WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

jaminan kesehatan nasional

Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Harry Azhar Azis
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPJS Kesehatan Raih Surplus Arus Kas, Ini Tanggapan BPK

by Admin 1 25/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Harry Azhar Azis mengatakan, BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini antara lain melalui fasilitas kesehatan dan memperbaiki pengelolaan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

Surplus arus kas yang berhasil ditorehkan pada 2020 diharapkan dapat menjadi modal penting untuk memperbaiki kinerja ke depan. “Pemerintah telah menyusun Peta Jalan JKN 2012-2019 dengan menetapkan delapan sasaran yang akan dicapai pada 2019. Namun, sasaran tersebut belum sepenuhnya tercapai,” ujar Harry kepada Warta Pemeriksa, Kamis (11/2).

Harry mengatakan, BPK telah mengawal peta jalan JKN dengan melakukan pemeriksaan selama periode 2015-2019. Akan tetapi, permasalahan yang ditemukan terkait penyelenggaraan program JKN belum terselesaikan hingga saat ini.

Untuk itu, BPK memberikan Pendapat terkait pengelolaan penyelenggaraan program JKN sebagai alternatif solusi bagi pemerintah dalam memperbaiki pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pendapat BPK memuat hasil kajian atas aspek kepesertaan, pelayanan, dan pendanaan yang memengaruhi belum optimalnya pengelolaan penyelenggaraan program JKN.

Selama periode 2015-2019, BPK menemukan sejumlah permasalahan terkait penyelenggaraan program JKN. Akan tetapi, permasalahan itu belum terselesaikan hingga saat ini dan di antaranya bahkan terdapat temuan berulang.

Harry mengatakan, keberhasilan program JKN tidak hanya berada di tangan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Akan tetapi membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, seperti kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, dan institusi swasta.

“Pemerintah telah berproses dalam rangka menuntaskan rekomendasi-rekomendasi BPK. Namun mengingat permasalahn yang diungkapkan BPK memerlukan koordinasi lintas sektoral, maka hal ini memerlukan peran lebih dari stakeholders,” ungkap Harry.

Harry mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan sudah memiliki modal penting dengan pencapaian surplus arus kas pada 2020 senilai Rp18,7 triliun. Karenanya, kepengurusan BPJS Kesehatan selanjutnya harus bisa memetakan titik-titik lemah agar dapat diperbaiki.

Harry mengungkapkan, salah satu tugas penting negara adalah memastikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. “Tidak boleh ada penduduk Indonesia satu pun yang sakit kemudian karena ketiadaan uang dibiarkan mati,” tegas Harry.

25/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Reformasi Peran FKTP Solusi Kurangi Defisit DJS Kesehatan

by Admin 1 22/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat pemerintah perlu melakukan reformasi peran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang menjadi garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia. Reformasi FKTP diperlukan untuk mewujudkan kesinambungan kemampuan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sehingga meminimalkan defisit keuangan.

Hal tersebut menjadi salah satu dari enam poin Pendapat BPK terkait aspek pendanaan dalam pengelolaan atas penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Berdasarkan dokumen Pendapat BPK, reformasi peran FKTP bisa dilakukan melalui optimalisasi dana bidang kesehatan dari APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Hal ini juga bertujuan meningkatkan upaya promotif, preventif, dan pola rujukan layanan kesehatan yang ideal.

BPK mengeluarkan Pendapat terkait hal ini karena pelayanan kesehatan yang semestinya dapat dituntaskan pada FKTP, tetapi dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).

Seperti diketahui, pelayanan kesehatan dalam program JKN memang dilakukan secara berjenjang dari tingkat FKTP ke FKRTL, tergantung pada diagnosis penyakit apakah spesialistik atau nonspesialistik. Jika nonspesialistik, cukup ditangani di FKTP.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada 2019, terdapat diagnosis nonspesialistik yang dirujuk FKTP ke FKRTL yang semestinya dapat dituntaskan pengobatannya di tingkat FKTP. Pada tahun 2018, terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP milik pemerintah sebanyak 3.267.074 (20 persen) dari total 16.533.888 rujukan.

Sementara itu, pada tahun yang sama terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP swasta sebanyak 2.031.529 (23 persen) dari total 8.886.283 rujukan. Dari data tersebut, BPK melakukan pemeriksaan secara uji petik pada FKTP milik pemerintah dan swasta dan menemukan 752.658 rujukan nonspesialistik sebesar Rp142,73 miliar yang seharusnya dapat dituntaskan pengobatannya pada FKTP.

