WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

Pertamina

Direktur Utama PT Pertamina Persero Nicke Widyawati (Sumber: Instagram)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Transisi Energi Penuh Tantangan, Pengawasan BPK Dibutuhkan

by Admin 1 15/08/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Direktur Utama PT Pertamina Persero Nicke Widyawati menyatakan, mengubah semua aktivitas ke arah energi baru terbarukan (EBT) tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak tantangan yang dihadapi, termasuk soal tata kelola.

Di sinilah peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting agar berbagai program transisi energi bisa dijalankan sesuai dengan ketentuan.

“Jadi kalau dengan pemahaman yang sama dengan objektif yang sama, tentu BPK bisa membantu bagaimana agar Pertamina Ini sebagai BUMN bisa menjalankan seluruh penugasan tersebut. Pertamina bukan hanya mengejar keuntungan semata, tapi ke public service obligation, ini supaya secara paralel bisa dijalankan dan aman.”

Nicke mengatakan, transisi energi telah menjadi agenda utama banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Salah satu hal yang menjadi tantangan adalah menjalankan transisi energi sambil memenuhi permintaan terhadap kebutuhan energi yang semakin meningkat.

“Kebutuhan akan energi yang semakin meningkat untuk mendorong Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi yang signifikan,” kata Nicke di sela kegiatan “5th meeting of the INTOSAI Working Group on Extractive Industries/WGEI” yang digelar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di Jakarta, Senin (24/7/2023).  INTOSAI WGEI merupakan kelompok kerja organisasi lembaga pemeriksa se-dunia tentang industri ekstraktif.

Nicke menegaskan, kehadiran energi hijau tetap harus dikejar yang pada akhirnya diharapkan dapat membuat Indonesia mencapai ketahanan energi. Artinya, ada dua hal yang dikejar oleh BUMN energi. Pertama, transisi energi untuk menuju ketahanan energi.

Dia mengatakan, energi baru dan terbarukan kedepannya harus tersedia dan bisa diakses seluruh lapisan masyarakat. “Jadi availability dan accessibility ini penting sekali.”

BPK Dorong Perbaikan Subsidi Energi

Hal selanjutnya, energi baru dan terbarukan harus affordable atau harus terjangkau harganya. Oleh karena itu, kata Nicke, Pertamina saat ini melakukan tugas menyiapkan dan mendistribusikan energi, juga melakukan transisi ke energi hijau. Di tengah-tengah proses tersebut, Pertamina sedang melakukan dekarbonisasi untuk mengurangi karbon emisi dari bisnis minyak dan gas.

“Dan dengan semua program ini Pertamina bisa menurunkan karbon emisi sebesar 31 persen, ini angka yang lebih tinggi dari pencapaian nasional. Dan juga di sini Pertamina kemudian bisa menurunkan impor. Karena sebagian besar bisa kita campur dengan sumber daya alam di Indonesia, yaitu bioenergi,” ucap dia.

Untuk mencapai keadaan berkelanjutan ini, menurut Nicke, Pertamina membutuhkan mitra strategis untuk mencapainya. Salah satu mitra itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lewat dukungan BPK, Pertamina bisa menjalankan transisi energi secara aman. Alasannya karena dalam proses transisi energi banyak teknologi baru yang bahkan sifatnya adalah perintis.

Mencermati Tantangan Transisi ke Energi Hijau

“Jadi kalau dengan pemahaman yang sama dengan objektif yang sama, tentu BPK bisa membantu bagaimana agar Pertamina Ini sebagai BUMN bisa menjalankan seluruh penugasan tersebut. Pertamina bukan hanya mengejar keuntungan semata, tapi ke public service obligation, ini supaya secara paralel bisa dijalankan dan aman,” ucap dia.

Akan tetapi, menurut Nicke bila dalam prosesnya ada yang dijalankan di luar aturan, maka ia mendorong untuk dibersihkan bersama. “Tetapi kalau untuk sesuatu yang baru, yang belum ada, tentu kami mohon masukan dari BPK, agar ini regulasinya bisa diimplementasikan sesuai dengan SOP,” ucap dia.

15/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Hendra Susanto (Foto: Biro Humas dan KSI/ Anto)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Harga Energi Hijau Harus Terjangkau

by Admin 1 10/08/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendukung upaya pemerintah untuk melakukan percepatan transisi energi. Hanya saja, BPK mengingatkan agar pihak-pihak terkait, seperti PLN maupun Pertamina, bisa menurunkan harga pokok produksinya.

SAI Bekerja Sama untuk Perkuat Pemeriksaan Kinerja Ekonomi Hijau

Hal tersebut disampaikan Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota VII BPK Hendra Susanto saat berbincang dengan Warta Pemeriksa di sela acara “5th meeting of the INTOSAI Working Group on Extractive Industries/WGEI” yang digelar BPK, di Jakarta, Senin (24/7/2023).

