WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Friday, 4 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

LHP

Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2021.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pemkab Mabar Target Serahkan LK Tahun 2022 Lebih Cepat, Ini Alasannya

by Admin 1 28/04/2022
written by Admin 1

LABUAN BAJO, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) selama empat tahun berturut-turut atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami meraih opini WTP karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar) telah melaksanakan pengelolaan keuangan dengan baik dan mengacu pada aturan yang berlaku,” kata Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng ketika dihubungi dari Labuan Bajo, beberapa waktu lalu, seperti dilansir Antara. 

“Mari kita kerja sama untuk Mabar (Manggarai Barat) Bangkit Menuju Mabar Mantap.”

Weng mengatakan, pencapaian WTP tersebut merupakan yang keempat dalam kurun waktu empat tahun berturut-turut, mulai dari 2018 hingga 2021. Atas pencapaian itu, dia menyatakan komitmen Pemkab Manggarai Barat untuk menyerahkan laporan keuangan (LK) tahun 2022 lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan pada Januari 2023.

Dalam penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di Gedung BPK Perwakilan Provinsi NTT, Weng mengapresiasi seluruh jajaran organisasi perangkat daerah yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan laporan keuangan tepat waktu. Dia juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama memiliki komitmen agar menyelesaikan laporan keuangan tepat waktu dan menyerahkan laporan lebih awal.

Mendagri Berharap Pemeriksaan LKPD Ungkap Refocusing Pemda

Dalam LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat Tahun Anggaran 2021, dia mengatakan masih ada temuan yang bersifat administratif sehingga perlu perbaikan. Weng berjanji akan menindaklanjuti temuan tersebut sebelum 60 hari kerja. “Mari kita kerja sama untuk Mabar (Manggarai Barat) Bangkit Menuju Mabar Mantap,” ujar dia.

28/04/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kepala BPK Perwakilan Provinsi NTT Adi Sudibyo menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2021 kepada Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Martinus Mitar.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wow, Kabupaten Mabar Terima LHP Tercepat untuk 2022

by Admin 1 26/04/2022
written by Admin 1

KUPANG, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2021 kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar). Ini merupakan penyerahan LHP LKPD kepada pemerintah daerah di Provinsi NTT pertama pada 2022.

Dari LHP tersebut, BPK memberikan opini pada tahun ini yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP). Dengan demikian, Pemkab Manggarai Barat telah empat tahun berturut-turut mendapatkan opini WTP, yaitu sejak LKPD TA 2018 sampai dengan sekarang.

“BPK berharap agar Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dapat segera menindaklanjuti temuan tersebut sehingga tidak menjadi lebih besar dan dapat mempengaruhi opini pada tahun yang akan dating.”

LHP LKPD tersebut diserahkan oleh Kepala BPK Perwakilan Provinsi NTT Adi Sudibyo kepada Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Martinus Mitar serta Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng.

Meskipun begitu, BPK menilai masih terdapat beberapa permasalahan yang harus menjadi perhatian Pemkab Mabar. Beberapa di antaranya yakni penyertaan modal PDAM Wae Mbeliling belum ditetapkan dengan perda. Kemudian, pengelolaan pajak hotel dan pajak restoran belum dilaksanakan secara tertib.

Permasalahan selanjutnya, realisasi belanja pegawai Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga belum sesuai ketentuan. Lalu pencatatan aset tetap tanah belum sepenuhnya akurat, dan pengelolaan persediaan belum tertib.

Ini Catatan BPK dalam LHP Semester II 2020 untuk Kementerian Pertanian

Permasalahan-permasalahan tersebut bersifat tidak material atau tidak mempengaruhi kewajaran LKPD TA 2021. Karenanya, BPK tetap memberikan opini WTP. “BPK berharap agar Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dapat segera menindaklanjuti temuan tersebut sehingga tidak menjadi lebih besar dan dapat mempengaruhi opini pada tahun yang akan dating,” kata Adi Sudibyo saat memberikan sambutan, beberapa waktu lalu.

26/04/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
InfografikSLIDER

Pengendalian dan Pengawasan Penggunaan Kawasan Hutan Tanpa Izin Bidang Kehutanan

by Achmad Anshari 28/03/2022
written by Achmad Anshari

BPK menemukan empat permasalahan signifikan terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Pemeriksaan yang dilakukan pada semester II tahun 2021 tersebut menemukan permasalahan-permasalahan berkenaan dengan pengendalian dan pengawasan penggunaan kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan. BPK menyimpulkan dan menyampaikan lima poin rekomendasi atas permasalahan tersebut. Selengkapnya dapat disimak melalui infografis berikut.

xcvcgv
Infogram
28/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

7 Instansi Tarik Pungutan Tanpa Dasar Hukum Rp36 Miliar

by Super Admin 04/01/2021
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar Menteri Keuangan meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan efektif atas pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Rekomendasi itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“Meminta APIP K/L melakukan pengawasan efektivitas PNPB di lingkungan K/L supaya tidak terjadi permasalahan berulang,” demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Rekomendasi ini muncul setelah audit BPK menemukan adanya penerapan pungutan tanpa dasar hukum di 7 lembaga, ditambah 8 lembaga yang menarik pungutan resmi tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.

