WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Sunday, 13 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Berita Terpopuler

Gedung Kementerian Keuangan/Kemenkeu (Sumber: kemenkeu.go.id)
BeritaBerita TerpopulerEdukasiSLIDER

Seperti Apa Mutasi Pegawai di Lingkungan Kemenkeu?

by Admin 1 24/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pengelolaan mutasi pegawai telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang kemudian direvisi menjadi PP Nomor 17 Tahun 2020. Aturan itu kemudian menjadi panduan secara nasional bagi seluruh kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.

Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Keuangan Rukijo mengatakan, pada dasarnya, pola mutasi di Kemenkeu sama dengan kementerian lain. Sebuah mutasi atau rotasi pegawai didasarkan kepada kebutuhan organisasi. “Hal itu tecermin dari kebutuhan masing-masing unit atau jabatan,” ujar Rukijo kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

“Seperti halnya BPK, Kemenkeu juga merupakan organisasi pemerintahan yang besar dengan kantor pusat di Jakarta dan memiliki kantor atau unit kerja di daerah. Dalam praktiknya, beberapa jabatan setara pun ada di pusat dan daerah. Contohnya, pejabat eselon II ada di kantor pusat dan ada pula di daerah.”

Dalam penetapan mutasi, beberapa faktor menjadi pertimbangan, antara lain durasi seseorang atau pejabat menempati posisi jabatan tersebut. Apabila dinilai sudah terlalu lama maka perlu dilakukan mutasi agar ada penyegaran.

Mutasi juga dilakukan untuk memastikan pengisian jabatan-jabatan yang kosong dalam suatu unit kerja. Mutasi bisa dilakukan di level pelaksana eselon IV hingga eselon I, termasuk pejabat fungsional.

“Artinya, pada saat beberapa jabatan tadi memerlukan orang yang memiliki keahlian dan pengalaman tertentu maka akan dilakukan mutasi untuk diisi dengan orang yang kompeten,” kata Rukijo.

Salah satu alasan mutasi dilakukan adalah peningkatan kualitas SDM. Setiap pegawai dan pejabat itu harus memiliki pengayaan pengalaman, memiliki kompetensi yang semakin meningkat, memberikan inspirasi, dan mendorong suatu perubahan atau inovasi baru.

Sehingga, dalam rangka untuk mengadakan pengayaan pengalaman dan kompetensi serta untuk mendorong inovasi atau inisiatif baru yang bisa meningkatkan kinerja unit maka perlu dilakukan mutasi. Dalam kebijakan mutasi atau rotasi pegawai telah dibuat pedoman untuk memenuhi kebutuhan organisasi dilakukan secara serentak dua kali dalam setahun.

Namun, ujarnya tidak berarti semua unit harus melakukannya dua kali dalam setahun. “Hal itu tergantung kebutuhannya,” ungkap Rukijo.

Tindak Lanjut Rekomendasi BPK Harus Bermanfaat, Apa Artinya?

Sebelum dilakukan mutasi juga dilakukan pemetaan menyeluruh terhadap kebutuhan jabatan yang perlu diisi. Hal itu juga berlaku untuk unit di pusat maupun vertikal atau di daerah.

Rukijo mengatakan, berdasarkan aturan, mutasi bisa dilakukan minimal dua tahun dan maksimal lima tahun menjabat. Sehingga, apabila seorang pegawai sudah masuk dalam rentang itu bisa dilaksanakan mutasi.

Meski begitu, dia menjelaskan, bukan berarti semua pejabat yang sudah ada dalam rentang waktu itu dimutasi sekaligus. Mutasi dapat dilaksanakan dalam beberapa periode sehingga tidak mengganggu pola kerja dan kesinambungan mekanisme kerja.

“Selain itu, mutasi pegawai juga membutuhkan adaptasi sehingga butuh waktu untuk tune in,” ujarnya.

Secara umum, ujar Rukijo, tidak ada pengecualian terhadap pegawai untuk dimutasi. Akan tetapi, ada beberapa jabatan atau pekerjaan tertentu yang memang tidak bisa ditinggalkan oleh pejabat lama karena masih dalam proses finalisasi atau penyelesaian. Misalnya, terkait menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU).

“Kalau dia sudah menyusun RUU 75 persen, kalau nanti diisi orang baru maka sisanya berpotensi terkendala. Maka pekerjaan itu bisa dituntaskan terlebih dahulu baru kemudian dilaksanakan mutasi,” kata Rukijo.

Ada juga jenis pekerjaan tertentu yang mutasinya tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Misalnya, pengembangan TI atau sistem aplikasi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang memerlukan spesialisasi tertentu dari seorang pegawai dan yang punya spesialisasi itu masih terbatas. Untuk hal itu, pola mutasi tidak dilakukan seperti reguler.

Mencari Formulasi Defisit Anggaran

“Untuk hal seperti ini, jumlahnya tidak banyak. Ini bukan bentuk pengecualian tapi penyesuaian dengan kebutuhan organisasi,” ujarnya.

Seperti halnya BPK, Kemenkeu juga merupakan organisasi pemerintahan yang besar dengan kantor pusat di Jakarta dan memiliki kantor atau unit kerja di daerah. Dalam praktiknya, beberapa jabatan setara pun ada di pusat dan daerah. Contohnya, pejabat eselon II ada di kantor pusat dan ada pula di daerah.

