WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

bpkri

Berita

BPK Akan Pertajam Pemeriksaan

by Admin 14/10/2020
written by Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mempertajam pemeriksaan dengan meningkatkan fokus ke akun berisiko tinggi, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan fokus tersebut yakni terhadap pinjaman daerah, belanja bantuan sosial dan hibah, belanja modal, dan manajemen kas.

“Kita akan back to standard. Kita akan melakukan pemeriksaan secara tajam terhadap berbagai hal,” katanya dalam rapat koordinasi pelaksana BPK di Jakarta, belum lama ini.

Agung menambahkan untuk pinjaman daerah, selain prosedur standar yang umum dilakukan, pemeriksa perlu mencermati variasi praktik pinjaman daerah yang lain.

“Jangan hanya berpedoman pada definisi formal pinjaman. Misalnya pemda melakukan pekerjaan yang belum dianggarkan pada tahun berjalan, tahun depan diakui sebagai pinjaman,” katanya.

Akun berikutnya yang perlu diperhatikan, sambung Agung, adalah belanja hibah dan bantuan sosial (bansos). Hal itu terutama perlu dicermati dengan adanya Pemilu serentak pada 2019.

Asersi laporan keuangan yang paling signifikan untuk akun belanja hibah dan bansos adalah asersi keterjadian transaksi benar telah terjadi dan berkaitan dengan entitas.

“Pemeriksa perlu memastikan hibah dan bansos tidak dilakukan terus menerus ke pihak yang sama, dokumen pertanggungjawaban lengkap, dan memberikan manfaat,” kata Agung.

Belanja Modal

Untuk belanja modal, Ketua BPK menyampaikan uji petik tidak harus selalu diarahkan pada belanja modal bernilai besar. Hal ini perlu dilakukan untuk menutup fraud pada belanja modal rendah.

Agung mengatakan BPK juga akan meningkatkan fokus perhatian terhadap manajemen kas. Sama halnya dengan belanja modal, seluruh asersi laporan keuangan akun kas penting dicermati pemeriksa.

Selain pengujian pengendalian dan pengujian substantif yang rutin dilaksanakan, sambungnya, ada satu prosedur khusus yang perlu diterapkan untuk pemeriksaan tahun 2020.

“Yaitu cash opname secara mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Ini untuk mencapai tujuan utama cash opname tersebut, yaitu melihat kualitas manajemen kas entitas,” katanya.

Pada bidang nonpemeriksaan, BPK akan melanjutkan implementasi Supreme Audit Institution Performance Measurement Framework (SAI PMF) yang dimulai tahun lalu.

Agung berharap, SAI PMF dapat dilembagakan sebagai penilaian kinerja kelembagaan BPK. Salah satunya komunikasi, seperti dengan slogan ‘Akuntabilitas untuk Semua’ atau ‘Accountability for All’.

Hal ini dimaksudkan agar publik semakin memahami arti penting akuntabilitas keuangan negara. “Saya mengharapkan slogan ini dapat diwujudkan, melalui berbagai kegiatan,” kata Agung. (Rd)

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Menjaga Akuntabilitas Pembangunan Infrastruktur Konektivitas

by Admin 14/10/2020
written by Admin

WARTA PEMERIKSA – Pemerintah terus melakukan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas. Untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan pembangunan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Auditorat Keuangan Negara I telah melaksanakan pemeriksaan terkait konektivitas.

Melalui pemeriksaan pada Kementerian Perhubungan, AKN I memberikan sumbangsih dalam memeriksa akuntabilitas dan keuangan negara pada kepelabuhanan, kebandarudaraan, maupun perkeretaapian. “Pemeriksaan yang telah dilakukan di antaranya konektivitas tol laut dan infrastruktur transportasi darat, udara, dan perkeretaapian,” kata Anggota I/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK Hendra Susanto kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menjadikan konektivitas sebagai salah satu prioritas. Di dalamnya, Kementerian Perhubungan turut serta sebagai pelaksana dalam beberapa proyek prioritas strategis, seperti kereta api kecepatan tinggi di Jawa, jaringan pelabuhan utama terpadu, sistem angkutan umum massal perkotaan, serta jembatan udara 37 rute di Papua.

Hendra mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan AKN I ke depannya akan menitikberatkan pada proyek prioritas strategis tersebut. Meski begitu, Hendra mengatakan, akan disusun sejumlah pemeriksaan tematik terkait konektivitas yang melibatkan seluruh auditorat dengan masing-masing portofolio.

