WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pandemi covid-19

Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ssstt… Ketua BPK Ingatkan Pemerintah, Soal Apa?

by Admin 1 18/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Meningkatnya pembiayaan dan defisit anggaran pada masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang diminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk diperhatikan pemerintah. Hal ini juga telah disampaikan dalam laporan hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal menunjukkan bahwa pemerintah telah menyusun analisis keberlanjutan fiskal jangka panjang atau long term fiscal sustainability report (LTFS) yang mempertimbangkan skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian.

Hal pertama yang perlu mendapat perhatian adalah tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta penerimaan negara. “Sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” kata Ketua BPK saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6).

Ketua BPK melanjutkan, pengelolaan risiko fiskal pemerintah juga belum memperhitungkan beban fiskal terkait kewajiban program pensiun jangka panjang, kewajiban dari putusan hukum yang sudah incraht, kewajiban penjaminan sosial, kewajiban kontingensi dari BUMN, dan risiko kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

Ketiga, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang, dan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. “Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah. Di samping itu, mulai 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen,” ucap Ketua BPK.

Ketua BPK menambahkan, hal yang juga perlu diperhatikan adalah indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Ketua BPK memerinci, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Kemudian, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen. Terakhir, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

“Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen, melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen,” kata Ketua BPK.

18/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana sidang paripurna penyerahan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini 6 Permasalahan LKPP Terkait Penanganan Covid-19

by Admin 1 13/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 turut memuat pemeriksaan mengenai penanganan pandemi Covid-19. Ada sedikitnya enam permasalahan yang ditemukan BPK.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, sesuai amanat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah terkait penanganan Covid-19 dilaporkan pemerintah dalam LKPP.

“Sejalan dengan ketentuan tersebut, BPK pada pemeriksaan LKPP Tahun 2020 telah melakukan serangkaian prosedur pemeriksaan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menangani Covid-19,” kata Agung saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).

Agung menjelaskan, dari hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020, terdapat sejumlah permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, permasalahan mengenai kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

Beberapa permasalahan terkait program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), antara lain, mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun. Kemudian, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

Contoh permasalahan lainnya adalah pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

Berikut adalah sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK dalam LKPP 2020:

1. Permasalahan terkait program PC-PEN: 

a. Mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun.

b. Realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

c. Pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

d. Penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program, sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun.

e. Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

f. Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN Tahun 2020 yang dilanjutkan pada tahun 2021.

2. Permasalahan yang tidak terkait program PC-PEN:

a. Pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp21,57 triliun dan 8,26 juta dolar AS serta kewajiban negara minimal sebesar Rp16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual, serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp1,75 triliun.

b. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.

c. Realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa Dana Abadi Penelitian, Kebudayaan, dan Perguruan Tinggi sebesar Rp8,99 triliun dititipkan pada Rekening Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.

d. Penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak belum memadai.

e. Terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pendanaan pengadaan tanah PSN oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) BPKP.

 f. Pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.

13/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK Bekerja

Pimpinan BPK-ANAO Berdialog Terkait Covid-19

by Admin 1 10/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertukar cerita dengan pimpinan Australian National Audit Office (ANAO). Pembahasan antara lain mengenai respons supreme audit institution dalam menghadapi tantangan yang dihadapi pada masa pandemi Covid-19.

Bertajuk Senior Management Dialogue, acara ini membahas beberapa isu. Beberapa di antaranya yaitu mengenai perkembangan (update) kasus Covid-19 di Indonesia dan Australia. Kemudian tanggapan kebijakan pemerintah masing-masing negara, dampak pandemi terhadap operasional dan kinerja SAI, pendekatan SAI dalam menanggapi pandemi, serta mengenai inisiatif BPK dalam membentuk SAI-20 untuk mendukung G-20.

Dalam kesempatan itu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan mengenai perkembangan Covid-19 di Indonesia. Termasuk juga pendekatan BPK dari perspektif strategis untuk merespons pandemi. Dijelaskan, BPK dengan sigap melaksanakan pemeriksaan terhadap penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemeriksaan dilakukan dalam rangka menilai efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pengelolaan serta akuntabilitas keuangan negara dalam keadaan darurat pandemi.

Dalam paparan selanjutnya, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menjelaskan mengenai seputar dampak Covid-19 terhadap operasional dan kinerja BPK selama setahun ke belakang. Agus menceritakan bagaimana BPK dengan cepat mengeluarkan regulasi formal internal, protokol dan panduan kesehatan bagi seluruh pegawai, penguatan kapasitas TI, serta perbaikan metodologi pemeriksaan.

Sementara itu, Auditor General ANAO Grant Hehir menyambung paparan mengenai respons ANAO. Beberapa di antaranya, yakni pada awal pandemi, ANAO memperkenalkan jeda satu bulan dalam program audit kinerja untuk memungkinkan entitas menyesuaikan diri dengan cara kerja baru dan mengelola respons Covid-19 mereka.