“Kondisi ini berdampak pada peningkatan biaya pelayanan pada FKRTL yang harus ditanggung oleh DJS kesehatan,” demikian dinyatakan BPK dalam dokumen Pendapat BPK terkait Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN.

Selain itu, terdapat beban biaya manfaat yang harus ditanggung DJS Kesehatan pada periode 2014-Juni 2019 sebesar Rp126,97 miliar. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada Juli 2019 baru menetapkan 821 kode diagnosis atas 144 penyakit sebagai diagnosis nonspesialistik, yang pada periode sebelumnya (2014-Juni 2019) baru menetapkan 153 kode diagnosis nonspesialistik atas 144 penyakit.

22/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Integrasikan Sistem Data Base Kepesertaan JKN

by Admin 1 03/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan Pendapat kepada pemerintah terkait penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). BPK menyampaikan Pendapat karena permasalahan dalam penyelenggaraan JKN yang ditemukan selama pemeriksaan pada 2015-2019 belum terselesaikan hingga saat ini.

BPK berwenang memberikan Pendapat berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. BPK memberikan pendapat terhadap permasalahan yang berulang dan masih belum terselesaikan dengan tujuan untuk menyelesaikannya demi perbaikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pendapat BPK terkait pengelolaan atas penyelenggaraan program JKN mencakup aspek kepesertaan, pelayanan, dan pendanaan. Secara keseluruhan ada 14 poin Pendapat yang disampaikan BPK.

Terkait aspek kepesertaan, ada dua Pendapat yang disampaikan BPK. Pertama, BPK berpendapat pemerintah harus segera mewujudkan data tunggal peserta program JKN yang valid dan real time, antara lain dengan melakukan integrasi sistem data base kepesertaan program JKN dengan sistem data base kementerian/lembaga/instansi lain.

Data kepesertaan program JKN merupakan produk BPJS Kesehatan yang seharusnya diintegrasikan dengan data milik Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Badan Pusat Statistik, dan pemerintah daerah. Pengelolaan yang baik atas data kepesertaan tersebut merupakan modal dalam penyelenggaraan program JKN yang baik pula.

Hingga saat ini, sistem data base kepesertaan program JKN belum terintegrasi dengan sistem data base kementerian/lembaga/instansi lain.  Hal ini mengakibatkan data kepesertaan program JKN belum disajikan secara akurat dan real time.

BPJS Kesehatan telah berupaya memperkuat berbagai platform dalam pengelolaan data kepesertaan, termasuk melakukan pertukaran data (bridging) dan penandatanganan MoU dengan Kemendagri. Namun, upaya tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Kondisi ini memaksa BPJS Kesehatan harus melakukan pemadanan dan cleansing data kepesertaan secara terus menerus.

Upaya tersebut sangat menyita sumber daya, namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Hasil pemeriksaan BPK tahun 2019 masih menemukan permasalahan, antara lain per 31 Desember 2019 ditemukan sebanyak 9.858.142 peserta aktif dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak valid (tidak ada data/NIK kosong, NIK bukan karakter numerik, dan tidak memiliki jumlah karakter sebanyak 16 digit). Kemudian, sebanyak 8.441 peserta aktif memiliki NIK yang sama.

Data kepesertaan Program JKN juga sangat tergantung pada dinamika perubahan kependudukan di masyarakat. Namun, sistem data base kepesertaan Program JKN juga belum mampu merespons dinamika perubahan kependudukan secara real time.

Selain memberikan Pendapat untuk mengintegrasikan sistem data base kepesertaan program JKN, BPK juga berpendapat bahwa pemerintah harus segera mewujudkan pencapaian target Universal Health Coverage (UHC) dengan melakukan koordinasi kelembagaan dalam penyempurnaan/penyusunan peraturan dengan memasukkan kriteria identitas kepesertaan program JKN sebagai syarat dalam pengurusan pelayanan publik, termasuk layanan perbankan.