Salah satu pemeriksaan mengenai konektivitas yang telah dilaksanakan pada Kementerian Perhubungan yaitu Pengelolaan dan Penyelenggaraan Tol Laut, dengan simpulan masih belum optimal. Salah satunya terkait keberadaan basis data pelabuhan.

Selain itu, terdapat fokus tentang Penguatan Konektivitas Nasional Darat, Udara, Dan Perkeretaapian dengan simpulan masih belum optimal. Hal itu terutama terkait mekanisme perencanaan, sarana prasarana dan infrastruktur transportasi, serta penetapan rute pelayanan kegiatan subsidi.

BPK juga melakukan pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Perhubungan dengan menyoroti di antaranya, pemeriksaan belanja barang dan belanja modal serta denda keterlambatan pekerjaan pada tujuh Eselon I Kementerian Perhubungan. Selain itu, BPK melakukan pemeriksaan PNBP atas biaya penggunaan prasarana perkeretaapian atau track access charge (TAC) pada Ditjen Perkeretaapian.

“Sasaran pemeriksaan tersebut tidak didesain secara langsung untuk mengukur konektivitas alur transportasi, namun BPK menyoroti kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan program Kementerian Perhubungan,” kata Hendra.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2018, BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan konsesi pelabuhan pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubung­an (Kemenhub), Badan Usaha Pelabuh­an (BUP), yaitu PT Pelindo II (Persero) dan PT Pelindo III (Persero), dan instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sejak 2016 hingga semester I 2017.

Pemeriksaan bertujuan untuk menilai efektivitas pengelolaan konsesi pelabuhan, terkait dengan aspek perencanaan strategis konsesi pelabuhan, penentuan tarif dan jangka waktu konsesi pela­buhan, pelaksanaan tanggung jawab Kemenhub dan Otoritas Pelabuhan (OP) dalam penerapan konsesi, dan penatausahaan PNBP atas konsesi.

Sasaran pemeriksaan dalam pemeriksaan kinerja tersebut adalah kegiat­an perencanaan konsesi, penyusunan perjanjian konsesi pelabuhan, dan implementasi konsesi. BPK menyimpulkan, pengelolaan konsesi pelabuh­an belum efektif ditinjau dari aspek perencanaan strategis, penentuan tarif dan jangka waktu konsesi, pelaksanaan tanggung jawab Kemenhub, dan penatausahaan PNBP konsesi.

BPK kemudian merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan agar meninjau kembali besaran tarif konsesi melalui studi kelayakan untuk memastikan tarif konsesi sesuai de­ngan prinsip keadilan, menguntungkan semua pihak, dan mencerminkan persaingan yang sehat.

Menurut Hendra, tujuan umum peningkatan konektivitas adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas baik dari segi biaya dan waktu. Selain itu, ujarnya, tujuan utama konektivitas adalah percepatan dan pemerataan pembangunan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Dia mengatakan, BPK mendukung upaya pemerintah melalui RPJMN 2020-2024 dengan melakukan pemeriksaan sesuai dengan visi BPK yaitu Menjadi Lembaga Pemeriksa Tepercaya yang Berperan Aktif dalam Mewujudkan Tata Kelola Keuangan Negara yang Berkualitas dan Bermanfaat untuk Mencapai Tujuan Negara. “BPK dalam rancangan teknokratik telah mengarah­kan program pemeriksaan sesuai RPJMN melalui pemeriksaan kinerja tematik untuk menilai kinerja program pemerintah yang salah satu­nya adalah konektivitas,” kata Hendra.

 

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Dana Otsus Belum Terarah

by Admin 14/10/2020
written by Admin

WARTA PEMERIKSA — Pemerintah berencana memperpanjang dana otonomi khusus (otsus) untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang sedianya berakhir pada 2021. Lalu, bagaimana sebenarnya efektivitas pemanfaatan Dana Otsus selama ini?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Dana Otsus tahun anggaran 2017, 2018, dan kuartal I 2019. Pemeriksaan dilakukan pada Pemprov Papua dan Papua Barat. Pemeriksaan juga dilakukan pada pemkab/pemkot di wilayah Papua dan Papua Barat serta instansi terkait lainnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi dapat memengaruhi efektivitas penggunaan Dana Otsus dalam mendukung upaya pencapaian tujuan pelaksanaan otsus sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Otonomi Khusus.

Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa menyampaikan, pemeriksaan Dana Otsus pada Pemprov Papua menemukan bahwa regulasi terkait penggunaan dana yang diamanat­kan UU Otsus belum sepenuhnya memadai. “Turunan dari undang-undang ini, yaitu Perdasi (Per­aturan Daerah Provinsi) dan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus), belum semuanya diterbitkan,” kata Dori pada April lalu.

Pemprov Papua saat ini telah memiliki 9 Perdasus dan 16 Perdasi yang mengatur 25 dari 31 substansi yang diamanatkan oleh UU Otsus. Dori mengungkapkan, Perdasi dan Perdasus tentang kewenangan daerah belum disusun. Penyusunan aturan turunan itu terkendala perbedaan cara pandang antara Pemprov Papua dan pemerintah pusat terhadap kewenangan yang dimiliki pemda dalam rangka otsus. Sehingga, kewenangan yang dimiliki oleh Pemprov Papua hanya mengacu pada regulasi secara umum, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Hal ini mengakibatkan kewenangan Pemprov Papua dalam penggunaan Dana Otsus hanya bersifat umum seperti pemprov lainnya. “Pemprov Papua ingin agar Dana Otsus total dita­ngani mereka, sementara pemerintah ingin agar dana ini tetap diawasi dan bisa dikontrol pusat,” kata Dori.

Permasalahan lainnya adalah perencanaan penggunaan Dana Otsus yang belum seluruhnya memadai. Pemprov Papua dan pemkab/pemkot belum memiliki perencanaan penggunaan Dana Otsus. Selain itu, pemda tak memiliki program/kegiatan yang berkelanjutan dan terukur. Akibatnya, sasaran yang ingin dicapai dari Dana Otsus tidak dapat diukur dan dievaluasi setiap tahapnya dan belum dapat dinilai keberhasilannya.

Kendati demikian, Dori menegaskan BPK tak mengecilkan upaya yang sudah dilakukan pemerintah pusat maupun derah terkait penggunaan Dana Otsus.

Permasalahan penggunaan Dana Otsus di Papua Barat tak jauh berbeda. Hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa Perdasus dan Perdasi yang terkait langsung dengan ketentuan penggunaan dana belum ditetapkan, yang antara lain memuat substansi terkait kewenangan pemprov dan masing-masing pemkab/pemkot; ketentuan pembagian penerimaan dalam rangka pelaksanaan otsus; pembangunan pendidikan; kesehatan dan perbaikan gizi; usaha-usaha perekonomian; serta perolehan pekerjaan dan penghasilan yang layak, khususnya bagi orang asli papua (OAP).

Kondisi tersebut mengakibatkan penggunaan Dana Otsus belum terarah pada tujuan jangka panjang yang berkelanjutan dan belum terkoordinasi secara memadai dengan penggunaan sumber dana lainnya. Dori menambahkan, secara umum ada juga permasalahan terkait data, terutama indikator kesejahteraan OAP yang belum diketahui.

Selain itu, pemanfaatan Dana Otsus selama ini tidak spesifik disebutkan, karena tercampur dalam APBD. Ia mengungkapkan, secara tertulis tidak ada yang menjelaskan atau minimal memisah­kan penggunaan Dana Otsus dalam APBD.

“Sementara masyarakat tidak tahu itu, makanya warga asli Papua sering menyebut mereka tidak merasakan atau melihat dampak pembangunan dari Dana Otsus. Maka dari itu, sering kali pembangunan infrastruktur, misalnya jembatan, disebutkan bahwa ini dibangun dari Dana Otsus.”

Ia mengaku sudah merekomendasikan agar daerah, baik kabupaten/kota dan provinsi memisahkan pembangunan yang bersumber dari Dana Otsus. Pemisahan ini akan memudahkan pemeriksaan dan mengukur efektivitas penggunaan Dana Otsus bagi Orang Asli Papua.

Untuk Gubernur Papua, BPK merekomendasikan untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat terkait kewenangan daerah dalam penggunaan Dana Otsus. Kemudian, Bappeda Papua didorong berkoordinasi intensif dengan kabupaten/kota untuk penyusunan perencanaan jangka panjang dan menengah khusus untuk penggunaan Dana Otsus. “Hal ini agar arah pembangunan lebih jelas dan terukur,” ungkap dia.