Grant Hehir turut menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan pada cara bekerja di ANAO. Dari Maret 2020, yaitu ketika Australia melakukan penguncian skala besar, sebagian besar staf bekerja dari jarak jauh. ANAO juga beroperasi dengan mengurangi kehadiran di kantor sejak saat itu hingga awal 2021 sesuai dengan anjuran protokol kesehatan dari pemerintah. Selain itu, ANAO juga menyesuakan metodologi pemeriksaannya dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Kesempatan tersebut juga digunakan BPK untuk menyampaikan inisiatif pembentukan SAI-20 untuk mendukung G-20. Gayung bersambut, Grant Hehir menyambut baik serta mendukung upaya yang dilakukan oleh BPK terkait inisiatif pembentukan SAI-20. Dikatakan, hal itu sejalan dengan upaya mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Senior Management Dialogue merupakan dialog tingkat tinggi pertama antara BPK dan ANAO yang dilakukan secara virtual pada 2021. Dialog ini dibuat sebagai respons BPK dan ANAO dalam menghadapi tantangan situasi pandemi agar terus dapat menjalankan program komunikasi dan diskusi antarpimpinan SAI.

Acara dimoderatori langsung oleh Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif dan Senior Advisor ANAO Kristian Gage. Turut hadir pula Kepala Direktorat Utama Revbang B Dwita Pradana, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional, Kepala Biro SDM, Kepala Biro TI, dan R Yudi Ramdan Budiman. Sementara itu, Grant Hehir didampingi oleh Group Executive Director-Professsional Services and Relationships Group ANAO, Jane Meade.

Dalam sesi penutup, Kristian Gage dan Bahtiar Arif menyampaikan bahwa kegiatan Senior Management Dialogue antara BPK dan ANAO akan dilanjutkan dengan dua sesi berikutnya, beberapa pekan mendatang. Dua sesi mendatang akan melakukan diskusi strategis tentang “Peran Audit SAI dalam Lingkungan Pasca-Pandemi” dan “Memahami dan Menanggapi dampak Covid-19 terhadap Aspek SDM pada SAI”.

10/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Jaring Masukan dari Para Menteri, Ada Apa?

by Admin 1 06/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menggelar webinar berseri sebagai bagian dari inisiatif dalam penyusunan foresight pada Selasa (15/6). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan dari tiga seri webinar. Webinar seri I yang telah diselenggarakan pada 27 April 2021 dengan menghadirkan 19 narasumber dari unsur praktisi, akademisi, profesi, pelaku usaha dan pengamat di berbagai sektor untuk memahami dampak dan proyeksi di bidang masing-masing pada masa dan pascapandemi Covid-19.

Webinar dengan tema “Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pascapandemi COVID-19” itu mengundang para menteri dan pimpinan lembaga yang merupakan otoritas dan pengambil kebijakan penting di sektor perekonomian, fiskal, moneter, jasa keuangan, kesehatan, pendidikan dan teknologi, perencanaan pembangunan nasional, badan usaha milik negara (BUMN), serta sosial.

“Hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman bagaimana respons dan strategi pemerintah dalam menghadapi masa dan pascapandemi Covid-19 ke depan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi,” ungkap Ketua BPK Agung Firman Sampurna ketika memberikan sambutan.

Webinar ini menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai pembicara kunci. Kemudian, dalam panel diskusi terdapat pembicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan Menteri BUMN Erick Thohir.

BPK sebagai supreme audit institution (SAI) telah banyak berkecimpung dalam pekerjaan oversight atau yang bersifat watchdog dan insight untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Untuk melengkapi keduanya, ungkap Agung, BPK perlu melakukan foresight yang memberikan pandangan kepada pemerintah dan legislatif mengenai tantangan dan peluang negara pada masa depan serta berbagai isu kebijakan jangka panjang serta mengidentifikasi tantangan atau risiko sebelum hal tersebut muncul menjadi krisis.

Dalam perkembangannya, foresight sudah banyak dilakukan oleh SAI negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Kanada, Korea Selatan, Polandia, Australia, dan Brasil. Oleh karena itu, BPK pun tengah menyusun foresight berjudul “Indonesia Remade by COVID-19: Scenarios, Opportunities, and Challenges for Resilient Government” atau “Membangun Kembali Indonesia Pasca Pandemi COVID-19: Skenario, Peluang dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh”.

Hal itu guna meningkatkan nilai tambah dan manfaat peran BPK dari oversight, insight, menuju foresight. Agung mengatakan, dengan disusunnya foresight ini, BPK menjadi SAI kedua di Asia setelah Korea Selatan atau yang pertama di Asia Tenggara yang memiliki kemampuan foresight.

Selama enam pekan terakhir, ujar Agung, BPK telah menentukan focal question dan driving forces dalam penyusunan foresight dengan menggunakan scenario planning. Dari 1.350 driving forces yang diidentifikasi, melalui diskusi dan presentasi pakar, BPK telah memilih 139 driving forces dan 26 critical uncertainties. Hal itu kemudian dirumuskan menjadi lima fundamental uncertainties dengan pertanyaan utamanya “Bagaimana kondisi Indonesia lima tahun setelah Covid-19?”.

