WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 8 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

SLIDER

BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

Periksa Pembiayaan Infrastruktur, Ini Rekomendasi BPK kepada PT SMI

by Admin 04/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mengevaluasi pemberian fasilitas pinjaman PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) Daerah. Sebab, terdapat penyaluran pinjaman yang tidak sesuai perjanjian pembiayaan.

Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) atas pengelolaan pembiayaan infrastruktur tahun 2020 sampai dengan semester I tahun 2022 pada PT SMI dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan ini juga telah dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan pembiayaan infrastruktur tahun 2020-semester I tahun 2022 telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian pada beberapa permasalahan.

Salah satu temuan BPK adalah PT SMI belum menganalisis pemberian pinjaman PEN Daerah secara memadai, seperti belum melakukan verifikasi perhitungan kesesuaian kebutuhan dana dalam KAK dengan kebutuhan sebenarnya pada empat pemda, serta verifikasi kesesuaian nomenklatur kegiatan dalam KAK (kerangka acuan kerja) dengan DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) dan RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) belum dilakukan.

Selain itu, terdapat perjanjian pinjaman dengan 3 pemda tidak selaras dengan Peraturan menteri Keuangan (PMK) Pinjaman PEN Daerah, karena digunakan untuk penyertaan modal kepada BUMD, pengadaan tanah, bantuan keuangan dan bantuan langsung kepada pemkab/pemkot. Selain itu, terdapat pemberian pinjaman untuk peningkatan infrastruktur jalan yang bukan kewenangan pemprov

“Akibatnya, tujuan pembiayaan pinjaman PEN Daerah sesuai PMK Nomor 105/PMK.07/2020 dan PMK nomor 43/PMK.07/2021 tidak tercapai, serta dana pinjaman PEN Daerah minimal senilai Rp74,11 miliar dipergunakan tidak sesuai dengan perjanjian pembiayaan,” demikian dikutip dari IHPS II 2023.

BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PT SMI untuk memberikan pembinaan kepada Kepala DPPU I dan Kepala DPPU III agar lebih cermat dalam melakukan analisis dan evaluasi pemberian fasilitas pinjaman PEN Daerah dan memonitor penggunaan dana pinjaman.

BPK juga meminta PT SMI untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Divisi Hukum PT SMI agar lebih cermat dalam menyetujui persyaratan keputusan gubernur terkait kewenangan pengelolaan jalan provinsi.

04/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Dukung Perbaikan Tata Kelola Riset di Kampus, Ini Rekomendasi BPK

by Admin 03/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan, terdapat pemanfaatan sumber daya dan kekayaan intelektual di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tidak memberikan kontribusi pendapatan ke ITB. Hal itu yakni kegiatan kerja sama penelitian dan pengabdian masyarakat menggunakan sumber daya manusia ITB oleh Yayasan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB yang bukan merupakan unit usaha atau lembaga resmi ITB.

Hal tersebut mengakibatkan potensi pendapatan yang hilang atas Dana Pengembangan Institusi kerja sama penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebesar Rp8,09 miliar dan 78,63 ribu dolar AS (sebelum dipotong pajak), serta terdapat risiko konflik kepentingan antara unit usaha ITB dengan Yayasan LAPI ITB.

BPK pun merekomendasikan kepada Rektor ITB agar membuat aturan yang tegas untuk mewajibkan seluruh sivitas akademika agar melakukan kerja sama penelitian dan pemberdayaan kepada masyarakat melalui unit usaha ITB atau lembaga/badan/unit kerja di dalam ITB dalam rangka mewujudkan ITB Enterprises dan menjalankan otonomi ITB dalam bidang akademik, tata kelola, keuangan, dan sumber daya secara lebih optimal, serta melakukan sosialisasi peraturan tersebut kepada semua sivitas akademika di lingkungan ITB.

Temuan tersebut tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) terhadap 6 objek pemeriksaan, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Brawijaya (UB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Diponegoro (Undip) pada semester II 2023.

Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset PTN BH tahun 2022-2023. Pengelolaan PTN BH dilakukan untuk mendukung Prioritas Nasional (PN) 3 Meningkatkan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing, pada PP 7 – produktivitas dan daya saing, khususnya KP penguatan pendidikan tinggi berkualitas. Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-4 terutama target 4.3 – menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas, yang terjangkau dan berkualitas.

