WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 9 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Kejar Posisi UN BoA, Ini Alasannya

by Admin 1 12/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Ada berbagai cara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menunjukkan kredibilitas sebagai lembaga audit, khususnya di tingkat internasional. Satu di antaranya yaitu dengan menargetkan posisi United Nations Board of Auditors (UN BoA).

“Kalau di 2026 kita masuk di UN BoA, kita bisa memeriksa 12 entitas yang ada di UN, kami punya milestone seperti itu,” kata Ketua BPK Isma Yatun saat di Kantor BPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Target kita itu, apabila sudah sampai sana baru kita maintain, karena kita memegang administratif semua proses perkembangan BPK-BPK seluruh dunia. Kita mau mengeksternalisasi apa yang ada di BPK dan menyerap apa yang ada di dunia terkait standar mutu, informasi teknologi, pengembangan SDM, dan sebagainya.”

Isma menyampaikan bahwa BPK ingin memiliki kapasitas yang tidak hanya sebatas pemeriksa laporan keuangan pemerintah. Akan tetapi juga bisa bergerak ke luar dengan memeriksa laporan keuangan eksternal di tingkat global.

“Kami sudah punya satuan kerja yang namanya Pusat Kemitraan Global yang fokus untuk mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan internasional,” ujar dia seperti dilansir dari Antara.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menambahkan, lembaga internasional yang menerapkan International Public Sectors Accounting Standars (IPSAS) sebanyak 100 persen hanya UN.  Karenanya, dengan mengaudit UN, maka BPK akan mendapatkan pemahaman yang utuh terkait implementasi IPSAS.

Di Indonesia saat ini, lanjutnya, sudah mulai diterapkan IPSAS meskipun belum 100 persen. Dengan demikian, penting bagi BPK untuk menjadi pemeriksa UN untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan.

Enam Tahun Jadi Pemeriksa IAEA, Ini Best Practice yang Didapat BPK

Keanggotaan BoA UN memungkinkan BPK untuk mengaudit lembaga internasional secara masif. Meski saat ini Indonesia telah menjadi pemeriksa eksternal untuk lembaga internasional seperti International Atomic Energy Agency selama dua periode dan International Maritime Organization.

Meskipun untuk itu, BPK harus bersaing dengan lembaga pengawas keuangan dari negara lain terlebih dahulu. “Kalau kita masuk BoA itu ditunjuk oleh Resolusi Majelis Umum PBB. Sekarang BoA China, Prancis dan Chile. Kita punya kesempatan untuk menggantikan China di 2026, tapi pendaftaran dan sebagainya dimulai dari sekarang,” jelas Agus.

Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai kesempatan untuk menjadi ketua lembaga pemeriksa sedunia atau The International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI).

Apa Kemajuan Signifikan BPK dalam Dua Tahun Terakhir?

“Target kita itu, apabila sudah sampai sana baru kita maintain, karena kita memegang administratif semua proses perkembangan BPK-BPK seluruh dunia. Kita mau mengeksternalisasi apa yang ada di BPK dan menyerap apa yang ada di dunia terkait standar mutu, informasi teknologi, pengembangan SDM, dan sebagainya,” tuturnya.

12/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Terkait Foresight, Indonesia Terdepan di Antara Negara G20

by Admin 1 09/09/2022
written by Admin 1

BADUNG, WARTAPEMERIKSA — Indonesia disebut menjadi yang terdepan terkait penerapan peran foresight lembaga pemeriksa atau supreme audit institution (SAI) di antara negara-negara G20. Hal tersebut disampaikan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota III BPK Achsanul Qosasi di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu, seperti dilansir dari Antara.

“Indonesia memiliki sosio kultural yang berbeda. Cara pemeriksaan di Pulau Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi, berbeda-beda. Jadi itu yang kami sampaikan kepada negara-negara G20.”

Dia menjelaskan, peran foresight adalah tinjauan atas pilihan alternatif pada masa depan. Ini merupakan salah satu dari tiga peran yang harus dijalankan sebuah lembaga pemeriksa berdasarkan INTOSAI Accountability Organization Maturity Model. Selain foresight, ada pula peran oversight dan insight.

“Indonesia memiliki sosio kultural yang berbeda. Cara pemeriksaan di Pulau Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi, berbeda-beda. Jadi itu yang kami sampaikan kepada negara-negara G20,” ujar Achsanul.

Kondisi itu, kata dia, sangat berbeda dengan kebanyakan negara G20 yang cenderung memiliki kesamaan di tingkat sosial hingga budaya di tiap wilayah. Dengan demikian, negara-negara tersebut tidak bisa disamakan dengan Indonesia yang setiap pemeriksaan keuangan di tiap daerahnya memiliki cara yang berbeda-beda.

Karena itu, Achsanul menyebut hal itu yang membuat Konferensi Tingkat Tinggi SAI negara-negara G20 (SAI20) menyampaikan satu aturan agar hasilnya bisa didiskusikan mana yang paling efektif. “Komunikasi kami sejauh ini bagus dengan SAI20,” tuturnya.

Apresiasi BPK, Jokowi: SAI20 Semakin Perkokoh Kepemimpinan Indonesia

Berdasarkan komunikasi tersebut, dia mengatakan banyak dari SAI20 memberi respons dengan melakukan diskusi dengan BPK. Bahkan ada yang datang untuk mencontoh, termasuk dalam sistem audit berdasarkan teknologi informasi (TI) dan pengawasan berkelanjutan.

