WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

kemandirian fiskal

Nyoman Adhi Suryadnyana
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kemandirian Fiskal Papua Barat Alami Peningkatan

by Admin 1 25/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) pemerintah daerah (pemda) di wilayah Provinsi Papua Barat belum ada yang mencapai kategori Mandiri. Kendati demikian, kemandirian fiskal pemda di Papua Barat telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Adhi Suryadnyana menyampaikan, berdasarkan reviu IKF tahun anggaran 2020 yang diterbitkan BPK pada 2021, secara nasional ada sebanyak 443 pemda dari 503 pemda yang masuk dalam kategori “Belum Mandiri”

“Dan untuk wilayah Papua Barat, pada tahun 2020 masih belum terdapat entitas yang berkategori Mandiri. Namun demikian, rata-rata pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan IKF pada lima tahun terakhir,” kata I Nyoman dalam kegiatan komunikasi stakeholder bersama Anggota BPK dengan tema “Peran BPK RI dalam Mendorong Kemandirian Fiskal di Daerah”, di Manokwari, belum lama ini.

Acara tersebut turut dihadiri Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani. Nyoman dalam kesempatan itu memaparkan, nilai IKF Papua Barat pada 2016 sebesar 0,0503. Adapun pada 2020 naik menjadi 0,0558.

Untuk lingkup kabupaten/kota, Pemerintah Kota Sorong merupakan pemda yang memiliki IKF tertinggi, yaitu senilai 0,0923. Kemudian disusul oleh Kabupaten Manokwari senilai 0,0643 dan Kabupaten Sorong dengan nilai IKF sebesar 0,0558.

“Sedangkan untuk daerah yang memiliki IKF yang paling rendah adalah Kabupaten Tembrauw dengan nilai 0,0045,” ungkap Anggota VI BPK.

Nilai IKF berkisar di antara angka 0 sampai 1. Nilai IKF 0 menunjukkan semua belanja masih dibiayai dengan dana transfer dan tidak ada peran pendapatan asli daerah (PAD). Sementara nilai IKF 1 menunjukkan semua belanja dapat dibiayai oleh PAD dan tidak ada dana transfer.

Ini Masukan BPK untuk Meningkatkan SDM di Papua

Klasifikasi tingkat kemandirian fiskal dibagi menjadi empat kategori, yaitu Belum Mandiri, Menuju Kemandirian, Mandiri, dan Sangat Mandiri. Anggota VI BPK mengatakan, peningkatan kemampuan fiskal daerah harus dilakukan untuk mendukung otonomi daerah.

Dia menegaskan, salah satu konsekuensi dari otonomi daerah adalah pemda mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat dan melaksanakan pembangunan daerah.

“Desentralisasi fiskal ini adalah pintu masuk dari kemajuan daerah, di mana daerah diberikan kewenangan yang sebesar-besarnya untuk dapat mengelola dari pengeluaran maupun penerimaan pemerintah daerah,” kata Anggota VI BPK.

Nyoman menambahkan, salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemampuan fiskal daerah adalah melalui strategi intensifikasi maupun ekstensifikasi. Yaitu dengan memperluas kewenangan daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai bagian dari PAD.

“Namun, untuk dapat memaksimalkan upaya peningkatan PAD dari masing-masing daerah, tentunya kembali menjadi kewenangan dan domain dari pimpinan pemerintah daerah.”

25/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wamenkeu: Reviu BPK Penting untuk Peningkatan Pengelolaan Fiskal

by Admin 1 11/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Keuangan menyambut baik dan sangat mengapresiasi reviu mengenai transparansi fiskal, kemandirian fiskal daerah, dan kesinambungan fiskal dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dilakukan BPK secara reguler. Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, reviu tersebut merupakan bentuk komitmen bersama antara pemerintah dan BPK untuk mendorong penguatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara dan keuangan daerah.

