WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 9 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Ilustrasi produk dalam negeri (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Bisa Buat K/L Patuhi Program Belanja Produk Dalam Negeri

by Admin 1 22/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Presiden Joko Widodo terus menegaskan kepada seluruh unsur pemerintah untuk meningkatkan belanja produk dalam negeri. Hal itu pun mendorongnya untuk menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, pihaknya pun mendapatkan instruksi untuk mengawal dan mengawasi realisasi program tersebut. Kepada Warta Pemeriksa, Ateh menyampaikan strategi BPKP dalam mengawal program itu dan sejumlah kendala yang harus dihadapinya. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana BPKP mengawasi pengelolaan program pemerintah atas peningkatan belanja produk dalam negeri saat ini?

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kita semua mendapatkan tugas untuk melaksanakan pengawasan program ini, termasuk efektivitas dan efisiensinya. Kita semua sudah tahu bahwa program Bangga Buatan Indonesia itu sudah lama dilakukan, bahkan sejak era presiden sebelum saat ini.

“BPK juga bisa membantu memeriksa karena memang BPK punya kewenangan untuk itu. BPK juga bisa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau kinerja untuk mengecek perkembangan industri Tanah Air seperti obat, alat kesehatan, baja, dan tekstil dalam mendukung upaya belanja produk dalam negeri.”

Mengapa ini penting? Saat ini, tengah terjadi krisis pangan dan energi di seluruh dunia. Setelah pandemi Covid-19, ada perang Rusia-Ukraina yang dampaknya luar biasa. Apalagi, Rusia dan Ukraina memiliki peran besar dalam pasokan energi dan komoditas pangan ke seluruh dunia. Sehingga, dampaknya besar sekali.

Dengan adanya pandemi Covid-19 ditambah tantangan tersebut, maka kita perlu menyiapkan langkah-langkah agar kita bisa tetap survive atau bertahan. Ini artinya, selain kita mulai melakukan hilirisasi industri dan meningkatkan produktivitas, hal yang paling penting adalah kita juga menggunakan produksi kita sendiri dari dalam negeri. Negara lain sudah mulai melindungi produk-produk mereka sendiri. Banyak negara yang mulai melarang ekspor untuk komoditas tertentu.

Pada awal 2022, BPS menghitung dan melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa terdapat angka impor senilai Rp400 triliun. Apabila produk impor tersebut disubstitusi menjadi produk dalam negeri itu akan menghasilkan tambahan PDB sebesar 1,6-1,7 persen untuk pertumbuhan. Hal itu juga bisa membuka dua juta lapangan kerja baru. Dari sana, Presiden kemudian minta diaktifkan kembali program Bangga Buatan Indonesia ini.

Transparansi Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara

Presiden Jokowi sempat bertanya kepada koordinator program, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ‘Apa bedanya program kali ini dibandingkan program sebelumnya?’

Perbedaannya, sekarang ini kita lakukan secara lebih komprehensif. Artinya, tidak hanya dari sisi demand. Bukan hanya kita meminta kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan BUMN untuk membeli produk dalam negeri, tapi tidak meninjau sisi pasarnya atau tempat bertemunya antara supply dan demand. Dalam belanja kementerian/lembaga, pasar itu artinya berupa e-Katalog yang menjadi marketplace-nya.

Kemudian, yang dilihat lebih serius adalah sisi supply atau industri yang menghasilkan produk substitusi impor tersebut. Kita hanya menyuruh orang membeli produk dalam negeri tapi barangnya tidak ada. Akhirnya, program itu tidak jalan.

Jadi, pendekatan kali ini lebih komprehensif. Kita lihat dari sisi supply, mana saja produsen kita yang bisa menghasilkan produk substitusi impor. Kemudian, siapa nanti yang akan membelinya dari sisi pemerintah. Selain itu, bagaimana cara menemukan antara supply dan demand ini supaya bertemu di marketplace.

Selain itu, perbedaannya adalah program kali ini diawasi secara ketat dan intensif. Setiap langkah itu diawasi secara serius dan lebih ketat dari sebelumnya.

Target pada tahun ini adalah melakukan substitusi produk impor sebesar Rp 400 triliun seperti yang dihitung BPS. Dari sisi demand, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN dikerahkan untuk membeli produk dalam negeri. Kemudian, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) kita minta untuk membenahi e-Katalog baik terkait sistem maupun digitalisasinya.

Kemudian, terkait supply, Kemenperin diminta untuk mengawasi produksi dari dalam negeri. Misalnya, mendukung proses sertifikasi atau mendorong UMKM untuk bisa menyediakan barang untuk kebutuhan pemerintah. Di situ juga dilaksanakan business matching.

Dari upaya-upaya tersebut, diperoleh komitmen untuk menggunakan anggaran untuk produk dalam negeri sebesar Rp 830 triliun. Per semester I 2022, komitmen tersebut sudah terealisasi sebesar Rp 298,6 triliun dari K/L, pemda, dan BUMN.

Memang angka itu masih jauh dibandingkan komitmen Rp 830 triliun. Tapi kami terus awasi dan dampingi seluruh proses tersebut.

Misalnya, kami menemukan ada produk tertentu yang tertulis sebagai barang lokal padahal itu adalah barang impor. Ini kita awasi semuanya. Kita juga sudah sampaikan ke Presiden Jokowi bahwa ada 823 barang impor yang banyak dibeli tapi sebenarnya ada substitusinya di dalam negeri.

