WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

Asabri

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kasus PT Asabri Rugikan Negara Rp22,78 Triliun

by Admin 1 16/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan adanya kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri (Persero) selama tahun 2012-2019. Kecurangan itu berupa kesepakatan pengaturan, penempatan dana investasi pada beberapa pemilik perusahaan atau pemilik saham dalam bentuk saham dan reksadana.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/5) menjelaskan, saham dan reksadana tersebut merupakan investasi yang berisiko dan tidak liquid yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi PT Asabri.

“Nilai kerugian negara yang timbul sebagai akibat adanya penyimpangan (atau perbuatan melawan hukum) dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri selama tahun 2012-2019 adalah sebesar Rp22,78 triliun,” kata Ketua BPK.

Ketua BPK menjelaskan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif tentang Penghitungan Kerugian Negara atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asabri (Persero) selama 2012-2019 telah disampaikan oleh BPK kepada Kejaksaan Agung pada 27 Mei 2021. 

Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan BPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh instansi penegak hukum (IPH), dalam hal ini Kejaksaan Agung. Selain itu, untuk menindaklanjuti permintaan perhitungan kerugian negara yang disampaikan Kejaksaan Agung kepada BPK.

Ketua BPK berharap hasil nilai penghitungan kerugian keuangan negara dapat memberikan tambahan informasi bagi stakeholders atau masyarakat luas. Selain itu, hasil pemeriksaan ini diharapkan dapat mendorong agar pengelolaan PT Asabri dan sektor keuangan lainnya di Indonesia terus bisa diperbaiki. “Sehingga dapat bertumbuh dan memberi manfaat bagi bangsa dan negara Indonesia,” ujar Ketua BPK.

Ketua BPK dalam kesempatan tersebut juga mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia, dan industri keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini. 

Jaksa Agung Burhanuddin mengucapkan terima kasih kepada BPK yang telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, sehingga permintaan perhitungan kerugian keuangan negara yang disampaikan Kejaksaan Agung kepada BPK pada 15 Januari 2021, dapat terlaksana dengan cepat dan selesai pada 27 Mei 2021.

“Sehingga perkara dapat diserahterimakan tersangka dan barang bukti (tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada 28 Mei 2021,” kata Jaksa Agung.

16/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

Kerugian Investasi Asabri Rp7,52 trilliun Tidak Dapat Dibebankan ke Dana Pensiun

by Super Admin 28/12/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA –  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menolak penghitungan akuntansi yang membebankan kerugian investasi PT Asabri (Persero) pada akumulasi iuran pensiun.

Penegasan itu termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“Pembebanan kerugian investasi akumulasi iuran pensiun yang dikelola PT Asabri pada dana yang dibatasi penggunaannya dan utang jangka panjang dalam negeri lainnya per 31 Desember 2019 tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan dan ketentuan akumulasi iuran pensiun”, demikian tercantum dalam LHP.

Penegasan itu muncul setelah BPK mendapati nilai akumulasi iuran pensiun yang dikelola PT Asabri mengalami penyusutan. Pada 2018, nilai akumulasi iuran pensiun yang dikelola PT Asabri sebesar Rp25,19 triliun.

Namun, pada 2019, nilainya turun menjadi Rp17,66 triliun, alias berkurang Rp7,52 triliun atau menyusut 29,85%. BPK tidak sependapat dengan model penghitungan seperti itu. Akumulasi iuran pensiun adalah dana yang berasal dari iuran peserta pensiun, dalam hal ini anggota TNI-Polri.

Iuran ini merupakan dana pihak ketiga yang dikelola PT Asabri, hingga dicatat dalam pos Aset Lainnya. Pada saat bersamaan, dana ini juga menjadi kewajiban pemerintah untuk membayarnya bila anggota TNI-Polri memasuki usia pensiun, hingga dicatat dalam pos Utang Jangka Panjang Dalam Negeri Lainnya.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.174/PM.02/2017, penurunan nilai akumulasi iuran pensiun hanya dapat terjadi bila pemilik dana, yaitu anggota TNI-Polri yang sudah pensiun, mengambil kembali haknya atas dana tersebut.

BPK menemukan penyusutan akumulasi iuran pensiun itu tidak terjadi karena peserta iuran mengambil kembali haknya, tapi karena PT Asabri kurang berhati-hati mengelola investasi hingga timbul kerugian.

