WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Thursday, 10 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut melakukan reviu transparansi fiskal saat memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2021 (Ilustrasi/Sumber: Freepik).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Hasil Reviu BPK Terkait Transparansi Perkiraan Fiskal dan Penganggaran oleh Pemerintah

by Admin 1 22/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut melakukan reviu transparansi fiskal saat memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2021.  Reviu pelaksanaan transparansi fiskal tahun 2021 mencakup empat pilar utama. Yaitu Pelaporan Fiskal, Perkiraan Fiskal dan Penganggaran, Analisis dan Manajemen Risiko Fiskal, dan Manajemen Pendapatan Sumber Daya, yang meliputi 15 dimensi dengan 48 kriteria.

Terkait pemenuhan pilar perkiraan fiskal dan penganggaran, kriteria transparansi fiskal yang berada di level advanced sebanyak lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah kesatuan anggaran, perkiraan ekonomi makro, kerangka anggaran jangka menengah, legislasi fiskal, dan ketepatan waktu dokumen anggaran.

“Terkait kriteria tujuan kebijakan fiskal, kondisi yang menempatkan transparansi fiskal pemerintah pada di basic, yaitu NK APBN memuat kebijakan-kebijakan fiskal yang akan ditempuh selama tahun 2021.”

Adapun kriteria transparansi yang berada di level good sebanyak enam kriteria, yaitu proyek-proyek investasi, informasi kinerja, partisipasi publik, evaluasi independen, anggaran tambahan, dan rekonsiliasi perkiraan. Sedangkan kriteria transparansi yang berada di level basic sebanyak satu kriteria yaitu tujuan kebijakan fiskal.

“Kondisi-kondisi yang menempatkan level transparansi fiskal pemerintah pada level advanced yaitu Pemerintah melakukan penganggaran dengan memerhatikan dan mengungkapkan asumsi dasar ekonomi makro, komponen penyusun, dan asumsi yang mendasarinya,” tulis BPK dalam Laporan Hasil Reviu Transparansi Fiskal tahun 2021.

BPK menyatakan, dokumentasi anggaran telah memuat seluruh pendapatan (pendapatan dalam dan luar negeri), pengeluaran (termasuk anggaran jaminan sosial), dan pembiayaan secara bruto. Dokumen anggaran juga telah memuat realisasi untuk lima tahun terakhir (2016-2020) dan proyeksi jangka menengah untuk tiga tahun ke depan Medium Term Budget Framework (MTBF) 2022-2024 yang disajikan berdasarkan kategori kementerian dan program penganggaran.

Ketentuan hukum mengenai ketertiban dalam proses penganggaran telah membagi kekuasaan dan tanggung jawab eksekutif dan legislatif. Pemerintah juga telah mengirimkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) dan Nota Keuangan (NK) TA 2021 serta disahkan DPR dalam periode waktu yang memadai.

Ringkasan Kemandirian Fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota

Terkait kriteria tujuan kebijakan fiskal, kondisi yang menempatkan transparansi fiskal pemerintah pada di basic, yaitu NK APBN memuat kebijakan-kebijakan fiskal yang akan ditempuh selama tahun 2021. Kebijakan itu terdiri atas kebijakan pendapatan, belanja, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), serta pembiayaan. “Namun pada perhitungan komposisi belanja dan penerimaan negara berada pada kondisi tidak precise.”

Secara keseluruhan, hasil reviu BPK pemeriksaan menunjukkan, pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal.

22/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi transparansi fiskal pemerintah (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pemerintah Penuhi Sebagian Besar Kriteria Pilar Transparansi Fiskal

by Admin 1 21/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan reviu atas pelaksanaan unsur transparansi fiskal pemerintah pusat yang merupakan bagian dari pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021. Hasil pemeriksaan menunjukkan, pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal.

Reviu transparansi fiskal merupakan upaya BPK sebagai lembaga pemeriksa yang memberikan manfaat sesuai dengan The International Organization of Supreme Audit Institutions Principle 12 (INTOSAI-P 12) tentang “The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions-making a difference to the lives of citizens”. INTOSAI-P 12 menyatakan bahwa lembaga pemeriksa memiliki peran untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan integritas pemerintah, serta entitas sektor publik.

“Kondisi-kondisi yang menempatkan level transparansi pelaporan fiskal pemerintah di level advanced adalah pemerintah telah menyusun laporan-laporan fiskal, antara lain, berupa LKPP, LKPD, LKPK, LK BUMN Konsolidasian dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (LSKP).”