Saat ini, proses penyusunan foresight BPK memasuki tahapan penentuan dua dari lima fundamental uncertainties untuk dirumuskan menjadi scenario framework dan scenario stories. Diskusi dengan para pemangku kebijakan pemerintah pusat dan daerah dilakukan sebagai bagian dari proses diseminasi dan konfirmasi informasi.

“Saya berharap webinar ini bermanfaat untuk memperluas wawasan kita semua dalam mendukung pencapaian visi dan misi Renstra BPK 2020-2024 dan membangun budaya accountability for all, akuntabilitas untuk semua,” ujar Agung.

06/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
IHPS II 2020
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Masalah dalam Penanganan Pandemi Senilai Rp2,94 Triliun

by Admin 1 27/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berupaya memberikan nilai dan manfaat yang optimal dari setiap pemeriksaan bagi para pemangku kepentingan. Atas dasar itu, BPK pun menyelaraskan kegiatan pemeriksaan berdasarkan kejadian luar biasa yang bersifat nasional dan global seperti pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 telah menjadi persoalan baru dan menjadi tantangan berat bagi negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pandemi tidak hanya menimbulkan krisis di bidang kesehatan namun juga berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. BPK telah melaksanakan pemeriksaan terhadap penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) yang dilakukan pemerintah.

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, alokasi anggaran PC-PEN tahun 2020 pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan hibah/sumbangan masyarakat dan dikelola pemerintah adalah sebesar Rp933,33 triliun. Anggaran tersebut telah direalisasikan sebesar Rp597,06 triliun atau sebesar 64 persen.

Ikhtisar hasil pemeriksaan atas PC-PEN memuat ringkasan 241 objek pemeriksaan yang terdiri atas 111 hasil pemeriksaan kinerja dan 130 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT). Pemeriksaan dilaksanakan terhadap 27 objek pemeriksaan pemerintah pusat, 204 objek pemeriksaan pemerintah daerah (pemda), dan 10 objek pemeriksaan BUMN dan badan lainnya.

“Hasil pemeriksaan atas PC-PEN mengungkapkan 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan sebesar Rp2,94 triliun,” ungkap BPK dalam IHPS II 2020.

Permasalahan tersebut meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 715 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 1.241 permasalahan atas aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E). Selama proses pemeriksaan entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti ketidakpatuhan tersebut dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah sebesar Rp18,54 miliar.

BPK menyimpulkan bahwa efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 tidak sepenuhnya tercapai. Hal ini karena alokasi anggaran PC-PEN dalam APBN belum teridentifikasi dan terkodifikasi secara menyeluruh serta realisasi anggaran PC-PEN belum sepenuhnya disalurkan sesuai dengan yang direncanakan, pertanggungjawaban dan pelaporan PC-PEN termasuk pengadaan barang dan jasa belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan program dan kegiatan manajemen bencana penanganan pandemi Covid-19 tidak sepenuhnya efektif.

27/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pandemi Covid-19 di Amerika Serikat (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

Temuan Penyelewengan Dana Kompensasi Pengangguran Pandemi Covid 2020 di Negara Bagian California AS

by Admin 1 21/06/2021
written by Admin 1

Oleh: Wahyudi/Kasubaud IV BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sampai pertengahan Juni 2021, Amerika Serikat (AS) mencatat kasus lebih dari 33 juta orang terinfeksi Covid-19 dengan jumlah korban meninggal mencapai 590.000 orang. Dengan jumlah penduduk mencapai 39,5 juta jiwa, negara bagian California menduduki urutan teratas kasus Covid-19 di AS dengan 3,8  juta orang terinfeksi dan 64.000 orang meninggal dunia. Selama 2020 Pemerintah Federal AS menyediakan program dukungan senilai 2,6 triliun dolar AS bantuan langsung kepada para warga, sektor, seluruh negara bagian, dan pihak- pihak yang terdampak pandemi di seluruh AS. Di antaranya program Unemployment Insurance (UI) senilai 394,3 miliar dolar AS, dan program Pandemic Unemployment Assistance (PUA) senilai 352,2 miliar dolar AS.

Pada awal 2021, Auditor of the State of California (ASC) menerbitkan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan penyaluran UI atau jaminan/kompensasi pengangguran, sebuah skema manfaat yang diberikan pemerintah federal AS kepada para pengangguran sehubungan dampak pandemi Covid-19. Di negara bagian California, dana UI disalurkan oleh Employment Development Department (EDD) sebagai bagian dari entitas negara bagian. EDD juga mengelola sejumlah dana pemerintah federal terkait perluasan manfaat UI di wilayah California. Tujuan pemeriksaan ini adalah mengevaluasi upaya EDD dalam pencegahan upaya penipuan terkait penyaluran dana bantuan/manfaat program UI.

Program UI memberikan manfaat penggantian sebagian upah kepada para pengangguran warga negara bagian California yang memenuhi syarat. Secara umum penerimanya harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti menjadi pengangguran bukan karena keinginan sendiri, memiliki kemampuan kerja dan bersedia untuk bekerja (jika tersedia kembali lowongan). Calon penerima juga harus menyampaikan beberapa informasi terkait Social Security Number (SSN) dan informasi mengenai pekerjaan sebelumnya, termasuk menyampaikan perkiraan penghasilannya yang akan digunakan EDD menghitung besaran wajar nilai pembayaran kompensasi yang akan diterimanya.