Indonesia telah menjalankan sejumlah proses pemeriksaan dengan cara memanfaatkan TI dan delivery system yang simpel. Karenanya, menjadi salah satu negara yang sukses dari metode penerapan TI. Sedangkan terkait pengawasan berkelanjutan, diperkirakan terus difokuskan hingga beberapa tahun ke depan.

09/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ahmad Adib Susilo
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Memberikan Manfaat kepada Sesama

by Admin 1 08/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Bagi Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ahmad Adib Susilo, keutamaan hidup adalah untuk memberikan manfaat kepada sesama. Di mana pun berada, seorang manusia harus memberikan hasil yang bermanfaat. Di BPK pun seperti itu. Dia mengatakan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan agar manfaatnya semakin bertambah.

Kepada Warta Pemeriksa, Adib juga membagikan kisah perjalanannya sepanjang mengabdi di BPK. Berikut petikan wawancaranya.

Berdasarkan pandangan Bapak, apa perbedaan BPK dulu dan sekarang?

Perbedaan itu pasti muncul karena memang perubahan itu pasti. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, termasuk BPK. Banyak hal yang berubah tapi yang menarik itu antara lain perubahan beban kerja.

Ketika saya masuk BPK pada 1996, saya ingat sekali dalam setahun itu mendapatkan penugasan dua kali. Sekali penugasan itu sekitar 20 hari kerja. Jadi semester I itu mendapatkan 20 hari tugas. Kemudian, pada semester II kembali mendapatkan 20 hari tugas. Seperti itu saja.

Beban kerja saat itu relatif memang terkonsentrasi pada beberapa bulan tertentu dalam setahun. Namun, apabila kita melihat kondisi saat ini, perbedaannya luar biasa. BPK dipercaya oleh masyarakat dan lembaga internasional sehingga beban kerjanya meningkat signifikan.

Setahun itu kalau saya perhatikan, bisa jadi tugas yang harus para auditor itu laksanakan hampir 300 hari dalam setahun. Namun, itu bagus menurut saya karena memang kita diangkat menjadi PNS di BPK untuk bekerja.

Kemudian, dari sisi sumber daya juga sudah berbeda. Saat ini, SDM BPK semakin luar biasa. Dulu SDM BPK sangat sedikit. Saat ini mungkin SDM BPK sudah meningkat tiga kali lipat.

Selain dari sisi kuantitas, kompetensi juga meningkat luar biasa. Dulu itu, lulusan S2 sangat jarang. S1 juga tidak banyak. Sekarang, mencari pegawai dengan latar belakang pendidikan S2 di BPK sudah sangat mudah. Kemudian, lulusan S3 juga semakin banyak.

Animo pegawai BPK untuk meningkatkan pendidikan juga luar biasa tinggi. Sehingga, itu menjadi perbedaan yang signifikan antara dulu dan sekarang. Dampak hasil pemeriksaan BPK kepada masyarakat juga semakin meningkat.

Tentu parameternya banyak, tapi dari pemahaman saya bisa dibilang dulu itu BPK jarang menembus perhatian media massa. Sekarang, karena manfaat BPK sudah semakin meningkat maka terlihat bagaimana media memuat hasil-hasil pemeriksaan BPK. Selain itu, BPK juga banyak diminta oleh berbagai lembaga untuk mendorong perbaikan dengan pemeriksaan.

Apa motivasi Bapak untuk bekerja di BPK?

Saya berpikir hal yang sederhana sebenarnya. Ketika saya kuliah di STAN saya diminta untuk mendaftar ke sejumlah kantor pemerintahan. Saya berpikir, yang namanya sesuatu yang tidak benar itu harus dibenarkan.

Latar belakang saya itu lahir dan besar di kalangan pesantren. Saya ingat hadis yang berbunyi, Jika melihat kemungkaran maka perbaikilah dengan kekuasaanmu atau tanganmu. Jika tidak mampu maka dengan mulutmu dan jika tidak mampu lagi maka dengan hatimu. Artinya, kita ini perlu melakukan perbaikan di muka bumi ini.

Ada yang salah kita benarkan. Ada yang bengkok kita luruskan. Itu salah satu prinsip saya dari dulu. Sehingga, hal itu memotivasi saya untuk memperbaiki sesuatu di dunia ini. Salah satunya yakni dengan melakukan pemeriksaan.

Oleh karena itu, saya memilih opsi pertama BPK karena memang menjadi lembaga pemeriksa tertinggi di negara ini. Kemudian, saya memilih BPKP dan selanjutnya adalah Itjen Kemenkeu. Jadi memang semua yang saya pilih bergerak di bidang auditor.

Alhamdulillah saya diterima di BPK. Jadi, ya memang motivasi saya seperti itu. Hidup itu harus dapat memperbaiki apa yang masih belum baik, membenarkan apa yang belum benar, dan meluruskan apa yang belum lurus. Saya juga punya prinsip untuk bisa memberikan manfaat kepada seluruh pihak.

Setelah menjabat sebagai Tortama AKN III BPK, apa target yang Bapak siapkan ke depan?

Saya bersyukur karena AKN III ini sudah cukup established. Saya diwarisi dari para senior Tortama sebelumnya sistem yang bagus sehingga memudahkan saya untuk melangkah ke depan. Paling tidak, saya berusaha mempertahankan apa yang sudah bagus dan meningkatkan yang bisa ditingkatkan.

Kembali ke prinsip hidup saya tadi, saya berusaha untuk memberikan manfaat kepada sesama. Maka, saya punya concern di mana pun saya berada, saya ingin memberikan hasil yang bermanfaat. Di AKN III BPK, saya berupaya meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Hal ini agar manfaatnya semakin bertambah.

