WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

kementan

BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Pemeriksaan BPK Ungkap Pengadaan CBP Belum Diatur Secara Jelas

by Admin 31/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dalam pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP). Temuan ini terungkap dalam pemeriksaan kinerja atas pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan tahun 2021-semester I tahun 2023 yang  dilaksanakan pada Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, BPK mengungkapkan bahwa tata cara pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dan harga acuan pembelian beras luar negeri belum diatur secara jelas.

CBP merupakan bagian dari penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa regulasi yang mengatur tata cara pengadaan CPP khususnya pengadaan CBP baik yang diserap dari dalam negeri maupun pembelian dari luar negeri belum disusun dan ditetapkan dengan Peraturan Bapanas.

Tata cara pengadaan CBP selama ini dilaksanakan oleh Perum BULOG. Selain itu, Bapanas juga belum menetapkan kriteria harga pembelian pemerintah atau harga acuan pembelian yang dapat dijadikan patokan bagi Perum BULOG dalam pembelian beras dari luar negeri. “Akibatnya, pengendalian atas pengadaan CPP khususnya pengadaan beras dari luar negeri lemah,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2024.

Terkait permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas agar menyusun dan menetapkan regulasi/ketentuan mengenai penyelenggaraan masing-masing CPP meliputi pengadaan dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada pengadaan barang dan jasa pemerintah, pengelolaan dan penyaluran, serta menetapkan harga
acuan pembelian luar negeri yang jelas sebagai acuan Perum BULOG dalam pengadaan beras luar negeri.

Selain soal pengadaan CBP, BPK juga menemukan permasalahan bahwa harga pangan strategis di tingkat produsen dan konsumen belum seluruhnya stabil terjaga pada tingkat harga pembelian pemerintah (HPP)/harga acuan pembelian (HAP)/harga eceran tertinggi (HET) dan terjangkau konsumen. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar harga
komoditas pangan strategis baik di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen meningkat selama tahun 2021-2023, khususnya pada komoditas beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. Selain itu, rata-rata peningkatan harga pada tahun 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun 2022, bahkan telah melewati harga acuan yang ditetapkan Bapanas.

Akibatnya, harga sebagian pangan strategis berpotensi tidak terjangkau oleh masyarakat dan mengancam ketahanan pangan nasional.

BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas supaya memerintahkan Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) agar lebihoptimal dalam melaksanakan stabilisasi harga pangan strategis dan evaluasi atas instrumennya.

31/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita FotoSLIDER

BPK Minta Persentase Penyelesaian TLRHP Kementan Ditingkatkan

by Achmad Anshari 27/07/2023
written by Achmad Anshari

Dalam LHP LK Kementerian Pertanian dan LHP atas LK Belanja Subsidi pupuk Tahun 2022, BPK mencatat masih ada permasalahan terkait dalam LK Kementan yang harus segera ditindaklanjuti. Mengenai LK Belanja Subsidi Pupuk, permasalahan yang menjadi sorotan diantaranya data petani yang terdaftar di e-RDKK tidak valid, penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak sesuai ketentuan, serta penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan kartu tidak sesuai ketentuan.

Meskipun demikian, Anggota IV BPK, Haerul Saleh, mengapresiasi LK Kementan TA 2022 yang mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Penyampaian LHP LK Kementerian Pertanian dan LHP atas LK Belanja Subsidi pupuk Tahun 2022 dilaksanakan di Balai Embrio Ternak (BET), Kabupaten Bogor (25/7).

Dalam acara tersebut, Anggota IV BPK juga menyoroti Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLHRP) oleh Kementan. Berdasarkan hasil telaah BPK, dari 1.843 rekomendasi BPK, Kementerian Pertanian telah selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK sebanyak 1.484 rekomendasi atau 80,52%. Persentase tersebut diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 85% atau bahkan selesai 100%.

27/07/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung Kementerian Pertanian (Sumber: Kementerian Pertanian)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Mentan Sebut tak Gampang Dapat WTP, Tapi…

by Admin 1 25/07/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Pertanian (Kementan) kembali meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) tahun 2021. Opini WTP yang diraih ini menandai pencapaian Kementan dalam mempertahankan opini audit yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama enam tahun berturut-turut.

“WTP bukan simbol hebat seorang pemimpin, tapi ini adalah akumulasi kerja keras dari bawah, semua pihak dan jajaran, karena yang sangat mendasar adalah bagaimana menghadirkan administrasi yang baik.”