Tujuan reviu pelaksanaan transparansi fiskal untuk memberikan simpulan umum atas pemenuhan unsur transparansi fiskal pemerintah pusat dengan berpedoman kepada praktik-praktik yang baik dalam transparansi fiskal. Ini sebagaimana tertuang dalam The International Monetary Fund (IMF) Fiscal Transparency Code (FTC) tahun 2019. Selain itu, BPK merujuk kepada “IMF Fiscal Transparency Handbook 2018” dan hasil reviu transparansi fiskal negara-negara lain yang dilakukan oleh IMF serta mempertimbangkan praktik-praktik terbaik (best practices) yang berlaku secara internasional.

Sesuai FTC Tahun 2019, reviu pelaksanaan transparansi fiskal Tahun 2021 mencakup empat pilar utama yaitu Pelaporan Fiskal, Perkiraan Fiskal dan Penganggaran, Analisis dan Manajemen Risiko Fiskal, dan Manajemen Pendapatan Sumber Daya, yang meliputi 15 dimensi dengan 48 kriteria.

“Hasil reviu menunjukkan bahwa pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level advanced sebanyak 19 kriteria atau 40,43 persen, level good sebanyak 18 kriteria atau 38,30 persen, dan level basic sebanyak 10 kriteria atau 21,27 persen. Terdapat satu kriteria dalam pilar manajemen pendapatan sumber daya yang tidak dinilai (not assessed) yaitu dana sumber daya alam. Pemenuhan kriteria-kriteria tersebut direviu dari praktik-praktik yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat pada tahun 2021,” demikian disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal tahun 2021.

Dalam pemenuhan pilar pelaporan fiskal, misalnya, kriteria transparansi fiskal yang berada di level advanced sebanyak tujuh kriteria. Yaitu, cakupan kepemilikan, cakupan arus, frekuensi pelaporan dalam tahun yang bersangkutan, ketepatan waktu laporan keuangan tahunan, konsistensi internal, sejarah revisi-revisi, dan anggaran tambahan.

Kemudian, kriteria transparansi yang berada di level good sebanyak lima kriteria. Meliputi cakupan institusi, cakupan pengeluaran pajak, klasifikasi informasi, integritas statistik, dan data fiskal yang dapat diperbandingkan.

Apa Pendapat Kemendagri Terkait Reviu Fiskal BPK?

Kondisi-kondisi yang menempatkan level transparansi pelaporan fiskal pemerintah di level advanced adalah pemerintah telah menyusun laporan-laporan fiskal, antara lain, berupa LKPP, LKPD, LKPK, LK BUMN Konsolidasian dan Laporan Statistik Keuangan Pemerintah (LSKP). Laporan-laporan itu menyajikan dan mengungkapkan aset finansial, aset nonfinansial, dan kewajiban.

Secara keseluruhan pada tahun 2021, ada satu kriteria mengalami peningkatan level transparansi dibandingkan 2020, yaitu kriteria pelaporan oleh perusahaan sumber daya. Sedangkan capaian atas kriteria-kriteria lainnya tidak mengalami perubahan signifikan sehingga tidak memengaruhi penilaian transparansi fiskal tahun 2021.

21/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pengelolaan sampah (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Pengelolaan Sampah Daerah, Ini Rekomendasi BPK

by Admin 1 20/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan sampah TA 2020-semester I TA 2021 yang dilaksanakan di dua entitas, yaitu Pemkab Indragiri Hilir dan Pemkot Pekanbaru. Terkait pengelolaan sampah, Pemkab Indragiri Hilir telah menyusun rancangan peraturan Bupati mengenai pengelolaan sampah sebagai amanat peraturan daerah pengelolaan sampah dan penyusunan rancangan SOP pengelolaan sampah.

Kemudian, Pemkot Pekanbaru telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2014. Isinya, tentang pengelolaan sampah yang memuat kewajiban penyediaan wadah sampah di setiap rumah tangga dan kawasan lainnya serta menyusun SOP pengumpulan sampah di taman kota dan ruang terbuka hijau.

“Kemudian masih terdapat TPS yang sampahnya diangkut dua hari sekali hingga satu pekan sekali. Lima puluh lima persen TPS juga tidak dilengkapi dengan atap, dan ditutupnya dua TPS menimbulkan titik kumpul sampah liar.”

Meski begitu, hasil pemeriksaan menyimpulkan pengelolaan sampah di Pemkab Indragiri Hilir dan Pemkot Pekanbaru kurang efektif. Beberapa masalah yang ditemukan BPK antara lain Pemkab Indragiri Hilir belum melaksanakan program-program kegiatan pengurangan sampah dan pengelolaan pewadahan serta pemilahan sampah secara memadai.