Kalau kita bicara output yang berkualitas maka kita harus bicara input dan proses. Input itu bisa dikatakan sudah given karena kita diberikan antara lain SDM, mesin atau peralatan, dan anggaran. Hal ini harus siap untuk masuk ke dalam proses.

Saya lihat, SDM di AKN III BPK termasuk baik dan saya kira sudah siap. Saya hanya perlu menambah mentoring dan coaching pengalaman untuk semakin mengasah keterampilan mereka. Dari sana kemudian baru kita masuk ke dalam proses. Saya dan para kepala auditorat serta kepala subauditorat perlu mengawal proses ini.

Kita sudah dibekali dengan berbagai macam metodologi untuk memastikan proses pemeriksaan menjadi benar. Ada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP), petunjuk pelaksanaan (juklak), dan petunjuk teknis (juknis). Namun, hal ini apabila tidak dikawal berpotensi terjadi pelaksanaan yang melenceng dari panduan.

Saya pun sering meminta para kepala auditorat dan kepala subauditorat untuk memastikan proses ini berjalan dengan baik. Dari sisi informal, saya juga meminta para pemeriksa untuk berpikir secara out of the box. Jadi, waktu saya di pesantren ada istilah jumud atau kaku. Saya tidak mau para pemeriksa memiliki pola pikir yang kaku.

Apabila dalam pemeriksaan menemukan masalah atau tantangan mereka tidak berhenti. Justru mereka mencari solusi sehingga bisa menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini akan terefleksi dalam kualitas pemeriksaan supaya sesuai dengan yang diharapkan.

Kepada pihak eksternal, saya juga berkomunikasi dengan para entitas pemeriksaan. Saya minta mereka juga bersinergi dan seirama dengan BPK. Kami berkomitmen memperbaiki pengelolaan keuangan negara ya mereka juga perlu sama-sama mau melakukan itu.

Contohnya, di AKN III BPK terdapat beberapa entitas yang mampu mencapai Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) sebesar 100 persen. Tentu hal ini membuat kami senang karena artinya rekomendasi dari BPK dapat diselesaikan oleh entitas dan saya yakin ada manfaat yang bisa dirasakan.

Apa pesan untuk para pegawai BPK?

Pesan secara normatifnya adalah kita punya integritas, independensi, dan profesionalisme. Namun, saya tekankan kita jangan hanya terbatas pada integritas dan independensi. Ini mungkin teman-teman bekerja dengan lebih menekankan pada dua hal tersebut tapi lupa pada aspek profesionalisme.

Saya meminta terutama kepada para pemeriksa BPK yang baru bahwa tiga hal ini harus menjadi kesatuan dan dikerjakan secara bersama. Hal ini karena tanpa kita memiliki profesionalisme, maka hasil yang kita akan peroleh itu tidak akan optimal atau tidak akan berkualitas.

Misalnya, pemeriksaan hanya sekadarnya. Ada tantangan kemudian menyerah. Itu adalah ciri-ciri profesionalisme yang luntur. Kemudian, secara non-formalnya, saya berpesan kepada teman-teman untuk selalu happy bekerja di BPK. Karena kalau kita bekerja tapi tidak bahagia di kantor maka saya yakin hasilnya tidak akan baik. Jadi, saya berpesan untuk selalu happy bekerja di BPK.

08/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP/Sumber: setkab.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ada Potensi Kehilangan PNBP Perikanan. Ini Detailnya

by Admin 1 07/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan terdapat permasalahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan atas pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), Ruang Laut (RL), dan Pulau-Pulau Kecil (PPK). Hal ini dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada 31 Desember 2021.

“Menteri KP juga perlu menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK serta melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.”

Sebelumnya, BPK telah menyelesaikan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perizinan tahun 2020 hingga triwulan III 2021. Pemeriksaan ini dilakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Permasalahan signifikan yang terungkap dalam pemeriksaan tersebut, antara lain KKP belum mengintensifkan perolehan PNBP Perizinan Pemanfaatan RL untuk kegiatan pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Selain itu, KKP juga belum mendata seluruh objek PNBP Perizinan terkait pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya.

BPK juga menemukan, pengusulan dan/atau penetapan harga patokan ikan (HPI) tidak dilakukan secara periodic. Penetapan HPI dan produktivitas kapal pada 2021 juga belum dilengkapi kajian teknis berbasis regulatory impact analysis.

Duh, KKP Dapat Opini WDP, Ini Alasannya

Selain itu, sistem informasi yang dibangun KKP belum dapat mendukung identifikasi seluruh objek PNBP SDA perikanan tangkap. Database kapal perikanan KKP pun belum disinkronisasi dengan database kapal di Kementerian Perhubungan.

Permasalahan tersebut mengakibatkan negara kehilangan kesempatan memperoleh potensi PNBP sebesar Rp1,08 triliun. Karenanya, BPK merekomendasikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) agar menginstruksikan Dirjen Perikanan Tangkap untuk menetapkan kebijakan yang membakukan proses penetapan HPI secara periodik.

BPK juga meminta Menteri KP untuk menyusun kajian teknis berbasis regulatory impact analysis terkait keputusan Menteri KP Tahun 2021 tentang HPI dan Produktivitas Kapal untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).

BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.

Efektivitas Pengendalian Illegal Fishing

BPK pun merekomendasikan Menteri KP antara lain agar menetapkan kebijakan penerbitan izin/rekomendasi dan pengenaan PNBP atas kegiatan pemanfaatan PPK dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang dilakukan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri KP Nomor 24 Tahun 2020 dan PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada KKP. Menteri KP juga perlu menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK serta melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.