Dengan hal itu, pola mutasi pun bisa dilakukan dari pusat ke daerah dan dari daerah ke pusat. Proses perpindahan dari suatu lokasi ke lokasi lain diberikan semacam transisi untuk persiapan. Hal ini karena pegawai juga perlu mempersiapkan sejumlah hal seperti mempersiapkan pemindahan anggota keluarga. “Ada juga masa pembekalan supaya dia bisa lebih cepat tune in,” ujarnya.

Selain itu, mutasi juga diupayakan dilakukan pada masa tahun ajaran baru atau libur sekolah. Ini karena proses mutasi tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan unit tapi juga aspek keluarga pegawai.

24/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi bekerja dari rumah (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerEdukasiSLIDER

Belajar Pengalaman Kemenkeu Soal Work from Anywhere

by Admin 1 23/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Kepala Biro SDM Kementerian Keuangan Rukijo mengatakan, saat ini kementerian masih terus melakukan kajian terhadap pola kerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA). Menurutnya, untuk bisa memetakan atau menerapkan sistem kerja tersebut perlu dipetakan jenis pekerjaan yang bisa dilakukan secara WFA.

“Tidak semua pekerjaan itu bisa dikerjakan dari mana saja,” ujar dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Rukijo menjelaskan, ada pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah atau dari tempat lain dan tidak perlu di kantor. Hal itu, misalnya, membuat modul aplikasi, analisis data, atau menyusun rekomendasi kebijakan.

“Dalam penerapannya, kami berhati-hati dan secara bertahap supaya ini tidak mengganggu proses bisnis dan juga target yang berkaitan dengan kinerja.”

Ada pula pekerjaan yang memang menuntut dilakukan di kantor karena kantor menjadi tempat pelayanan. Untuk pekerjaan yang seperti ini, maka tidak bisa menerapkan WFA. “Karena kalau melayani maka pegawai bersangkutan harus ada di kantor,” ujarnya.

Menurut Rukijo, hal ini menjadi prinsip mendasar dalam penerapan WFA. Sehingga, memang perlu dipetakan dan diidentifikasi secara matang.

WFA atau bekerja dari mana saja itu juga butuh infrastruktur atau sarana pendukung. Dalam sebuah proses analisis data, contohnya, harus difasilitasi dengan suatu sistem untuk mendukung proses pertukaran data secara aman. Kemudian, pada saat pegawai harus membuat analisis atau rekomendasi diperlukan dukungan sistem elektronik yang mendukung hal tersebut.

Ini Cara Kemenkeu Kejar Target Penyelesaian Tindak Lanjut dari BPK

Dia mengatakan, saat ini Kemenkeu telah menggunakan e-office. Menurutnya, terobosan itu ke depannya juga akan semakin didigitalisasi. Semua proses dilakukan secara digital, baik dokumentasi hingga penetapan pekerjaan.

Rukijo menekankan, infrastruktur atau kesiapan TI memang penting untuk mendukung WFA. Selain itu, dibutuhkan kesiapan SDM untuk bisa mengoperasikan sistem kerja lewat skema digital tersebut.

Kemenkeu merasakan, dengan adanya pandemi Covid-19 telah mendorong percepatan penerapan kerja dari mana saja. Penggunaan TI sudah semakin masif di dalam berbagai jenis pekerjaan.

Dengan adanya e-office dan kondisi pandemi, pegawai Kemenkeu pun sudah menjalankan pola kerja dari rumah. Meski begitu, menurut Rukijo, penetapan WFA memerlukan suatu sistem yang lebih lengkap dan diperlukan juga pedoman penerapan WFA agar tidak melanggar aturan.

“Dalam penerapannya, kami berhati-hati dan secara bertahap supaya ini tidak mengganggu proses bisnis dan juga target yang berkaitan dengan kinerja,” ujarnya.

Kemenkeu saat ini juga tengah mengembangkan satellite office di daerah yang memungkinkan pegawai bisa bekerja dari tempat tersebut. Pegawai itu akan terkoneksi dengan unit kerjanya sehingga dia bisa bekerja dan terpantau bahwa dia itu bekerja.

Ini Rekomendasi BPK yang tidak Dapat Ditindaklanjuti Kemenkeu

Dari kemajuan TI dan dari sisi substansi pekerjaannya memang itu memungkinkan untuk diterapkan. Kemenkeu menyiapkan skema dengan berbekal dari penerapan WFH selama ini. Rukijo juga berharap dari sisi nasional akan ada pedoman untuk penerapan WFA ini lebih lanjut.

Rukijo menilai, penerapan WFA akan banyak memberikan manfaat bagi pegawai maupun organisasi sehingga sangat mungkin untuk diterapkan. Dari pengalaman menerapkan bekerja dari rumah selama pandemi, banyak penghematan sumber daya.

Misalnya, tidak perlu banyak mencetak dokumen, penghematan kertas, penggunaan listrik, dan penggunaan ruang. “Sehingga, belanja operasional pemerintahan bisa lebih efisien. Ini arah yang baik untuk dikembangkan ke depan,” ujarnya.

23/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi produk dalam negeri (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Bisa Buat K/L Patuhi Program Belanja Produk Dalam Negeri

by Admin 1 22/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Presiden Joko Widodo terus menegaskan kepada seluruh unsur pemerintah untuk meningkatkan belanja produk dalam negeri. Hal itu pun mendorongnya untuk menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, pihaknya pun mendapatkan instruksi untuk mengawal dan mengawasi realisasi program tersebut. Kepada Warta Pemeriksa, Ateh menyampaikan strategi BPKP dalam mengawal program itu dan sejumlah kendala yang harus dihadapinya. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana BPKP mengawasi pengelolaan program pemerintah atas peningkatan belanja produk dalam negeri saat ini?