Tujuh instansi yang masih menerapkan pungutan itu adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp18,07 miliar, Kementerian Agama Rp15,04 miliar, Badan Keamanan Laut Rp2,34 miliar, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Rp485,79 juta.

Kemudian Kejaksaan RI Rp261,63 juta, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Rp222,75 juta, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp72,41 juta. Total nilai pungutan liar itu mencapai Rp36,50 miliar.

Pungutan itu antara diperoleh dari penyewaan terhadap Barang Milik Negara (BMN) yang belum disetujui, atau penyewaan terhadap BMN yang sudah disetujui tetapi tarifnya melanggar ketentuan, atau aktivitas lain.

Sedangkan 8 lembaga yang menarik pungutan resmi tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara adalah Kementerian Pertahanan Rp133,90 miliar, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp133,61 miliar, dan Perpustakaan Nasional Rp578,50 juta.

Kemudian Kementerian Pemuda dan Olah Raga Rp527,37 juta, Kementerian PUPR Rp387,21 juta, Badan Kepegawaian Negara Rp25,26 juta, lalu Kementerian Agama dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang jumlah tidak diketahui karena tidak didukung pencatatan.

Total pungutan resmi yang tidak disetorkan itu mencapai Rp269,03 miliar. Secara umum, audit BPK menemukan ada masalah terhadap pengelolaan PNBP di 40 K/L dengan nilai total Rp709,64 miliar.

Selain pungutan liar dan pungutan resmi yang tidak disetorkan ke kas negara, masalah lain berupa pungutan terlambat disetor Rp17,93 miliar, belum disetor Rp19,45 miliar, kurang pungut Rp20,29 miliar, belum/tidak dipungut Rp158,24 miliar, dan permasalahan lainnya senilai Rp188,17 miliar.

Praktik ini bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP, antara lain Pasal 1 yang menyatakan PNBP wajib dibayar kepada pemerintah dalam waktu tertentu sesuai peraturan perundang-undangan, dan Pasal 29 yang menyatakan seluruh PNBP wajib disetor ke kas negara.

Atas temuan ini BPK merekomendasikan agar Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah menginstruksikan menteri/pimpinan lembaga untuk menyetorkan PNBP yang belum/terlambat dipungut dan meminta APIP K/L melakukan pengawasan lebih efektif. (Hms)

04/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

Sukuk Negara Berpotensi Double Underlying, Salahi Prinsip Syariah

by Super Admin 31/12/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar Menteri Keuangan melakukan evaluasi atas nilai Barang Milik Negara (BMN) sehingga barang milik negara itu nilainya memadai sebagai underlying asset dalam penerbitan sukuk.

Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“.. menginventarisir aset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/sukuk) berupa BMN yang mengalami pemutakhiran data/nilai dan aset BMN yang teridentifikasi double underlying dengan project underlying,” demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Rekomendasi ini muncul setelah BPK melakukan evaluasi terhadap nilai penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, atau juga disebut sukuk negara, dan membandingkannya dengan nilai barang milik negara yang menjadi underlying asset.

Berbeda dari penerbitan surat berharga biasa seperti Surat Utang Negara (SUN), penerbitan Sukuk harus diikat dengan underlying asset. Ini karena prinsip syariah melarang transaksi money for money, yang dikategorikan riba.

Selain aset fisik berupa barang milik negara, penerbitan sukuk juga bisa didasari oleh proyek yang didanai tersebut, atau diistilahkan project underlying.

Audit BPK menemukan pada 2019 pemerintah menerbitkan sukuk Rp183,62 triliun menggunakan akad ijarah atau asset to be leased.

Namun setelah ditelusuri, penerbitan sukuk tahun 2019 itu masih menggunakan underlying asset barang milik negara yang pada 2012-2015 dengan nilai total Rp30,69 triliun. Padahal, penerbitan sukuk dengan menggunakan underlying asset sudah dimulai sejak 2012.

Masih adanya penggunaan barang milik negara tahun 2012-2015 untuk mendasari penerbitan sukuk tahun 2019 memunculkan potensi double underlying, yaitu suatu aset yang sudah diikat dengan sukuk seri tertentu digunakan lagi untuk penerbitan sukuk seri lain.

BPK menegaskan sukuk negara diterbitkan dengan prinsip syariah. Artinya, tiap penerbitan sukuk diikat aset yang nilainya sebanding. Potensi double underlying mengimplikasikan barang milik negara yang jadi underlying asset sebenarnya bernilai lebih rendah dari nilai sukuk yang diterbitkan.