07/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Kelemahan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional

by Admin 1 06/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 di Kemenkeu, Kementerian PPN/Bappenas dan instansi terkait lainnya. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirilis pada Desember 2021, BPK menjelaskan, Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam menyusun tema, sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan untuk tahun yang direncanakan dan mengkoordinasikan pencapaian sasaran/target pembangunan seluruh sektor dengan menggunakan sistem informasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA).

Sementara itu, Kementerian Keuangan mempunyai tugas mengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro dengan menggunakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Kemudian, pimpinan K/L menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sebagai pengguna anggaran/pengguna barang, K/L mempunyai tugas menyusun rancangan anggaran.

“Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.”

Hasil pemeriksaan menyimpulkan, perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 tidak sesuai dengan amanat beberapa aturan. Mulai dari UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, Permen PPN/Bappenas Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pedoman Evaluasi Pembangunan Nasional, Nomor 13 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Proyek Prioritas, dan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perencanaan Dana Transfer Khusus dan peraturan terkait lainnya dalam semua hal yang material.

BPK menemukan, rencana kerja pemerintah (RKP) belum sepenuhnya mencakup kegiatan bendahara umum negara (BUN). Misalnya saja, pertama, proses sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional belum sepenuhnya mengintegrasikan perencanaan dan penganggaran BUN. Seperti subsidi, hibah, dana transfer khusus, dana desa, dan sumber pendanaan lainnya.

Kedua, belum terdapat pengaturan lebih lanjut terkait integrasi perencanaan BUN ke dalam RKP tahun 2021. Ketiga, tidak terdapat tagging atau penandaan prioritas nasional (PN) dalam indikasi kebutuhan dana, pagu indikatif, serta alokasi pagu bagian anggaran (BA) BUN TA 2021. Kemudian penetapan anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) BA BUN TA 2021 serta dalam sistem informasi penganggaran.

Menjaga Akuntabilitas Pembangunan Infrastruktur Konektivitas

Hal ini mengakibatkan, RKP sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional belum sepenuhnya andal dan informatif. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pun tidak sepenuhnya dapat diperbandingkan dengan RKP.

Perencanaan dan penganggaran dana alokasi khusus (DAK) belum sepenuhnya memadai dalam mendukung pencapaian PN, program prioritas (PP), proyek prioritas (Pro-P), dan major project (MP). Hal itu antara lain penentuan tagging prioritas DAK pada KRISNA DAK dan KRISNA RKP berbeda, belanja K/L dan DAK fisik belum terintegrasi dalam mendukung pencapaian PN, PP, Pro-P, dan MP. Serta RKP tahun 2021 belum sepenuhnya mengungkapkan alokasi DAK fisik secara keseluruhan.

Akibatnya, antara lain dukungan DAK terhadap belanja K/L sesuai dengan PN, PP, kegiatan prioritas (KP), dan MP tidak dapat diketahui dengan segera dan dievaluasi secara memadai. Akuntabilitas pada tahap penetapan alokasi DAK fisik pun menjadi tidak dapat dinilai.

Dari pemeriksaan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas agar berkoordinasi untuk menyusun kajian dalam rangka mengidentifikasi kegiatan di BUN yang dapat diintegrasikan dalam RKP. Kemudian menetapkan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang mengintegrasikan kegiatan tertentu di BUN ke dalam RKP dan surat bersama pagu indikatif.

Ini Peran Dana Transfer Daerah Bagi Pemerataan dan Percepatan Pembangunan

Menkeu dan Menteri PPN/Bappenas juga perlu menyempurnakan struktur database dalam sistem informasi perencanaan. Lalu menyusun aturan terkait penandaan atau tagging DAK yang lebih komprehensif dengan melengkapi tagging DAK dan dukungannya terhadap PN, PP, KP, Pro-P, dan MP.

BPK juga merekomendasikan kepada Kepala Bappenas untuk memerintahkan deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas agar berkoordinasi dengan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Koordinasi itu untuk menyelaraskan peraturan dan kriteria penetapan proyek prioritas di PSN yang masuk dalam RKP.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.

06/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pengelolaan PNBP di KKP Perlu Diperkuat

by Admin 1 05/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan terdapat permasalahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan atas pengelolaan PNBP Perizinan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta instansi terkait lainnya. Permasalahan antara lain terkait dengan pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), Ruang Laut (RL), dan Pulau-Pulau Kecil (PPK).

Hal ini termuat dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada 31 Desember 2021. Sebelumnya, BPK telah menyelesaikan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perizinan tahun 2020 hingga triwulan III 2021 terhadap KKP serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Duh, KKP Dapat Opini WDP, Ini Alasannya

Permasalahan signifikan yang terungkap dalam pemeriksaan tersebut antara lain KKP belum mengintensifkan perolehan PNBP Perizinan Pemanfaatan RL untuk kegiatan pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Selain itu, KKP juga belum mendata seluruh objek PNBP Perizinan terkait pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya.

BPK juga menemukan, pengusulan dan/atau penetapan harga patokan ikan (HPI) tidak dilakukan secara periodik. Penetapan HPI dan produktivitas kapal pada 2021 juga belum dilengkapi kajian teknis berbasis regulatory impact analysis.

Sistem informasi yang dibangun KKP pun belum dapat mendukung identifikasi seluruh objek PNBP SDA perikanan tangkap. Database kapal perikanan KKP pun belum disinkronisasi dengan pusat data kapal di Kementerian Perhubungan.

“BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.”

Permasalahan tersebut mengakibatkan negara kehilangan kesempatan memperoleh potensi PNBP sebesar Rp1,08 triliun. BPK merekomendasikan kepada menteri Kelautan dan Perikanan (KP) agar menginstruksikan dirjen Perikanan Tangkap untuk menetapkan kebijakan yang membakukan proses penetapan HPI secara periodik.