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kita semua mendapatkan tugas untuk melaksanakan pengawasan program ini, termasuk efektivitas dan efisiensinya. Kita semua sudah tahu bahwa program Bangga Buatan Indonesia itu sudah lama dilakukan, bahkan sejak era presiden sebelum saat ini.

“BPK juga bisa membantu memeriksa karena memang BPK punya kewenangan untuk itu. BPK juga bisa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau kinerja untuk mengecek perkembangan industri Tanah Air seperti obat, alat kesehatan, baja, dan tekstil dalam mendukung upaya belanja produk dalam negeri.”

Mengapa ini penting? Saat ini, tengah terjadi krisis pangan dan energi di seluruh dunia. Setelah pandemi Covid-19, ada perang Rusia-Ukraina yang dampaknya luar biasa. Apalagi, Rusia dan Ukraina memiliki peran besar dalam pasokan energi dan komoditas pangan ke seluruh dunia. Sehingga, dampaknya besar sekali.

Dengan adanya pandemi Covid-19 ditambah tantangan tersebut, maka kita perlu menyiapkan langkah-langkah agar kita bisa tetap survive atau bertahan. Ini artinya, selain kita mulai melakukan hilirisasi industri dan meningkatkan produktivitas, hal yang paling penting adalah kita juga menggunakan produksi kita sendiri dari dalam negeri. Negara lain sudah mulai melindungi produk-produk mereka sendiri. Banyak negara yang mulai melarang ekspor untuk komoditas tertentu.

Pada awal 2022, BPS menghitung dan melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa terdapat angka impor senilai Rp400 triliun. Apabila produk impor tersebut disubstitusi menjadi produk dalam negeri itu akan menghasilkan tambahan PDB sebesar 1,6-1,7 persen untuk pertumbuhan. Hal itu juga bisa membuka dua juta lapangan kerja baru. Dari sana, Presiden kemudian minta diaktifkan kembali program Bangga Buatan Indonesia ini.

Transparansi Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara

Presiden Jokowi sempat bertanya kepada koordinator program, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ‘Apa bedanya program kali ini dibandingkan program sebelumnya?’

Perbedaannya, sekarang ini kita lakukan secara lebih komprehensif. Artinya, tidak hanya dari sisi demand. Bukan hanya kita meminta kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan BUMN untuk membeli produk dalam negeri, tapi tidak meninjau sisi pasarnya atau tempat bertemunya antara supply dan demand. Dalam belanja kementerian/lembaga, pasar itu artinya berupa e-Katalog yang menjadi marketplace-nya.

Kemudian, yang dilihat lebih serius adalah sisi supply atau industri yang menghasilkan produk substitusi impor tersebut. Kita hanya menyuruh orang membeli produk dalam negeri tapi barangnya tidak ada. Akhirnya, program itu tidak jalan.

Jadi, pendekatan kali ini lebih komprehensif. Kita lihat dari sisi supply, mana saja produsen kita yang bisa menghasilkan produk substitusi impor. Kemudian, siapa nanti yang akan membelinya dari sisi pemerintah. Selain itu, bagaimana cara menemukan antara supply dan demand ini supaya bertemu di marketplace.

Selain itu, perbedaannya adalah program kali ini diawasi secara ketat dan intensif. Setiap langkah itu diawasi secara serius dan lebih ketat dari sebelumnya.

Target pada tahun ini adalah melakukan substitusi produk impor sebesar Rp 400 triliun seperti yang dihitung BPS. Dari sisi demand, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN dikerahkan untuk membeli produk dalam negeri. Kemudian, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) kita minta untuk membenahi e-Katalog baik terkait sistem maupun digitalisasinya.

Kemudian, terkait supply, Kemenperin diminta untuk mengawasi produksi dari dalam negeri. Misalnya, mendukung proses sertifikasi atau mendorong UMKM untuk bisa menyediakan barang untuk kebutuhan pemerintah. Di situ juga dilaksanakan business matching.

Dari upaya-upaya tersebut, diperoleh komitmen untuk menggunakan anggaran untuk produk dalam negeri sebesar Rp 830 triliun. Per semester I 2022, komitmen tersebut sudah terealisasi sebesar Rp 298,6 triliun dari K/L, pemda, dan BUMN.

Memang angka itu masih jauh dibandingkan komitmen Rp 830 triliun. Tapi kami terus awasi dan dampingi seluruh proses tersebut.

Misalnya, kami menemukan ada produk tertentu yang tertulis sebagai barang lokal padahal itu adalah barang impor. Ini kita awasi semuanya. Kita juga sudah sampaikan ke Presiden Jokowi bahwa ada 823 barang impor yang banyak dibeli tapi sebenarnya ada substitusinya di dalam negeri.

Bagaimana koordinasi BPKP dengan APIP di pusat dan daerah dalam pengelolaan belanja produk dalam negeri?

APIP memiliki peran penting karena tentu BPKP tidak bisa bekerja sendiri. Kami juga sudah kumpulkan APIP K/L, pemda, dan BUMN dalam Rakornas Pengawas Internal dalam rangka penyatuan langkah pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Kami telah membuat aplikasi untuk pengawasan, yakni Siswas P3DN. Aplikasi itu membantu APIP dalam melaksanakan pengawasan P3DN di lingkungan yang menjadi kewenangannya. Dengan demikian, para APIP dapat menjaga program ini di instansi masing-masing.

Apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi oleh BPKP dalam mengawasi jalannya kebijakan P3DN?

Pelaksanaan Program P3DN masih dalam tahap awal, sehingga tantangan dalam pengawasan yang muncul antara lain sistem informasi yang mendukung pengawasan pelaksanaan program masih dalam tahap pengembangan. Masih banyak kekurangan dan belum terintegrasi.

Informasi transaksi produk dalam negeri (PDN) dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) juga tidak lengkap tersedia. LKPP hanya memiliki informasi proses pengadaan (e-Tendering dan e-Katalog) sampai dengan penetapan pemenang namun informasi realisasi PDN maupun TKDN serta pembayaran tidak tersedia.

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

Selain itu, belum ada pedoman atau panduan penghitungan TKDN dari kementerian yang berwenang (Kemenperin) untuk memudahkan pihak terkait dalam melakukan penghitungan TKDN atas produk dalam negeri. Sehingga, perlu ada sistem yang terintegrasi antara penyusunan rencana penganggaran sampai realisasi PDN dan TKDN. Kemenperin juga perlu membuat daftar inventarisasi PDN lengkap dan tidak hanya TKDN.

Kemenperin juga perlu membuat kebijakan untuk peningkatan sertifikasi TKDN dengan berbagai metode dan tidak hanya melalui surveyor independen. Kemenperin juga perlu melakukan identifikasi produk strategis yang perlu dikembangkan, menyusun rencana pengembangan, dan melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan TKDN.

Sinergitas apa yang bisa dikembangkan antara BPKP dan BPK dalam mendukung program P3DN ini?

BPK jelas bisa membantu untuk menghukum dan membuat K/L, pemda, dan BUMN menjadi patuh. Presiden meminta minimal 40 persen harus belanja produk dalam negeri. Masih ada 26 K/L yang komitmennya di bawah itu.

BPK juga bisa membantu memeriksa karena memang BPK punya kewenangan untuk itu. BPK juga bisa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau kinerja untuk mengecek perkembangan industri Tanah Air seperti obat, alat kesehatan, baja, dan tekstil dalam mendukung upaya belanja produk dalam negeri.

22/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi kemiskinan (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Hasil Pemeriksaan BPK Terkait Penanggulangan Kemiskinan di Daerah

by Admin 1 19/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Program penanggulangan kemiskinan di daerah masih perlu diperbaiki. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam hal monitoring dan evaluasi (monev). Salah satu permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah belum terarahnya program penanggulangan kemiskinan.

BPK pada semester II 2021 melakukan pemeriksaan kinerja terkait dengan upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan. Pemeriksaan dilakukan terhadap dua pemerintah daerah (pemda), yaitu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur dan Pemkab Penajam Paser Utara.

Dari sisi monev, kegiatan dan program penanggulangan kemiskinan di kedua pemkab belum dilakukan secara optimal. Misalnya saja pemkab belum menyusun instrumen monev atas penanggulangan kemiskinan. Kemudian, kegiatan monev atas pelaksanaan program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan pada tingkat organisasi perangkat daerah tidak dilaksanakan secara memadai.

Pemeriksaan ini dilakukan sebagai salah satu upaya BPK untuk mendorong pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB), utamanya tujuan ke-1 yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun. Hasil pemeriksaan tersebut juga sudah dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

Untuk menanggulangi kemiskinan, Pemkab Kutai Timur diketahui telah menetapkan target tingkat kemiskinan sebesar 8,45 persen pada akhir 2021. Sementara, Pemkab Penajam Paser Utara telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) dan membentuk Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos).

Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 16 temuan. Dari sisi perencanaan, fungsi kelembagaan dalam koordinasi penanggulangan kemiskinan di Pemkab Kutai Timur belum optimal. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) belum dibentuk pada tahun 2016 dan 2018-2020, serta fungsi pengendalian dan koordinasi oleh TKPKD belum optimal.

Adapun di Pemkab Penajam Paser Utara, pembentukan TKPKD belum sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Kerja dan Penyelarasan Kerja serta Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota.

Selain itu, pembentukan lembaga koordinasi, pengendalian dan pelayanan serta regulasi terkait penanggulangan kemiskinan belum optimal. Salah satunya, Perda Nomor 10 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Kemiskinan belum sepenuhnya selaras dengan peraturan perundang-undangan.

“Akibat hal tersebut, pengelolaan program penanggulangan kemiskinan di Pemkab Kutai Timur tidak terarah dan terkoordinasi dengan baik. Adapun di Pemkab Penajam Paser Utara, penanggulangan kemiskinan tidak terarah dan tidak terpadu dan Perda Nomor 10 Tahun 2018 tidak bisa dijadikan dasar dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.

Perbaikan program penanggulangan kemiskinan juga perlu dibenahi dari sisi pelaksanaan. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, program pemberian bantuan kepada masyarakat pada Pemkab Kutai Timur belum diprioritaskan kepada warga miskin. Sedangkan pada Pemkab Penajam Paser Utara pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya tepat sasaran, sesuai kebutuhan, dan bermanfaat.

Permasalahan tersebut menyebabkan tujuan program pemberian bantuan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat miskin di Pemkab Kutai Timur tidak tercapai. “Sedangkan di Pemkab Penajam Paser Utara, masyarakat miskin tidak mendapatkan manfaat dari program-program penanggulangan kemiskinan.”