Bagaimana koordinasi BPKP dengan APIP di pusat dan daerah dalam pengelolaan belanja produk dalam negeri?

APIP memiliki peran penting karena tentu BPKP tidak bisa bekerja sendiri. Kami juga sudah kumpulkan APIP K/L, pemda, dan BUMN dalam Rakornas Pengawas Internal dalam rangka penyatuan langkah pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Kami telah membuat aplikasi untuk pengawasan, yakni Siswas P3DN. Aplikasi itu membantu APIP dalam melaksanakan pengawasan P3DN di lingkungan yang menjadi kewenangannya. Dengan demikian, para APIP dapat menjaga program ini di instansi masing-masing.

Apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi oleh BPKP dalam mengawasi jalannya kebijakan P3DN?

Pelaksanaan Program P3DN masih dalam tahap awal, sehingga tantangan dalam pengawasan yang muncul antara lain sistem informasi yang mendukung pengawasan pelaksanaan program masih dalam tahap pengembangan. Masih banyak kekurangan dan belum terintegrasi.

Informasi transaksi produk dalam negeri (PDN) dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) juga tidak lengkap tersedia. LKPP hanya memiliki informasi proses pengadaan (e-Tendering dan e-Katalog) sampai dengan penetapan pemenang namun informasi realisasi PDN maupun TKDN serta pembayaran tidak tersedia.

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

Selain itu, belum ada pedoman atau panduan penghitungan TKDN dari kementerian yang berwenang (Kemenperin) untuk memudahkan pihak terkait dalam melakukan penghitungan TKDN atas produk dalam negeri. Sehingga, perlu ada sistem yang terintegrasi antara penyusunan rencana penganggaran sampai realisasi PDN dan TKDN. Kemenperin juga perlu membuat daftar inventarisasi PDN lengkap dan tidak hanya TKDN.

Kemenperin juga perlu membuat kebijakan untuk peningkatan sertifikasi TKDN dengan berbagai metode dan tidak hanya melalui surveyor independen. Kemenperin juga perlu melakukan identifikasi produk strategis yang perlu dikembangkan, menyusun rencana pengembangan, dan melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan TKDN.

Sinergitas apa yang bisa dikembangkan antara BPKP dan BPK dalam mendukung program P3DN ini?

BPK jelas bisa membantu untuk menghukum dan membuat K/L, pemda, dan BUMN menjadi patuh. Presiden meminta minimal 40 persen harus belanja produk dalam negeri. Masih ada 26 K/L yang komitmennya di bawah itu.

BPK juga bisa membantu memeriksa karena memang BPK punya kewenangan untuk itu. BPK juga bisa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau kinerja untuk mengecek perkembangan industri Tanah Air seperti obat, alat kesehatan, baja, dan tekstil dalam mendukung upaya belanja produk dalam negeri.

22/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi kemiskinan (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Hasil Pemeriksaan BPK Terkait Penanggulangan Kemiskinan di Daerah

by Admin 1 19/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Program penanggulangan kemiskinan di daerah masih perlu diperbaiki. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam hal monitoring dan evaluasi (monev). Salah satu permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah belum terarahnya program penanggulangan kemiskinan.

BPK pada semester II 2021 melakukan pemeriksaan kinerja terkait dengan upaya pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan. Pemeriksaan dilakukan terhadap dua pemerintah daerah (pemda), yaitu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur dan Pemkab Penajam Paser Utara.

Dari sisi monev, kegiatan dan program penanggulangan kemiskinan di kedua pemkab belum dilakukan secara optimal. Misalnya saja pemkab belum menyusun instrumen monev atas penanggulangan kemiskinan. Kemudian, kegiatan monev atas pelaksanaan program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan pada tingkat organisasi perangkat daerah tidak dilaksanakan secara memadai.

Pemeriksaan ini dilakukan sebagai salah satu upaya BPK untuk mendorong pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB), utamanya tujuan ke-1 yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun. Hasil pemeriksaan tersebut juga sudah dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

Untuk menanggulangi kemiskinan, Pemkab Kutai Timur diketahui telah menetapkan target tingkat kemiskinan sebesar 8,45 persen pada akhir 2021. Sementara, Pemkab Penajam Paser Utara telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) dan membentuk Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos).

Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 16 temuan. Dari sisi perencanaan, fungsi kelembagaan dalam koordinasi penanggulangan kemiskinan di Pemkab Kutai Timur belum optimal. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) belum dibentuk pada tahun 2016 dan 2018-2020, serta fungsi pengendalian dan koordinasi oleh TKPKD belum optimal.

Adapun di Pemkab Penajam Paser Utara, pembentukan TKPKD belum sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Kerja dan Penyelarasan Kerja serta Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota.

Selain itu, pembentukan lembaga koordinasi, pengendalian dan pelayanan serta regulasi terkait penanggulangan kemiskinan belum optimal. Salah satunya, Perda Nomor 10 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Kemiskinan belum sepenuhnya selaras dengan peraturan perundang-undangan.

“Akibat hal tersebut, pengelolaan program penanggulangan kemiskinan di Pemkab Kutai Timur tidak terarah dan terkoordinasi dengan baik. Adapun di Pemkab Penajam Paser Utara, penanggulangan kemiskinan tidak terarah dan tidak terpadu dan Perda Nomor 10 Tahun 2018 tidak bisa dijadikan dasar dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.