BPK juga meminta menteri KP untuk menyusun kajian teknis berbasis regulatory impact analysis terkait keputusan Menteri KP Tahun 2021 tentang HPI dan Produktivitas Kapal untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).

BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.

BPK pun merekomendasikan menteri KP antara lain agar menetapkan kebijakan penerbitan izin/rekomendasi dan pengenaan PNBP atas kegiatan pemanfaatan PPK. Hal ini dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang dilakukan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri KP Nomor 24 Tahun 2020 dan PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada KKP.

Belum Efektif Pantau Illegal Fishing, Sistem TI KKP Belum Mumpuni?

Menteri KP juga perlu menginstruksikan dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK. Kemudian melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.

Selain itu, terdapat pula potensi PNBP berindikasi belum dipungut sebesar Rp17,16 miliar. Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan SDI, RL, dan PPK pada 2020 hingga triwulan III 2021 juga belum sepenuhnya efektif mendukung kepatuhan pengelolaan PNBP Perizinan.

05/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Mengawal Potensi Penerimaan Negara dari Kegiatan Hulu Migas

by Admin 1 02/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan proyek, rantai suplai pengadaan rig, serta fasilitas floating production unit (FPU), floating production storage and offloading (FPSO), floating storage and offloading (FSO), dan fasilitas pendukung lainnya dari tahun 2018 hingga semester I 2020. Pemeriksaan itu dilakukan di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan instansi terkait lainnya di Jakarta, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau.

Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menilai kepatuhan SKK Migas dan KKKS. Khususnya terhadap kontrak kerja sama (KKS), kontrak/perjanjian, dan peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan proyek-proyek dan rantai suplai pengadaan rig serta fasilitas FPU, FPSO, FSO, dan fasilitas pendukung lainnya.

“BPK merekomendasikan kepada SKK Migas agar menyusun kajian harga wajar yang lebih cermat dalam memberikan persetujuan pembiayaan kepada KKKS dengan melengkapi dokumen analisis yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan. “

Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disampaikan pada Februari 2022, BPK menjelaskan, SKK Migas dan KKKS bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan atas proyek-proyek dan rantai suplai pengadaan rig serta fasilitas FPU, FPSO, FSO, dan fasilitas pendukung lainnya. Hal ini agar sesuai dengan Undang-Undang Pajak, Peraturan Menteri ESDM, KKS atau joint of agreement (JoA) serta amendemennya, PTK Nomor 007/PTK/VI/2004, PTK Nomor 007-Revisi-1/PTK/IX/2009, PTK Nomor 007-Revisi-2/PTK/IX/2011, dan PTK Nomor 007-Revisi-3/PTK/IX/2015 tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, serta ketentuan terkait lainnya. Sehingga, bebas dari kesalahan yang material dan kecurangan.

BPK pun menyimpulkan bahwa keputusan sewa FPSO Karapan Armada Sterling (KAS) III pada KKKS HCML dan FPU Joko Tole pada KEI tidak sepenuhnya menguntungkan negara. Hal ini berkaitan dengan perencanaan dan proses pengadaan proyek dan pengadaan rantai suplai Hucky-CNOOC Madura Limited (HCML) dan Kangean Energy Indonesia (KEI).

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai kini atau present value (PV) biaya sewa FPSO KAS III dan FPU Joko Tole sampai dengan akhir kontrak lebih tinggi masing-masing sebesar 30,62 juta dolar AS dan 124,02 juta dolar AS jika dibandingkan dengan masing-masing nilai kini (PV) biaya dengan skema pembiayaan melalui beli/bangun sendiri. Selain itu, pilihan sewa menghilangkan kesempatan bagi negara untuk mempunyai aset kapal yang dapat digunakan kembali oleh KKKS HCML dan KKKS KEI ataupun KKKS lain.

Risiko UU Cipta Kerja pada Pengelolaan Keuangan Negara-Kajian Klaster Imigrasi

Kondisi ini tidak sesuai dengan Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi bertujuan meningkatkan pendapatan negara. Yaitu untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia.

Terkait permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada SKK Migas agar menyusun kajian harga wajar yang lebih cermat dalam memberikan persetujuan pembiayaan kepada KKKS dengan melengkapi dokumen analisis yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, dapat mendukung proses pengambilan keputusan.

Kemudian, BPK merekomendasikan kepada General Manager HCML dan Presiden KEI agar melakukan negosiasi kembali perjanjian pengadaan FPSO/FPU dengan pihak rekanan. Tujuannya, untuk menjamin terciptanya harga sewa yang wajar dan mempertimbangkan kepentingan negara (mempertimbangkan hasil perhitungan/kajian dari SKK Migas).

Akademisi, Ayo Riset Keuangan Negara!

Diketahui juga bahwa SKK Migas dan KKKS masih belum sepenuhnya menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK hingga semester I 2020. Hal ini berdasarkan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) Pelaksanaan Proyek-Proyek dan Rantai Suplai Tahun 2017 dan 2018 di SKK Migas dan KKKS.

BPK pun menyampaikan, dari 118 rekomendasi senilai Rp 76,70 miliar dan 122,94 juta dolar AS yang sudah ditindaklanjuti, sudah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 41, yakni senilai Rp 264,42 juta dan 95,54 juta dolar AS. Kemudian, tindak lanjut yang belum sesuai rekomendasi sebanyak 77 rekomendasi senilai Rp76,44 miliar dan 27,40 juta dolar AS.