03/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita FotoBPK BekerjaSLIDER

Ini Benang Merah Permasalahan Tata Kelola BUMN dan SKK Migas 

by admin2 03/10/2024
written by admin2

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA- Anggota VII BPK Slamet Edy Purnomo menyampaikan benang merah permasalahan yang terjadi di BUMN dan SKK Migas, terutama pada permasalahan tata kelola, yaitu governance structure, governance process, dan governance outcome. Permasalahan ini terungkap dalam hasil pemeriksaan BPK pada SKK Migas dan 14 BUMN di lingkungan AKN VII. 

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Slamet Edy meminta Direksi BUMN untuk membuat kajian terkait mekanisme pengambilan keputusan kebijakan yang menimbulkan regulatory cost atau permasalahan lainnya dalam program maupun penugasan yang belum berbasis good corporate governance. Hal ini dinyatakannya saat penyampaian LHP kepada SKK Migas dan 14 BUMN di Jakarta (30/9).

03/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaOpiniSLIDERSuara Publik

Mengawal dan Mengantisipasi Perubahan Pengelolaan Obat di Era Program JKN

by admin2 01/10/2024
written by admin2

Oleh: Akhmad Saputra Benawa, Pemeriksa Ahli Pertama pada BPK Perwakilan Provinsi Lampung

Agenda pembangunan nasional tahun 2014-2024 (Nawacita) meliputi pembangunan kesehatan dalam poin Nawacita 5 yang berbunyi “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia” dengan salah satu programnya yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang lebih dikenal dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelaksanaan JKN cukup menggembirakan. Berdasarkan data dari sismonev.djsn.go.id1, sampai dengan 2024 mencapai 273,5 jiwa atau dari 514 Kabupaten/Kota telah terintegrasi dalam Program JKN-KIS. Artinya jumlah peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 97,13 persen penduduk Indonesia menjadi peserta JKN dalam waktu 10 tahun. Tentunya penambahan cakupan kepesertaan ini harus diikuti dengan pemenuhan supply side baik regulasi, sarana prasarana, dan SDM kesehatan untuk menjamin ketersediaan obat sesuai hak pasien. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan semakin nyata setelah ditetapkannya UU Nomor 40 Tahun 20042 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaiamana terakhir diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 20202 tentang Cipta Kerja, sekaligus mempertegas tentang hak dan kewajiban peserta Program JKN.

Paradigma yang ada dalam benak peserta JKN adalah adanya pelayanan prima dalam bentuk diagnosis akurat dengan ketersediaan obat berkualitas tanpa adanya pungutan biaya/gratis. Pemahaman tersebut tidak ada salahnya. Namun, peserta JKN harus memahami bahwa, hak pemberian obat pasien telah diatur berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam daftar obat dan kelas terapi pada Formularium Nasional (Fornas) dari Kemenkes. Daftar Fornas tersebut telah menyesuaikan besaran tarif klaim yang dapat dibayarkan menurut golongan/kelas tanggungan peserta.

Secara kualitas, obat Fornas termasuk kategori obat generik yang telah melalui serangkaian uji klinik dan keandalan kandungan. Artinya pelayanan obat untuk pasien JKN yang benar adalah sesuai pemberian kelas terapi obat mengacu Fornas. Ketentuan pemberian obat mengacu pada hak pasien JKN berdasarkan kelas tanggungan, sepanjang pasien tidak dikenakan tambahan iuran biaya, berdasarkan permintaan sendiri, dan tanpa adanya paksaan/advokasi yang melanggar prosedur pelayanan obat JKN diluar hak pasien.

Leading sector seperti Dinkes dan RSU di daerah harus terlibat aktif menjawab permasalahan dalam pengelolaan obat JKN. Pertama, masalah perencanaan. Obat untuk pasien JKN harus mengacu pada Fornas. Rencana pengadaan harus ditetapkan dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang mempertimbangan usulan medis dari Instalasi Farmasi, Staf Medik Farmasi (SMF) dan Komite Farmasi. Selain itu, kegiatan perencanaan obat diluar Fornas harus tetap disusun RKO-nya sebagai bahan acuan pengadaan dan ketersediaan anggaran sejalan dengan standar capaian pelayanan kesehatan.