Soal Pengelolaan Sampah Daerah, Ini Rekomendasi BPK

Dari sisi monev, kegiatan dan program penanggulangan kemiskinan di kedua pemkab belum dilakukan secara optimal. Misalnya saja pemkab belum menyusun instrumen monev atas penanggulangan kemiskinan. Kemudian, kegiatan monev atas pelaksanaan program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan pada tingkat organisasi perangkat daerah tidak dilaksanakan secara memadai.

Akibatnya, Pemkab Kutai Timur tidak dapat mengukur pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran program pemberian bantuan. Selain itu, tidak dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan untuk ditindaklanjuti dengan solusi perbaikan.

Dampak lainnya, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Pemkab Penajam Paser Utara menjadi tidak terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Kemudian adanya potensi target program penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJMD tidak tercapai.

Rekomendasi BPK kepada Bupati Kutai Timur dan Bupati Penajam Paser Utara terkait Program Penanggulangan Kemiskinan.

● Bupati Kutai Timur agar menetapkan SK TKPKD sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2020 dan menginstruksikan TKPKD melaksanakan fungsi koordinasi perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

● Bupati Penajam Paser Utara agar merevisi SK Pembentukan TKPK Kabupaten Penajam Paser Utara sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 dan menginstruksikan Ketua TKPK untuk melakukan sosialisasi SK TKPK, menjalankan tugas dan fungsinya dan mengkaji keselarasan Perda Nomor 10 tahun 2018 dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

● Bupati Kutai Timur dan Bupati Penajam Paser Utara agar menginstruksikan Kepala OPD terkait menggunakan basis data DTKS sebagai sumber data utama dalam penentuan sasaran penerima bantuan dan/atau pemberdayaan, serta sasaran penerima manfaat.

● Bupati Kutai Timur agar menginstruksikan TKPKD melaksanakan tugas dan fungsi kegiatan monev dan menyampaikannya kepada Bupati.

● Bupati Penajam Paser Utara agar menginstruksikan TKPK untuk menyusun instrumen pelaksanaan monev program penanggulangan kemiskinan, serta melaksanakan dan melaporkannya kepada Bupati dan TKPK provinsi. Selain itu, menginstruksikan kepala OPD untuk menyusun dan menyampaikan laporan monev program penanggulangan kemiskinan yang menggambarkan capaian program dan kegiatan kepada TKPK.

19/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSAI20SLIDERSorotan

Apresiasi BPK, Jokowi: SAI20 Semakin Perkokoh Kepemimpinan Indonesia

by Admin 1 18/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasi terhadap kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu disampaikannya dalam pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).

“BPK telah menjaga sinergi antara kualitas tata kelola keuangan negara dan fleksibilitas dalam menghadapi krisis. Ini sangat membantu pemerintah. Rencana penyelenggaraan Supreme Audit Institution (SAI)-20 juga semakin memperkokoh kepemimpinan Indonesia di G20,” kata Presiden.

SAI20 diyakini akan menjadi suatu legacy bagi Indonesia dan BPK. Tak hanya di tingkat nasional. Akan tetapi juga di dunia internasional, terutama di lingkungan G20.

“Namun, di tengah tantangan yang berat, kita patut bersyukur, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalika pandemi Covid-19, termasuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia, dengan 432 juta dosis vaksin telah disuntikkan.”

SAI20 menjadi legacy khususnya dalam mewujudkan peran serta SAI dalam mengatasi berbagai tantangan global. Mulai dari upaya untuk pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19 hingga upaya mempercepat pencapaian target SDGs.

Dalam praktiknya, pembentukan SAI20 meliputi beberapa tahap. Mulai dari penyusunan konsep yang digunakan dalam pembahasan pertemuan teknis, pertemuan pejabat senior, hingga konferensi tingkat tinggi (KTT) yang diselenggarakan pada Agustus 2022 di Bali.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).

Dalam pidatonya, Presiden juga menegaskan bahwa agenda besar bangsa tidak boleh berhenti. Untuk itu pun, langkah-langkah besar harus terus dilakukan. Untuk itu, dia pun mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi dan untuk memperkokoh ideologi bangsa. “Tantangan yang kita hadapi sangat berat. Semua negara, di seluruh dunia, sedang menghadapi ujian,” ungkap dia.

Presiden pun menyebut bahwa krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Perekonomian dunia juga belum sepenuhnya bangkit. Ditambah lagi dengan perang di Ukraina yang tiba-tiba meletus dan menciptakan krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan di seluruh dunia.

“Seratus tujuh negara terdampak krisis, sebagian di antaranya diperkirakan jatuh bangkrut. Diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan,” ungkap Presiden.

Karenanya, dia menyebut bahwa ujian ini tidak akan mudah dihadapi dunia dan Indonesia. Semua ini harus dihadapi dengan kehati-hatian dan dengan kewaspadaan.

Wow, Presiden Apresiasi Inovasi Pemeriksaan BPK

“Namun, di tengah tantangan yang berat, kita patut bersyukur, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalika pandemi Covid-19, termasuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia, dengan 432 juta dosis vaksin telah disuntikkan,” papar dia. 

“Tahun 2022 ini, kita menjadi Presiden G20, organisasi 20 negara ekonomi terbesar di dunia. Tahun depan, menjadi Ketua ASEAN. Artinya, kita berada di puncak kepemimpinan global dan memperoleh kesempatan besar untuk membangun kerja sama internasional,” kata Presiden menambahkan.