02/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato kenegaraan yang dibacakan di Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (16/8/2022).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Sinergi Pemerintah dan BPK Perkuat Indonesia Hadapi Krisis

by Admin 1 01/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi sinergi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pemerintah dalam menghadapi krisis. Dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8), Presiden menyampaikan, tantangan yang dihadapi Indonesia sangat berat.

Ketika krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya tuntas, muncul tantangan baru berupa perang di Ukraina. Hal itu kemudian menimbulkan efek krisis pangan, energi, dan keuangan yang menjalar ke seluruh dunia. Meski begitu, berkat kerja keras bersama seluruh anak bangsa, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini. 

“Di satu sisi, kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati. Namun, di sisi lain, agenda-agenda besar bangsa harus kita lanjutkan untuk meraih Indonesia Maju.”

“BPK telah menjaga sinergi antara kualitas tata kelola keuangan negara dan fleksibilitas dalam menghadapi krisis. Ini sangat membantu pemerintah,” ujar Jokowi.

Dalam pidatonya, Jokowi juga mengapresiasi penyelenggaraan Supreme Audit Institution (SAI)-20. Hal ini diharapkan semakin memperkokoh kepemimpinan Indonesia di forum G20.

Kepala negara menyampaikan, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global. Salah satunya dengan keberhasilan mengendalikan pandemi Covid-19. Indonesia termasuk lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia dengan 432 juta dosis vaksin yang telah disuntikkan.

Jokowi juga menyoroti inflasi yang berhasil dikendalikan di kisaran 4,9 persen. Angka ini jauh di bawah rata-rata inflasi ASEAN yang berada di sekitar 7 persen serta jauh di bawah inflasi negara-negara maju yang berada di sekitar 9 persen.

Apa Kemajuan Signifikan BPK dalam Dua Tahun Terakhir?

Hingga pertengahan 2022, APBN juga masih surplus Rp106 triliun. Hal itu mendukung pemerintah untuk mampu memberikan subsidi BBM, LPG, dan listrik sebesar Rp502 triliun pada tahun ini agar harga di masyarakat tidak melambung tinggi.

Ekonomi juga berhasil tumbuh positif sebesar 5,44 persen pada kuartal II 2022. Neraca perdagangan juga surplus selama 27 bulan berturut-turut dan pada semester I 2022 dengan surplus sekitar Rp364 triliun. Menurut Jokowi, capaian tersebut patut untuk disyukuri.

Fundamental ekonomi Indonesia yang baik mampu menahan dampak gejolak. “Di satu sisi, kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati. Namun, di sisi lain, agenda-agenda besar bangsa harus kita lanjutkan untuk meraih Indonesia Maju,” ujar Jokowi.

01/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSAI20SLIDERSorotan

KTT SAI20 Hasilkan 12 Poin Komunike

by Admin 1 31/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sukses menyelenggarakan Supreme Audit Institutions 20 (SAI20) Summit yang dihelat di Nusa Dua, Bali, pada 29-30 Agustus 2022. Konferensi tingkat tinggi (KTT) lembaga pemeriksa negara G20 tersebut menyepakati 12 poin komunike. KTT SAI20 juga menyepakati rules of procedure (RoP) atau aturan internal.

“Hasil KTT SAI20 berupa komunike akan kami sampaikan kepada Presidensi G20 Indonesia untuk menjadi bagian dari hasil bersama para pemimpin negara G20 pada KTT G20 bulan November 2022.”

Ketua BPK Isma Yatun dalam pernyataan bersama para delegasi SAI pada Selasa (30/8/2022) menyampaikan, pertemuan KTT SAI20 merupakan puncak dari rangkaian kegiatan pertemuan sebelumnya. BPK sebelumnya sudah menggelar pertemuan bilateral, pertemuan teknis (technical meeting), dan pertemuan pejabat senior (senior officials meeting) untuk menyiapkan dokumen yang akan disepakati di KTT SAI20 ini.

“Kami menyepakati dua hal penting dalam KTT SAI20 ini, yaitu komunike SAI20 dan aturan internal SAI20 atau rules of procedures (RoP). Komunike SAI20 merupakan pernyataan bersama kami sebagai kontribusi SAI20 kepada G20 untuk mendukung tema Presidensi G20 Indonesia, yakni ‘Recover Together, Recover Stronger’,” kata Ketua BPK. Adapun RoP yang disahkan merupakan aturan tata kelola untuk kegiatan-kegiatan SAI20 pada masa mendatang.

Delegasi BPK yang mewakili Indonesia dalam SAI20 diketuai oleh Anggota III Achsanul Qosasi

Ketua BPK menjelaskan, pada KTT Tahun 2022, SAI20 membahas dan menyampaikan pernyataan terkait percepatan pemulihan ekonomi dan dukungan terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Khususnya terkait arsitektur kesehatan global, transisi energi, dan transformasi digital.

Dalam Komunike SAI20 Tahun 2022, SAI20 juga menyepakati keberlanjutan kepemimpinan SAI20 berikutnya yang mengikuti Presidensi G20, yaitu oleh Badan Pemeriksa India pada tahun 2023 dan Badan Pemeriksa Brasil pada tahun 2024.

“Hasil KTT SAI20 berupa komunike akan kami sampaikan kepada Presidensi G20 Indonesia untuk menjadi bagian dari hasil bersama para pemimpin negara G20 pada KTT G20 bulan November 2022,” kata Ketua BPK.

SAI2 merupakan engagement group G20 yang diinisiasi oleh BPK. Sejak G20 dibentuk pertama kali pada 1999,  SAI20 baru dibentuk dan diresmikan pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.