“Selanjutnya, diharapkan agar pengelolaan fiskal semakin berkualitas, kredibel, dan akuntabel yang dapat memberikan manfaat optimal bagi perekonomian dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” kata Suahasil kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Suahasil menekankan, transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal merupakan hal penting untuk menjaga agar pengelolaan fiskal tetap sehat, produktif, berdaya tahan, dan berkesinambungan dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Ia mengatakan, reviu transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal dalam LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap publik atas pengelolaan fiskal, khususnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Selain itu, kata Suahasil, ini merupakan bentuk komitmen bersama untuk melakukan check and balance pengelolaan fiskal senantiasa konsisten dan tetap sehat, berkualitas, kredibel, dan akuntabel. “Hasil reviu dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi dalam melakukan peningkatan pengelolaan fiskal yang lebih berkualitas, kredibel, dan akuntabel,” ujar dia.

Ia menambahkan, reviu transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal yang menggunakan landasan teori, kriteria, serta best practices dalam skala internasional, dapat menjadi alat ukur penilaian implementasi atas ketiga hal tersebut di Indonesia dan dibandingkan dengan negara lain di dunia.

“Harapannya, reviu tersebut dapat meningkatkan kepercayaan publik internasional terhadap pengelolaan fiskal Indonesia yang mampu mendorong peningkatan investasi di Indonesia.”

Menurut dia, dokumen laporan hasil reviu dalam LKPP memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pengelolaan fiskal pada tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan. Juga mengenai pertanggungjawaban dalam merespons dinamika perekonomian, menjawab berbagai tantangan dan mendukung pencapaian target pembangunan.

Berdasarkan reviu BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2020, sebanyak 443 dari 503 pemerintah daerah (88,07 persen) masuk ke dalam kategori “Belum Mandiri”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemda masih sangat tergantung pada dana transfer daerah untuk membiayai belanja di masing-masing pemda. Reviu juga menyebutkan bahwa 468 pemda (93,04 persen) tidak mengalami perubahan kategori kemandirian fiskalnya sejak 2013 bahkan sampai adanya pandemi Covid-19 pada 2020.

11/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apa Pendapat Kemendagri Terkait Reviu Fiskal BPK?

by Admin 1 09/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan reviu transparansi fiskal, kesinambungan fiskal, dan kemandirian fiskal sejak 2019. Kemendagri menilai bahwa reviu tersebut sangat bagus karena bersifat strategis dan dapat mendorong peningkatan kualitas kemandirian fiskal pada pemda.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, hasil reviu ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh Kemendagri. Khususnya dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan asistensi kepada daerah. Ini dalam rangka peningkatan kapasitas fiskal daerah melalui pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, dan akuntabel.

“Selain untuk pembinaan dan asistensi, reviu tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kemandirian fiskal daerah,” kata dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Karenanya, tambah Ardian, Kemendagri pun berharap agar BPK dapat meningkatkan kualitas pelaporan reviu tersebut dengan memperhatikan risiko-risiko kesinambungan fiskal. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan pusat dan daerah pada masa yang akan datang dan kesinambungan fiskal jangka panjang dapat terus terjaga.

Dia menjelaskan, dari penghimpunan data melalui kegiatan asistensi, monitoring, analisis, dan evaluasi pendapatan dan belanja daerah, dapat dilihat perkembangan kemandirian fiskal daerah. Dari 2017 sampai dengan 2020, pemerintah daerah (pemda) mengalami rata-rata peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar kurang lebih 9-11%. Sedangkan dari 2020 ke 2021 pemerintah daerah mengalami penurunan pendapatan asli daerah sebesar 6%. Penurunan tersebut disebabkan karena dampak pandemi Covid-19.

Menurut Ardian, Kemendagri mengeluarkan beberapa kebijakan untuk membantu daerah dalam meningkatkan kemandirian fiskal. Kebijakan itu antara lain evaluasi dan reviu seluruh peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ini dilakukan untuk mendukung kemudahan berusaha dan layanan daerah.

Tujuannya, untuk memastikan penerimaan pajak dan/atau retribusi dalam 5 tahun terakhir daerah yang bersangkutan. Kemudian memastikan dampak terhadap fiskal nasional dan daerah, urgensi penetapan tariff, kapasitas fiskal daerah, dan insentif fiskal yang telah diterima.