18/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi investasi (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ketidakselarasan Peraturan Hambat Penerbitan Izin Berusaha OSS

by Admin 1 16/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Perbaikan iklim usaha dan peningkatan investasi menjadi salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, investasi di sektor riil, serta industrialisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui perbaikan peringkat kemudahan berusaha dan penerapan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, yaitu Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada sejumlah hal yang masih menghambat penerbitan izin berusaha melalui OSS RBA. salah satunya adalah belum selarasnya peraturan perizinan di tingkat pusat dan daerah.

Seperti disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, pemeriksaan kinerja terkait dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi, dilakukan di dua kementerian/lembaga (K/L), yaitu Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemeriksaan juga dilakukan di 41 pemerintah daerah (pemda), yang meliputi satu pemerintah provinsi (pemprov), 21 pemerintah kabupaten (pemkab), dan 19 pemerintah kota (pemkot).

“Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.”

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi. BKPM, misalnya, sudah menetapkan peraturan pelaksanaan perizinan berusaha dan melakukan sosialisasi peraturan-peraturan tersebut kepada K/L, pemda, dan masyarakat. Selain itu, BKPM mengembangkan sistem OSS RBA dan meluncurkannya secara resmi pada 9 Agustus 2021 sebagai salah satu bentuk reformasi perizinan berusaha di Indonesia.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, peraturan perizinan berusaha di tingkat pusat dan daerah belum sepenuhnya selaras dan lengkap untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. “Akibatnya perizinan berusaha di seluruh sektor yang memerlukan persyaratan dasar perizinan berusaha belum dapat diterbitkan melalui sistem OSS RBA,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.

BPK pun menemukan ada ketidakharmonisan antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Tahun 2021-2022 yang dilakukan terhadap BKPM dan instansi terkait lainnya. “Ketidakharmonisan tersebut berkaitan dengan persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha,” demikian dikutip dari LHP BPK.

PP Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 4 menetapkan, untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan/atau perizinan berusaha berbasis risiko. Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung (PBG), dan sertifikat laik fungsi (SLF).

Salah satu persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha sesuai ketentuan Pasal 5 PP Nomor 5 Tahun 2021 adalah persetujuan lingkungan. Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Ketentuan mengenai pelaksanaan teknis persetujuan lingkungan ditetapkan dalam PP Nomor 22 tahun 2021. Persetujuan Lingkungan diterbitkan melalui pengujian kelayakan Amdal, pemeriksaan formulir upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), atau penerbitan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

Dalam sistem OSS, pengujian dokumen Amdal dilakukan untuk penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan hidup (SKKLH). Sedangkan persetujuan atas dokumen UKL-UPL ditetapkan dalam persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup (PKPLH).

“Hasil pemeriksaan terkait pengajuan permohonan persetujuan lingkungan diketahui terdapat ketidakharmonisan persyaratan pengajuan dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL dengan perizinan berusaha (PB) untuk menunjang kegiatan usaha (UMKU) pada PP Nomor 5 Tahun 2021.”

Pasal 26 PP Nomor 22 tahun 2021 menetapkan bahwa Amdal terdiri atas formulir kerangka acuan, analisis dampak lingkungan (Andal), dan RKL-RPL. Pengajuan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL harus dilengkapi dengan persetujuan teknis.

Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas.  Kemudian, pasal 57 PP Nomor 22 Tahun 2021 menetapkan bahwa pengajuan formulir UKL-UPL dilengkapi dengan persetujuan teknis. Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas.

Hasil pemeriksaan menunjukkan PP Nomor 5 Tahun 2021 di sektor transportasi menetapkan bahwa persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas (Andalalin) sebagai salah satu PB UMKU sektor transportasi. “Hal tersebut berdampak pada tidak dapat terpenuhinya dokumen persetujuan teknis dalam pengajuan permohonan SKKLH dan PKPLH.”

Ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan BPK kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Salah satu rekomendasi itu adalah berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait untuk menginventarisasi dan menyelaraskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

Beberapa regulasi yang perlu diselaraskan adalah PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.

IHPS I 2021 Ungkap 14.501 Permasalahan Senilai Rp8,37 Triliun

Untuk itu, Kementerian Investasi/BKPM terus berkoordinasi dengan K/L/I terkait dalam rangka harmonisasi PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan K/L/I. Koordinasi dilakukan dalam rangka penyesuaian penanaman dalam sistem OSS dan sebagai masukan untuk perubahan/revisi PP Nomor 5 tahun 2021 yang sedang dilaksanakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

16/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
International Centre for Environment Audit and Sustainable Development (iCED) di India.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Lebih Dekat dengan iCED, Pusat Pelatihan Audit Lingkungan dan SDGs di India

by Admin 1 15/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan telah menjadi perhatian utama supreme audit institutions (SAI) atau lembaga pemeriksa di dunia. Selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, SAI lainnya yang juga memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan adalah SAI India, yaitu the Comptroller and Auditor General of India (CAG).

Bentuk keseriusan CAG terkait lingkungan tercermin dengan didirikannya International Centre for Environment Audit and Sustainable Development (iCED). ADAI & Director General iCED Sayantani Jafa menjelaskan, iCED dibentuk CAG of India untuk pengembangan kapasitas berbagi pengetahuan di bidang pemeriksaan lingkungan.

“Sedangkan misi kami adalah mengembangkan produk berkualitas tinggi dalam pelatihan dan penelitian untuk memperkaya pemeriksaan lingkungan. Hal itu dilakukan melalui pendekatan interdisipliner.”