Seperti diketahui, RPJMN 2015-2019 menetapkan target minimal 95 persen dari penduduk Indonesia menjadi peserta program JKN. Namun sampai dengan 31 Desember 2019, dari total penduduk Indonesia sebanyak 266.911.900 jiwa (BPS, 2020), baru sebanyak 224.149.019  atau sebesar 83,98 persen yang terdaftar sebagai peserta program JKN. Hal ini menunjukkan bahwa target RPJMN 2015-2019 belum tercapai

Untuk mencapai target UHC, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan PP Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif, pemerintah telah mengatur pemberian sanksi untuk tidak diberikan pelayanan publik tertentu bagi setiap orang/pemberi kerja yang tidak mendaftarkan dirinya/anggota keluarganya/pekerjanya sebagai peserta program JKN. Pelayanan publik tersebut, antara lain izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK).

Dalam pelaksanaannya, peraturan terkait pelayanan publik tertentu tersebut belum mengatur atau belum disesuaikan dengan memasukkan identitas kepesertaan program JKN sebagai syarat dalam pengurusan atas pelayanan publik tertentu. 

Untuk memperkuat pengenaan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut, pemerintah juga perlu memperluas pengaturan pemberian sanksi untuk tidak diberikan pelayanan publik di bidang perbankan. Sampai dengan saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum mengatur kepesertaan program JKN sebagai salah satu syarat pelayanan di bidang perbankan, antara lain dalam pemberian kredit.

03/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK mengenai Pengelolaan Atas Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Rayakan HUT ke-74, BPK Beri Kado kepada Pemerintah

by Admin 1 22/01/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan dua bahan pendapat kepada pemerintah terkait penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional serta pelaksanaan program otonomi khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat. Menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna, bahan pendapat tersebut merupakan masukan kepada pemerintah sekaligus sebagai kado dari BPK yang baru saja merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-74 pada 1 Januari 2021.

“Memang kita yang berulang tahun tapi kita akan memberikan kado untuk negara ini dengan dua bahan pendapat tersebut,” kata Agung kepada Warta Pemeriksa, di Jakarta, Rabu (13/1).

Agung mengatakan, BPK melalui Sidang Badan juga telah menyetujui pemberian dua bahan pendapat tersebut. Dia menyampaikan, upaya itu merupakan bagian dari peran insight dan foresight BPK. Hal itu melengkapi peran oversight BPK yang telah rutin dilaksanakan yakni melaksanakan pemeriksaan keuangan negara.

Tak hanya itu, Agung menyampaikan, BPK juga sedang menyiapkan kado untuk memantapkan peran foresight. Artinya, BPK sebagai supreme audit institutions (SAI) akan memberikan pilihan kebijakan terkait dengan masa depan yang diharapkan oleh pemangku kepentingan.

“Ini terkait dengan pandemi Covid-19, kita akan meluncurkan Indonesia Remake by Covid-19: Scenarios for Resilience Leader. Jadi, membangun kembali Indonesia melalui penanganan Covid-19, arah kebijakan untuk para pemimpin tangguh. Begitu bunyinya,” ungkap Agung.

Agung mengatakan, dalam penyusunan laporan tersebut BPK akan melibatkan sejumlah pihak seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Selain itu, BPK juga mengajak serta berbagai ekonom dan praktisi di industri untuk menangkap pilihan-pilihan yang muncul ke depan dan aksi yang diperlukan dalam menjalani pilihan tersebut. “Sumbangsih foresight tersebut akan menjadi yang pertama dalam sejarah BPK,” kata Agung.

Pada tahun ini, BPK juga akan melakukan pemutakhiran Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang menjadi salah satu pedoman utama pemeriksaan BPK. Salah satu pemutakhiran yang dilakukan terkait dengan penyusunan pedoman pemeriksaan terhadap proyek-proyek infrastruktur.

“Sehingga kita akan memiliki perencanaan, metode, dan prosedur pemeriksaan yang lebih terstandar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, dari AKN IV maupun AKN V dan AKN VI terkait pemeriksaan infrastruktur,” ujar Agung.

BPK juga akan melaksanakan pemeriksaan tematik Prioritas Nasional (PN) 1 terkait upaya memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan serta PN 3 yakni meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Selain itu, BPK juga akan melakukan pemeriksaan tematik lokal atas pelayanan publik, kemandirian fiskal daerah, dan pengelolaan persampahan. “BPK juga akan melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pilkada serentak yang telah berlangsung,” ujar Agung.

Sebagai salah satu SAI pionir dalam pemeriksaan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), BPK juga akan melakukan pemeriksaan terkait isu tersebut tahun ini. Terlebih lagi, Agung menyampaikan, upaya pencapaian target SDGs menghadapi tekanan berat dari pandemi Covid-19.

22/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id