Kebijakan lainnya adalah dengan penerbitan permendagri, kepmendagri, instruksi mendagri bahkan surat edaran menteri dalam negeri, yang mengatur tentang pendapatan daerah dan belanja daerah. Kemendagri juga melakukan pembinaan dan fasilitasi kepada pemda untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah sesuai dengan  tugas dan fungsi.

Kementerian juga disebut menjalankan beberapa langkah untuk memastikan adanya kesinambungan fiskal pemda menghadapi masa pandemi ini. Langkah itu antara lain, memberikan solusi dalam mempertahankan pencapaian dan realisasi PAD. Program optimalisasi PAD pada saat pandemik secara jangka pendek dilakukan dengan tiga cara.

Pertama, kata dia, intensifikasi PAD yang meliputi melakukan uji potensi, verifikasi data, dan evaluasi PAD. Kedua, kemudahan pelayanan pembayaran pajak. Ini meliputi aktif melakukan pelayanan ke masyarakat (jemput bola), pelayanan berbasis sistem daring, bahkan jika memungkinkan berbasis smartphone, membuka dan memperluas layanan perpajakan melalui kerja sama dengan berbagai PJP termasuk e-commerce, fintech, dan merchant.

Ketiga, penyelesaian piutang pajak. Kegiatan ini bisa dilakukan bersamaan dengan dilakukannya proses pemeliharaan basis data. Jadi, petugas akan datang ke tiap-tiap rumah dalam rangka pendataan objek pajak terutama PBB P2.

“Sementara untuk jangka panjang, kami melakukan, pertama, penguatan mekanisme pemungutan yang terdiri dari optimalisasi seluruh proses pemungutan, mulai dari pendataan, pendaftaran, pengolahan, penagihan, pemeriksaan, pengendalian sampai sosialisasi dan edukasi. Kemudian meningkatkan kemampuan SDM,” ungkap Ardian.   

Kedua, lanjutnya, perubahan pendekatan pemungutan yang terdiri dari melakukan perubahan pemungutan dengan melakukan pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Kemudian melakukan kerja sama dengan instansi terkait termasuk stakeholder yang ada di daerah.

09/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPD Bali Berharap Pemda Dapat Memberikan Dukungan Ini

by Admin 1 15/10/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Bank BPD Bali menyatakan akan terus mendukung pemerintah daerah (pemda) untuk mewujudkan kemandirian fiskal. Hal ini karena kemandirian fiskal daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan Bank BPD Bali.

“Kemandirian fiskal suatu daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi potensi bagi Bank BPD Bali untuk pengembangan dan pertumbuhan bisnis,” kata Direktur Utama BPD Bali I Nyoman Sudharma kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Menurut dia, kemandirian fiskal menandakan kemandirian daerah dalam membiayai daerahnya sendiri. Ini dilakukan melalui sumber pendapatan yang memadai dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah.

Karenanya, Bank BPD Bali terus menjaga hubungan dengan pemda setempat. “Hubungan Bank BPD Bali dengan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota se-Bali berjalan dengan baik melalui berbagai program sinergi yang dilakukan,” papar Nyoman Sudharma.

Dia pun berharap pemda dapat memberikan dukungan kepada Bank BPD Bali. Dukungan itu antara lain, penguatan permodalan melalui penyertaan modal daerah, peningkatan sinergi dua lembaga, dan kebijakan yang mendukung penguatan Bank BPD Bali.

Sebaliknya, kata dia, Bank BPD Bali juga terus mendukung pemda untuk dapat meningkatkan fiskal daerah. “Di samping itu diharapkan kontribusi Bank BPD Bali terhadap pembangunan daerah melalui deviden dapat terus ditingkatkan serta meningkatkan penyaluran dana CSR/TJSL yang tepat sasaran,” ujar dia.

Terkait kinerja, dia menyampaikan bahwa perkembangan kinerja Bank BPD Bali dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan positif. Sampai dengan posisi Mei 2021, pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga (DPK) perusahaan lebih tinggi dari bank umum yang ada di Provinsi Bali.