Sebagai perbandingan pada praktik bantuan sejenis di Indonesia, calon penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) nasional berjumlah 15,7 juta orang. Data calon penerima BSU diambil dari data BPJS Ketenagakerjaan. Data tersebut dilakukan verifikasi dan validasi oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai kriteria dan persyaratan yang ditentukan. BSU disalurkan Kemnaker sebesar Rp 600 ribu per bulan, yang diberikan setiap dua bulan sekali melalui transfer ke rekening bank penerima.

EDD menghadapi potensi penipuan pada penyaluran dana program UI yang terdiri dari penipuan pembayaran (benefit fraud) dan pemalsuan identitas penerima (impostor fraud) menggunakan hasil pencurian indentitas milik orang lain. Penipuan pembayaran terjadi saat individu melaporkan secara tidak benar jumlah penghasilannya atau informasi tentang pekerjaan mereka. Misalnya, individu yang telah kembali memperoleh pekerjaan tidak melaporkan update statusnya tersebut sehingga terus dikirimi pembayaran kompensasi oleh program UI.

Modus penipuan kedua adalah penggunaan informasi milik  orang lain untuk  memperoleh kompensasi pembayaran UI. Modus ini sebenarnya bukan hal baru, misalnya, pada 2019, EDD menyelidiki 61 kasus penipuan pembayaran UI dengan potensi kerugian sekitar 24,4 juta dolar AS. Termasuk 14 kasus penggunaan identitas orang lain dengan nilai pembayaran 5,5 juta dolar AS. EDD juga menemukan lebih dari 110.000 kasus kelebihan bayar senilai 116,8 juta dolar AS, 2,3 persen dari total pembayaran manfaat 4,9 miliar dolar AS pada 2019. Kepolisian wilayah Beverly Hills pada September 2020 telah menangkap 44 orang yang bertanggung jawab atas pencurian identitas yang merugikan EDD senilai lebih dari 2,5 juta dolar AS.

Pada November 2020, EDD menerima laporan bahwa banyak individu menerima e–mail dari EDD yang ditujukan kepada addressee atau nama orang lain. E–mail ini merupakan bukti adanya praktik penipuan untuk mendapatkan manfaat/pembayaran UI. Ada juga misalnya laporan dari seseorang yang baru saja pindah ke sebuah rumah baru dimana ia menerima lebih dari 65 buah surat dari EDD yang ditujukan alamat rumahnya untuk sedikitnya 15 nama orang yang berbeda. Selain itu banyaknya surat EDD yang dikembalikan juga menunjukkan prevalensi modus kasus ini. Pada November 2020 jaksa negara bagian menyurati gubernur tentang kasus penipuan UI yang terjadi di beberapa penjara.

Salah satu cara yang sering dilakukan EDD mencegah penipuan penggunaan informasi orang lain adalah dengan memverifikasi identitas penerima. Proses ini dilakukan melalui verifikasi otomatis dasar seperti pencocokan data SSN dengan data SIM yaitu antara informasi yang dimiliki oleh US Social Security Administration dengan California Dept of Motor Vehicles. Jika proses ini mendeteksi adanya perbedaan, EDD akan menempuh proses verifikasi secara manual untuk meyakini apakah si penerima adalah pemilik sebenarnya dari identitas tersebut.

Saat proses manual ini dimulai, sistem EDD akan menghentikan sementara pembayaran kompensasi kepada si penerima tersebut. Selanjutnya pada Oktober 2020, EDD memperkenalkan alat verifikasi identitas online baru yaitu ID.me, yang dapat membantu mempermudah para penerima memverifikasi identitas mereka, mengurangi loading pekerjaan manual oleh staf EDD, dan secara signifikan mencegah penggunaan informasi orang lain untuk permohonan pembayaran UI.

ASC menemukan kelemahan signifikan dalam pendekatan EDD mencegah penipuan yang telah merugikan negara miliaran dolar dari pembayaran manfaat UI yang tidak semestinya. EDD tidak segera mengambil tindakan substantif untuk mendeteksi penipuan tersebut yang mengakibatkan pembayaran 10,4 miliar dolar AS atas permohonan yang telah dicurigai palsu karena EDD tidak dapat memverifikasi identitas penerimanya.

EDD membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk mengaktifkan sistem otomatis antipenipuan, mengambil tindakan yang tidak tuntas terhadap permohonan yang diajukan dari alamat yang mencurigakan, dan menghapus sistem perlindungan utama terhadap pembayaran yang tidak semestinya tanpa pemahaman utuh atas pentingnya perlindungan. Selanjutnya EDD tidak dapat mengelola dua situasi penting terkait penipuan UI selama 2020. Yaitu pada September 2020, karena masalah penipuan, EDD meminta Bank of America membekukan 344.000 kartu debit (rekening) yang digunakan untuk penyaluran kompensasi. Namun ternyata EDD tidak memiliki prosedur untuk mengaktifkan kembali rekening yang setelahnya terbukti dimiliki oleh penerima yang sah.

