti tidak ada kemungkinan untuk terjadi korupsi atau fraud? Sayangnya tidak demikian kenyataannya.

Contoh kasus korupsi yang menjerat kepala daerah yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP adalah bupati Indramayu yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2019. Dia terjerat kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Indramayu. Kasus lain yang baru-baru ini terjadi adalah penangkapan bupati Banggai Laut karena dugaan penerimaan suap pengadaan barang dan jasa (3/12/2020). Padahal Kabupaten Banggai Laut sudah mendapat opini WTP selama tiga tahun berturut-turut sejak 2017.

Jika opini tidak dapat menjadi tolok ukur untuk melihat ada tidaknya tindak korupsi di suatu entitas, apa dampak sebenarnya dari pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan BPK? Bukankah dari laporan keuangan seharusnya kita dapat melihat bagaimana kinerja dari entitas pembuat laporan keuangan tersebut?

Kemudian jika opini atas suatu laporan keuangan adalah WTP, bukankah seharusnya laporan keuangan tersebut sudah disajikan sesuai standar. Lalu sistem pengendalian intern sudah berjalan dengan baik, sudah patuh terhadap peraturan perundang-undangan, dan sudah diungkapkan secara cukup dan wajar untuk hal-hal yang material?

Pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan secara rutin oleh BPK merupakan salah satu usaha untuk mengurangi penyalahgunaan anggaran negara/daerah. Dengan pemeriksaan rutin, kesalahan administrasi dalam pertanggungjawaban dapat ditemukan dan dikoreksi. Ketidakpatuhan atas peraturan perundang-undangan dapat ditemukan. Kelemahan dalam sistem pengendalian intern yang memungkinkan timbulnya kesempatan untuk melakukan penyalahgunaan anggaran dapat diidentifikasi dan diperbaiki untuk pengendalian yang lebih baik di tahun berikutnya.

Teori GONE oleh Jack Bologne menyatakan bahwa korupsi dapat timbul karena ada keserakahan (Greed), kesempatan (Opportunity), kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Exposure) (Jaka Isgiyata, Indayani, & Eko Budiyoni, 2018). Sedangkan Robert Klitgaard menyatakan bahwa korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas (ditjenpas.go.id/teori-teori-korupsi).

Dengan pemeriksaan atas laporan keuangan yang rutin dilakukan oleh BPK, faktor kesempatan dan pengungkapan dapat diminimalisasi. Apabila atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah diberikan opini WTP, tentunya hal itu menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern sudah berjalan baik. Sistem pengendalian intern yang berjalan baik akan memperkecil kesempatan terjadinya penyalahgunaan uang negara/daerah.

Selain itu, dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi pada entitas pengelola keuangan negara/daerah. Laporan tersebut dapat digunakan sebagai bukti awal apabila ditemukan tindakan yang menimbulkan kerugian negara.

Dari dua kasus yang disebutkan tadi, kepala daerah Indramayu dan Banggai Laut ditangkap karena kasus suap. Suap tersebut terjadi antara rekanan dan kepala daerah. Di satu sisi, hal tersebut tidak mempengaruhi laporan keuangan. Ini karena uang yang diserahkan adalah uang milik rekanan. Sementara angka belanja yang tercantum dalam laporan keuangan tetap sesuai dengan bukti pertanggungjawaban yang ada. Di sisi lain, dengan adanya suap tersebut tentunya kontraktor akan mengurangkan biaya suap tersebut dari lelang yang dimenangkannya dan mempengaruhi kualitas proyek yang dikerjakannya.

Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan, BPK akan menguji kewajaran angka-angka yang tersaji dan dicocokkan dengan pertanggungjawaban yang ada. BPK menguji apakah kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam laporan keuangan sudah dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. BPK menguji apakah prosedur-prosedur yang harus dilalui demi terselenggaranya kegiatan yang tercantum dalam laporan keuangan sudah dilaksanakan sesuai jenjang tanggung jawabnya untuk memastikan pengendalian intern sudah berjalan dengan baik.

Untuk mendeteksi kecurangan seperti suap, Kepala Subauditorat Jawa Timur I Rusdiyanto saaat wawancara dengan Republika menyampaikan bahwa BPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan prosedur seperti penyadapan. Dengn begitu BPK tidak bisa mendeteksi apakah ada praktik suap atau tidak.

Dari sisi lain, terdapat tren kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Jika kita melihat skor indeks persepsi korupsi (IPK), saat ini (per 2019) Indonesia mendapat skor 40 dari total skor 100. Skor ini meningkat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (pada 2015-2018 skor IPK Indonesia adalah 36, 37, 37, dan 38 dari 100).

Dari pembahasan di atas, kita bisa melihat bahwa pemeriksaan atas laporan keuangan berpengaruh baik pada peningkatan tata kelola keuangan yang mengarah semakin berkurangnya peyalahgunaan atas keuangan negara/daerah. Tren peningkatan opini WTP pun sepertinya memang menggambarkan hal ini.

Akan tetapi, ada hal-hal lain yang ternyata menyebabkan korupsi tetap terjadi dan tidak cukup diantisipasi dengan pemeriksaan atas laporan keuangan saja. Misalnya faktor keserakahan dan tidak adanya akuntabilitas yang membarengi kekuasaan. Untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini, pemeriksaan laporan keuangan yang secara rutin dilakukan memang dapat meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih baik. Selain itu, BPK juga perlu meningkatkan jenis pemeriksaan lainnya dan memastikan kompetensi pemeriksanya mumpuni untuk memberikan penilaian yang tepat.

01/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id