Perbaikan program penanggulangan kemiskinan juga perlu dibenahi dari sisi pelaksanaan. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, program pemberian bantuan kepada masyarakat pada Pemkab Kutai Timur belum diprioritaskan kepada warga miskin. Sedangkan pada Pemkab Penajam Paser Utara pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya tepat sasaran, sesuai kebutuhan, dan bermanfaat.

Permasalahan tersebut menyebabkan tujuan program pemberian bantuan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat miskin di Pemkab Kutai Timur tidak tercapai. “Sedangkan di Pemkab Penajam Paser Utara, masyarakat miskin tidak mendapatkan manfaat dari program-program penanggulangan kemiskinan.”

Soal Pengelolaan Sampah Daerah, Ini Rekomendasi BPK

Dari sisi monev, kegiatan dan program penanggulangan kemiskinan di kedua pemkab belum dilakukan secara optimal. Misalnya saja pemkab belum menyusun instrumen monev atas penanggulangan kemiskinan. Kemudian, kegiatan monev atas pelaksanaan program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan pada tingkat organisasi perangkat daerah tidak dilaksanakan secara memadai.

Akibatnya, Pemkab Kutai Timur tidak dapat mengukur pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran program pemberian bantuan. Selain itu, tidak dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan untuk ditindaklanjuti dengan solusi perbaikan.

Dampak lainnya, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di Pemkab Penajam Paser Utara menjadi tidak terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Kemudian adanya potensi target program penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJMD tidak tercapai.

Rekomendasi BPK kepada Bupati Kutai Timur dan Bupati Penajam Paser Utara terkait Program Penanggulangan Kemiskinan.

● Bupati Kutai Timur agar menetapkan SK TKPKD sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2020 dan menginstruksikan TKPKD melaksanakan fungsi koordinasi perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

● Bupati Penajam Paser Utara agar merevisi SK Pembentukan TKPK Kabupaten Penajam Paser Utara sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 dan menginstruksikan Ketua TKPK untuk melakukan sosialisasi SK TKPK, menjalankan tugas dan fungsinya dan mengkaji keselarasan Perda Nomor 10 tahun 2018 dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

● Bupati Kutai Timur dan Bupati Penajam Paser Utara agar menginstruksikan Kepala OPD terkait menggunakan basis data DTKS sebagai sumber data utama dalam penentuan sasaran penerima bantuan dan/atau pemberdayaan, serta sasaran penerima manfaat.

● Bupati Kutai Timur agar menginstruksikan TKPKD melaksanakan tugas dan fungsi kegiatan monev dan menyampaikannya kepada Bupati.

● Bupati Penajam Paser Utara agar menginstruksikan TKPK untuk menyusun instrumen pelaksanaan monev program penanggulangan kemiskinan, serta melaksanakan dan melaporkannya kepada Bupati dan TKPK provinsi. Selain itu, menginstruksikan kepala OPD untuk menyusun dan menyampaikan laporan monev program penanggulangan kemiskinan yang menggambarkan capaian program dan kegiatan kepada TKPK.

19/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSAI20SLIDERSorotan

Apresiasi BPK, Jokowi: SAI20 Semakin Perkokoh Kepemimpinan Indonesia

by Admin 1 18/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasi terhadap kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu disampaikannya dalam pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).

“BPK telah menjaga sinergi antara kualitas tata kelola keuangan negara dan fleksibilitas dalam menghadapi krisis. Ini sangat membantu pemerintah. Rencana penyelenggaraan Supreme Audit Institution (SAI)-20 juga semakin memperkokoh kepemimpinan Indonesia di G20,” kata Presiden.

SAI20 diyakini akan menjadi suatu legacy bagi Indonesia dan BPK. Tak hanya di tingkat nasional. Akan tetapi juga di dunia internasional, terutama di lingkungan G20.

“Namun, di tengah tantangan yang berat, kita patut bersyukur, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalika pandemi Covid-19, termasuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia, dengan 432 juta dosis vaksin telah disuntikkan.”

SAI20 menjadi legacy khususnya dalam mewujudkan peran serta SAI dalam mengatasi berbagai tantangan global. Mulai dari upaya untuk pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19 hingga upaya mempercepat pencapaian target SDGs.

Dalam praktiknya, pembentukan SAI20 meliputi beberapa tahap. Mulai dari penyusunan konsep yang digunakan dalam pembahasan pertemuan teknis, pertemuan pejabat senior, hingga konferensi tingkat tinggi (KTT) yang diselenggarakan pada Agustus 2022 di Bali.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).

Dalam pidatonya, Presiden juga menegaskan bahwa agenda besar bangsa tidak boleh berhenti. Untuk itu pun, langkah-langkah besar harus terus dilakukan. Untuk itu, dia pun mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi dan untuk memperkokoh ideologi bangsa. “Tantangan yang kita hadapi sangat berat. Semua negara, di seluruh dunia, sedang menghadapi ujian,” ungkap dia.

Presiden pun menyebut bahwa krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Perekonomian dunia juga belum sepenuhnya bangkit. Ditambah lagi dengan perang di Ukraina yang tiba-tiba meletus dan menciptakan krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan di seluruh dunia.

“Seratus tujuh negara terdampak krisis, sebagian di antaranya diperkirakan jatuh bangkrut. Diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan,” ungkap Presiden.