Hal tersebut ditunjukkan dengan penyediaan dan pemanfaatan fasilitas TPS-3R, pembinaan/sosialisasi dan pengawasan terkait imbauan pengurangan sampah dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai belum memadai. Kemudian fasilitasi kemitraan untuk penggunaan dan pemasaran produk daur ulang belum dilakukan, seluruh sekolah negeri juga belum didorong untuk menjadi sekolah adiwiyata. Selanjutnya, pengawasan, monitoring, dan evaluasi terhadap bank sampah dan fasilitas sejenis yang melakukan pengolahan sampah belum memadai.

Akibatnya, pemahaman masyarakat dari sosialisasi pengurangan sampah dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai belum tercapai. Pembatasan sampah plastik juga kurang optimal dan berpotensi memperpendek umur teknis TPA. Kemudian tidak tercapainya target pengurangan volume sampah sesuai kebijakan dan strategi daerah.

Tujuan program sekolah adiwiyata untuk membentuk karakter warga sekolah, khususnya peserta didik yang berwawasan lingkungan pun tidak tercapai. Lalu, tingkat keberhasilan kegiatan dan program pengurangan sampah belum dapat diukur.

Selanjutnya, Pemkot Pekanbaru belum optimal dalam menyediakan TPS dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan persyaratan teknis. Hal tersebut ditunjukkan dengan kapasitas layanan TPS hanya mampu melayani 12,98 persen penduduk Kota Pekanbaru.

Kemudian masih terdapat TPS yang sampahnya diangkut dua hari sekali hingga satu pekan sekali. Lima puluh lima persen TPS juga tidak dilengkapi dengan atap, dan ditutupnya dua TPS menimbulkan titik kumpul sampah liar.

Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum Belum Efektif

Akibatnya, terjadi peningkatan sampah liar, peningkatan praktik pembakaran, penimbunan, dan pembuangan sampah ke sungai. Hal ini kemudian mencemari lingkungan dan menghambat proses pengumpulan sampah, baik oleh pengumpul, kontraktor pengangkut, maupun Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).

BPK merekomendasikan kepada Bupati Indragiri Hilir agar melakukan kegiatan sosialisasi SE Bupati Indragiri Hilir Nomor 521/SE/I/2020 tentang Pengurangan Sampah dan Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai secara rutin dan berkala dan membuat laporan evaluasinya. Selanjutnya, membuat analisis jadwal dan rute pengumpulan dan pengangkutan sampah berdasarkan jumlah timbulan sampah dan penetapan SK Kepala Dinas.

Wali Kota Pekanbaru juga perlu menyusun analisis kebutuhan TPS dan penempatannya per kecamatan. Hal itu dilakukan dengan memperhitungkan variabel jumlah penduduk, jumlah rumah, dan jumlah timbulan sampah serta merencanakan kebutuhan prasarana pengumpulan sampah yang memadai pada zona 1, 2, dan 3.

20/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi aparatur sipil negara/ASN (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Temuan BPK Soal Kebijakan Penetapan Kebutuhan ASN

by Admin 1 19/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II 2021 telah menyelesaikan pemeriksaan kinerja kinerja atas efektivitas penetapan kebutuhan ASN TA 2019-semester I tahun 2021. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta instansi terkait lainnya.

Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah kebijakan penetapan kebutuhan ASN belum memadai. Hasil pemeriksaan tersebut juga dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

“BPK menemukan bahwa pedoman penyusunan kebutuhan ASN belum mengatur batas waktu penyusunan dan penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB serta cut-off penarikan data BUP dalam perencanaan kebutuhan ASN.”

“Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa apabila permasalahan tidak diatasi, maka dapat menghambat efektivitas Kementerian PANRB dalam menyelenggarakan penetapan kebutuhan ASN dan BKN dalam pembuatan pertek (pertimbangan teknis) dalam rangka menyiapkan ASN sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap Kementerian PANRB, BPK menemukan permasalahan bahwa kebijakan penetapan kebutuhan ASN belum memadai. Hal itu salah satunya karena terdapat amanat PP Nomor 11 Tahun 2017 yang belum dilaksanakan oleh Menteri PANRB.

Amanat tersebut yaitu membuat peraturan menteri mengenai tata cara pelaksanaan penyusunan kebutuhan yang bersifat elektronik. Kemudian adanya kebijakan pengurangan jabatan administrasi tidak sesuai dengan Permen PANRB Nomor 41 Tahun 2018.

“Akibatnya, terjadi tumpang tindih kegiatan validasi/analisis usulan kebutuhan ASN antara Kementerian PANRB dan BKN. Selain itu terdapat kekurangan tenaga administrasi di instansi daerah sehingga pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi daerah kurang optimal,” tulis BPK dalam IHPS II 2021.