Khusus Papua Barat, BPK merekomendasikan kepada Ketua DPRD Papua Barat dan Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk memprioritaskan penyusunan Perdasus dan Perdasi. Selain itu menyusun data OAP, sehingga memiliki basis data yang jelas agar terukur upaya pengentasan kemiskinan di wilayah Papua Barat.

 

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita

Ketua DPD: Perkuat Pemeriksaan Dana Otsus

by Admin 14/10/2020
written by Admin

Berbagai pemangku kepentingan memberikan perhatian serius terhadap penggunaan Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) Papua dan Papua Barat. Tak terkecuali Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sebagai lembaga negara yang menjadi kepanjangan tangan masyarakat di daerah.

Kepada Warta Pemeriksa, Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti pada April lalu menjelaskan secara panjang lebar mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan DPD dalam membantu mengawasi Dana Otsus. La Nyalla juga menyampaikan sejumlah harapannya kepada pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berikut petikan wawancaranya:

Program atau kebijakan apa saja yang didorong DPD RI terkait penggunaan Dana Otsus Papua dan Papua Barat?

Pansus Papua DPD RI pada 25 Februari 2020 melakukan rapat dengan Wakil Menteri Keuangan. Secara prinsip ada 3 hal yang disepakati. Pertama, Pansus Papua DPD RI meminta Menteri Keuangan RI untuk lebih mendorong daerah agar lebih memprioritaskan penggunaan Dana Otsus Papua pada upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan publik dengan memfokuskan pada sektor pendidikan dan kesehatan, dengan memperhatikan karakteristik demografi, sosial-ekonomi, adat, budaya dan politik-keamanan, baik untuk provinsi Papua maupun provinsi Papua Barat dengan tata kelola yang baik.

Kedua, Pansus Papua DPD RI meminta Menteri Keuangan RI melakukan evaluasi total terhadap tata kelola Dana Otsus Papua. Terakhir, Pansus Papua DPD RI meminta Pemerintah untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan jajaran pemerintahan di Papua dan Papua Barat dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Otsus yang lebih efektif dan optimal.

Pansus DPD RI juga telah menggelar rapat kerja dengan BPK pada 28 Februari 2020. Ada beberapa hal yang disepakati. Pansus Papua DPD RI meminta BPK lebih mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah daerah (provinsi, kota/kabupaten) dan memfasilitasi koordinasi intern antar-pemda, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas penggunaan Dana Otsus guna mendukung upaya pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus sebagaimana diamanatkan dalam UU Otsus.

Selain itu, Pansus Papua DPD RI meminta BPK mengoptimalkan perannya dalam melakukan monitoring/pemantauan dan evaluasi pemanfaatan Dana Otsus. Kami juga meminta BPK membantu memberikan masukan terhadap penyusunan grand design pembangunan atas pemanfaatan Dana Otsus, terutama dalam aspek pemantauan dan pengawasan sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsi BPK dengan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemda terkait. Secara prinsip, Dana Otsus masih dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan Papua yang sudah puluhan tahun tertinggal dengan provinsi lain di Indonesia. Namun demikian, perlu dilakukan evaluasi total terhadap tata kelola Dana Otsus agar lebih memberikan manfaat bagi pembangunan di Papua dan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP).

Apakah keputusan pemerintah memperpanjang penyaluran Dana Otsus Papua dan Papua Barat merupakan langkah yang tepat? Apa yang menjadi catatan bagi DPD RI?

Menjelang berakhirnya Dana Otsus pada Oktober 2021, ini seharusnya menjadi tonggak baru, momentum untuk meletakkan dasar kembali kebijakan baru yang benar-benar berasal dari kehendak dan partisipasi masyarakat Papua. Namun demikian, proses ini hendaknya jangan dimaknai sebagai pintu untuk membuka referendum bagi lepasnya Papua, melainkan justru membuka pintu mengukuhkan hubungan yang jauh lebih baik, dan //trusted// antara pemerintah pusat dengan segenap pemangku kepentingan, khususnya elite politik di Papua,  baik di Provinsi Papua maupun di Papua Barat.

Dalam menjalankan amanah dari Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, UU Nomor 21 tahun 2001 jo. UU Nomor 35 tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat, pemerintah telah memberikan dukungan dana berupa pengalokasian Dana Otsus dalam APBN.

Dana Otsus tersebut merupakan salah satu jenis belanja Transfer Ke Daerah dalam APBN yang besarannya ditentukan dalam persentase tertentu dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan berlaku dalam jangka waktu tertentu. Dana Otsus Papua dan Papua Barat ditentukan setara 2 persen dari pagu DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun (2002-2021).