Dia mengatakan, iCED didesain sebagai global training facility (GTF) atau fasilitas pelatihan global dari Working Group on Environmental Audit (WGEA) serta Working Group on Extractive Industries (WGEI) dari International Organizations of Supreme Audit Institutions (INTOSAI). iCED juga menyelenggarakan program pelatihan pemeriksaan lingkungan di bawah Indian Technical and Economic Cooperation Programme (ITEC) atau Program Kerja Sama Teknis dan Ekonomi India yang didukung penuh oleh Kementerian Luar Negeri India.

“iCED turut melakukan program pelatihan di domestik mengenai audit isu lingkungan dan area pembangunan berkelanjutan untuk program pengembangan kapasitas internalnya. iCED memulai upaya peningkatan kapasitasnya pada tahun 2013,” kata Sayantani Jafa dalam wawancara tertulis dengan Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Menurut dia, fasilitas itu didirikan untuk memanfaatkan pengalaman India yang telah melakukan pemeriksaan lingkungan selama bertahun-tahun. Selain itu, untuk memberikan pelatihan secara ekstensif dan bertindak sebagai forum berbagi pengalaman dan penelitian.

Fasilitas dan lingkungan di iCED juga dibangun dengan memperhatikan aspek lingkungan. Sebesar 85 persen dari total luas lahan iCED merupakan zona hijau dengan aneka ragam flora dan fauna.

“Kami juga menerapkan Energy Conservation Building Code 2006 untuk pemilihan lokasi bangunan, penggunaan material selama konstruksi, efisiensi energi dan air, kualitas lingkungan dalam ruangan, dan lainnya.”

Dia menambahkan, iCED menggunakan energi terbaru melalui ladang tenaga surya, daur ulang limbah melalui instalasi pengolahan limbah, pengomposan, hingga penggunaan pendingin/pemanas geothermal untuk area tertentu. “Sejumlah langkah itu menjadi wujud komitmen SAI India terkait lingkungan berkelanjutan,” katanya.

Sayantani menambahkan, iCED dapat melacak inisiatif di seluruh spektrum kegiatan pemerintah, sehingga hal tersebut akan membuat pemeriksaan lingkungan yang dilakukan menjadi lebih kuat dan efektif.

“iCED juga menunjukkan praktik ramah lingkungan melalui infrastruktur fisiknya yang ramah lingkungan serta 85 persen merupakan ‘zona hijau’ dengan habitat alami yang dilestarikan di area kampus,” katanya.

Terkait tujuan dan target pembentukan iCED, Sayantani menjelaskan bahwa iCED memiliki visi untuk menjadi centre of excellence global demi meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola di bidang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Berkumpul di Labuan Bajo, Ini yang Dibahas SAI20-SOM

“Sedangkan misi kami adalah mengembangkan produk berkualitas tinggi dalam pelatihan dan penelitian untuk memperkaya pemeriksaan lingkungan. Hal itu dilakukan melalui pendekatan interdisipliner,” katanya.

Dia menjelaskan, ada beberapa tujuan strategis dari pembentukan iCED. Pertama, menjadi pusat pengetahuan yang mendorong pembelajaran dan membangun kapasitas untuk audit. Lalu mempromosikan pengarusutamaan masalah lingkungan, melakukan penelitian yang menginformasikan proses dalam audit serta struktur tata kelola, dan menjadi pusat informasi untuk penyebaran dan penggunaan secara luas.

“Juga membangun kemitraan dengan SAI dan organisasi lain yang bekerja di bidang ini serta mengembangkan institusi modern yang efisien, efektif dan adaptif.”

15/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung Kementerian Pertanian (Sumber: Kementerian Pertanian)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wabah Penyakit dari Hewan Perlu Dicegah, Ini Temuan BPK

by Admin 1 12/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terkait kesiapan Kementerian Pertanian dalam mendukung penguatan kapasitas sistem kesehatan nasional. Khususnya untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan.

Hal ini dilakukan dengan Pemeriksaan Kinerja atas Kesiapan Dalam Mencegah, Mendeteksi dan Merespons Wabah Penyakit pada Manusia yang Berasal dari Hewan yang Berdampak Nasional atau Global tahun 2020 sampai triwulan III 2021. Pemeriksaan dilakukan di Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

“BPK menilai, Kementan dapat meningkatkan kesiapan dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan jika dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.”

Dikutip dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirilis pada 31 Desember 2021, BPK mencatat upaya dan capaian yang telah dilakukan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance (AMR) yang berasal dari hewan. Hal itu antara lain dalam aspek peran Kementan dalam sistem kesehatan nasional.

Terdapat kebijakan dan regulasi ditetapkan oleh Menteri Pertanian terkait penyakit zoonosis dan pengendalian AMR. Kementan juga telah menetapkan kebijakan dan regulasi terkait penetapan indikator dan pencapaian kinerja dalam pengendalian penyakit zoonosis.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukan masih ada permasalahan yang dapat menghambat kesiapan dalam mendukung penguatan kapasitas sistem kesehatan nasional untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan. Dalam aspek peran Kementan dalam sistem kesehatan nasional, keterlibatan Kementan dalam Sistem Kesehatan Nasional belum diatur secara jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012.

Selain itu, peraturan pemerintah tentang peningkatan kemampuan mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit belum lengkap dan belum dapat dilaksanakan secara optimal. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang peternakan dan kesehatan hewan juga belum lengkap didukung dengan peraturan/keputusan Menteri Pertanian.