Karenanya, dia menyebut bahwa ujian ini tidak akan mudah dihadapi dunia dan Indonesia. Semua ini harus dihadapi dengan kehati-hatian dan dengan kewaspadaan.

Wow, Presiden Apresiasi Inovasi Pemeriksaan BPK

“Namun, di tengah tantangan yang berat, kita patut bersyukur, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalika pandemi Covid-19, termasuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia, dengan 432 juta dosis vaksin telah disuntikkan,” papar dia. 

“Tahun 2022 ini, kita menjadi Presiden G20, organisasi 20 negara ekonomi terbesar di dunia. Tahun depan, menjadi Ketua ASEAN. Artinya, kita berada di puncak kepemimpinan global dan memperoleh kesempatan besar untuk membangun kerja sama internasional,” kata Presiden menambahkan.

18/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi investasi (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ketidakselarasan Peraturan Hambat Penerbitan Izin Berusaha OSS

by Admin 1 16/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Perbaikan iklim usaha dan peningkatan investasi menjadi salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, investasi di sektor riil, serta industrialisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui perbaikan peringkat kemudahan berusaha dan penerapan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, yaitu Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada sejumlah hal yang masih menghambat penerbitan izin berusaha melalui OSS RBA. salah satunya adalah belum selarasnya peraturan perizinan di tingkat pusat dan daerah.

Seperti disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, pemeriksaan kinerja terkait dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi, dilakukan di dua kementerian/lembaga (K/L), yaitu Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemeriksaan juga dilakukan di 41 pemerintah daerah (pemda), yang meliputi satu pemerintah provinsi (pemprov), 21 pemerintah kabupaten (pemkab), dan 19 pemerintah kota (pemkot).

“Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.”

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi. BKPM, misalnya, sudah menetapkan peraturan pelaksanaan perizinan berusaha dan melakukan sosialisasi peraturan-peraturan tersebut kepada K/L, pemda, dan masyarakat. Selain itu, BKPM mengembangkan sistem OSS RBA dan meluncurkannya secara resmi pada 9 Agustus 2021 sebagai salah satu bentuk reformasi perizinan berusaha di Indonesia.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, peraturan perizinan berusaha di tingkat pusat dan daerah belum sepenuhnya selaras dan lengkap untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. “Akibatnya perizinan berusaha di seluruh sektor yang memerlukan persyaratan dasar perizinan berusaha belum dapat diterbitkan melalui sistem OSS RBA,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.

BPK pun menemukan ada ketidakharmonisan antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Tahun 2021-2022 yang dilakukan terhadap BKPM dan instansi terkait lainnya. “Ketidakharmonisan tersebut berkaitan dengan persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha,” demikian dikutip dari LHP BPK.

PP Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 4 menetapkan, untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan/atau perizinan berusaha berbasis risiko. Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung (PBG), dan sertifikat laik fungsi (SLF).

Salah satu persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha sesuai ketentuan Pasal 5 PP Nomor 5 Tahun 2021 adalah persetujuan lingkungan. Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Ketentuan mengenai pelaksanaan teknis persetujuan lingkungan ditetapkan dalam PP Nomor 22 tahun 2021. Persetujuan Lingkungan diterbitkan melalui pengujian kelayakan Amdal, pemeriksaan formulir upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), atau penerbitan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

Dalam sistem OSS, pengujian dokumen Amdal dilakukan untuk penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan hidup (SKKLH). Sedangkan persetujuan atas dokumen UKL-UPL ditetapkan dalam persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup (PKPLH).

“Hasil pemeriksaan terkait pengajuan permohonan persetujuan lingkungan diketahui terdapat ketidakharmonisan persyaratan pengajuan dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL dengan perizinan berusaha (PB) untuk menunjang kegiatan usaha (UMKU) pada PP Nomor 5 Tahun 2021.”

Pasal 26 PP Nomor 22 tahun 2021 menetapkan bahwa Amdal terdiri atas formulir kerangka acuan, analisis dampak lingkungan (Andal), dan RKL-RPL. Pengajuan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL harus dilengkapi dengan persetujuan teknis.

Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas.  Kemudian, pasal 57 PP Nomor 22 Tahun 2021 menetapkan bahwa pengajuan formulir UKL-UPL dilengkapi dengan persetujuan teknis. Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas.

Hasil pemeriksaan menunjukkan PP Nomor 5 Tahun 2021 di sektor transportasi menetapkan bahwa persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas (Andalalin) sebagai salah satu PB UMKU sektor transportasi. “Hal tersebut berdampak pada tidak dapat terpenuhinya dokumen persetujuan teknis dalam pengajuan permohonan SKKLH dan PKPLH.”

Ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan BPK kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Salah satu rekomendasi itu adalah berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait untuk menginventarisasi dan menyelaraskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

Beberapa regulasi yang perlu diselaraskan adalah PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.

IHPS I 2021 Ungkap 14.501 Permasalahan Senilai Rp8,37 Triliun

Untuk itu, Kementerian Investasi/BKPM terus berkoordinasi dengan K/L/I terkait dalam rangka harmonisasi PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan K/L/I. Koordinasi dilakukan dalam rangka penyesuaian penanaman dalam sistem OSS dan sebagai masukan untuk perubahan/revisi PP Nomor 5 tahun 2021 yang sedang dilaksanakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

16/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
International Centre for Environment Audit and Sustainable Development (iCED) di India.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Lebih Dekat dengan iCED, Pusat Pelatihan Audit Lingkungan dan SDGs di India

by Admin 1 15/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan telah menjadi perhatian utama supreme audit institutions (SAI) atau lembaga pemeriksa di dunia. Selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, SAI lainnya yang juga memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan adalah SAI India, yaitu the Comptroller and Auditor General of India (CAG).