Sampai dengan Juni 2021, pencapaian aset Bank BPD Bali sebesar Rp27.698 miliar. Sementara itu, dana pihak ketiga sebesar Rp23.534 miliar, kredit sebesar Rp19.651 miliar, dan laba sebesar Rp321 miliar.

Saat ini, kata Nyoman Sudharma, kapasitas fiskal daerah sangat dipengaruhi oleh pandemi. Ini mengingat pariwisata merupakan salah satu motor penggerak perekonomian di Bali dan menjadi sumber pendapatan daerah.

Karenanya, tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 tentunya berdampak terhadap pendapatan daerah dan perubahan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Pemda pun melakukan recofusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19. Ini berpengaruh terhadap belanja pemda terhadap kegiatan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.

“Untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah pada masa pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan menggali dan mengoptimalkan potensi daerah masing-masing dan pengembangan ekonomi kreatif,” ujar dia.

15/10/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Cara BPD Bali Dukung Kemandirian Fiskal Pemda

by Admin 1 13/10/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Percepatan dan perluasan digitalisasi daerah menjadi salah satu cara Bank BPD Bali untuk mendukung pemerintah daerah (pemda) setempat mewujudkan kemandirian fiskal. Cara lainnya, yaitu dengan meningkatkan pembiayaan dan pemberdayaan UMKM.

“Selain itu Bank BPD Bali terus meningkatkan sinergi dengan BUMD, LPD, bumdes, koperasi, dan BPR melalui dukungan pengembangan digitalisasi pembayaran untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat,” ujar Direktur Utama BPD Bali I Nyoman Sudharma kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Dia menjelaskan, kemandirian fiskal daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan Bank BPD Bali. Kemandirian fiskal menandakan kemandirian daerah dalam membiayai daerahnya sendiri. Ini dilakukan melalui sumber pendapatan yang memadai dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah.

Selain itu, tambah dia, kemandirian fiskal suatu daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi potensi bagi Bank BPD Bali untuk pengembangan dan pertumbuhan bisnis. Karenanya, Bank BPD Bali terus menjaga hubungan dengan pemda setempat.

“Hubungan Bank BPD Bali dengan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota se-Bali berjalan dengan baik melalui berbagai program sinergi yang dilakukan,” papar Nyoman Sudharma.

Program itu, kata dia, antara lain percepatan dan perluasan digitalisasi daerah melalui elektronifikasi pengelolaan kas daerah dan penerimaan daerah. Kemudian, meningkatkan percepatan akses keuangan di daerah melalui pembiayaan dan pemberdayaan UMKM.

Nyoman Sudharma menjelaskan, dalam mendukung kemandirian fiskal daerah, Bank BPD Bali memiliki peran strategis. Misalnya saja untuk memberikan layanan kepada pemda terkait pengelolaan kas dan penerimaan daerah serta pembiayaan dan pemberdayaan UMKM.

Beberapa program yang telah dilakukan Bank BPD Bali dalam mendorong kamandirian fiskal daerah melalui elektronifikasi pengelolaan kas dan penerimaan daerah, yaitu SP2D/Kasda Online, CMS (cash management system), dan penerimaan pajak serta retribusi daerah.

Sementara itu, program untuk pembiayaan dan pemberdayaan UMKM, yaitu pembiayaan kepada sektor prioritas pemerintah, melaksanakan kerja sama pemasaran collecting KUR dan kredit UMKM dengan klaster-klaster, dan digitalisasi proses bisnis penyaluran kredit/pembiayaan untuk penyaluran yang lebih efektif dan efisien, serta mendukung transformasi digital UMKM.

Selain itu, tambah dia, juga memanfaatkan website kurbali.com untuk percepatan layanan UMKM dengan pengajuan KUR secara daring, melaksanakan pelatihan kepada pelaku UMKM, dan melaksanakan pemasaran serta pameran UMKM bekerja sama dengan pemda.