Kedua, proses pengadaan. Kemenkes  memedomani Permenkes Nomor 5 Tahun 20193 tentang Perencanaan dan Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik yang mengatur bahwa pengadaan obat harus mengutamkan melalui mekanisme e-purchasing dan e-katalog. Kendala yang sering terjadi adalah waktu tunggu dari penyedia maupun distributor obat di e-katalog dalam kesanggupan memunisi pesanan dan waktu pengiriman. Menanggapi masalah tersebut diperlukan peran aktif penyelenggara pengadaan obat di Dinkes/RSU daerah agar segera melapor kepada LKPP sebagai bentuk inventarisasi penyedia-penyedia yang terindikasi tidak dapat berkomitmen dalam mematuhi aturan pengadaan. 

Ketiga, kegiatan pemberian resep. Mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan4, setiap praktik kesehatan wajib mengikuti standar pelayanan. Panduan Praktik Klinis (PPK) sebagai bagian dari standar pelayanan sebagai tolak ukur dalam menjamin pelayanan yang sadar mutu dan biaya. PPK mengatur rincian langkah demi langkah pelayanan kesehatan mengacu karakteristik permasalahan, clinical pathway (alur klinis), protokol, dan prosedur yang diawasi  Komite Medik dan Satuan Pengendalian Internal untuk meminimalisir pelanggaran dalam pemberian obat.

Keempat, monitoring dan evaluasi (Monev). Pemantauan dan penilaian terhadap seluruh kegiatan pengelolaan obat yang telah atau sedang dilaksanakan secara terencana dan sistematis sehingga dapat diidentifikasikan peluang atau tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan kefarmasian. Pelaksanaan monev yang memadai dilakukan secara berkala disertai dengan penyampaian rekomendasi perbaikan dan peningkatan mutu dalam bentuk laporan sebagai bahan evaluasi kebijakan.

Pengelolaan Iuran BPJS Perlu Diperbaiki

Pentingnya pengelola kegiatan dan pelayanan di bidang kesehatan untuk mematuhi aturan pengelolaan obat JKN harus diperkuat dengan koordinasi dengan satuan tugas kesehatan terkait lainnya seperti Dewan Pengawas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten, Bagian Instalasi Farmasi di Dinkes/RSU, dan Komite Medik dan Farmasi. Tidak boleh ada konflik antar kelembagaan tersebut dalam pengelolaan obat JKN. Permenkes Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan5, telah dijelaskan secara jelas terkait mekanisme pengawasan, pembinanan, dan sanksi atas praktik-praktik penyalahgunaan kegiatan JKN.

[1] https://sismonev.djsn.go.id/sismonev.php;

[2] https://peraturan.bpk.go.id/Details/40787  

[3] https://peraturan.bpk.go.id/Details/129755/permenkes-no-5-tahun-2019

[4] https://peraturan.bpk.go.id/Details/258028/uu-no-17-tahun-2023

[5] https://peraturan.bpk.go.id/Details/129762/permenkes-no-16-tahun-2019

01/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Temuan Perguruan Tinggi Negeri Pungut UKT Melebihi Ketentuan

by Admin 1 01/10/2024
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH). Pemeriksaan ini dilakukan terhadap 6 objek pemeriksaan, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatra Utara (USU), Universitas Brawijaya (UB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Diponegoro (Undip) pada semester II 2023.

“BPK mengungkap temuan bahwa penetapan dan pemungutan uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (IPI) pada UI, UGM, USU, UB, ITB, dan Undip belum sesuai dengan Ketentuan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 dan Kepmendikbud Nomor 81/E/KPT/2020.”

Pemeriksaan meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset PTN BH tahun 2022-2023. Pengelolaan PTN BH dilakukan untuk mendukung Prioritas Nasional (PN) 3 Meningkatkan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing, pada PP 7 – produktivitas dan daya saing, khususnya KP penguatan pendidikan tinggi berkualitas.

Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-4. Terutama, target 4.3 – menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas, yang terjangkau dan berkualitas.