EDD juga tidak mampu mencegah penipuan pembayaran permohonan yang diajukan atas nama penerima yang berstatus dipenjara (terpidana) sekitar 810 juta dolar AS karena belum memiliki sistem untuk mencocokkan datanya dengan data dari lembaga pemasyarakatan setempat. Sistem kerja EDD menimbulkan risiko tinggi karena mengandalkan informasi dan teknik terputus-putus dalam mencegah dan mendeteksi penipuan penyaluran dana program UI. Misalnya, EDD belum menetapkan unit terpusat yang bertanggung jawab mengelola upaya pencegahan dan pendeteksian penipuan, dan tidak memantau atau menilai efektifitas berbagai alat pencegahan dan pendeteksian penipuan. Akibatnya EDD diindikasi menggunakan teknik pencegahan dan deteksi penipuan yang tidak efektif, yang berimbah pada potensi penundaan pembayaran kepada penerima yang sah.

ASC menemukan dua faktor utama yang membuat program UI sangat rentan terhadap penipuan selama pandemi adalah peningkatan mendadak dan besar dalam permohonan manfaat UI, dan perluasan kriteria yang signifikan untuk menerima manfaat. Sejak mulai pandemi dan pemberlakuan PSBB, tingkat pengangguran di wilayah California melonjak dari 4,3 persen pada Februari 2020 menjadi 16,2 persen pada April 2020. Fenomena ini menciptakan peningkatan dramatis dalam jumlah permohonan manfaat UI yang diajukan individu.

EDD menerima hampir 2,4 juta permohonan manfaat UI pada April 2020, sekitar 13 kali lipat dari yang diterima pada April 2019. Peningkatan besar ini telah mempersulit EDD melakukan upaya deteksi penipuan yang umum. Selanjutnya pada akhir Maret 2020, Pemerintah Federal AS memberlakukan UU baru, Cares Act (Coronavirus Aid, Relief, and Economic Security), yang memperluas manfaat UI dan melonggarkan beberapa persyaratannya. Cares Act memperluas cakupan pemberian Pandemic Unemployment Assistance (PUA) kepada individu tertentu yang tidak memenuhi syarat untuk menerima tunjangan pengangguran reguler, seperti sebagai individu yang telah wiraswasta dan tidak memiliki majikan atau pihak ketiga yang melaporkan upah mereka atau memvalidasi status pengangguran mereka.

Cares Act menambahkan jumlah manfaat 600 dolar AS per pekan berdasarkan hukum negara bagian antara Maret dan Juli 2020. Kemenaker AS juga menetapkan tanggal mundur permohonan PUA terhitung sejak Februari 2020. Ini berarti jumlah uang yang diperoleh penerima menjadi lebih besar karena memperhitungkan tanggal sebelum permohonan diajukan. Faktor-faktor inilah yang diindikasi berkontribusi meningkatkan risiko penipuan, karena penerima tidak perlu memberikan informasi yang dapat diverifikasi mengenai riwayat pekerjaan mereka.

Atas temuan dan rekomendasi pemeriksaan tersebut, EDD antara lain menindaklanjutinya dengan menyatakan bahwa sejak Maret 2020, lebih dari 112 miliar dolar AS dana UI telah dibayarkan dari 18,8 juta permohonan yang diproses. Dari jumlah tersebut EDD mengidentifikasi 10,4 miliar dolar AS sebagai penipuan dimana sekitar 92% di antaranya merupakan permohonan PUA. EDD juga telah menandai tambahan 19,5 miliar dolar AS sebagai pembayaran yang mencurigakan yang akan dipertimbangkan penghentian pembayarannya, memverifikasi identitas atas 1,2 juta permohonan dan verifikasi kriteria kelayakan lainnya atas lebih dari 150.000 permohonan. Selain itu, EDD berhasil mengidentifikasi 1,6 juta permohonan sebagai berpotensi penipuan dan menghentikan proses pembayarannya.

Sumber:

1. https://www.auditor.ca.gov/reports/2020-628.2/index.html

2. https://bantuan.kemnaker.go.id/support/solutions/articles/43000597404-bagaimana- mekanismenya-pemberian-bsu-

21/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menara Petronas yang menjadi salah satu objek wisata di Malaysia (Sumber: Youtube).
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

Ingin Datangkan 30 Juta Turis Asing, Ini Masalah yang Ditemukan Malaysia

by Admin 1 02/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia berbagi pengalaman dan memaparkan hasil temuan pemeriksaan bidang pariwisata kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Paparan disampaikan oleh Deputy Director of Performance Audit Sector JAN Malaysia Sharizal Sarul Zaman. Dia menjelaskan paparannya dengan fokus pada program promosi untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara di Malaysia.

Seperti diketahui sektor pariwisata merupakan salah satu area yang terdampak secara signifikan akibat merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Berbagai strategi promosi dan adaptasi untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata ini tengah dilakukan oleh berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia dan Malaysia.