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan pencapaian ini menjadi indikator dari kinerja tata kelola anggaran di Kementan dalam melaksanakan pembangunan pertanian. Dia menuturkan akan berupaya membenahi dan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola keuangan secara lebih baik bagi kepentingan rakyat.

“Tidak gampang mendapatkan WTP dan kami terbuka, kami mohon agar terus diasistensi oleh BPK, kami siap untuk bekerja lebih baik ke depan,” kata dia seperti dikutip dari Antara, beberapa waktu lalu. 

Kementan, katanya, tidak mungkin mampu meraih opini WTP selama enam tahun berturut-turut jika tidak disertai dengan sinergi dan kerja keras seluruh jajaran. Dia pun berharap, capaian tersebut terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menghadirkan tata kelola anggaran pemerintah yang baik.

“WTP bukan simbol hebat seorang pemimpin, tapi ini adalah akumulasi kerja keras dari bawah, semua pihak dan jajaran, karena yang sangat mendasar adalah bagaimana menghadirkan administrasi yang baik,” terang dia.

Berikut Beberapa Kesimpulan BPK Terkait Program Food Estate Kementan

Sementara itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Haerul Saleh berharap pemeriksaan keuangan yang dilakukan dapat mendorong terwujudnya tata Kelola keuangan negara yang akuntabel dan bermanfaat bagi kemakmuran rakyat. “BPK diberi peran yang sangat penting dalam memastikan pengelolaan keuangan negara atau APBN agar dilaksanakan secara terbuka, bertanggung jawab dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ungkapnya.

25/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita FotoSLIDER

Temukan Permasalahan Berulang, BPK Minta Kementerian Tindak Lanjuti Rekomendasi Sebaik-Baiknya

by Achmad Anshari 18/07/2022
written by Achmad Anshari

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) temukan permasalahan berulang di Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian. Permasalahan di Kementerian PUPR meliputi permasalahan terkait belanja dan aset, sedangkan di Kementerian Pertanian adalah pengendalian atas penganggaran, penetapan Surat Keputusan Calon Penerima dan Calon Lokasi (SK CPCL), Lahan, Monitoring dan Evaluasi Belanja Barang 526 belum memadai.

Anggota IV Haerul Saleh dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri PUPR Mochamad Basoeki Hadimoeljono didampingi Auditor Utama Keuangan Negara IV Syamsudin dalam kegiatan penyerahan LHP. (Foto: Joko / Humas dan KSI)

“Adanya permasalahan berulang mengindikasikan kurangnya keseriusan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK. Oleh karena itu, BPK mengingatkan Menteri PUPR dan Menteri Pertanian agar menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan sebaik-baiknya,” ungkap Anggota IV BPK, Haerul Saleh, dalam penyampaian LHP LK Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian Tahun 2021 di Jakarta (13/07).

18/07/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Food estate (Ilustrasi/Sumber: pertanian.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Berikut Beberapa Kesimpulan BPK Terkait Program Food Estate Kementan

by Admin 1 04/04/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan beberapa kesimpulan terhadap program pengembangan kawasan sentra produksi pangan/food estate yang dijalankan Kementerian Pertanian (Kementan). “Program tahun anggaran 2020 sampai dengan triwulan III 2021 dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan dalam semua hal yang material,” kata Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK RI, Isma Yatun saat penyampaian laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, beberapa waktu lalu.   

Dia menjelaskan, BPK telah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Perencanaan, Pelaksanaan, dan Monitoring Evaluasi Program Pembangunan Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP)/Food Estate tahun anggaran 2020 sampai dengan triwulan III 2021 di Kementerian Pertanian serta instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan BPK pun menemukan permasalahan signifikan.

Permasalahan pertama, kata dia, perencanaan kegiatan pembangunan KSPP/food estate belum berdasarkan data dan informasi yang valid. Bahkan, belum sesuai dengan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) serta sistem budi daya pertanian berkelanjutan.

Berkontribusi untuk Negeri Lewat BPK

Permasalahan kedua, terkait pelaksanaan kegiatan survei, investigasi, dan desain (SID), ekstensifikasi, dan intensifikasi pembangunan KSPP/food estate di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Dijelaskan, kegiatan yang dilaksanakan dengan swakelola belum sesuai ketentuan.

“Ketiga, penetapan lahan lokasi pembangunan KSPP/food estate belum sesuai ketentuan,” kata Isma.