Pembentukan SAI20 oleh BPK

SAI20 COMMUNIQUE

1. We, the Heads of Supreme Audit Institutions (SAIs) of the Group of 20 (G20) from Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia, Korea, Mexico, Russia, Saudi Arabia, South Africa, and Türkiye attended the inaugural SAI20 Summit in Bali, Indonesia on 29-30 August 2022. We agreed jointly in accordance with the adopted Rules of Procedure for the SAI20 engagement group to promote collaboration, including through sharing knowledge and best practices among SAIs in G20 countries and with other relevant stakeholders in order to contribute to strengthening oversight, developing insight, and providing strategic foresight to foster accountable governance.

2. In doing so, we also recognized and acknowledged the different mandates of each respective SAI of member countries, the need to ensure the unity and integrity of the SAI community under the International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) platforms and initiatives, as well as the need to develop a platform for strengthening the SAIs’ role as a strategic partner of G20 governments in responding to global challenges.

3. We emphasized the three priority issues of Indonesia’s G20 presidency, namely: Global Health Architecture, Sustainable Energy Transition, and Digital Transformation in respect of which G20 governments will continue to take the lead among others to assist in ensuring equitable access to COVID-19 vaccines as well as promoting sustainable and inclusive economic development.

4. We recognized that the COVID-19 pandemic has not only increased the risks of fraud due to the rapid implementation of government response programs but also widened inequality across the globe due to unachieved development targets, thus hindering the achievement efforts of Sustainable Development Goals (SDGs) globally.

5. We stressed that outside of the direct impacts of the pandemic, global recovery is also at risk from more persistent supply disruptions, mounting inflationary pressures, financial stresses, an emerging energy crisis, the potential for climate-related disasters, increased global instability, and weaker-than- anticipated long-term growth drivers.

6. We acknowledged that SAIs need to focus on the government’s response to accelerate economic recovery and resume intensifying efforts to achieve the 2030 agenda. In addition, SAIs and other stakeholders are encouraged to create a suitable environment for a well-managed public sector and business sustainability, to assist developing nations’ resilience, to better respond to various future challenges and uncertainties with a view to achieving stronger, greener and healthier global development.

7. Referring to United Nations General Assembly Resolution A/66/2091 and INTOSAI Principles 122, we noted that public sector auditing has an essential role in promoting the efficiency, accountability, effectiveness, and transparency of public administration while supporting the global response to the COVID-19 crisis and SDGs implementation.

BPK Dukung Presidensi G20 melalui Inisiasi SAI20

8. In this context, we as SAIs, in demonstrating our relevance to citizens, governments, parliaments, and other stakeholders, are committed to providing independent and objective insight, also timely and relevant information to ensure the accountability, transparency, and integrity of the government. We are also committed, while the response to the pandemic from the SAI of each of the G20 countries may differ, to help governments identify potential risks, impacts, and possible responses to be implemented in order to deliver good public policy outcomes and promote good governance, as well as contributing to the follow-up and review of SDGs implementation.

9. In line with the priorities of the current G20 presidency and SAI20 with an emphasis on the sustainability and inclusiveness of economic recovery that benefits all and leaves no one behind, we call on the governments of G20 to:

● Address the importance of policy coherence, coordinated planning, good governance, and sound risk management in managing an emergency, including the importance of crisis prevention, preparedness, and coordination across key governance structures.

● Improve efficiency, accountability, effectiveness, and transparency frameworks for better implementation of policies and programs, including the development of clear performance targets, assessment criteria, and robust monitoring and reporting.

● Ensure healthcare systems provide efficient, available, agile, and equally accessible healthcare for all citizens.

● Ensure that the rapid pace of digitalization leaves no one behind and that the digital transformation enables sustainable economic growth.

● Continue to foster the sustainable energy transitions that enable clean, affordable, and economically viable energy production.

● Ensure the agility of health systems in an ever-changing environment, and equity while prioritizing the availability, distribution, and deployment of resources and health facilities.

● Ensure the comprehensive mapping and coherence of government programs and policies for achieving sustainable development, including the SDGs.

10. We noted the importance of multi-stakeholder engagement in responding to related global issues. Thus, we call on the governments of G20 to collaborate with all related stakeholders to:

● Highlight the importance of documentation, as well as increase intelligence and data analytics capabilities to support the monitoring of policies, programs, and service delivery.

● Leverage digital transformation while identifying and mitigating the risks to data security and safety, cyber security and resilience, as well as data protection and privacy.

● Consider the need for a framework for sustainability reporting, such as Environmental, Social, and Governance (ESG), for the public sector to provide transparency and accountability of government programs toward a greener economy, especially in the energy transition process and more inclusive economic growth.

11. In the face of uncertainty, complexity, rapid changes, and emerging challenges we stressed the importance of the role of SAIs as external independent institutions to pursue a comprehensive initiative and play an active role in promoting the efficiency, accountability, effectiveness, and transparency of public administration.

12. We thank the Audit Board of the Republic of Indonesia for initiating the establishment of SAI20 and convening its first Summit under Indonesia’s G20 presidency. We look forward to supporting the Comptroller and Auditor General of India, and the President of the Federal Court of Accounts – Brazil as the chair of SAI20 in 2023 and 2024 respectively.

31/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSAI20SLIDERSorotan

Ketua DPR: SAI20 Perkuat Upaya G20 Capai Pemulihan Ekonomi dan SDGs

by Admin 1 30/08/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani menyatakan, terbentuknya Supreme Audit Institutions 20 (SAI20) dapat memperkuat upaya negara-negara G20 dalam percepatan pemulihan ekonomi dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Kehadiran SAI20 sebagai engagement group G20 yang diinisiasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting untuk merespons kebutuhan mendesak terhadap tata kelola, transparansi dan akuntabilitas, di saat dan pascapandemi Covid-19.