Penyebab kerugian PT Asabri sudah diungkap sebelumnya oleh BPK dalam LHP Kinerja atas   Efektivitas Program Pensiun PNS, TNI, dan Polri Tahun 2019 Nomor 130/LHP/XV/12/2019 tertanggal 31 Desember 2019.

LHP tersebut mengungkapkan penempatan saham yang dilakukan tidak dengan prinsip kehati-hatian oleh PT Asabri. Penghitungan yang membebankan nilai kerugian investasi PT Asabri terhadap akumulasi iuran pensiun karenanya tidak dapat diterima.

Hal itu bertentangan dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah, lampiran 1, kerangka konseptual, yang menyatakan “informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur serta dapat diverifikasi.”

BPK juga berpendapat penurunan nilai investasi PT Asabri (Persero) tidak dapat mengurangi kewajiban pemerintah terhadap hak anggota TNI dan Polri, karena mereka belum memproleh hak atas iuran yang ditempatkannya.

Atas permasalahan ini, BPK antara lain merekomendasikan Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah agar bersama Menteri BUMN selaku pemegang saham untuk, meminta PT Asabri memperbaiki penyajian investasi pada laporan keuangan 2018 dan 2019.

Selain itu, BPK merekomendasikan kedua menteri untuk mengukur kewajiban pemerintah sebagai pengendali PT Asabri yang timbul sebagai pelaksanaan UU Nomor 40 Tahun 2014.

BPK juga merekomendasikan agar ditetapkan kebijakan pertanggungjawaban atas penurunan nilai investasi dari akumulasi iuran pensiun dan dampaknya atas kewajiban pemerintah kepada anggota TNI-Polri dengan memperhatikan PP Nomor 102 Tahun 2015 dan PP Nomor 71 Tahun 2010. (Hms)

28/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Perbaiki Program Pensiun

by Super Admin 14/10/2020
written by Super Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Mei lalu telah menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019. Salah satu hasil pemeriksaan yang signifikan yakni pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua tahun 2018 hingga semester I tahun 2019.

Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero). Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua tidak efektif. Hal itu disebabkan tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas serta belum disesuaikan dengan perkembangan per­aturan perundangan yang berlaku.

Pemerintah belum menetapkan peraturan pelaksanaan terkait jaminan pensiun PNS sesuai amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu paling lambat 2 tahun sejak UU diundangkan.

Sementara itu, dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, masih terdapat beberapa permasalahan, di antaranya belum ada peraturan yang jelas mengenai pengelola program pensiun, belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun, dan belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.

Akibatnya, pertanggungjawaban pelaksanaan program pensiun PNS, TNI, dan Polri oleh Pemerintah untuk menjamin perlindungan kesinambung­an penghasilan hari tua belum transparan dan akuntabel, serta belum tercapainya tujuan reformasi program pensiun PNS, TNI, dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN dan sesuai dengan jaminan sosial nasional.

Pemerintah juga belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. UU tentang BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.

Hal itu menyebabkan pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU Nomor 40 tentang SJSN.

Rekomendasi BPK

Terkait tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar berkoordinasi dengan Menteri PANRB yang berwenang menetapkan kebijakan tentang sistem pensiun PNS serta instansi terkait lainnya.

BPK juga merekomendasikan kepada Menteri PANRB agar menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan mengenai pengelolaan program jaminan pensiun, serta ketentuan gaji, tunjangan, dan fasilitas sesuai amanat UU Nomor 2014 tentang ASN. Selain itu, Menteri PANRB perlu menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan terkait pengalihan program pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Rekomendasi lainnya, Menteri Keuangan agar melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik atas tindak lanjut pengendalian risiko dan perbaikan kinerja investasi saham yang dilakukan oleh PT Asabri dan tindak lanjut penjaminan investasi penyertaan langsung kepada PT WTR yang lebih aman dan konservatif oleh PT Taspen. Menteri Keuangan perlu pula menetapkan ketentuan sanksi atas adanya penurunan dana AIP dan/atau capaian hasil investasi AIP yang tidak mencapai target oleh badan penyelenggara.

Kemudian, Menteri Keuangan direkomendasikan agar meminta direktur PT Asabri untuk menetapkan pengendalian risiko investasi saham saat pembelian dan apabila saham mengalami penurunan nilai, serta membuat action plan dan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja investasi saham pada PT Asabri yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan sudah mengalami penurunan nilai.

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id