Menurut dia, PDTT ini merupakan pemeriksaan tematik nasional atas Prioritas Nasional 1. Yaitu memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Khususnya terkait program prioritas 3 tentang ketersediaan, akses, dan kuantitas konsumsi pangan.

“BPK melakukan pemeriksaan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” ungkap Isma. n

04/04/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung Kementerian Pertanian (Sumber: pertanian.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Potensi Hambatan Kementan Terkait Produksi Padi dan Jagung 

by Admin 1 01/04/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperingatkan adanya potensi hambatan yang di akan dihadapi oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Hal tersebut terkait dengan efektivitas peran kementerian untuk meningkatkan produksi padi dan jagung guna mewujudkan kemandirian pangan. 

“Jika tidak melakukan upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan yang ditemukan di atas, maka Kementerian Pertanian akan mengalami hambatan dalam meraih efektivitas perannya untuk meningkatkan produksi padi dan jagung guna mewujudkan kemandirian pangan,” kata Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK RI, Isma Yatun saat penyampaian laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, BPK telah melakukan pemeriksaan terkait kinerja Peran Kementerian Pertanian untuk Meningkatkan Produksi Padi dan Jagung dalam Memenuhi Kebutuhan Sampai Tingkat Provinsi/Kabupaten Guna Mewujudkan Kemandirian Pangan Tahun Anggaran 2018 sd 2020 di Kementerian Pertanian serta instansi terkait lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dikatakan, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya/capaian positif untuk meningkatkan produksi padi dan jagung dalam memenuhi kebutuhan sampai tingkat provinsi/kabupaten untuk mewujudkan kemandirian pangan.

Akan tetapi, hasil pemeriksaan menunjukkan masih terdapat permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian kementerian untuk segera diperbaiki.

Ini Catatan BPK dalam LHP Semester II 2020 untuk Kementerian Pertanian

Permasalahan itu antara lain, Kementerian Pertanian belum secara optimal menyusun anggaran bantuan benih dan pupuk komoditas padi dan jagung. Kemudian belum dapat mengukur dampak bantuan benih dan pupuk dalam meningkatkan produksi padi dan jagung.

Permasalahan kedua, Kementerian Pertanian belum dapat menggambarkan pemenuhan kebutuhan sampai dengan provinsi/kabupaten dalam pemantauan pengelolaan sistem distribusi pangan. Ketiga, Kementerian Pertanian belum mengelola, menganalisis, dan mengimplementasikan sistem informasi pangan dengan tertib.

Pemeriksaan kinerja atas Peran Kementerian Pertanian untuk Meningkatkan Produksi padi dan Jagung dalam Memenuhi Kebutuhan Sampai Tingkat Provinsi/Kabupaten Guna Mewujudkan Kemandirian Pangan merupakan pemeriksaan tematik nasional atas Prioritas Nasional 1. Tema tersebut yaitu memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan, khususnya pada program prioritas 3 tentang ketersediaan, akses, dan kuantitas konsumsi pangan.

01/04/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung Kementerian Pertanian (Sumber: Kementerian Pertanian)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Kelemahan Kementan Terkait Penyakit yang Berasal dari Hewan

by Admin 1 31/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) diminta untuk mengatasi beberapa kelemahan. Khususnya terkait wabah penyakit terhadap manusia yang berasal dari hewan yang berdampak nasional/global.

Hal tersebut disampaikan Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK RI, Isma Yatun saat penyampaian laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, beberapa waktu lalu.    

“Kelemahan-kelemahan tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat mempengaruhi efektivitas kesiapan Kementerian Pertanian dalam mendukung penguatan kapasitas sistem kesehatan nasional untuk mencegah, mendeteksi, serta merespons penyakit zoonosis dan antimicrobial resistance yang berasal dari hewan, untuk meminimalisasi dampak buruk bagi kesehatan manusia,” kata Isma.

Dia menjelaskan, kelemahan-kelemahan itu antara lain, Kementerian Pertanian belum memiliki peran yang diatur secara jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dengan begitu, mengakibatkan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan Kementerian Pertanian terkait kegiatan mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit termasuk dalam pendekatan one health belum optimal.

Kelemahan kedua, kementerian belum menetapkan kebijakan dan regulasi terkait indikator/target pencapaian dalam pengendalian antimicrobial resistance (AMR). Dengan begitu, mengakibatkan kasus kesehatan hewan, khususnya AMR, belum ditangani secara totalitas.

