WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

PLN

Hendra Susanto (Foto: Biro Humas dan KSI/ Anto)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Harga Energi Hijau Harus Terjangkau

by Admin 1 10/08/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendukung upaya pemerintah untuk melakukan percepatan transisi energi. Hanya saja, BPK mengingatkan agar pihak-pihak terkait, seperti PLN maupun Pertamina, bisa menurunkan harga pokok produksinya.

SAI Bekerja Sama untuk Perkuat Pemeriksaan Kinerja Ekonomi Hijau

Hal tersebut disampaikan Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota VII BPK Hendra Susanto saat berbincang dengan Warta Pemeriksa di sela acara “5th meeting of the INTOSAI Working Group on Extractive Industries/WGEI” yang digelar BPK, di Jakarta, Senin (24/7/2023).

Hendra, yang sejak 4 Agustus 2023 menjabat sebagai wakil ketua BPK mengatakan, saat ini harga produk energi baru dan terbarukan lebih mahal dibandingkan energi fosil semacam batu bara atau bahan bakar minyak.

“Memang kita rekomendasikan mereka agar menurunkan HPP (harga pokok produksi). Karena salah satu isu utamanya adalah harga. Kita tahu bahwa harga energi fosil masih murah. Sementara kalau kita bicara energi hijau, harganya masih sangat mahal,” kata Hendra.

Meski begitu, BPK menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam penggunaan energi hijau. Akan tetapi, butuh sinergi dan efisiensi dalam penggunaannya.

Soal sinergi, kata dia, BPK mendukung PLN, Pertamina dan BUMN lain terkait energi. Namun yang lebih penting adalah harga yang tepat bagi masyarakat.

BPK: Pemeriksaan Ekonomi Hijau Guna Wujudkan Kesejahteraan Rakyat

“Ketika kita beralih pada geothermal, panel surya, ataupun biomassa, itu harganya masih belum terjangkau untuk masyarakat kita. Tantangannya di situ,” kata dia

Oleh karena itu, kata dia, sangat penting bagi para pemangku kepentingan untuk bisa menekan harga produksi energi hijau. Hal ini agar energi hijau bisa semakin dinikmati masyarakat luas. “Jadi bukan hanya dinikmati masyarakat kelas menengah, namun juga kelas bawah.”

10/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Solar panel sebagai salah satu solusi untuk energi hijau (Sumber: Freepik).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap PLN Belum Optimal Kembangkan Pembangkit EBT

by Admin 1 19/12/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuanagan (BPK) menemukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN belum optimal dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). Hal itu diungkap BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Perhitungan Subsidi Listrik Tahun 2021 pada PT PLN.

BPK mengungapkan, PLN merencanakan program pengembangan pembangkit EBT sebesar 20,9 GW dalam RUPTL PLN tahun 2021-2030. Hal itu guna mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen tahun 2025 sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN).

“PLN menyebut, pengembangan pembangkit EBT sebesar 140 MW memang terkendala dan saat ini masih diupayakan pembangunannya untuk terus dilanjutkan dengan pihak-pihak terkait.”

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa PLN tidak optimal dalam merencanakan dan memantau kemajuan pengembangan pembangkit EBT. PLN juga belum membuat keputusan lebih lanjut atas 38 perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBTL) EBT berkapasitas 806,54 MW yang belum mendapatkan pembiayaan.

Hal tersebut mengakibatkan PLN belum secara optimal dapat mendukung pencapaian bauran EBT secara nasional dengan tetap memperhatikan efisiensi biaya dan keandalan sistem kelistrikan PLN. Hal tersebut disebabkan oleh direksi PLN belum memiliki database pengembangan pembangkit EBT yang terintegrasi dan informatif.

PLN juga belum melakukan penilaian risiko untuk setiap pembangkit EBT yang direncanakan sebagai dasar penyusunan langkah pengendalian dan mitigasi risiko pengembangan masing-masing pembangkit EBT. Atas permasalahan tersebut, direksi PLN menanggapi bahwa dalam rangka penyusunan RUPTL 2021–2030, PLN secara umum menyusun kajian generation expansion planning berupa identifikasi potensi sumber energi yang tersedia dan dampak, risiko, keuntungan dan manfaatnya terhadap sistem kelistrikan.

Selain itu, penyusunan kajian kelayakan dilakukan secara bertahap untuk pembangkit yang akan segera dimulai implementasi proyeknya. Dengan prioritas penyusunan kajian untuk pembangkit yang akan beroperasi dalam lima tahun pertama.