Permasalahan selanjutnya, penetapan kebutuhan ASN belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu belum memperhatikan pertek kebutuhan ASN BKN, serta belum mempertimbangkan dokumen analisis jabatan (anjab), analisis beban kerja (ABK), peta jabatan, dan data batas usia pensiun (BUP) yang mutakhir dari masing-masing instansi. Akibatnya, keputusan menteri PANRB terkait penetapan kebutuhan ASN di tingkat instansi pusat dan pemerintah daerah tidak akurat dan tidak transparan.

Adapun dalam pemeriksaan pada BKN, pemeriksaan BPK menemukan bahwa pedoman penyusunan kebutuhan ASN belum mengatur batas waktu penyusunan dan penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB serta cut-off penarikan data BUP dalam perencanaan kebutuhan ASN. Akibatnya, BKN terlambat menyampaikan pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB, dan analisis kebutuhan ASN tidak tepat.

Apa Pentingnya Kualitas Hasil Pemeriksaan?

Kemudian, penyusunan pertek kebutuhan ASN belum dilaksanakan dengan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN (SI ASN). Selain itu, Pusat Perencanaan Kebutuhan (Pusrenkeb) ASN belum menggunakan rencana strategis (renstra) instansi sebagai salah satu dokumen untuk bahan verifikasi dan validasi serta pertimbangan dalam analisis kebutuhan dan penyusunan pertek kebutuhan ASN. Akibatnya, penyusunan pertek kebutuhan ASN yang tepat waktu, akurat, dan valid belum dapat dilakukan. Kemudian pemanfaatan sumber daya jejaring yang dimiliki oleh kantor regional BKN belum dilakukan secara optimal oleh Pusrenkeb.

Rekomendasi BPK untuk Menteri PANRB

  • Membuat Peraturan Menteri PANRB mengenai tatacara pelaksanaan penyusunan kebutuhan yang bersifat elektronik dengan mempertimbangkan Pasal 10 dan Pasal 11 PP Nomor 11 Tahun 2017.
  • Mengintensifkan koordinasi dan komunikasi dengan BKN terkait batas waktu penyampaian pertek dan isi pertek kebutuhan ASN. Sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses analisis/validasi kebutuhan ASN.

Rekomendasi BPK untuk Kepala BKN

  • Membuat kesepakatan dengan menteri PANRB mengenai batasan waktu penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi dan pertek sekolah kedinasan yang menjadi pedoman penyusunan penetapan kebutuhan ASN. Kemudian merevisi pedoman penyusunan kebutuhan ASN dengan memasukkan klausul cut off BUP sebagai acuan/pedoman dalam penyusunan kebutuhan ASN oleh instansi dan pembuatan pertek Kebutuhan ASN.
  • Menyelesaikan SI ASN yang terintegrasi dan memuat aplikasi terkait penyusunan kebutuhan ASN yang akan digunakan oleh instansi pemerintah dan aplikasi pembuatan pertek yang akan digunakan oleh Pusrenkeb ASN. Serta menetapkan pedoman SI ASN terintegrasi, dan menggunakan renstra instansi sebagai salah satu dokumen untuk bahan verifikasi dan validasi serta pertimbangan dalam analisis kebutuhan dan penyusunan pertek kebutuhan ASN.

19/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kementerian Agama (Kemenag)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Guru Madrasah, Kemenag Diminta Susun Roadmap

by Admin 1 18/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Menteri Agama untuk menyusun peta jalan (roadmap) terkait pemenuhan kebutuhan guru madrasah. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pemenuhan kebutuhan kuantitas guru madrasah belum merata.

Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan yang dilakukan BPK atas efektivitas pemenuhan kebutuhan guru madrasah tahun 2019 sampai dengan 2021 (semester I). Pemeriksaan dilakukan terhadap Ditjen Pendis Kementerian Agama.

Seperti disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan bahwa Kementerian Agama telah melakukan beberapa upaya terkait pemerataan layanan pendidikan berkualitas. Kementerian Agama telah memiliki Sistem Informasi dan Manajemen Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (Simpatika) dan menyediakan alat bantu di aplikasi tersebut, yaitu dashboard business intelligence (dashboard BI) untuk melakukan pemetaan atas kebutuhan guru madrasah.

“Akibatnya, pemenuhan kualifikasi minimal guru madrasah sesuai UU menjadi terhambat, kualitas pembelajaran pendidikan madrasah menjadi belum optimal, dan hak guru madrasah belum sepenuhnya terpenuhi.”

