WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

wajib pajak

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penghitungan PNBP SDA Berisiko tak Akurat

by Admin 1 08/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun mengungkapkan adanya risiko ketidakakuratan dalam penghitungan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh wajib bayar. Sebab, beberapa jenis PNBP sumber daya alam (SDA), seperti PNBP di sektor pertambangan mineral dan batu bara menggunakan sistem self assessment.

Isma menjelaskan, dengan sistem tersebut, maka wajib bayar menghitung sendiri besaran PNBP terutang berdasarkan tarif dan jenis PNBP sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.  “Risiko yang muncul dari sistem ini adalah wajib bayar tidak akurat dalam menghitung kewajiban pembayaran PNBP. PNBP yang dibayarkan tidak sesuai dengan hak negara yang seharusnya diterima,” kata Isma dalam Workshop Persiapan Pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2021 di Auditorium Kantor Pusat BPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menguji Konsistensi DJP terhadap Wajib Pajak

Isma menambahkan, lini pertama dalam sistem pengelolaan PNBP adalah monitoring dan verifikasi oleh instansi pengelola PNBP terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP. Sesuai dengan PP Nomor 58 tahun 2020 tentang Pengelolaan PNBP dinyatakan bahwa instansi pengelola dan mitra instansi pengelola PNBP wajib melakukan monitoring dan verifikasi terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP. Namun demikian, kegiatan tersebut kerap tidak dilakukan secara memadai, sehingga masih ada risiko ketidakakuratan perhitungan kewajiban PNBP.

Isma menekankan bahwa pemanfaatan atas SDA telah diatur sebagai regulasi yang diterbitkan pemerintah. Namun dalam praktiknya, masih banyak ditemukan penggunaan dan pemanfaatan SDA yang dilakukan tanpa izin di bidang pertambangan dan kehutanan. Dampaknya yaitu negara kehilangan potensi PNBP dan terjadinya kerusakan lingkungan.

Hal selanjutnya yang juga perlu dibenahi adalah sistem informasi dan pelaporan PNBP yang belum memadai. Untuk optimalisasi PNBP, pemerintah telah menyusun aplikasi e-PNBP yang terintegrasi dengan berbagai sistem informasi lain yang telah ada sebelumnya.

Aplikasi ini akan memudahkan wajib bayar dalam memenuhi kewajibannya menghitung, melaporkan, dan menyetor PNBP. “Sayangnya masih ditemukan beberapa kelemahan dalam aplikasi tersebut sehingga membuat negara kehilangan potensi PNBP dengan jumlah yang cukup signifikan.”

08/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Menguji Konsistensi DJP terhadap Wajib Pajak

by Admin 1 19/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki mandat untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK tak hanya mengawal penggunaan uang negara, tapi juga penerimaan negara, termasuk penerimaan pajak.

Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi mengatakan, sistem pajak pada dasarnya menganut self assesment, yakni wajib pajak (WP) menghitung dan melaporkan sendiri kewajibannya. Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki data profil sejauh mana WP individu atau badan mengikuti aturan yang berlaku.

 â€œKarena WP itu bisa dibuat profil, misalnya DJP itu mengetahui profil WP yang salah hitung ataupun tidak patuh. BPK mempelajari data yang dibuat oleh DJP dan secara sampling melihat hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan petugas pajak,” kata Laode saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, dalam pemeriksaan dan sampling yang diambil oleh BPK, fokus BPK adalah pada konsistensi dari petugas pajak kepada WP berdasarkan aturan yang ada. Sebelum BPK melakukan pemeriksaan, akan ditentukan dahulu sektor usaha yang akan diperiksa, misalnya sektor usaha kelapa sawit atau batu bara.

Penentuan sektor usaha yang akan menjadi sampling pemeriksaan dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain isu yang berkembang di masyarakat atau analisis kenaikan atau penurunan penerimaan pajak pada sektor usaha tertentu. Setelah ditentukan sektor usaha yang akan diperiksa sebagai sampling, kemudian ditentukan Kantor Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak, dan WP terkait berdasarkan data hasil pemeriksaan pajak yang sebelumnya telah dilakukan petugas pajak.

Selanjutnya BPK akan melihat apakah terdapat perlakukan yang sama untuk hal yang sama terhadap masing-masing WP tersebut antarkantor pelayanan pajak dengan memperhatikan aturan yang ada. Dengan kata lain, BPK melihat konsistensi perlakuan petugas pajak kepada WP.

“Misalnya WP ini melanggar suatu ketentuan, lalu wajib pajak lain melanggar ketentuan yang sama, BPK melihat apakah perlakuannya sama atau tidak oleh petugas pajak, dan kalau berbeda apa penyebabnya. Jadi tidak melihat individu-individu, tapi memperhatikan konsistensi di berbagai pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pajak,” ujar Laode,

Laode menambahkan, DJP memiliki kantor yang tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki risiko untuk tidak konsisten. “Misalnya, kantor pajak di Jakarta memperlakukan WP yang melanggar ketentuan A, apakah sama perlakuan petugas pajaknya dengan kantor pajak di Surabaya. Walau WP-nya beda dan petugas pajaknya berbeda juga, tetapi ketentuan yang dilanggar sama,” ujar dia.

Begitu juga yang terkait dengan restitusi pajak. BPK melihat konsistensi dari keputusan DJP terhadap WP. Terutama dalam hal menolak atau menyetujui restitusi pajak. Dalam LKPP 2019, BPK menemukan adanya 5 permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya, DJP tidak segera memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) senilai Rp11,62 triliun, belum menerbitkan SKPKPP senilai Rp72,86 miliar dan USD57.91 ribu serta terlambat menerbitkan SKPKPP senilai Rp6,07 miliar

DJP menyajikan utang kelebihan pembayaran pendapatan (UKPP) atau utang restitusi per 31 Desember 2019 dan 31 Desember 2018 (Audited) masing-masing sebesar sebesar Rp28,14 triliun dan Rp24,60 triliun.Atas kewajiban 2019 tersebut, DJP belum menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), sehingga sampai dengan 31 Desember 2019, utang kelebihan pembayaran pajak tersebut belum dibayarkan kepada WP dan masih tercatat sebagai penerimaan pajak tahun 2019.

19/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id