Soal Dana Kompensasi yang Diterima PLN, Ini Temuan BPK

PLN menyebut, pengembangan pembangkit EBT sebesar 140 MW memang terkendala dan saat ini masih diupayakan pembangunannya untuk terus dilanjutkan dengan pihak-pihak terkait. PLN sedang berkoordinasi secara intensif dengan pihak pengembang untuk mengatasi permasalahan yang ada dan secara internal menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi risiko lebih lanjut. PLN juga terus berupaya untuk mengejar keterlambatan commercial operations date (COD) pembangkit EBT.

BPK pun merekomendasikan direksi PLN agar menyusun database pengembangan pembangkit EBT yang terintegrasi dan informatif. BPK juga merekomendasikan direksi PLN agar melakukan penilaian risiko untuk setiap pembangkit EBT yang direncanakan sebagai dasar penyusunan langkah pengendalian dan mitigasi risiko pengembangan masing-masing pembangkit EBT.

19/12/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Subsidi listrik (Ilustrasi/sumber: pexels-pok rie)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penghitungan Subsidi Listrik PLN Dikoreksi BPK

by Admin 1 16/12/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan pemeriksaan kepatuhan atas kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik dan perhitungan subsidi listrik tahun 2021 terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa PLN menghitung nilai subsidi listrik tahun anggaran 2021 sebesar Rp58,88 triliun (unaudited).

Kemudian, BPK telah melakukan koreksi kurang atas perhitungan PLN sebesar Rp1,0 triliun dan PLN telah menerima koreksi tersebut. Dikutip dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada Juni 2022, nilai subsidi listrik TA 2021 menjadi sebesar Rp57,88 triliun (audited).

“BPK merekomendasikan direksi PT PLN agar berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait pengaturan dan penetapan susut trafo pembangkit.”

Nilai itu terdiri dari subsidi murni sebesar Rp49,8 triliun dan diskon tarif sebesar Rp8,08 triliun. Perhitungan tersebut telah dituangkan dan ditandatangani bersama oleh BPK dan PLN dalam berita acara pemeriksaan subsidi listrik TA 2021 pada 12 Mei 2022.

Dalam laporan tersebut, BPK juga menyajikan sejumlah temuan pemeriksaan ketidakpatuhan PLN dalam kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik. Salah satu permasalahan tersebut antara lain PT PLN kurang berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait pengaturan dan penetapan susut trafo pembangkit dalam proses penyaluran tenaga listrik dari pembangkit ke gardu induk.

Selain itu, PT PLN belum proaktif melakukan kajian dan merumuskan prosedur pengendalian atas susut trafo pembangkit. Hal ini mengakibatkan nilai susut trafo sebesar 986.238.161 kWh tidak terukur dalam pengambilan keputusan pengendalian biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Bertemu Dirut PLN, Anggota VII BPK Ungkap Harapannya

Untuk itu, BPK merekomendasikan direksi PT PLN agar berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait pengaturan dan penetapan susut trafo pembangkit. Kemudian juga memerintahkan kepala Satuan Pusat Keunggulan melakukan kajian dan merumuskan prosedur pengendalian atas susut trafo pembangkit dalam upaya efisiensi penyediaan tenaga listrik pada pembangkit tenaga listrik.

16/12/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi jaringan listrik (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Dana Kompensasi yang Diterima PLN, Ini Temuan BPK

by Admin 1 18/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2020 di PT PLN dan instansi terkait lainnya. Lingkup pemeriksaan meliputi perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik oleh PLN pada 2020 untuk golongan pelanggan yang dilakukan penyesuaian tarif atau tarif tenaga listrik nonsubsidi.

Apakah TKDN di BUMN Masih Perlu Ditingkatkan?

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2020 di PLN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut yakni pemberlakuan penyesuaian tarif periode sebelumnya membebani keuangan negara.

PLN belum berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait upaya rinci efisiensi operasional yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menindaklanjuti Surat Menteri ESDM dalam menghitung penyesuaian tarif tenaga listrik. Hal tersebut mengakibatkan PLN menerima dana kompensasi tenaga listrik dari pemerintah lebih besar Rp1,20 triliun.

“BPK merekomendasikan direksi PT PLN agar memerintahkan EVP Tarif dan Subsidi untuk melakukan evaluasi dan koordinasi dengan Kementerian ESDM terhadap penerapan BPP tenaga listrik dan formula penyesuaian tarif secara keseluruhan.”