Pengadaan Platform Digital Pendidikan Tembus Rp44,02 Miliar, BPK Ragukan Kewajarannya

Dari pemeriksaan tersebut, BPK mengungkap temuan bahwa penetapan dan pemungutan uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (IPI) pada UI, UGM, USU, UB, ITB, dan Undip belum sesuai dengan Ketentuan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 dan Kepmendikbud Nomor 81/E/KPT/2020. Hal itu seperti UKT pada fakultas dan program studi pada jalur regular (seleksi jalur nasional dan mandiri) dan jalur nonregular (paralel, internasional, dan ekstensi) ditetapkan melebihi biaya kuliah tunggal (BKT) yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Kemudian, terdapat pemungutan UKT penuh kepada mahasiswa semester akhir (semester 9 bagi mahasiswa S1/D4 dan semester 7 bagi mahasiwa D3) yang mengambil mata kuliah kurang atau sama dengan 6 sistem kredit semester (SKS). Ada pula pemungutan UKT kepada mahasiswa yang cuti kuliah/akademik dan mahasiswa selain program diploma dan program sarjana dikenakan IPI/sumbangan pengembangan institusi.

Pengelolaan Pendidikan Profesi Guru Belum Efektif 

Hal tersebut mengakibatkan potensi kelebihan pemungutan UKT dan IPI sebesar Rp742,67 miliar pada enam universitas tersebut. Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada rektor universitas terkait untuk menghentikan pemungutan UKT yang melebihi BKT, tagihan UKT atas mahasiswa yang menjalani cuti dan mahasiswa yang mengambil mata kuliah kurang dari/atau sama dengan 6 SKS, serta pemungutan IPI pada mahasiswa baru selain program diploma dan sarjana.

01/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

Percepat Penurunan Stunting, BPK Soroti Regulasi Pengawasan Pangan Fortifikasi

by Admin 30/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas upaya pemerintah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting tahun 2022 dan 2023. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada tiga objek pemeriksaan (obrik) di pemerintah pusat, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta pada 44 obrik di pemda yang terdiri atas 40 pemerintah kabupaten, 3 pemerintah kota, dan 1 pemerintah provinsi beserta instansi terkait lainnya.

Dalam pemeriksaan terhadap BPOM, BPK menemukan bahwa regulasi pengawasan pangan fortifikasi belum sepenuhnya memadai. Dikutip dari IHPS II 2023, kewenangan pengawasan pangan fortifikasi oleh pemerintah kabupaten/kota yang diatur dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting bertentangan dengan peraturan di atasnya yang menyatakan kewenangan pengawasan pangan fortifikasi berada di BPOM.

Hasil Pemeriksaan BPK atas Upaya Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Prevalensi Stunting

Selain itu, Perpres Nomor 72 Tahun 2021 belum mengatur tugas dan wewenang BPOM sebagai K/L pendukung dalam kegiatan meningkatkan kualitas fortifikasi pangan. Akibatnya, pelaksanaan pengawasan pangan fortifikasi berpotensi menjadi kurang optimal; dan risiko tidak tercapainya target persentase pengawasan produk pangan fortifikasi di tahun 2024 sesuai Perpres Nomor 72 Tahun 2021.

BPK telah merekomendasikan kepada Kepala BPOM agar mengusulkan kepada Bappenas supaya memperjelas tugas dan wewenang BPOM sebagai K/L pendukung pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 terkait dengan pengawasan pangan fortifikasi.

Kemudian, BPK menemukan, pelaksanaan dan evaluasi pengawasan pangan fortifikasi pada BPOM belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Pada pelaksanaan pengawasan pangan fortifikasi terdapat permasalahan di antaranya yakni terdapat perbedaan antara target dan realisasi lokasi pengambilan sampel pangan fortifikasi, terdapat pengambilan kesimpulan sampling yang belum memiliki referensi dan belum dimonitoring, serta pengambilan kesimpulan uji pangan fortifikasi belum sesuai pedoman sampling.

Selain itu, evaluasi laporan pelaksanaan sampel pangan fortifikasi juga belum optimal di mana masih terdapat hasil pengujian sampel makanan fortifikasi yang berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) namun belum ditindaklanjuti serta pelaksanaan tindak lanjut atas hasil evaluasi yang tidak sesuai dengan pedoman tindak lanjut pengawasan pangan.

Akibatnya, pengambilan kesimpulan uji pangan fortifikasi berpotensi belum mendukung prinsip keamanan pangan dan penurunan prevalensi stunting, adanya risiko masyarakat tetap mengonsumsi bahan pangan fortifikasi yang telah diketahui tidak memenuhi standar mutu pangan dan tidak memiliki izin edar sesuai hasil pengawasan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan dan pengujian pangan fortifikasi belum sepenuhnya tepat sasaran.