Karenanya, BPK dan JAN Malaysia menyelenggarakan Pertemuan Teknis ke-20 sesi I untuk membahas Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pengembangan Pariwisata, beberapa waktu lalu. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan pada pertemuan teknis sebelumnya di Kuala Lumpur, Malaysia pada 4-5 November 2019.

Pada kesempatan ini, Sharizal menjelaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Malaysia merupakan tanggung jawab dari Ministry of Tourism, Arts, and Culture (Motac). Melalui agensinya, Tourism Malaysia atau Malaysia Tourism Promotion Board (MTPB) dan Malaysia Convention and Exhibition Bureau (MyCEB), Malaysia mengusung tagline “Malaysia Truly Asia”. Mereka pun gencar melaksanakan program promosi untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara positif.

Dijelaskan bahwa Pemerintah Malaysia telah mengucurkan dana sebesar 796.55 juta ringgit selama 2016-2018 untuk mempromosikan pariwisata dengan menggelar berbagai eksibisi dan pameran internasional. Pada 2020, pemerintah telah menargetkan kedatangan 30 juta turis asing dan penerimaan negara sebesar 100 juta ringgit.

Pemerintah bahkan telah mencanangkan program tahun 2020 sebagai “Visit Malaysia Year”. Tujuannya, untuk memperluas cakupan dan mendorong kedatangan turis asing serta meningkatkan penerimaan negara. Sayangnya, pandemi Covid-19 yang merebak pada awal 2020 menyebabkan target tersebut tidak tercapai.

Dalam pemaparannya, JAN Malaysia mengungkapkan beberapa temuan pemeriksaan terkait pariwisata. Temuan itu antara lain adanya pengeluaran yang melebihi alokasi yang telah dianggarkan, kewajiban yang muncul akibat kampanye periklanan yang tidak direncanakan dengan baik, program promosi pariwisata yang telah direncanakan namun tidak terlaksana, pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan tanpa anggaran yang cukup, pemeliharaan data yang tidak memadai, serta pengadaan barang dan jasa publik yang tidak sesuai ketentuan. 

Dalam diskusi, JAN Malaysia juga memaparkan risiko pemeriksaan yang teridentifikasi. Risiko tersebut antara lain sistem yang belum dinilai, proses pengadaan yang masih lemah atau belum direncanakan, dan tidak sinkronnya data kunjungan wisatawan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga terkait sebagai akibat dari kurangnya koordinasi antarlembaga.

Dalam hal penggunaan teknologi informasi (TI) dalam bidang pariwisata, entitas pemeriksaan yaitu Motac dan Departemen Imigrasi memiliki sistem yang berbeda. Motac memiliki data terkait wisatawan yang akan datang ke Malaysia dari berbagai sumber. Di lain pihak, Departemen Imigrasi memiliki data riil wisatawan yang mengunjungi Malaysia.

Terkait hal itu, tantangannya adalah, terdapat begitu banyak data yang harus dianalisis, dibandingkan, dan didapatkan hasilnya. Sehingga pemeriksa harus berpikir teknis dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi permasalahan terkait validitas data dan penggunaan sistem TI.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul tersebut, JAN Malaysia menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Malaysia. Rekomendasinya antara lain Motac perlu berkoordinasi dan memonitor aktivitas-aktivitas pariwisata yang melibatkan banyak pihak (Tourism Malaysia, MyCEB, Departemen Imigrasi) untuk memastikan alokasi dana yang diterima telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan program.

Kemudian, good governance harus diterapkan dalam manajemen dan keuangan dengan mematuhi peraturan perundangan yang ada. Rekomendasi selanjutnya, tindakan yang diperlukan harus diambil untuk mengatasi kelalaian petugas dalam mematuhi peraturan terkait finansial dan pengadaan. Terakhir, pengendalian internal harus lebih ditegakkan. 

Selain itu, disepakati juga pembahasan dua topik lain, yaitu Pemeriksaan atas Implementasi SDGs mengenai Energi Terbarukan dan Pemeriksaan atas Tata Kelola BUMN dalam Pembangunan Infrastruktur.  

Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual ini dibuka oleh Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Selvia Vivi Devianti dan diikuti oleh tim pemeriksa yang menangani bidang pariwisata dari AKN III, V, dan VI. Sementara itu, peserta dari JAN Malaysia dipimpin oleh Raftah Ibrahim, director of Performance Audit Sector.

Dalam sambutannya, Kepala Biro Humas dan KSI menekankan pentingnya manfaat kerja sama antara BPK dan JAN Malaysia untuk mendorong pemerintah kedua negara menerapkan strategi yang efektif. Tujuannya, untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang sempat lumpuh akibat pandemi Covid-19.

Kegiatan pertemuan teknis merupakan agenda tahunan implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan JAN Malaysia. Kegiatan ini diselenggarakan dalam format seminar untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam berbagai bidang pemeriksaan.

Melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan dengan JAN Malaysia ini, BPK dapat memperoleh pembelajaran dan gambaran mengenai fokus pemeriksaan dan hal-hal yang perlu menjadi perhatian. Dengan begitu pemeriksaan yang dilakukan dapat memberikan manfaat optimal bagi pemerintah dan secara efektif menumbuhkan kembali pariwisata Indonesia.