Bentuk keseriusan CAG terkait lingkungan tercermin dengan didirikannya International Centre for Environment Audit and Sustainable Development (iCED). ADAI & Director General iCED Sayantani Jafa menjelaskan, iCED dibentuk CAG of India untuk pengembangan kapasitas berbagi pengetahuan di bidang pemeriksaan lingkungan.

“Sedangkan misi kami adalah mengembangkan produk berkualitas tinggi dalam pelatihan dan penelitian untuk memperkaya pemeriksaan lingkungan. Hal itu dilakukan melalui pendekatan interdisipliner.”

Dia mengatakan, iCED didesain sebagai global training facility (GTF) atau fasilitas pelatihan global dari Working Group on Environmental Audit (WGEA) serta Working Group on Extractive Industries (WGEI) dari International Organizations of Supreme Audit Institutions (INTOSAI). iCED juga menyelenggarakan program pelatihan pemeriksaan lingkungan di bawah Indian Technical and Economic Cooperation Programme (ITEC) atau Program Kerja Sama Teknis dan Ekonomi India yang didukung penuh oleh Kementerian Luar Negeri India.

“iCED turut melakukan program pelatihan di domestik mengenai audit isu lingkungan dan area pembangunan berkelanjutan untuk program pengembangan kapasitas internalnya. iCED memulai upaya peningkatan kapasitasnya pada tahun 2013,” kata Sayantani Jafa dalam wawancara tertulis dengan Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Menurut dia, fasilitas itu didirikan untuk memanfaatkan pengalaman India yang telah melakukan pemeriksaan lingkungan selama bertahun-tahun. Selain itu, untuk memberikan pelatihan secara ekstensif dan bertindak sebagai forum berbagi pengalaman dan penelitian.

Fasilitas dan lingkungan di iCED juga dibangun dengan memperhatikan aspek lingkungan. Sebesar 85 persen dari total luas lahan iCED merupakan zona hijau dengan aneka ragam flora dan fauna.

“Kami juga menerapkan Energy Conservation Building Code 2006 untuk pemilihan lokasi bangunan, penggunaan material selama konstruksi, efisiensi energi dan air, kualitas lingkungan dalam ruangan, dan lainnya.”

Dia menambahkan, iCED menggunakan energi terbaru melalui ladang tenaga surya, daur ulang limbah melalui instalasi pengolahan limbah, pengomposan, hingga penggunaan pendingin/pemanas geothermal untuk area tertentu. “Sejumlah langkah itu menjadi wujud komitmen SAI India terkait lingkungan berkelanjutan,” katanya.

Sayantani menambahkan, iCED dapat melacak inisiatif di seluruh spektrum kegiatan pemerintah, sehingga hal tersebut akan membuat pemeriksaan lingkungan yang dilakukan menjadi lebih kuat dan efektif.

“iCED juga menunjukkan praktik ramah lingkungan melalui infrastruktur fisiknya yang ramah lingkungan serta 85 persen merupakan ‘zona hijau’ dengan habitat alami yang dilestarikan di area kampus,” katanya.

Terkait tujuan dan target pembentukan iCED, Sayantani menjelaskan bahwa iCED memiliki visi untuk menjadi centre of excellence global demi meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola di bidang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Berkumpul di Labuan Bajo, Ini yang Dibahas SAI20-SOM

“Sedangkan misi kami adalah mengembangkan produk berkualitas tinggi dalam pelatihan dan penelitian untuk memperkaya pemeriksaan lingkungan. Hal itu dilakukan melalui pendekatan interdisipliner,” katanya.

Dia menjelaskan, ada beberapa tujuan strategis dari pembentukan iCED. Pertama, menjadi pusat pengetahuan yang mendorong pembelajaran dan membangun kapasitas untuk audit. Lalu mempromosikan pengarusutamaan masalah lingkungan, melakukan penelitian yang menginformasikan proses dalam audit serta struktur tata kelola, dan menjadi pusat informasi untuk penyebaran dan penggunaan secara luas.

“Juga membangun kemitraan dengan SAI dan organisasi lain yang bekerja di bidang ini serta mengembangkan institusi modern yang efisien, efektif dan adaptif.”

15/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung Kementerian Pertanian (Sumber: Kementerian Pertanian)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wabah Penyakit dari Hewan Perlu Dicegah, Ini Temuan BPK

by Admin 1 12/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terkait kesiapan Kementerian Pertanian dalam mendukung penguatan kapasitas sistem kesehatan nasional. Khususnya untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan.

Hal ini dilakukan dengan Pemeriksaan Kinerja atas Kesiapan Dalam Mencegah, Mendeteksi dan Merespons Wabah Penyakit pada Manusia yang Berasal dari Hewan yang Berdampak Nasional atau Global tahun 2020 sampai triwulan III 2021. Pemeriksaan dilakukan di Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

“BPK menilai, Kementan dapat meningkatkan kesiapan dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan jika dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.”

Dikutip dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirilis pada 31 Desember 2021, BPK mencatat upaya dan capaian yang telah dilakukan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance (AMR) yang berasal dari hewan. Hal itu antara lain dalam aspek peran Kementan dalam sistem kesehatan nasional.