13/10/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Mengapa Reviu Kemandirian Fiskal Penting Bagi Kemajuan Daerah?

by Admin 1 22/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus berupaya memberikan nilai tambah melalui pemeriksaan yang dilakukan. Selain memeriksa tata kelola keuangan daerah, BPK sejak tahun lalu mengeluarkan laporan hasil reviu atas kemandirian fiskal pemerintah daerah tahun anggaran 2018 dan 2019.

Langkah BPK yang mulai menyoroti kemandirian fiskal daerah diapresiasi Bank Indonesia (BI). Menurut Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, laporan hasil reviu BPK atas kemandirian fiskal pemerintah daerah bermanfaat bagi para pemangku kepentingan. Kondisi fiskal di daerah dinilainya amat penting untuk dicermati bersama karena memiliki kaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Dody mengatakan, BPK merupakan lembaga yang memiliki kapasitas sangat baik dalam melakukan reviu. Apalagi, BPK bisa mendapatkan akses atas data suatu institusi secara granular. “Kami melihat reviu terhadap kemandirian fiskal daerah merupakan salah satu bentuk perhatian BPK dalam melihat suatu isu yang ada di republik ini. Kami menyambut baik reviu yang dilakukan BPK,” kata Dody saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, Jumat (12/3).

Ia menilai, masalah kemandirian fiskal daerah merupakan isu yang bisa dikatakan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. BI pun disebutnya membutuhkan informasi terkait fiskal daerah. Sebab, fiskal menjadi instrumen kebijakan yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, redistribusi alokasi anggaran, dan inklusivitas penggunaan anggaran.

“Sehingga dengan adanya kemandirian fiskal, itu memberikan semacam stabilitas kepada ekonomi kita, yang notabene stabilitas itu merupakan tugas pokok dari BI. Jadi kita pun sangat diuntungkan dengan hasil reviu ini, tidak saja pemerintah pusat ataupun daerah. Bahkan kalau kita lihat, beberapa lembaga lain di luar instansi publik, seperti lembaga pembiayaan, lembaga pemeringkat internasional, juga akan membutuhkan informasi tersebut dalam konteks untuk mendorong investasi,” ucap Dody.

Ia pun berharap perhatian BPK terhadap kemandirian fiskal tak berhenti pada mengenai mandiri atau tidaknya suatu daerah. BPK juga perlu memberikan rekomendasi terkait hal dan kebijakan apa saja yang perlu dilakukan daerah untuk meningkatkan kemandirian fiskal.

Sebagai informasi, BPK kini menjadikan kemandirian fiskal sebagai bagian dari kecukupan pengungkapan informasi di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Tujuannya agar dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menganalisis hubungan kemandirian fiskal daerah dengan fungsi otonomi daerah maupun pelayanan publik di daerah. 

Berdasarkan Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2018 dan 2019, ada sebanyak 10 dari 34 pemerintah provinsi yang belum mandiri pada tahun anggaran 2018 dan turun menjadi 8 pemerintah provinsi pada 2019. Adapun jumlah pemerintah kabupaten/kota yang belum mandiri sebanyak 471 dari 508 kabupaten/kota pada tahun 2018. Jumlah itu turun menjadi 458 dari 497 kabupaten/ kota pada 2019.

Hal yang perlu dicermati dari daerah yang masuk kategori kabupaten/kota belum mandiri tersebut adalah terdapat sedikitnya 102 dari 458 daerah dengan nilai IKF di bawah 0,05. Hal itu menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut sangat tergantung dengan dana transfer, karena PAD hanya cukup untuk membiayai 5 persen belanja daerah.

Sementara itu, ada 16 provinsi yang masuk kategori menuju kemandirian pada tahun anggaran 2018. Angka itu meningkat menjadi 18 provinsi pada 2019. Sementara jumlah kabupaten/kota yang masuk klasifikasi menuju kemandirian pada 2018 sebanyak 34 dan meningkat menjadi 36 daerah pada 2019. Sedangkan, daerah yang telah mandiri pada tahun anggaran 2018 dan 2019 jumlahnya sama yaitu terdapat 8 pemerintah provinsi dan 2 pemerintah kota.