Namun, konsekuensi yang lebih penting lagi, potensi double underlying ini menyalahi prinsip syariah  Pasalnya, nilai aset dalam penerbitan sukuk berfungsi sebagai transaksi riil, yang merupakan pembeda utama antara surat berharga syariah dan surat berharga biasa.

Apabila nilai aset yang dijadikan dasar tidak sebanding, maka sukuk itu sama saja bersifat instrumen utang, yang berarti tidak lagi bersifat syariah.

“Jumlah underlying asset sukuk minimal harus sama dengan jumlah sukuk yang akan diterbitkan. Jika aset sukuk kurang dari jumlah penerbitan, maka prinsip syariah sukuk belum terpenuhi,” demikian penegasan BPK.

Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan agar Menteri Keuangan memutakhirkan nilai barang milik negara yang menjadi underlying asset penerbitan sukuk, melakukan pemutakhiran nilai, dan mengidentifikasikan aset yang terindikasi double underlying. (Hms)

31/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Rencana Pelunasan Utang Rp91 Triliun Belum Didukung Anggaran

by Super Admin 30/12/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan merekomendasikan agar pemerintah menyusun anggaran secara lebih terperinci terkait dengan rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga.

Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“agar…  menyusun alokasi anggaran secara lebih rinci untuk rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga dan utang jangka panjang dalam negeri lainnya di tahun 2020,”  demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Rekomendasi itu muncul terkait dengan rencana pemerintah membayar utang kompensasi kepada BUMN, dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero) dan PT Pertamina (Persero) pada 2020. Audit BPK mendapati rencana tersebut belum didukung alokasi anggaran memadai.

Utang kompensasi adalah utang yang timbul karena pemerintah melakukan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik.

Harga yang ditetapkan pemerintah ini berbeda dari harga yang diusulkan PLN atau Pertamina berdasarkan formula harga, dan menyebabkan terjadinya kekurangpenerimaan pada keduanya.

Selisih antara harga yang ditetapkan pemerintah dan harga formula ini yang kemudian menjadi utang kompensasi. Utang ini dicatat di Neraca Pemerintah Pusat di pos Utang Kepada Pihak Ketiga.

Sebagian utang kompensasi ini sudah dibayar, antara lain dengan mekanisme set off, yaitu mengompensasikan utang pemerintah kepada badan usaha dengan besaran pajak yang harus dibayar badan usaha tersebut ke pemerintah.

Utang kompensasi berbeda dari belanja subsidi, karena subsidi dialokasikan dalam APBN yang sebelumnya sudah disepakati dengan DPR.

Dalam LHP itu terungkap, sampai Desember 2019, total utang kompensasi pemerintah mencapai Rp142,59 triliun, ke 3 badan usaha, yaitu PLN Rp45,43 triliun, Pertamina Rp96,50 triliun, dan PT AKR Corporindo Rp659,46 miliar.

Berdasarkan surat Menteri Keuangan, pemerintah berencana membayar sebagian utang kompensasi itu minimal Rp91 triliun. Perinciannya Rp45,43 triliun kepada PLN, Rp45 triliun kepada Pertamina, dan Rp659,46 miliar kepada AKR Corporindo, hingga total Rp91,08 triliun.

Namun, audit BPK menemukan jumlah yang sudah dituangkan menjadi Daftar Isian Pelaksana Anggaran hanya Rp15 triliun, sedangkan sisanya Rp76,08 triliun masih dalam proses penganggaran.

Praktik ini tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan semua hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran bersangkutan harus dimasukkan ke dalam APBN.

Praktik ini juga menyebabkan utang kompensasi kepada badan usaha berpotensi tidak dapat dibayar sepenuhnya pada 2020 dan akan menjadi utang pada periode berikutnya.

Di luar masalah itu, BPK juga menemukan sebagian utang kompensasi yang sudah diselesaikan dengan mekanisme set off masih belum berstatus clear dan berpotensi menimbulkan dispute.

Pasalnya, sebagaimana terungkap dalam LHP, badan usaha yang melakukan set off utang kompensasi juga mengajukan keberatan pajak di Pengadilan Pajak.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar pemerintah menyusun mekanisme penganggaran berbasis kinerja atas kebijakan kompensasi BBM dan tarif listrik sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara.

Kemudian juga merekomendasikan penetapan kebijakan terhadap syarat dan status transaksi yang dapat dilakukan set off hingga tidak berpotensi dispute di masa mendatang.

Berikutnya merekomendasikan penyusunan anggaran secara lebih terperinci untuk rencana pembayaran Utang Kepada Pihak Ketiga dan Utang Jangka Panjang Dalam Negeri Lainnya pada 2020. (Hms)

30/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaInfografik

Infografis LHP DTT atas Pendapatan, Biaya, dan Investasi BUMN

by apriyana 11/10/2020
written by apriyana

Berikut adalah infografis LHP DTT atas Pendapatan, Biaya, dan Investasi BUMN untuk Tahun 2016 s.d Triwulan III 2019

11/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id