Terdapat kebijakan dan regulasi ditetapkan oleh Menteri Pertanian terkait penyakit zoonosis dan pengendalian AMR. Kementan juga telah menetapkan kebijakan dan regulasi terkait penetapan indikator dan pencapaian kinerja dalam pengendalian penyakit zoonosis.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukan masih ada permasalahan yang dapat menghambat kesiapan dalam mendukung penguatan kapasitas sistem kesehatan nasional untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan. Dalam aspek peran Kementan dalam sistem kesehatan nasional, keterlibatan Kementan dalam Sistem Kesehatan Nasional belum diatur secara jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012.

Selain itu, peraturan pemerintah tentang peningkatan kemampuan mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit belum lengkap dan belum dapat dilaksanakan secara optimal. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang peternakan dan kesehatan hewan juga belum lengkap didukung dengan peraturan/keputusan Menteri Pertanian.

BPK juga menemukan, Menteri Pertanian belum optimal meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan sistem kesehatan hewan nasional melalui percepatan penerapan otoritas veteriner di tingkat nasional, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Menteri Pertanian juga belum menetapkan kebijakan dan regulasi terkait indikator/target pencapaian dalam pengendalian AMR.

BPK menilai, Kementan dapat meningkatkan kesiapan dalam melaksanakan kegiatan mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan jika dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

BPK juga merekomendasikan kepada Menteri Pertanian agar berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Khususnya terkait dengan tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian Pertanian dalam Sistem Kesehatan Nasional dengan pendekatan one health.

Diperlukan adanya kelembagaan yang terstruktur untuk mengambil keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan mengerahkan semua lini kemampuan profesi. Mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai mengendalikan teknis operasional di lapangan.

12/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apakah TKDN di BUMN Masih Perlu Ditingkatkan?

by Admin 1 11/08/2022
written by Admin 1

WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawal program pemerintah terkait Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Pemeriksaan terkait P3DN telah dilaksanakan untuk tahun anggaran 2020 dan semester I tahun 2021. Pemeriksaan dilakukan pada semester II 2021 terhadap Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya, termasuk perusahaan BUMN.

“Atas permasalahan ketidaktercapaian TKDN dalam pembangunan infrastruktur pembangkit ketenagalistrikan terhadap PT PLN (Persero) tersebut, BPK telah meminta data atas implementasi capaian TKDN pada BUMN kepada Kementerian BUMN.”

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, realisasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) oleh perusahaan BUMN masih perlu ditingkatkan. Seperti diketahui, BUMN merupakan salah satu instansi yang diminta turut berperan aktif dalam optimalisasi penggunaan produk dalam negeri. Peran aktif tersebut diukur melalui TKDN dalam setiap proyek yang dimiliki dan dilaporkan secara berkala kepada pemerintah.

Hasil analisis awal terhadap dokumen yang diperoleh dari Pusat P3DN terkait capaian TKDN terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) menunjukkan, masih terdapat proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan capaian nilai TKDN di bawah ketentuan nilai minimal TKDN yang ditetapkan dalam Permenperin Nomor 54/M-IND/PER/3/2012.

“Beberapa di antaranya memiliki deviasi sampai dengan 43 persen, antara lain pada pembangunan infrastruktur pembangkit tenaga listrik, transmisi, dan gardu induk,” demikian disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Belanja Pemerintah tahun 2020-Semester I 2021.

Atas permasalahan ketidaktercapaian TKDN dalam pembangunan infrastruktur pembangkit ketenagalistrikan terhadap PT PLN (Persero) tersebut, BPK telah meminta data atas implementasi capaian TKDN pada BUMN kepada Kementerian BUMN. Melalui Surat BPK Nomor S-673/S.MBU/10/2021 perihal Penyampaian Laporan Realisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri BUMN Periode 2020-Semester I Tahun 2021, Sekretaris Kementerian BUMN menyatakan bahwa BUMN telah melakukan perhitungan TKDN secara mandiri atas proyek-proyek dan menyampaikan hasil perhitungan tersebut kepada BPK.  Persentase realisasi TKDN pada tahun 2020 dan semester I tahun 2021 masing-masing sebesar 31,63 persen dan 56,01 persen. Selain itu, terdapat dua perusahaan dengan nilai realisasi TKDN di bawah 25 persen pada 2020.

Ini Jumlah Kerugian Negara/Daerah Sepanjang 2005 Sampai 30 Juni 2021

Sebagai informasi, P3DN merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan masyarakat serta memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memperkuat struktur industri.

11/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi produk dalam negeri (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Program Peningkatan TKDN Belum Didukung Roadmap

by Admin 1 10/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Penggunaan produk dalam negeri terus didorong oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan nilai tambah dan mewujudkan kemandirian sektor industri. Untuk mengawal upaya pemerintah tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas Pengelolaan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dalam Belanja Pemerintah Tahun 2020 dan Semester I Tahun 2021.

“BPK merekomendasikan Menteri Perindustrian selaku Ketua Harian Tim Nasional P3DN menginstruksikan para Direktur Jenderal pembina industri berkoordinasi dengan K/L terkait untuk menyusun roadmap TKDN dan  menetapkan produk prioritas yang akan dikembangkan.”