Puan Maharani yang juga Ketua Parliament 20 (P20) mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan tekanan ekonomi, fiskal, dan sosial ke seluruh negara. Semua negara mengambil langkah-langkah antisipasi dan mengatasi ancaman krisis. Negara-negara mengalokasikan anggaran yang besar untuk menangani dampak pandemi di bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi.

“Peran ini dapat dilaksanakan oleh SAI dengan menciptakan pendekatan tata kelola yang dapat berfungsi sebagai platform yang dapat memandu pemerintah menuju capaian agenda global yang memperkuat kemajuan nasionalnya. Sehingga SAI ikut mengawal keberlanjutan agenda global yang telah disepakati bersama.”

“Sejumlah agenda pembangunan juga mengalami perlambatan, termasuk langkah-langkah dalam mencapai SDGs, karena sumber daya negara diarahkan untuk menyelamatkan rakyat dari ancaman pandemi dan dampaknya,” kata Ketua DPR dalam pidatonya saat menghadiri SAI20 Summit atau KTT SAI20 hari kedua, di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/8/2022).

Puan mengatakan, tema Presidensi G20 Indonesia “Recover Together, Recover Stronger”, merupakan komitmen yang kuat dari negara G20 untuk segera mengatasi tantangan global yang paling mendesak saat ini. Tema itu juga menunjukkan komitmen untuk menyatukan upaya bersama demi pemulihan yang lebih baik dari krisis Covid-19 untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif di negara-negara di seluruh dunia.

“Komitmen ini tentu menjadi semangat kita yang sama, di parlemen dan di supreme audit institutions, untuk berkontribusi dalam kewenangan konstitusionalnya dalam memperkuat pemulihan,” kata Puan.

Puan pun mengatakan, DPR yang juga sebagai penyelenggara P20, memberikan apresiasi kepada BPK yang telah mengambil inisiasi pembentukan SAI20 sebagai new engagement group G20. Dengan demikian, SAI20 akan dapat ikut merespons kebutuhan tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas dalam mengelola sumber daya negara, di tengah dan pascapandemi.

“Hal ini dapat memperkuat upaya pemerintah negara G20 dalam mencapai pemulihan ekonomi dan mempercepat pencapaian SDGs,” kata dia menambahkan.

Menurut Puan, pemulihan ekonomi global dan melanjutkan kerja pencapaian SDGs, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya yang dimiliki masing-masing negara.  Kerja sama global dalam memperkuat pemulihan ekonomi, perlu diarahkan pada kerja sama bidang keuangan dan moneter, yang dapat memberikan ruang yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi masing-masing negara, walaupun setiap negara memiliki tantangan yang berbeda-beda.

KTT SAI20 Bahas 2 Isu Prioritas, Apa Saja?

Adapun kerja sama global dalam melanjutkan capaian SDGs, kata Puan, diarahkan kepada kerja sama sektoral. Misalnya saja bidang kesehatan, pangan, energi, lapangan kerja, pendidikan, ekonomi digital, dan ekonomi hijau yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Oleh karena itu, perlu dirumuskan agenda bersama dalam menanggulangi kesenjangan sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan industri. “Sehingga kerja sama global benar-benar mewujudkan komitmen recover together; no country left, no country behind,” kata dia.

Puan menegaskan, berbagai permasalahan global tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerja bersama, gotong royong, kolaborasi, dalam bentuk kerja bersama internasional yang dilakukan antarnegara.

Kerja sama ini juga perlu melibatkan berbagai stakeholders, berbagai pihak, legislatif, supreme audit institutions (SAI), yang menyentuh substansi antarbidang, multisektor, geopolitik, ekonomi, sosial, pangan, dan lainnya.

Parlemen, melalui P20, akan ikut mengambil peran strategis untuk memperkuat legitimasi pemerintah masing-masing negara G20 dalam menjalankan agenda bersama. Melalui tugas konstitusionalnya, parlemen akan berperan melalui fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan untuk dapat memperkuat implementasi agenda bersama negara G20, yang dapat memperkuat pemulihan sosial dan ekonomi di masing-masing negara.

Adapun SAI masing-masing negara dapat ikut mengambil peran sebagai mitra G20 dengan memastikan dan meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas dari program dan kebijakan global yang dijalankan oleh masing-masing negara. “Peran ini dapat dilaksanakan oleh SAI dengan menciptakan pendekatan tata kelola yang dapat berfungsi sebagai platform yang dapat memandu pemerintah menuju capaian agenda global yang memperkuat kemajuan nasionalnya. Sehingga SAI ikut mengawal keberlanjutan agenda global yang telah disepakati bersama,” kata Puan.

Apresiasi BPK, Jokowi: SAI20 Semakin Perkokoh Kepemimpinan Indonesia

Ketua BPK Isma Yatun dalam pidatonya mengajak SAI 20 atau lembaga pemeriksa negara anggota G20 untuk memperkuat kerja sama dengan parlemen dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjalankan fungsi pengawasan. Ketua BPK mengatakan, kerja sama dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan kebijakan dan program negara-negara G20.

“P20 dan SAI20 memiliki kepentingan yang sama dan dapat memperkuat kolaborasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi dan mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Oleh karena itu, SAI20 perlu bekerja sama dengan parlemen dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjalankan fungsi pengawasan independen guna memastikan keberhasilan kebijakan dan program negara-negara G20,” kata Ketua BPK.

30/08/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id