BPK juga menemukan, Menteri Pertanian belum optimal meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan sistem kesehatan hewan nasional melalui percepatan penerapan otoritas veteriner di tingkat nasional, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Menteri Pertanian juga belum menetapkan kebijakan dan regulasi terkait indikator/target pencapaian dalam pengendalian AMR.

BPK menilai, Kementan dapat meningkatkan kesiapan dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan jika dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

BPK juga merekomendasikan kepada Menteri Pertanian agar berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Khususnya terkait dengan tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian Pertanian dalam Sistem Kesehatan Nasional dengan pendekatan one health.

Diperlukan adanya kelembagaan yang terstruktur untuk mengambil keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan mengerahkan semua lini kemampuan profesi. Mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai mengendalikan teknis operasional di lapangan.

12/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apakah TKDN di BUMN Masih Perlu Ditingkatkan?

by Admin 1 11/08/2022
written by Admin 1

WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawal program pemerintah terkait Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Pemeriksaan terkait P3DN telah dilaksanakan untuk tahun anggaran 2020 dan semester I tahun 2021. Pemeriksaan dilakukan pada semester II 2021 terhadap Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya, termasuk perusahaan BUMN.

“Atas permasalahan ketidaktercapaian TKDN dalam pembangunan infrastruktur pembangkit ketenagalistrikan terhadap PT PLN (Persero) tersebut, BPK telah meminta data atas implementasi capaian TKDN pada BUMN kepada Kementerian BUMN.”

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, realisasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) oleh perusahaan BUMN masih perlu ditingkatkan. Seperti diketahui, BUMN merupakan salah satu instansi yang diminta turut berperan aktif dalam optimalisasi penggunaan produk dalam negeri. Peran aktif tersebut diukur melalui TKDN dalam setiap proyek yang dimiliki dan dilaporkan secara berkala kepada pemerintah.

Hasil analisis awal terhadap dokumen yang diperoleh dari Pusat P3DN terkait capaian TKDN terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menunjukkan, masih terdapat proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan capaian nilai TKDN di bawah ketentuan nilai minimal TKDN yang ditetapkan dalam Permenperin Nomor 54/M-IND/PER/3/2012.

“Beberapa di antaranya memiliki deviasi sampai dengan 43 persen, antara lain pada pembangunan infrastruktur pembangkit tenaga listrik, transmisi, dan gardu induk,” demikian disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Belanja Pemerintah tahun 2020-Semester I 2021.

Atas permasalahan ketidaktercapaian TKDN dalam pembangunan infrastruktur pembangkit ketenagalistrikan terhadap PT PLN (Persero) tersebut, BPK telah meminta data atas implementasi capaian TKDN pada BUMN kepada Kementerian BUMN. Melalui Surat BPK Nomor S-673/S.MBU/10/2021 perihal Penyampaian Laporan Realisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri BUMN Periode 2020-Semester I Tahun 2021, Sekretaris Kementerian BUMN menyatakan bahwa BUMN telah melakukan perhitungan TKDN secara mandiri atas proyek-proyek dan menyampaikan hasil perhitungan tersebut kepada BPK.  Persentase realisasi TKDN pada tahun 2020 dan semester I tahun 2021 masing-masing sebesar 31,63 persen dan 56,01 persen. Selain itu, terdapat dua perusahaan dengan nilai realisasi TKDN di bawah 25 persen pada 2020.

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

Sebagai informasi, P3DN merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan masyarakat serta memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memperkuat struktur industri.

11/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi produk dalam negeri (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Program Peningkatan TKDN Belum Didukung Roadmap

by Admin 1 10/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Penggunaan produk dalam negeri terus didorong oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan nilai tambah dan mewujudkan kemandirian sektor industri. Untuk mengawal upaya pemerintah tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas Pengelolaan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dalam Belanja Pemerintah Tahun 2020 dan Semester I Tahun 2021.

“BPK merekomendasikan Menteri Perindustrian selaku Ketua Harian Tim Nasional P3DN menginstruksikan para Direktur Jenderal pembina industri berkoordinasi dengan K/L terkait untuk menyusun roadmap TKDN dan  menetapkan produk prioritas yang akan dikembangkan.”

Pemeriksaan yang dilakukan pada Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya, mengungkapkan sebanyak tujuh temuan pemeriksaan beserta rekomendasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam implementasi penggunaan produk dalam negeri, salah satunya terkait tidak adanya roadmap TKDN.

“Upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) belum didukung dengan rencana pengembangan peningkatan nilai TKDN (roadmap),” demikian disampaikan BPK seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

BPK menyampaikan, upaya peningkatan P3DN juga belum didukung dengan penetapan produk prioritas yang akan dikembangkan. “Akibatnya, tidak ada ukuran  dan pedoman yang  jelas terkait dengan  pemberdayaan industri  dan penguatan  struktur industri dalam pelaksanaan P3DN,” tulis BPK dalam laporannya.

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

Terkait permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Perindustrian selaku Ketua Harian Tim Nasional P3DN menginstruksikan para Direktur Jenderal pembina industri berkoordinasi dengan K/L terkait untuk menyusun roadmap TKDN dan  menetapkan produk prioritas yang akan dikembangkan.

Seperti diketahui, P3DN merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan masyarakat serta memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memperkuat struktur industri.

10/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan Arah Baru Kebijakan?
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan...

    09/07/2025
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id