Pemeriksaan yang dilakukan pada Kementerian Perindustrian dan instansi terkait lainnya, mengungkapkan sebanyak tujuh temuan pemeriksaan beserta rekomendasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam implementasi penggunaan produk dalam negeri, salah satunya terkait tidak adanya roadmap TKDN.

“Upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) belum didukung dengan rencana pengembangan peningkatan nilai TKDN (roadmap),” demikian disampaikan BPK seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

BPK menyampaikan, upaya peningkatan P3DN juga belum didukung dengan penetapan produk prioritas yang akan dikembangkan. “Akibatnya, tidak ada ukuran  dan pedoman yang  jelas terkait dengan  pemberdayaan industri  dan penguatan  struktur industri dalam pelaksanaan P3DN,” tulis BPK dalam laporannya.

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

Terkait permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Perindustrian selaku Ketua Harian Tim Nasional P3DN menginstruksikan para Direktur Jenderal pembina industri berkoordinasi dengan K/L terkait untuk menyusun roadmap TKDN dan  menetapkan produk prioritas yang akan dikembangkan.

Seperti diketahui, P3DN merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan masyarakat serta memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memperkuat struktur industri.

10/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pengelolaan sampah (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Jawaban Pemprov DKI Soal Pemeriksaan BPK Terkait Sampah

by Admin 1 09/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pengelolaan sampah menjadi salah satu isu prioritas lingkungan yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk terus dilakukan perbaikan. Berdasarkan data per 2020, timbulan sampah di Ibu Kota mencapai 8.369 ton per hari.

Adapun di sisi hilir, ketinggian timbunan sampah di TPST Bantargebang saat ini telah mencapai sekitar 50 meter. Lalu, bagaimana inovasi yang dilakukan Pemprov DKI untuk meningkatkan pengelolaan sampah?

“Peran masyarakat secara nyata sudah dibuktikan dengan adanya keterlibatan warga masyarakat, swasta, atau lainnya di tiap RW DKI Jakarta untuk membentuk bank sampah sebagai sarana pengumpulan sampah yang mudah didaur ulang, Namun proses bisnisnya belum jelas, sehingga membutuhkan dukungan pelaku industri daur ulang agar dapat meningkatkan perekonomian warga masyarakat dan nilai sampah yang diolah bernilai tinggi.”

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam wawancara tertulis dengan Warta Pemeriksa belum lama ini menjelaskan, berdasarkan penelitian Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta tahun 2020, setiap orang menghasilkan sampah seberat 0,7 kg/orang/hari.  “Timbunan sampah warga DKI Jakarta pada 2020 mencapai 8.369 ton per hari, di mana sebagian besar sampah tersebut diangkut menuju TPST Bantargebang, dengan kapasitas sebesar 21.878.000 m3,” kata Asep.

Ada beberapa upaya pengendalian sampah yang dilakukan. Pertama, pengelolaan sampah lingkup RW. Hal itu salah satunya dilakukan dengan melakukan pengawasan dalam penyediaan kantong belanja ramah lingkungan (KBRL) di pusat perbelanjaan.

Langkah lainnya melakukan pengelolaan sampah kawasan secara mandiri. Hal ini seperti diamanatkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 102 Tahun 2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan.

Terkait inovasi, ada sejumlah program yang dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan sampah di hilir (TPST Bantargebang). Pertama, pembangunan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), yaitu fasilitas yang mengolah sampah dengan kapasitas 100 ton/hari serta menghasilkan listrik sekitar 700 kWh. PLTSa merupakan buah kerja sama/kolaborasi antara BPPT (pembangunan) dan DLH Pemprov DKI Jakarta (pengoperasian dan pemeliharaan).

Kemudian, landfill mining TPST Bantargebang, yaitu menggali/mengkeskavasi sampah lama dari zona landfill tidak aktif, untuk selanjutnya sampah diolah secara mekanis menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). DLH DKI telah melakukan pilot project landfill mining sejak tahun 2020 dengan kapasitas 100-150 ton/hari serta bekerja sama dengan industri semen, yaitu PT Indocement dan PT Solusi Bangun Indonesia untuk pemanfaatan RDF hasil landfill mining.

“Pada tahun 2022 ini, DLH tengah melaksanakan pembangunan fasilitas yang dapat mengolah 1.000 ton/hari sampah lama dan 1.000 ton/hari sampah baru di TPST Bantargebang. Kedua fasilitas tersebut ditargetkan selesai pada Desember 2022 dan siap beroperasi pada awal 2023. Fasilitas ini akan mengolah sampah lama dan sampah baru menjadi RDF (minimum 700 ton/hari). RDF selanjutnya akan dimanfaatkan oleh industri semen sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara,” katanya.

DKI juga melakukan inovasi berupa pengelolaan sampah elektronik. Terkait hal ini, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta memberikan kemudahan bagi warga Jakarta yang ingin membuang sampah elektroniknya agar tidak dibuang sembarang yang berakibat pencemaran lingkungan.

DLH pun menyediakan layanan Permohonan Penjemputan E-waste dengan melakukan pendaftaran terlebih dahulu pada link website Dinas Lingkungan Hidup https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/layanan_kami/e_waste.