Hendra, yang sejak 4 Agustus 2023 menjabat sebagai wakil ketua BPK mengatakan, saat ini harga produk energi baru dan terbarukan lebih mahal dibandingkan energi fosil semacam batu bara atau bahan bakar minyak.

“Memang kita rekomendasikan mereka agar menurunkan HPP (harga pokok produksi). Karena salah satu isu utamanya adalah harga. Kita tahu bahwa harga energi fosil masih murah. Sementara kalau kita bicara energi hijau, harganya masih sangat mahal,” kata Hendra.

Meski begitu, BPK menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam penggunaan energi hijau. Akan tetapi, butuh sinergi dan efisiensi dalam penggunaannya.

Soal sinergi, kata dia, BPK mendukung PLN, Pertamina dan BUMN lain terkait energi. Namun yang lebih penting adalah harga yang tepat bagi masyarakat.

BPK: Pemeriksaan Ekonomi Hijau Guna Wujudkan Kesejahteraan Rakyat

“Ketika kita beralih pada geothermal, panel surya, ataupun biomassa, itu harganya masih belum terjangkau untuk masyarakat kita. Tantangannya di situ,” kata dia

Oleh karena itu, kata dia, sangat penting bagi para pemangku kepentingan untuk bisa menekan harga produksi energi hijau. Hal ini agar energi hijau bisa semakin dinikmati masyarakat luas. “Jadi bukan hanya dinikmati masyarakat kelas menengah, namun juga kelas bawah.”

10/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi bensin (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Jual BBM Premium, Pertamina Alami Kelebihan Penerimaan Rp 5,87 Triliun

by Admin 1 15/12/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah menyelesaikan hasil pemeriksaan atas kegiatan perhitungan kelebihan (kekurangan) penerimaan PT Pertamina dan PT AKR atas penetapan harga jual eceran (HJE) Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu (JBT) Solar/Biosolar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) tahun 2020 pada semester I 2022. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa kegiatan perhitungan kelebihan (kekurangan) penerimaan atas penetapan HJE JBT Solar/Biosolar dan JBKP tahun 2020 telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.

BPK Ungkap Kerugian Negara/Daerah Senilai Rp52,87 Triliun

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas penetapan HJE JBT dan JBKP mengungkapkan tiga temuan yang memuat tiga permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi satu kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan dua ketidakpatuhan sebesar Rp5,88 triliun.

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, permasalahan signifikan yang ditemukan di antaranya terkait kebijakan harga jual JBKP. BPK mengungkapkan, PT Pertamina mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp5,87 triliun atas selisih HJE formula dengan HJE penetapan pemerintah dalam penyaluran JBKP tahun 2020.

Hal itu terdiri dari kelebihan penerimaan atas pendistribusian JBKP wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan non-Jamali masing-masing sebesar Rp1,65 triliun dan Rp4,22 triliun. Permasalahan tersebut disebabkan direksi Pertamina kurang proaktif dan optimal dalam melakukan koordinasi dengan Menteri ESDM terkait penetapan harga jual eceran JBKP yang berbeda dengan perhitungan formula.

Selain itu, direksi Pertamina juga kurang optimal dalam melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan terkait penetapan kebijakan pengaturan kelebihan penerimaan atas kegiatan penyaluran JBKP Premium tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan. Atas permasalahan tersebut, direktur keuangan PT Pertamina (Persero) menyatakan sependapat dengan temuan BPK.

“BPK pun merekomendasikan direksi PT Pertamina agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kelebihan penerimaan PT Pertamina atas kegiatan penyaluran JBKP Premium tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan.”

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 Pasal 14 ayat (8) dan ayat (10), PT Pertamina (Persero) telah melakukan perhitungan selisih HJE JBKP Premium akibat perbedaan penetapan Harga Jual Eceran dengan Harga Formula di tahun 2020.

BPK pun merekomendasikan direksi PT Pertamina agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kelebihan penerimaan PT Pertamina atas kegiatan penyaluran JBKP Premium tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan.

15/12/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK Daniel Lumban Tobing
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

BPK Bantu Negara Hemat Belanja Subsidi

by Super Admin 10/01/2021
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap koreksi subsidi dan dana kompensasi senilai Rp4,77 triliun dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pengelolaan belanja subsidi. Pemeriksaan dalam rangka mendukung pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) Tahun 2019 itu telah disampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2020. 

Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII BPK Daniel Lumban Tobing mengatakan, pemeriksaan dilakukan terhadap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BUN serta terhadap operator penerima subsidi. Terkait subsidi energi listrik, BPK memeriksa PT PLN (Persero).

Kemudian, BPK memeriksa subsidi energi JBT dan LPG 3 kg pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk (swasta), subsidi pupuk pada 5 BUMN anggota holding PT Pupuk Indonesia (Persero), dan subsidi bunga kredit pada 4 bank BUMN. Kemudian kewajiban pelayanan publik pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero).