BPK telah merekomendasikan kepada Kepala BPOM agar menginstruksikan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan supaya memerintahkan Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan (Wasprod PO) untuk memedomani pedoman sampling dan pengujian obat dan makanan dalam pengambilan kesimpulan uji pangan fortifikasi dan menindaklanjuti hasil pengawasan pangan fortifikasi sesuai dengan pedoman tindak lanjut pengawasan pangan.

30/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaIHPS II 2023InfografikSLIDERSorotan

BPK Periksa Efektivitas Upaya Pemajuan Kebudayaan dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional

by Ratna Darmayanti 30/09/2024
written by Ratna Darmayanti

BPK telah melakukan pemeriksaan untuk menilai efektivitas upaya pemajuan kebudayaan dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendukung salah satu Program Prioritas (PP) pada Prioritas Nasional 4 (PN 4) yaitu meningkatkan  pemajuan dan pelestarian kebudayaan untuk memperkuat karakter dan jati diri bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia. IInfografis berikut ini menampilkan hasil pemeriksaan tersebut.

30/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023InfografikSLIDER

Mengawal Dana Desa

by Admin 27/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Puluhan triliun rupiah dikucurkan oleh pemerintah setiap tahun untuk dana desa. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang bertugas mengawal harta dan kekayaan negara, berkewajiban untuk memastikan bahwa pengelolaan dana desa dilaksanakan secara tepat waktu, ekonomis, efisien, dan efektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

27/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

Pengelolaan Iuran BPJS Perlu Diperbaiki

by Admin 26/09/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus mengawal pelaksanaan Sistem Jaminan Nasional dengan melakukan pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan kepesertaan, iuran, dan belanja manfaat tahun 2021-semester I tahun 2023 pada BPJS Kesehatan dan instansi terkait. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan kepesertaan,
iuran, dan belanja manfaat pada BPJS Kesehatan telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.

BPK menemukan sejumlah hal yang perlu diperbaiki BPJS saat melakukan pemeriksaan. Permasalahan itu, antara lain, pengelolaan kepesertaan dan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) belum sesuai dengan ketentuan yang mengakibatkan kelebihan penerimaan iuran PBI JK sebesar Rp458,86 miliar.

Terkait hal tersebut, BPK merekomendasikan agar Direktur Utama BPJS Kesehatan untuk mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan untuk menyusun mekanisme koordinasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, BPJS Kesehatan, dan instansi terkait lainnya dalam rangka pemutakhiran dan proses terwujudnya satu data kepesertaan JKN.

Permasalahan lain yang ditemukan BPK yaitu Iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan
Pekerja (BP) dengan manfaat pelayanan di ruangan perawatan Kelas III (PBPU dan BP Kelas III) dibayar oleh peserta dan juga mendapat bantuan iuran oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Apabila peserta menunggak iuran yang menjadi kewajibannya, maka peserta diberhentikan sementara keaktifannya.

Akan tetapi, BPJS Kesehatan tetap melakukan penagihan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas peserta PBPU dan BP Kelas III yang sedang diberhentikan sementara keaktifannya. Permasalahan tersebut mengakibatkan pemberian bantuan iuran atas tunggakan iuran peserta PBPU dan BP Kelas III tahun 2020-Juni 2023 membebani pemerintah sebesar Rp903,02 miliar.

BPK merekomendasikan agar Direktur Utama BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan dalam rangka menyelesaikan kelebihan penerimaan bantuan iuran atas peserta tertunggak dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, iuran dan belanja manfaat tahun 2021 s.d. semester I tahun 2023 pada BPJS Kesehatan mengungkapkan 18 temuan yang memuat 35 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 19 kelemahan SPI dan 16 permasalahan ketidakpatuhan sebesar Rp2,02 triliun.

26/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaIHPS II 2023InfografikSLIDERSorotan

Pemeriksaan BPK atas Efektivitas Pengelolaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)

by Ratna Darmayanti 26/09/2024
written by Ratna Darmayanti

Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) adalah kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. (Perpres 38/2015).

Berikut hasil pemeriksaan BPK terkait KPBU dalam rangka mendukung kebutuhan pendanaan penyediaan infrastruktur dan pengembangan wilayah tahun 2020 s.d. 2023 pada Kementerian Keuangan selaku Pengelola Fiskal, Kementerian PPN/Bappenas, dan instansi terkait lainnya.

26/09/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id