Selain itu, Kementerian Agama juga melakukan pemetaan atas jumlah guru madrasah yang belum berkualifikasi S-1/D-IV. Kemudian belum bersertifikat pendidik dan guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) bersertifikat pendidik yang belum inpassing melalui Simpatika.

Kendati demikian, hasil pemeriksaan juga menunjukkan ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan. Menurut pemeriksaan BPK, Kementerian Agama belum memenuhi kebutuhan kuantitas guru madrasah secara merata sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan data Simpatika per 11 November 2021, terdapat kekurangan guru sebanyak 56.756 orang.

Kemudian, Kementerian Agama belum memiliki analisis/perhitungan kebutuhan kuantitas guru madrasah yang memadai. Di antaranya belum memiliki perumusan/pemetaan jumlah kebutuhan guru madrasah yang memadai dan proses pengusulan kebutuhan CPNS guru madrasah belum dilaksanakan secara optimal.

Kementerian Agama juga belum memperhitungkan ketersediaan guru PNS dipekerjakan (DPK) di daerah masing-masing dalam mengusulkan kebutuhan PNS guru madrasah. “Akibatnya pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga pendidik yang merata dan sesuai kebutuhan madrasah untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas belum optimal,” demikian dikutip dari IHPS II 2021.

Temuan lain BPK, Kementerian Agama belum memiliki database yang valid, mutakhir, dan memuat seluruh data guru madrasah. Lalu, Kementerian Agama belum sepenuhnya memutakhirkan sistem informasi pengelolaan data guru madrasah.

Verifikasi dan validasi database guru madrasah belum sepenuhnya menjamin keandalan/kredibilitas data di Simpatika saling terintegrasi. Kebijakan terkait integrasi sistem informasi pengelolaan data guru madrasah belum diimplementasikan dan data guru madrasah yang disajikan antarsistem informasi berbeda. Akibatnya, data guru madrasah belum dapat sepenuhnya dimanfaatkan dalam rangka pengambilan keputusan. 

Selain itu, Kementerian Agama belum memenuhi kebutuhan kualitas guru madrasah secara memadai. Dari 699.495 guru, terdapat 48.086 guru atau 6,87 persen yang belum memenuhi kualifikasi S-1/D-IV dan 441.030 guru atau 63,05 persen yang belum bersertifikasi. Terdapat juga guru yang mengajar tidak linier dengan kualifikasi program studi akademik S-1 dan/atau sertifikasinya.

Bekerja di BPK Adalah Ibadah

Kementerian Agama juga belum memiliki roadmap, anggaran, dan strategi yang jelas untuk pemenuhan kualifikasi guru madrasah, serta belum melakukan pembinaan dan evaluasi atas kualitas guru pada madrasah swasta. “Akibatnya, pemenuhan kualifikasi minimal guru madrasah sesuai UU menjadi terhambat, kualitas pembelajaran pendidikan madrasah menjadi belum optimal, dan hak guru madrasah belum sepenuhnya terpenuhi.”

Rekomendasi BPK:

– Menyusun roadmap terkait pemenuhan kebutuhan guru madrasah.

– Menyusun dan menetapkan strategi maupun langkah-langkah teknis terkait integrasi Simpatika dengan sistem informasi lainnya.

– Meningkatkan koordinasi antara direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah (GTK Madrasah) dan kepala Bagian Perencanaan Ditjen Pendis untuk penyusunan roadmap dan pengusulan anggaran program penyelesaian kualifikasi, sertifikasi, dan inpassing guru madrasah.

18/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Virus Covid-19 (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Terkait Covid-19, Bagaimana Upaya 3T di Daerah?

by Admin 1 15/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kasus Covid-19 di Tanah Air kembali menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa waktu terakhir seiring adanya varian baru. Kegiatan testing, tracing, dan treatment atau 3T menjadi hal yang sangat penting dalam penanganan pandemi. Lalu, bagaimana sejauh ini pelaksanaan 3T oleh pemerintah daerah?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II 2021 telah melakukan pemeriksaan terkait efektivitas penanganan pandemi Covid-19 bidang kesehatan tahun anggaran 2020 dan 2021. Pemeriksaan itu dilakukan dengan menjadikan empat pemda sebagai objek pemeriksaan. Keempat pemda tersebut adalah Pemkab Sinjai, Pemkab Waji, Pemkab Luwu Timur, dan Pemkab Tana Toraja.

“Terdapat potensi masyarakat mendapatkan vaksin melebihi yang seharusnya dan penerima vaksinasi tidak dapat menerima sertifikat vaksin dan tidak mendapatkan vaksin kedua.”

Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan bahwa keempat pemda belum memiliki SOP dan rencana operasi terkait 3T dan vaksinasi yang memadai serta komprehensif yang melibatkan lintas sektor. “Hal ini mengakibatkan adanya risiko tidak teridentifikasinya kasus suspek, probable, konfirmasi, dan kontak erat. Kemudian, adanya risiko kematian pasien Covid-19 meningkat serta tidak tercapainya herd immunity di kelompok masyarakat,” demikian disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

Dalam pemeriksaan pada Pemkab Sinjai, BPK menemukan bahwa Pemkab Sinjai belum melaksanakan penginputan data pada aplikasi New All Record (NAR), sistem informasi pelacakan kontak, dan sistem monitoring imunisasi dan logistik elektronik secara tertib. Akibatnya, data penderita Covid-19 di aplikasi NAR di Kabupaten Sinjai berpotensi kurang valid untuk dijadikan pengukuran indikator keberhasilan dan pengambilan kebijakan penanganan Covid-19 serta pelacakan kontak erat. 

Selain itu, kasus konfirmasi dan kontak erat berisiko tidak terdeteksi. Penerima vaksin pun berpotensi tidak dapat menerima sertifikat vaksin serta tidak menerima vaksin dengan dosis yang seharusnya.

Sementara pemeriksaan pada pemda lainnya, yaitu Pemkab Wajo, Pemkab Luwu Timur, dan Pemkab Tana Toraja, diketahui belum sepenuhnya melakukan perekaman data penerima vaksin melalui aplikasi secara tertib dan lengkap. Sehingga masih ditemukan perbedaan antara data manual dan data dari KPC-PEN dengan aplikasi PCare.

Akibatnya, terdapat potensi masyarakat mendapatkan vaksin melebihi yang seharusnya dan penerima vaksinasi tidak dapat menerima sertifikat vaksin dan tidak mendapatkan vaksin kedua. Bahkan, risiko angka capaian vaksinasi tidak sesuai kondisi sebenarnya.

BPK Minta Kepala BNPB Susun Grand Design Penanganan Covid-19

Rekomendasi BPK kepada empat pemda:

● Bupati pada keempat pemda memerintahkan kepala Dinas Kesehatan menyusun dan menetapkan SOP dan renops terkait testing, tracing, treatment dan vaksinasi.

● Bupati Sinjai agar memerintahkan kepala Dinas Kesehatan untuk menginstruksikan kepala Puskesmas tertib dan tepat waktu mengoordinasikan penginputan hasil pelayanan vaksinasi dan penginputan logistik vaksinasi yang telah dilakukan.

● Bupati Wajo dan Luwu Timur agar memerintahkan kepala Dinas Kesehatan untuk menginstruksikan kepala Puskesmas supaya lebih optimal dalam mengawasi proses pencatatan hasil vaksinasi di aplikasi PCare. Kemudian menginstruksikan admin PCare untuk lebih tertib dan tepat waktu dalam menginput hasil pelayanan vaksinasi yang telah dilakukan.

● Bupati Tana Toraja agar menginstruksikan kepala Dinas Kesehatan dan direktur RSUD Lakipadada untuk melakukan validasi atas jumlah capaian vaksinasi melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

15/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Keamanan data pribadi (Ilustrasi/Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Percepatan Penyusunan Regulasi Perlindungan Data Pribadi

by Admin 1 14/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti isu keamanan dan ketahanan siber untuk mendukung stabilitas keamanan nasional. Pemeriksaan kinerja atas keamanan dan ketahanan siber dalam rangka mendukung stabilitas keamanan nasional dilaksanakan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan instansi terkait lainnya.

BPK mengungkapkan, regulasi terkait perlindungan data pribadi dan aturan turunan terkait penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik (PSTE) dan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) belum disusun secara integratif dan memadai. Akibatnya, perlindungan data pribadi belum menjadi prioritas PSE sehingga rentan kebocoran, pencurian, dan serangan.

“Hasil pemeriksaan kinerja atas keamanan dan ketahanan siber dalam rangka mendukung stabilitas keamanan nasional mengungkapkan lima temuan yang memuat enam permasalahan ketidakefektifan.”

Selain itu, pelaksanaan teknis dan operasional PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik masih terhambat. Standar/prosedur/protokol terkait penyelenggaraan sistem elektronik lingkup publik dan privat belum memadai untuk mencegah terjadinya kebocoran atau pencurian data.

Akibatnya, tingkat kepatuhan kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan instansi penyelenggara negara lainnya yang mendaftarkan sistem elektronik yang dikelolanya kepada Kemenkominfo sangat rendah. PSE lingkup publik maupun lingkup privat juga rentan terhadap serangan, kebocoran, dan pencurian data.

BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Kominfo agar melaksanakan langkah-langkah. Antara lain, menginstruksikan direktur jenderal Aptika, selaku ketua Panja Pemerintah dalam pembahasan RUU PDP dengan DPR, supaya melakukan langkah-langkah percepatan dan komunikasi yang intensif dengan DPR. Tujuannya, untuk menyelesaikan RUU PDP dan mengesahkannya sebagai undang-undang sesuai dengan target kinerja yang ditetapkan.

BPK juga meminta Menkominfo untuk menyusun seluruh aturan turunan terkait keamanan dan ketahanan siber yang menjadi kewenangan Kemenkominfo. Khususnya terkait PP Nomor 71 tahun 2019 tentang PSTE dan Perpres Nomor 95 tahun 2018 tentang SPBE secara lengkap.

Data Bansos Harus Diperbaiki, Berikut Alasannya

Hasil pemeriksaan kinerja atas keamanan dan ketahanan siber dalam rangka mendukung stabilitas keamanan nasional mengungkapkan lima temuan yang memuat enam permasalahan ketidakefektifan. Atas temuan, simpulan, dan rekomendasi yang diberikan BPK, Kemenkominfo menyampaikan menerima keseluruhan temuan dan simpulan BPK serta akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan.

14/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan BPK Isma Yatun menyerahkan Laporan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan Laporan Keuangan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN) BP Batam tahun 2021 kepada Kepala BP Batam, Muhammad Rudi di Jakarta, belum lama ini.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Raih WTP, Kok BP Batam Diminta Kerja Keras?

by Admin 1 13/07/2022
written by Admin 1

BATAM, WARTAPEMERIKSA – Pegawai di lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam diminta untuk bekerja keras meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini disampaikan oleh Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyikapi perolehan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diterima organisasi atas laporan keuangan untuk keenam kalinya dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).  

“Karena hanya dengan kerja keras kita semua, opini WTP atas laporan keuangan BP Batam dapat kita raih,” kata Rudi dari keterangan tertulis seperti dilansir dari Antara, belum lama ini.

“Entitas harus meningkatkan pengendalian dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang sistematis. Sinergi yang baik antar instansi juga perlu ditingkatkan untuk laporan keuangan yang lebih baik.”

BP Batam meraih opini WTP untuk keenam kalinya dari BPK. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Ketua BPK Isma Yatun dan diterima oleh Kepala BP Batam Muhammad Rudi di Auditorium BPK di Jakarta Pusat, belum lama ini.

Opini WTP diberikan atas laporan keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan Laporan Keuangan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN) BP Batam tahun 2021. Sebelumnya, BP Batam telah mempertahankan opini WTP selama lima kali berturut-turut sejak 2017.

Sementara itu, Ketua BPK Isma Yatun mengatakan, pemeriksaan laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini peringkat kewajaran terhadap penyajian laporan keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang diberikan dalam laporan keuangan.

Tak Lagi Disclaimer, Ini Kiat Bakamla Raih WTP

Opini tersebut terbentuk apabila instansi memenuhi empat kriteria. Mulai dari, kesesuaian standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan atas perundang-undangan, dan efektivitas pengendalian intern.

“Entitas harus meningkatkan pengendalian dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang sistematis. Sinergi yang baik antar instansi juga perlu ditingkatkan untuk laporan keuangan yang lebih baik,” ucap Isma.

13/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Sumber: setkab.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Agar Cepat Tindak Lanjuti Rekomendasi BPK, Pemprov DKI Luncurkan Aplikasi

by Admin 1 12/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pemprov DKI Jakarta meluncurkan sistem pengawasan menggunakan aplikasi Jakarta Pengawasan (Jakwas). Aplikasi ini dapat digunakan untuk mempercepat penyelesaian rekomendasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja keuangan Provinsi DKI Jakarta.

“Saya menginstruksikan agar seluruh perangkat daerah memanfaatkan sistem ini secara optimal. Sehingga penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK lebih efektif dan efisien. Kami yakin sistem yang dibuat ini memberi manfaat lintas generasi. Sehingga sesuai dengan tagline kita bahwa WTP jadi budaya Jakarta akan terus dipertahankan.”

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan peluncuran sistem pemantauan tindak lanjut LHP BPK itu bertujuan untuk mempercepat penyelesaian tindak lanjut laporan BPK dan upaya mewujudkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebagai budaya. Anies juga langsung menginstruksikan jajarannya untuk segera mengalokasikan sumber daya pemprov untuk fokus menindaklanjuti LHP-BPK.