Kelemahan ketiga, kementerian belum optimal meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan sistem kesehatan hewan nasional melalui percepatan penerapan Otoritas Veteriner. Baik di tingkat nasional, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah.

“Sehingga mengakibatkan penyakit zoonosis dan AMR tidak menjadi perhatian dalam pengelolaan sistem kesehatan hewan nasional maupun sistem kesehatan nasional,” kata Isma.

Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum Belum Efektif

Dia menjelaskan, kelemahan-kelemahan ini ditemukan saat BPK melakukan Pemeriksaan Kinerja atas Kesiapan Kementerian Pertanian dalam Mencegah, Mendeteksi dan Merespons Wabah Penyakit pada Manusia yang Berasal dari Hewan yang Berdampak Nasional/Global. Pemeriksaan ini dimaksudkan dalam mendorong realisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang selaras dengan implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) target 3.d yaitu, “Memperkuat kapasitas semua negara, khususnya negara berkembang tentang peringatan dini, pengurangan risiko, dan manajemen risiko kesehatan nasional dan global.”

Dia menilai, Kementerian Pertanian memang telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan kesiapan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit pada manusia yang berasal dari hewan. Terutama dampak penyakit zoonosis dan resistensi antimikroba terhadap risiko kesehatan masyarakat.

“Akan tetapi, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan masih terdapat permasalahan yang harus menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, untuk segera diperbaiki,” ujar Isma.

31/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Catatan BPK dalam LHP Semester II 2020 untuk Kementerian Pertanian

by Admin 1 14/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Permasalahan pertama, pembayaran atas pengadaan benih tidak mempertimbangkan hasil pengujian mutu sebesar Rp4,1 miliar. Kemudian benih tidak dapat diidentifikasi penyalurannya sebesar Rp934,57 juta, dan terdapat putus kontrak yang tidak dapat dijelaskan senilai Rp14,93 miliar.

Permasalah kedua yaitu perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan kegiatan optimasi lahan rawa belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Ketiga, pelaksanaan belanja penanganan pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

“Berdasarkan permasalahan signifikansi yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 tidak sesuai dalam semua hal yang material dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40.1/PERMENTAN/ RC.010/10/2018 tentang Pedoman Teknis Optimasi Lahan Rawa dan Pedoman Pengawasan Kegiatan Optimasi Lahan Rawa Mendukung Serasi Tahun Anggaran 2019,” tulis BPK dalam siaran persnya.

BPK melalui Auditorat Keuangan Negara (AKN) IV telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2020 kepada Kementerian Pertanian, secara virtual pada Kamis (1/4). Laporan tersebut adalah LHP dengan Tujuan Tertentu atas Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Kemudian LHP dengan Tujuan Tertentu atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 pada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Penyerahan LHP dilakukan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK pada Semester II Tahun 2020 merupakan pemeriksaan kepatuhan yang bertujuan untuk menilai apakah hal pokok atau subject matter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai kriteria,” jelas Isma Yatun dalam sambutannya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan atas Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 dan Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 bertujuan untuk menilai beberapa hal. Pertama, apakah pengelolaan belanja optimasi lahan dan saprodi tahun 2019 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Kedua, menilai efektifitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.

Selanjutnya, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/202 tanggal 18 April 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.

Sementara itu, pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 bertujuan untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan dalam pengelolaan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit yang dibiayai dari dana BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Meskipun begitu, BPK menemukan beberapa permasalahan signifikan. Permasalah itu antara lain, pertama, lahan peremajaan  perkebunan sawit seluas 1.483,04 hektare (h)a dan 336 NIK pekebun tidak valid. Sehingga terdapat indikasi kelebihan pembayaran minimal sebesar Rp19,13 miliar dan potensi kelebihan pembayaran atas lahan seluas 717,91 ha.

Permasalahan kedua yaitu pengelolaan keuangan dana operasional dukungan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan Peraturan Pekerjaan Swakelola Tipe II. Sehingga penetapan alokasinya tidak terukur dan tidak dapat diperbandingkan dengan sasaran/output pelaksanaan kegiatan. Kemudian terjadi kekurangan penerimaan negara dari sektor pajak, kelebihan pembayaran atas penggunaan dana operasional yang tidak sesuai ketentuan, dan potensi kerugian negara atas bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020, BPK memberikan kesimpulan bahwa penetapan rekomendasi teknis, monitoring dan evaluasi serta pelaporan dan pertanggungjawaban dana swakelola/operasional pada kegiatan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2017 tentang Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2019 juncto Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Peremajaan serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.