Untuk agenda selanjutnya, dalam Pertemuan Teknis ke-20 ini BPK dan JAN Malaysia akan membahas topik tentang Pemeriksaan atas Implementasi SDGs mengenai Energi Terbarukan, dan Pemeriksaan atas Tata Kelola BUMN dalam Pembangunan Infrastruktur. Kedua topik ini akan dikupas lebih lanjut secara virtual dalam pertemuan sesi berikutnya pada 9 Juni 2021.

02/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK menggunakan big data analytics dalam pemeriksaan LKPP tahun 2020 (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Manfaatkan Big Data, Ini Cerita BPK kepada ANAO

by Admin 1 31/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA –  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berbagi pengalaman terkait penggunaan big data dalam pemeriksaan kepada Australian National Audit Office (ANAO). Hal tersebut dilakukan saat keduanya menyelenggarakan IT knowledge sharing dengan tema “How data is shaping the roles of the SAI to enhance audit efficiency, especially in the pandemic situation” secara virtual, beberapa waktu lalu.

Tujuan penyelenggaraan diskusi adalah saling berbagi wawasan, pembelajaran, pengetahuan, dan pengalaman. Khususnya dalam implementasi pendekatan information technology (IT) audit kontemporer dan penggunaan analisis data untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan keuangan, kinerja, dan pemeriksaan tujuan tertentu. Termasuk penggunaan data untuk menguji dan mengidentifikasi risiko serta analisis.

Pada kesempatan itu, Pranoto, kepala Biro Teknologi Informasi menjelaskan pemaparan dengan tema “Implementation of Big Data Analytics (Bidics)”. Pranoto memaparkan perjalanan panjang BPK dalam mengimplementasikan IT audit dari data centric ke analytics centric. Penjelasan dimulai dari pengenalan e-audit pada 2010-214, pengembangan e-auditee pada 2015-2019, dan pengembangan big data analytics yang sedang dilaksanakan pada periode 2020-2024.

Penjelasan disampaikan dengan lengkap beserta proses bisnis, sumber daya yang terlibat sebagai tim analisis data, dan kesempatan serta tantangan yang dihadapi BPK dalam implementasi big data analytics.

Selanjutnya paparan disampaikan oleh Acting Senior Executive Director SADA, Lesa Craswell, Acting Executive Director SADA, Xiaoyan Lu, dan Senior Director, Data Analytics, Benjamin Siddans yang menyampaikan pemaparan berjudul “Data Analytics in the ANAO and a Case Study”. Terdapat empat topik utama yang disampaikan, yaitu pemaparan ringkasan perjalanan ANAO periode 2018-2021 dalam mengimplementasikan data analytic.

Termasuk pencapaian yang telah diperoleh, penggunaan analisis data untuk pemeriksaan kinerja, penyampaian studi kasus dalam penghitungan kembali penerimaan, dan strategi SADA dalam tiga tahun mendatang dalam upaya mengoptimalkaan kontribusinya membantu proses pemeriksaan dan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan di ANAO.

Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual tersebut merupakan kegiatan diskusi ketiga yang menjadi bagian dari implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan ANAO di bidang IT. Program ini secara intensif dimulai dengan pelaksanaan study visit tim BPK ke ANAO pada Februari 2019. Kemudian dilanjutkan dengan IT knowledge sharing sesi pertama dan kedua pada Juli dan Agustus 2020.

Sebagai tindak lanjut atas diskusi tersebut, BPK dan ANAO akan kembali menyelenggarakan diskusi keempat pada bulan Juni 2021. Topik yang diangkat nanti yaitu “The Supreme Audit Institution and The Cyber Resilience of Goverment”.

31/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Covid-19 (Ilustrasi/Sumber: freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Indonesia Hadapi Pandemi, BPK Justru Lebih Inovatif

by Admin 1 28/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Tortama KN II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Laode Nusriadi menjelaskan, pandemi Covid-19 justru menuntut lembaga untuk lebih inovatif dalam mengembangkan prosedur pemeriksaan alternatif. Misalnya melakukan prosedur pemeriksaan fisik hasil pekerjaan dan prosedur konfirmasi/permintaan keterangan dengan memanfaatkan bantuan teknologi informasi.

Mulai dari video call, Zoom Meeting, Geographical Information System (GIS), dan media komunikasi lainnya. Jika ternyata harus untuk datang ke lokasi auditee atau lokasi pelaksanaan satu pekerjaan, maka tim pemeriksa harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

“Sebagai panduan bagi seluruh tim pemeriksa, pada pertengahan 2020, Ditama Revbang juga telah menerbitkan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Keuangan pada Masa Darurat. Di situ dijelaskan berbabagi macam prosedur alternatif yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan pada masa pandemi Covid-19,” kata Laode, beberapa waktu lalu.

Meskipun begitu, dia menegaskan, prosedur pemeriksaan tidak memengaruhi penentuan materialitas dalam pemeriksaan LK. Sebaliknya, penentuan materalitas yang akan berdampak pada prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh tim pemeriksa.