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

Menurut dia, ada sejumlah tantangan yang dihadapi terkait pengelolaan sampah. Salah satu tantangan itu adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sampah. “Peran masyarakat secara nyata sudah dibuktikan dengan adanya keterlibatan warga masyarakat, swasta, atau lainnya di tiap RW DKI Jakarta untuk membentuk bank sampah sebagai sarana pengumpulan sampah yang mudah didaur ulang, Namun proses bisnisnya belum jelas, sehingga membutuhkan dukungan pelaku industri daur ulang agar dapat meningkatkan perekonomian warga masyarakat dan nilai sampah yang diolah bernilai tinggi.”

Adapun tantangan dalam pengelolaan sampah di hilir (TPST Bantargebang) yaitu besarnya tonase sampah yang setiap hari diangkut ke TPST Bantargebang. Termasuk juga ketinggian timbunan sampah di TPST Bantargebang yang telah mencapai sekitar 50 meter.

Sebagai langkah menghadapi tantangan tersebut, DLH tengah membangun fasilitas pengolahan sampah landfill mining dan RDF Plant yang akan mereduksi 1.000 ton/hari sampah lama dan 1.000 ton/hari sampah baru dari Kota Jakarta. “Dengan demikian, diharapkan masa pelayanan TPST Bantargebang dapat diperpanjang untuk melayani pengelolaan sampah dari Kota Jakarta,” katanya.

09/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi DKI Jakarta (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Terkait Rekomendasi BPK Soal Pencemaran Udara, Ini yang Dijalankan Pemprov DKI

by Admin 1 08/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan sedang menyiapkan grand design untuk mengendalikan pencemaran udara di Ibu Kota. Penyusunan grand design tersebut merupakan salah satu rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari hasil Pemeriksaan Pengendalian Pencemaran Udara dari Transportasi Darat pada Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam wawancara tertulis dengan Warta Pemeriksa belum lama ini mengatakan, pemprov sedang menyusun payung hukum untuk menjalankan grand design tersebut. “Pada saat ini sedang dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang menjadi salah satu rencana aksi di dalam Kegiatan Strategis Daerah (KSD) 71 Pengendalian Pencemaran Udara,” kata Asep.

“Pencapaian target peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan integrasi sistem transportasi publik dan manajemen rekayasa lalu lintas menjadi terhambat.”

Menurut dia, Dinas LH DKI juga berkomitmen menjalankan rekomendasi BPK lainnya. Rekomendasi itu adalah memasukkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki target penurunan pencemaran udara secara terukur pada masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) yang bertanggung jawab memperbaiki kualitas udara.

“Dinas Lingkungan Hidup sedang menyusun Rancangan Peraturan Gubernur tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang mana di dalam ranpergub tersebut akan terdapat rencana dan strategi aksi dari masing-masing OPD terkait dengan target penurunan emisi berdasarkan jenis pencemar,” katanya.

Saat ini, kata Asep, prosesnya masih dalam tahap konfirmasi data kepada masing-masing OPD dan akan dilakukan pembahasan lanjutan. Rekomendasi selanjutnya dari BPK adalah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak di luar Pemprov DKI Jakarta, termasuk daerah penyangga. Koordinasi itu diperlukan untuk penyusunan dan implementasi strategi dan rencana aksi peningkatan kualitas udara secara simultan di DKI Jakarta.

Terkait hal itu, Asep menyebut telah  disusun Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Pemerintah Kota Bekasi. Sebagai informasi, ada empat temuan utama terkait pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemprov DKI.

Pertama, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki grand design pengendalian pencemaran udara yang komprehensif dalam upaya perbaikan kualitas udara. Penyusunan grand design belum mengakomodasi basis data inventarisasi emisi pencemaran udara yang berkesinambungan.

Selain itu, program Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) Pemprov DKI Jakarta masih bersifat sektoral dan belum terpadu. Akibatnya, perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian pencemaran tidak terarah dan efektif dalam memperbaiki kualitas udara di DKI Jakarta.

Temuan kedua, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki rencana aksi dan target konversi BBM ke BBG dan regulasi yang mendukung penerapan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan yang memadai. Selain itu, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program bahan bakar ramah lingkungan belum berjalan optimal di Provinsi DKI Jakarta. Akibatnya, kontribusi kebijakan bahan bakar ramah lingkungan terhadap pengendalian pencemaran udara tidak dapat dievaluasi.

BPK Dorong Pemprov DKI Tingkatkan Penyelesaian Rekomendasi BPK

Ketiga, penerapan kebijakan uji emisi kendaraan bermotor belum optimal dalam upaya meningkatkan kualitas udara. Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan target kegiatan dan aktivitas pendukung belum konkret mengarah pada ukuran hasil, sistem pengujian emisi kendaraan bermotor belum dimutakhirkan, serta regulasi yang belum lengkap dan belum diterapkan sepenuhnya. Akibatnya, target peningkatan kualitas lingkungan hidup dari kegiatan uji emisi tidak efektif sehingga penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan uji emisi tidak tercapai.

Sedangkan temuan terakhir, penerapan sistem transportasi publik yang terintegrasi serta manajemen rekayasa lalu lintas belum optimal dalam mendukung penurunan pencemaran udara di DKI Jakarta. Selain itu, pola manajemen rekayasa lalu lintas seperti pelaksanaan kebijakan ganjil genap dan kebijakan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) belum optimal dalam mendukung upaya shifting ke transportasi publik. Akibatnya, pencapaian target peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan integrasi sistem transportasi publik dan manajemen rekayasa lalu lintas menjadi terhambat.

08/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan Arah Baru Kebijakan?
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan...

    09/07/2025
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id