BPK pun merekomendasikan direksi PLN agar melakukan koordinasi secara optimal dengan Kementerian ESDM terkait upaya rinci efisiensi operasional yang harus dilakukan oleh PLN untuk menindaklanjuti Surat Menteri ESDM. Selain itu, PLN perlu melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait penerimaan dana kompensasi penyesuaian tarif tenaga listrik yang lebih besar Rp1,20 triliun.

BPK juga menginstruksikan EVP Tarif dan Subsidi untuk menggunakan volume penjualan dan nilai realisasi pendapatan sesuai dengan kondisi riil. Temuan BPK lainnya yaitu PLN tidak menyesuaikan dan menerapkan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dalam perhitungan penyesuaian tarif berdasarkan kondisi riil.

Bertemu Dirut PLN, Anggota VII BPK Ungkap Harapannya

Akibatnya, perhitungan penyesuaian tarif tidak sepenuhnya dilakukan secara akurat. Karenanya, BPK merekomendasikan direksi PT PLN agar memerintahkan EVP Tarif dan Subsidi untuk melakukan evaluasi dan koordinasi dengan Kementerian ESDM terhadap penerapan BPP tenaga listrik dan formula penyesuaian tarif secara keseluruhan sehingga mencerminkan biaya dan tarif riil.

18/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Penghematan Biaya Pokok Penyediaan Listrik

by Admin 1 17/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dari hasil pemeriksaan atas pengelolaan independent power producer (IPP) pada 2016 hingga semester I 2020 di PT PLN dan instansi terkait lainnya. Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, permasalahan tersebut antara lain terkait operasi pembangkit IPP.

Yuk Intip Cara BPK Menghitung Kesesuaian Subsidi Listrik

BPK menemukan, PLN belum optimal melakukan upaya penurunan tarif dan mitigasi risiko penyerapan tenaga listrik di bawah batas minimum dalam skema take or pay untuk memperbaiki biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Hal ini mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya pokok penyediaan tenaga listrik pada 2020 sebesar Rp4,52 triliun dari upaya penurunan tarif pembelian tenaga listrik. Selain itu, PT PLN kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya pokok penyediaan tenaga listrik dari make up energi listrik pada 2020.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PT PLN menyusun pedoman terkait penentuan tarif tenaga listrik secara umum, termasuk untuk pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), untuk keperluan pada masa mendatang. Selain itu, menginstruksikan EVP IPP dan EVP Perencanaan Sistem lebih optimal menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam LHP sebelumnya.

Hal itu yakni mengupayakan energy make up untuk memanfaatkan energi yang tidak terserap dalam skema take or pay kontrak pembelian listrik IPP. Dalam penetapan kapasitas pembangkit IPP, PLN belum memperhatikan kemampuan keuangan dan rencana investasi sesuai tata kelola perusahaan yang baik.

BPK merekomendasikan direksi PLN menginstruksikan Executive Vice President (EVP) IPP serta pejabat terkait lainnya untuk mengevaluasi kewajaran tarif pembelian tenaga listrik IPP.

Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat mengukur kewajaran dan efektivitas investasi PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) melalui PT PJB Investasi (PJBI) di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru. Termasuk juga timbulnya risiko kehilangan investasi tersebut.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PLN agar melakukan reviu dan evaluasi terhadap efektivitas investasi yang telah dilakukan oleh PJBI pada PLTA Batang Toru. Kemudian menyusun langkah-langkah strategis yang konkret untuk memitigasi risiko dalam investasi tersebut.

Dalam pengadaan IPP dan konstruksi pembangkit IPP, PLN menentukan tarif pembelian tenaga listrik tidak menggunakan referensi paling mutakhir. Juga tidak mengevaluasi berdasarkan kondisi riil serta tidak mempertimbangkan status lahan aset IPP pascamasa kontrak.

Hal ini mengakibatkan potensi ketidakhematan biaya pokok penyediaan tenaga listrik PLN dan salah satunya dapat membebani subsidi listrik yang dibayarkan oleh pemerintah. Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PLN menginstruksikan Executive Vice President (EVP) IPP serta pejabat terkait lainnya untuk mengevaluasi kewajaran tarif pembelian tenaga listrik IPP.

Bagaimana BPK Memastikan Ketepatan Subsidi Listrik?

Kemudian selanjutnya menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut secara optimal yang paling menguntungkan PLN. Termasuk juga mengkomunikasikan/konsultasi penyesuaian harga pembelian tenaga listrik dalam kontrak IPP terkait dengan mempertimbangkan status kepemilikan lahan, nilai residu, dan biaya investasi riil pembangkit.