“Ini tentang makro manajemen dan seberapa besar sumber daya dialokasikan untuk ini. Ini semua tentang kemauan. Maka dari itu segera alokasikan sumber daya yang cukup, baik orang dan waktu, lalu dedikasikan pertemuan khusus, lakukan kick off, rumuskan time frame, dan eksekusi dengan baik,” ujar Anies di Balai Kota Jakarta, belum lama ini seperti dilansir dari Antara. 

Anies merasa yakin dengan adanya sistem ini. Karena dia merasa jajarannya merupakan pribadi yang kreatif dan memiliki komitmen tinggi dalam mencapai target hingga level jajaran di bawah.

“Saya bersyukur ketemu banyak pribadi pekerja keras dan berkomitmen mengeksekusi sesuai rencana. Dari pribadi itu juga ada leadership yang baik dan turun terus ke jajaran di bawahnya,” tuturnya.

Dengan adanya sistem Jakwas ini, Anies berharap dapat membantu pegawai Pemprov DKI untuk dengan cepat dan tepat dalam menyelesaikan seluruh LHP-BPK. Aplikasinya pun bisa dikembangkan terus pada masa depan sehingga memberi manfaat lintas generasi.

“Saya menginstruksikan agar seluruh perangkat daerah memanfaatkan sistem ini secara optimal. Sehingga penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK lebih efektif dan efisien. Kami yakin sistem yang dibuat ini memberi manfaat lintas generasi. Sehingga sesuai dengan tagline kita bahwa WTP jadi budaya Jakarta akan terus dipertahankan,” ucapnya.

Ini Pesan BPK untuk Gubernur Anies Baswedan

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah merancang sistem informasi tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan yang dapat diakses melalui platform Jakarta Pengawasan atau Jakwas. Ada dua subsistem dalam Jakwas, yakni Simantab untuk memantau tindak lanjut rekomendasi BPK dan Simantul untuk memantau tindak lanjut rekomendasi aparat pemeriksa internal pemerintah (APIP).

Melalui sistem ini, OPD akan bisa mengetahui rekomendasi dan status penyelesaian tindak lanjut secara real time. Dengan begitu, diharapkan target 95 persen penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK tercapai.

12/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (Sumber: polri.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Dapat 9 WTP, Ini Komitmen Polri

by Admin 1 11/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berkomitmen untuk mempertahankan wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hingga saat ini, Polri telah sembilan kali mendapatkan opini WTP. Opini WTP terakhir diberikan atas laporan keuangan tahun anggaran 2021.

Untuk itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan, akan berkomitmen selalu transparan dan akuntabel dalam pemanfaatan dan penggunaan keuangan negara sehingga bisa dipertanggungjawabkan.

“Tentunya ini menjadi komitmen kami. Untuk tahun-tahun berikutnya kami akan melaksanakan komitmen terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Sigit seperti dilansir dari Antara dalam konferensi pers acara taklimat akhir pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan tahun anggaran 2021 di Mabes Polri, Jakarta, belum lama ini.

Untuk mempertahankan komitmen itu, kata jenderal bintang empat tersebut, Polri akan melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok institusi. Termasuk program-program untuk mengawal kebijakan pemerintah dan mendorong pemasukan atau penambahan terkait dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Mengawal kebijakan pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, menjaga agar APBN tetap bisa berjalan dengan baik di situasi yang ketidakpastian ini dengan mengawal berbagai strategi, transformasi ekonomi,” kata Sigit.

Mantan kabareskrim Polri itu mengatakan semua upaya itu dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan BPK. Hal itu sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaan keuangan negara sesuai amanat undang-undang.

“Terima kasih atas opini yang telah diberikan kepada kami. Kami akan terus melakukan perbaikan untuk tahun-tahun ke depan,” kata Sigit.

Sementara itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana menyebutkan bahwa perolehan predikat WTP sembilan kali berturut-turut yang diterima Polri merupakan suatu prestasi dari institusi negara. Menurut dia, predikat ini bukan hadiah dari BPK.

Akan tetapi, kerja keras Kapolri beserta seluruh jajaran dalam melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara akuntabel dan transparan. Dia pun berharap Polri bisa mempertahankan predikat ini, mengingat institusi tersebut selain mempunyai tugas pokok utama mengamankan, mengayomi dan melindungi masyarakat.

Selain itu, juga punya fungsi tambahan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP). “Kepolisian RI adalah suatu institusi yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat secara keseluruhan,” kata dia.

11/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan Arah Baru Kebijakan?
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan...

    09/07/2025
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id