Pada kesempatan tersebut, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK juga berharap agar Menteri Pertanian beserta jajarannya agar dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. Dengan begitu pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan, terutama pada masa pandemi ini.

Selain itu juga dapat menyediakan dokumen digital, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan. Tujuannya, database tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemeriksa BPK demi berjalannya pemeriksaan yang lancar, efisien, dan efektif serta berkualitas pada masa pandemi Covid-19 atau kondisi darurat lainnya.

14/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi subsidi pupuk (Sumber: Freepik).
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

Pengelolaan Belanja Subsidi Tahun 2019 di Tiga Kementerian Perlu Dibenahi

by Super Admin 07/01/2021
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan 15 temuan yang memuat 26 permasalahan dalam pemeriksaan terkait pengelolaan belanja subsidi tahun 2019 pada tiga kementerian. Permasalahan akurasi dalam penyaluran subsidi masih menjadi persoalan yang harus dibenahi para kuasa pengguna anggaran (KPA).

Pemeriksaan atas pengelolaan belanja subsidi dilakukan untuk mendukung pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019 pada semester I 2020. Pemeriksaan dilakukan terhadap Kementerian Pertanian terkait pengelolaan belanja subsidi pupuk dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait pengelolaan belanja subsidi bunga kredit perumahan dan subsidi bantuan uang muka perumahan. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terkait pengelolaan belanja subsidi imbal jasa penjaminan dan subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR).

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2020 disampaikan, 26 permasalahan yang ditemukan BPK meliputi 17 kelemahan sistem pengendalian intern, tujuh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp18,66 miliar, dan dua permasalahan ketidakefektifan. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan belanja subsidi pada tiga KPA telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Simpulan tersebut didasarkan adanya permasalahan kelemahan pengendalian intern, ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun aspek 3E (ekonomis, efisiensi, dan efektivitas).

Terkait pemeriksaan atas pengelolaan subsidi bunga KUR pada Kementerian KUKM, terdapat 2.265 debitur penerima subsidi bunga KUR yang juga menerima dana bergulir dari Lembaga Penyalur Dana Bergulir (LPDB). “Hal ini mengakibatkan penyaluran subsidi bunga KUR sebesar Rp5,79 miliar berpotensi tidak tepat sasaran.” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2020. 

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Kementerian KUKM dan LPDB melakukan rekonsiliasi secara periodik. Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penyaluran KUR dan penyaluran LPDB.

Dalam hal belanja subsidi pupuk, Kementerian Pertanian diketahui belum memiliki basis data lahan untuk mendukung kebutuhan dan alokasi pupuk bersubsidi. Selain itu, pelaksanaan verifikasi dan validasi (verval) penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat kecamatan belum memadai. Kemudian, terdapat pembayaran subsidi pupuk tahun 2019 atas kelebihan alokasi pupuk bersubsidi tahun 2018 sebesar Rp14,91 miliar kepada PT PIM.

Kelebihan penyaluran tersebut telah dijadikan sebagai saldo awal tahun 2019 untuk dapat ditagihkan pembayarannya pada 2019. BPK  merekomendasikan Kementerian Pertanian agar mengintegrasikan seluruh sistem aplikasi yang dimiliki dalam rangka perencanaan dan penganggaran alokasi pupuk, merevisi pedoman teknis pendampingan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi, dan memeriksa penyaluran pupuk bersubsidi TA 2019 di seluruh wilayah kerja PT PIM.

Sementara, pada Kementerian PUPR diketahui terdapat kelemahan pada desain dan implementasi sistem pengendalian program subsidi bunga kredit perumahan dan subsidi bantuan uang muka perumahan. Selain itu, terdapat kesalahan penghitungan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang mengakibatkan terjadi kelebihan pembayaran subsidi bunga kredit perumahan kepada bank operator sebesar Rp18,35 miliar.

Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Menteri PUPR agar mengembangkan sistem aplikasi yang andal dengan mengintegrasikan seluruh sistem database calon debitur masyarakat berpenghasilan rendah dan memonitor pencairan belanja subsidi. BPK juga merekomendasikan untuk menarik kelebihan pembayaran tersebut dari bank pelaksana dan menyetorkannya ke kas negara.

07/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id