Daniel mengatakan, BPK mengungkap koreksi subsidi negatif sebesar Rp2,29 triliun dan koreksi positif sebesar Rp21,26 miliar terhadap subsidi/KPP tahun 2019. Dengan demikian, BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp2,27 triliun dengan mengurangi nilai subsidi yang harus dibayar pemerintah. Jumlah subsidi tahun 2019 yang harus dibayar pemerintah menjadi lebih kecil, yaitu dari Rp179,38 triliun menjadi Rp177,11 triliun.

BPK juga melakukan perhitungan atas dana kompensasi yang diajukan oleh PT PLN dan PT Pertamina. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan koreksi dana kompensasi negatif sebesar Rp2,55 triliun dan koreksi positif sebesar Rp51,38 miliar. Dengan demikian, BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp2,50 triliun dengan mengurangi nilai dana kompensasi yang harus dibayar pemerintah.

“Setelah koreksi subsidi maupun kompensasi, nilai pengeluaran negara lebih hemat Rp4,77 triliun menjadi Rp230,82 triliun dari semula Rp235,59 triliun,” kata Daniel di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan subsidi/KPP telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan pada 13 objek pemeriksaan.

10/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Rencana Pelunasan Utang Rp91 Triliun Belum Didukung Anggaran

by Super Admin 30/12/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan merekomendasikan agar pemerintah menyusun anggaran secara lebih terperinci terkait dengan rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga.

Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“agar…  menyusun alokasi anggaran secara lebih rinci untuk rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga dan utang jangka panjang dalam negeri lainnya di tahun 2020,”  demikian bunyi rekomendasi tersebut.

Rekomendasi itu muncul terkait dengan rencana pemerintah membayar utang kompensasi kepada BUMN, dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero) dan PT Pertamina (Persero) pada 2020. Audit BPK mendapati rencana tersebut belum didukung alokasi anggaran memadai.

Utang kompensasi adalah utang yang timbul karena pemerintah melakukan penetapan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik.

Harga yang ditetapkan pemerintah ini berbeda dari harga yang diusulkan PLN atau Pertamina berdasarkan formula harga, dan menyebabkan terjadinya kekurangpenerimaan pada keduanya.

Selisih antara harga yang ditetapkan pemerintah dan harga formula ini yang kemudian menjadi utang kompensasi. Utang ini dicatat di Neraca Pemerintah Pusat di pos Utang Kepada Pihak Ketiga.

Sebagian utang kompensasi ini sudah dibayar, antara lain dengan mekanisme set off, yaitu mengompensasikan utang pemerintah kepada badan usaha dengan besaran pajak yang harus dibayar badan usaha tersebut ke pemerintah.

Utang kompensasi berbeda dari belanja subsidi, karena subsidi dialokasikan dalam APBN yang sebelumnya sudah disepakati dengan DPR.

Dalam LHP itu terungkap, sampai Desember 2019, total utang kompensasi pemerintah mencapai Rp142,59 triliun, ke 3 badan usaha, yaitu PLN Rp45,43 triliun, Pertamina Rp96,50 triliun, dan PT AKR Corporindo Rp659,46 miliar.

Berdasarkan surat Menteri Keuangan, pemerintah berencana membayar sebagian utang kompensasi itu minimal Rp91 triliun. Perinciannya Rp45,43 triliun kepada PLN, Rp45 triliun kepada Pertamina, dan Rp659,46 miliar kepada AKR Corporindo, hingga total Rp91,08 triliun.

Namun, audit BPK menemukan jumlah yang sudah dituangkan menjadi Daftar Isian Pelaksana Anggaran hanya Rp15 triliun, sedangkan sisanya Rp76,08 triliun masih dalam proses penganggaran.

Praktik ini tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan semua hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran bersangkutan harus dimasukkan ke dalam APBN.

Praktik ini juga menyebabkan utang kompensasi kepada badan usaha berpotensi tidak dapat dibayar sepenuhnya pada 2020 dan akan menjadi utang pada periode berikutnya.

Di luar masalah itu, BPK juga menemukan sebagian utang kompensasi yang sudah diselesaikan dengan mekanisme set off masih belum berstatus clear dan berpotensi menimbulkan dispute.

Pasalnya, sebagaimana terungkap dalam LHP, badan usaha yang melakukan set off utang kompensasi juga mengajukan keberatan pajak di Pengadilan Pajak.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar pemerintah menyusun mekanisme penganggaran berbasis kinerja atas kebijakan kompensasi BBM dan tarif listrik sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara.

Kemudian juga merekomendasikan penetapan kebijakan terhadap syarat dan status transaksi yang dapat dilakukan set off hingga tidak berpotensi dispute di masa mendatang.

Berikutnya merekomendasikan penyusunan anggaran secara lebih terperinci untuk rencana pembayaran Utang Kepada Pihak Ketiga dan Utang Jangka Panjang Dalam Negeri Lainnya pada 2020. (Hms)

30/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id