Penentuan materalitas tersebut sangat dipengaruhi hasil penilaian tim pemeriksa atas risiko penyajian laporan keuangan. Penentuan materialitas tersebut, khususnya materialitas di level akun, selanjutnya akan mempengaruhi strategi pemeriksaan atas akun-akun yang akan diperiksa. Antara lain terkait ukuran sampel dan prosedur pemeriksaannya.

Contohnya, sebut Laode, jika menetapkan risiko salah saji akun kas “Tinggi” dan nilai materialitas level akun “Rendah”, maka tim pemeriksa harus mengambil sampel yang besar dan prosedur pengujian yang mendalam terhadap akun kas.

“Yang menjadi tantangan masa pandemi ini adalah bagaimana tim pemeriksa merancang prosedur pemeriksaan alternatif untuk menguji akun kas tersebut. Misalnya dengan melakukan cash opname dengan memanfaatkan bantuan teknologi informasi,” papar dia.

Menurut Laode, tuntutan untuk merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan alternatif ini tentunya berdampak pada pola kerja tim pemeriksa. Saat ini, tim pemeriksa dituntut untuk memanfaatkan teknologi informasi seoptimal mungkin dalam melaksanakan sebagian besar prosedur pemeriksaannya.

Perubahan pola kerja ini juga terjadi dalam proses komunikasi yang lebih banyak dilakukan melalui media komunikasi elektronik. Mulai dari komunikasi antarpersonil dalam tim pemeriksa mapun dengan pihak auditee dan lainnya yang terkait dengan pemeriksaan.

28/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Covid-19 (Ilustrasi) Sumber: Freepik
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Meski Pandemi, Tapi Kualitas LKPP Terus Meningkat

by Admin 1 27/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pandemi Covid-19 tidak membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menurunkan kualitas hasil pemeriksaan. Melihat data yang ada, kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari tahun ke tahun malah terus meningkat.

Tortama KN II BPK Laode Nusriadi menjelaskan, sejak BPK pertama kali memberikan opini atas LKPP pada 2005, yaitu atas LKPP tahun 2004, kualitas LKPP terus meningkat. Untuk LKPP tahun 2004 sampai dengan LKPP tahun 2008, BPK memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP).

Opini LKPP mengalami peningkatan sejak LKPP tahun 2009 yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP). Opini WDP ini diberikan BPK sampai dengan LKPP tahun 2015. Selanjutnya sejak LKPP tahun 2016 sampai dengan LKPP tahun 2019, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Peningkatan opini LKPP ini tidak terlepas dari kualitas LKKL dan LKBUN. Jumlah LKKL dan LKBUN terus meningkat, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Pada pemeriksaan LKPP tahun 2015, jumlah LKKL dan LKBUN yang memperoleh opini WTP hanya 56 LKKL/LKBUN. Angka itu meningkat menjadi 74 pada pemeriksaan LKPP tahun 2016, 80 di pemeriksaan LKPP tahun 2017, 82 di pemeriksaan LKPP tahun 2018, dan 85 di pemeriksaan LKPP tahun 2019.

“Untuk LKPP Tahun 2019, meskipun masih ada LKKL yang tidak memperoleh opini WTP tetapi dampaknya terhadap LKPP tidak material, sehingga tidak mempengaruhi kualitas LKPP secara keseluruhan,” papar dia.

Laode menjelaskan, peningkatan itu juga tidak lepas dari konsep “Risk Based Audit” (RAB) yang digunakan BPK. Penerapan konsep ini dalam pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN antara lain dilakukan dengan membagi entitas pelaporan menjadi dua kelompok besar, yaitu kementerian/lembaga signifikan dan nonsignifikan.

Penentuan ini mempertimbangkan faktor signifikansi dan tingkat risiko masing-masing kementerian/lembaga yang meliputi (a) nilai aset tetap, (b) total penerimaan, (c) total belanja, (d) jumlah satuan kerja, (e) opini 5 (lima) tahun terakhir, dan (6) temuan pemeriksaaan yang terkonsolidasi ke dalam temuan LKPP tahun sebelumnya.

Permasalahan atau opini kementerian/lembaga signifikan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap opini LKPP. Contohnya, untuk Kementerian PUPR yang memiliki proporsi nilai aset tetap yang signifikan terhadap nilai aset tetap di LKPP.

Jika terjadi permasalahan pada aset tetap yang berdampak opini LK Kementerian PUPR, tentunya dapat berdampak pula terhadap opini LKPP. Tetapi permasalahan di tingkat LKKL tidak serta merta berdampak terhadap opini LKPP. Ini karena adanya perbedaaan tingkat dan nilai materialitas antara level LKKL/LKBUN dengan LKPP.

“Karena dapat memiliki dampak yang besar terhadap opini LKPP, maka proses pemeriksaan atas LKKL signifikan terus dikawal oleh Pokja Pemeriksaan LKPP. Mulai dari perencanaan, pelaksananaan, hingga pelaporan hasil pemeriksaan. Itama juga terlibat dalan mengawal proses pemeriksaan LKKL signifikan tersebut melalui proses hot review,” papar dia.

27/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id