22/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ringkasan Kemandirian Fiskal Pemerintah Kabupaten-Kota
Berita TerpopulerInfografik

Ringkasan Kemandirian Fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota

by Admin 1 07/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK kini menjadikan kemandirian fiskal daerah sebagai bagian dari kecukupan pengungkapan informasi di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Tujuannya agar dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menganalisis hubungan kemandirian fiskal daerah dengan fungsi otonomi daerah maupun pelayanan publik di daerah. Reviu ini dilakukan BPK sehubungan dengan otonomi daerah yang telah berjalan lebih dari 20 tahun.

Oleh karena itu, BPK berinisiatif melakukan perhitungan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) Tahun Anggaran 2018 dan 2019 sebagai bagian dari reviu kemandirian fiskal. Nilai IKF berkisar antara angka 0-1. Nilai IKF 0 berarti semua belanja dibiayai dengan dana transfer dan tidak terdapat peranan pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan nilai IKF 1 berarti semua belanja dapat dibiayai dengan PAD dan tidak terdapat dana transfer.

Semakin rendah nilai IKF, maka semakin belum mandirinya fiskal pemerintah daerah. Sebaliknya, semakin tinggi nilai IKF, maka semakin tinggi kemandirian fiskal suatu daerah. Kemandirian fiskal dikelompokkan ke dalam kategori “Belum Mandiri, “Menuju Kemandirian”, “Mandiri”, dan “Sangat Mandiri”.

Berdasarkan Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2018 dan 2019, sebagian besar pemerintah daerah belum mandiri. Dari 542 pemerintah daerah, untuk tingkat nasional hanya satu daerah yang berhasil mencapai level “Sangat Mandiri”, yakni kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan IKF mencapai 0,8347, yang berarti 83,47 persen belanja daerah didanai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri. Jumlah pemerintah kabupaten/kota yang belum mandiri sebanyak 471 dari 508 kabupaten/kota pada tahun 2018. Jumlah itu turun menjadi 458 dari 497 kabupaten/kota pada 2019.

07/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ringkasan Kemandirian Fiskal Pemerintah Provinsi
Berita TerpopulerInfografik

Ringkasan Kemandirian Fiskal Pemerintah Provinsi

by Admin 1 05/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK kini menjadikan kemandirian fiskal daerah sebagai bagian dari kecukupan pengungkapan informasi di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Tujuannya agar dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menganalisis hubungan kemandirian fiskal daerah dengan fungsi otonomi daerah maupun pelayanan publik di daerah. Reviu ini dilakukan BPK sehubungan dengan otonomi daerah yang telah berjalan lebih dari 20 tahun.

Oleh karena itu, BPK berinisiatif melakukan perhitungan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) Tahun Anggaran 2018 dan 2019 sebagai bagian dari reviu kemandirian fiskal. Nilai IKF berkisar antara angka 0-1. Nilai IKF 0 berarti semua belanja dibiayai dengan dana transfer dan tidak terdapat peranan pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan nilai IKF 1 berarti semua belanja dapat dibiayai dengan PAD dan tidak terdapat dana transfer.

Semakin rendah nilai IKF, maka semakin belum mandirinya fiskal pemerintah daerah. Sebaliknya, semakin tinggi nilai IKF, maka semakin tinggi kemandirian fiskal suatu daerah. Kemandirian fiskal dikelompokkan ke dalam kategori “Belum Mandiri, “Menuju Kemandirian”, “Mandiri”, dan “Sangat Mandiri”.

Berdasarkan Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2018 dan 2019, sebagian besar pemerintah daerah belum mandiri. Dari 542 pemerintah daerah, untuk tingkat nasional hanya satu daerah yang berhasil mencapai level “Sangat Mandiri”, yakni kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan IKF mencapai 0,8347, yang berarti 83,47 persen belanja daerah didanai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri. Ada sebanyak 10 dari 34 pemerintah provinsi yang belum mandiri pada tahun anggaran 2018 dan turun menjadi 8 pemerintah provinsi pada 2019. 

05/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id