17/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita FotoSLIDER

Bertemu Dirut PLN, Anggota VII BPK Ungkap Harapannya

by Achmad Anshari 25/05/2022
written by Achmad Anshari

Anggota VII BPK, Hendra Susanto, berharap PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) semakin maju dan berkembang, serta selalu berkontribusi untuk masyarakat. Hal tersebut disampaikan saat Hendra menerima kehadiran Direktur Utama PT PLN, Dharmawan Prasojo di kantor pusat BPK RI Jakarta.

Sejak April 2022, Hendra Susanto diberi amanah menjadi Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK/Anggota VII BPK, yang membidangi pemeriksaan terhadap BUMN, termasuk PLN.

 “Perbincangan saya dan Pak Darmo sangat menarik dan kaya akan ide-ide yang konstruktif,” papar Hendra dalam unggahan pada instagram @hendrasusanto914.

25/05/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Rencana Pelunasan Utang Rp91 Triliun Belum Didukung Anggaran

by Super Admin 30/12/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan merekomendasikan agar pemerintah menyusun anggaran secara lebih terperinci terkait dengan rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga.

Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“agar…  menyusun alokasi anggaran secara lebih rinci untuk rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga dan utang jangka panjang dalam negeri lainnya di tahun 2020,”  demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Rekomendasi itu muncul terkait dengan rencana pemerintah membayar utang kompensasi kepada BUMN, dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero) dan PT Pertamina (Persero) pada 2020. Audit BPK mendapati rencana tersebut belum didukung alokasi anggaran memadai.

Utang kompensasi adalah utang yang timbul karena pemerintah melakukan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik.

Harga yang ditetapkan pemerintah ini berbeda dari harga yang diusulkan PLN atau Pertamina berdasarkan formula harga, dan menyebabkan terjadinya kekurangpenerimaan pada keduanya.

Selisih antara harga yang ditetapkan pemerintah dan harga formula ini yang kemudian menjadi utang kompensasi. Utang ini dicatat di Neraca Pemerintah Pusat di pos Utang Kepada Pihak Ketiga.

Sebagian utang kompensasi ini sudah dibayar, antara lain dengan mekanisme set off, yaitu mengompensasikan utang pemerintah kepada badan usaha dengan besaran pajak yang harus dibayar badan usaha tersebut ke pemerintah.

Utang kompensasi berbeda dari belanja subsidi, karena subsidi dialokasikan dalam APBN yang sebelumnya sudah disepakati dengan DPR.

Dalam LHP itu terungkap, sampai Desember 2019, total utang kompensasi pemerintah mencapai Rp142,59 triliun, ke 3 badan usaha, yaitu PLN Rp45,43 triliun, Pertamina Rp96,50 triliun, dan PT AKR Corporindo Rp659,46 miliar.

Berdasarkan surat Menteri Keuangan, pemerintah berencana membayar sebagian utang kompensasi itu minimal Rp91 triliun. Perinciannya Rp45,43 triliun kepada PLN, Rp45 triliun kepada Pertamina, dan Rp659,46 miliar kepada AKR Corporindo, hingga total Rp91,08 triliun.

Namun, audit BPK menemukan jumlah yang sudah dituangkan menjadi Daftar Isian Pelaksana Anggaran hanya Rp15 triliun, sedangkan sisanya Rp76,08 triliun masih dalam proses penganggaran.

Praktik ini tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan semua hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran bersangkutan harus dimasukkan ke dalam APBN.

Praktik ini juga menyebabkan utang kompensasi kepada badan usaha berpotensi tidak dapat dibayar sepenuhnya pada 2020 dan akan menjadi utang pada periode berikutnya.

Di luar masalah itu, BPK juga menemukan sebagian utang kompensasi yang sudah diselesaikan dengan mekanisme set off masih belum berstatus clear dan berpotensi menimbulkan dispute.

Pasalnya, sebagaimana terungkap dalam LHP, badan usaha yang melakukan set off utang kompensasi juga mengajukan keberatan pajak di Pengadilan Pajak.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar pemerintah menyusun mekanisme penganggaran berbasis kinerja atas kebijakan kompensasi BBM dan tarif listrik sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara.

Kemudian juga merekomendasikan penetapan kebijakan terhadap syarat dan status transaksi yang dapat dilakukan set off hingga tidak berpotensi dispute di masa mendatang.

Berikutnya merekomendasikan penyusunan anggaran secara lebih terperinci untuk rencana pembayaran Utang Kepada Pihak Ketiga dan Utang Jangka Panjang Dalam Negeri Lainnya pada 2020. (Hms)

30/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id