Dana Otsus pertama kali dialokasikan sebesar Rp1,4 triliun pada tahun 2002 untuk Provinsi Papua, sedangkan Provinsi Papua Barat baru mendapatkan Dana Otsus pada tahun 2009 dengan alokasi sebesar Rp1,1 triliun. Selama periode 2002-2018, besaran Dana Otsus untuk kedua provinsi tersebut meningkat tiap tahun dan secara kumulatif telah mencapai Rp142,5 triliun.

Di sisi lain, perkembangan kinerja indikator kesejahteraan dan perekonomian di daerah otonomi khusus menunjukkan capaian yang semakin membaik meskipun perbaikannya tidak secepat daerah lainnya.

Menurut Anda, hal apa saja yang perlu diperbaiki pemerintah dalam penyaluran Dana Otsus?

Masih tingginya peran Dana Otsus sebagai sumber Pendapatan Daerah di Provinsi Papua, Papua Barat, menjadi landasan pentingnya pemerintah melakukan upaya peningkatan efektivitas pengelolaan Dana Otsus agar dapat memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah Otsus.

Langkah perbaikan yang akan dilakukan pemerintah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan. Memasuki masa transisi menjelang berakhirnya Dana Otsus Papua dan Papua Barat pada tahun 2021, pemerintah perlu segera menentukan //exit strategy//, antara lain dengan meningkatkan efektivitas pengelolaan Dana Otsus agar mencapai output dan outcome optimal sampai dengan berakhirnya implementasi Dana Otsus Papua dan Papua Barat tahun 2021 serta mempertimbangkan urgensi dan opsi kebijakan keberlanjutan pemberian Dana Otsus Papua dan Papua Barat.

 

 

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Proses Pemeriksaan Infrastruktur

by Admin 14/10/2020
written by Admin

Pemeriksaan infrastruktur oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara umum terbagi atas dua tahap. Yaitu tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaan.

Tahap perencanaan dimulai dari pemilihan sampel pemeriksaan dengan pendekatan audit yang berbasis risiko (risk based audit approach). Dengan pendekatan ini, pelaksanaan pemeriksaan akan dilakukan pengujian secara mendalam terhadap paket-paket pekerjaan infrastruktur yang memiliki nilai material secara kontrak, complicated dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan, maupun lokasi pada daerah remote area.

Perencanaan juga akan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan analisis dokumen dan pemeriksaan fisik, serta informasi-informasi awal yang dapat dikumpulkan dari media massa atau pengaduan. Koordinasi juga dilakukan dengan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.

Pemeriksa akan mengumpulkan beberapa dokumen yang dibutuhkan sebagai bahan awal pemeriksaan dari entitas yang diperiksa antara lain dokumen perencanaan pekerjaan, seperti gambar desain perencanaan awal, KAK pelaksanaan pekerjaan, bill of quantity (BoQ), serta harga perkiraan sendiri (HPS). Selain itu, dilakukan pengumpulan dokumen pelaksanaan pekerjaan meliputi antara lain dokumen kontrak yang memuat syarat umum serta syarat khusus dan spesifikasi teknis kontrak.

Persiapan selanjutnya yakni berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak entitas yang diperiksa terkait rencana diskusi awal dan pelaksanaan pemeriksaan fisik lapangan atas sampel pemeriksaan. Setelah melalui tahap perencanaan, prosesnya berlanjut ke tahap pelaksanaan. Di tahap ini, pemeriksa melakukan analisis dokumen perencanaan teknis yang menjadi dasar penyusunan bill of quantity (BoQ) dan HPS untuk menguji kesesuaian perhitungan kuantitas dan harga dalam uraian pekerjaan dengan desain perencanaan.

Analisis juga dilakukan terhadap perubahan volume pekerjaan atau pengurangan/ penambahan pekerjaan baru yang dilakukan selama masa pelaksanaan pekerjaan. Hal itu untuk menguji perubahan volume dan pengurangan/penambahan item pekerjaan baru yang dilakukan memang diperlukan berdasarkan justifikasi teknis. Pemeriksa kemudian menganalisis kesesuaian uraian pekerjaan dalam kontrak dengan syarat umum, syarat khusus, dan spesifikasi teknis kontrak yang mengatur tata cara pelaksanaan serta cara pengukuran dan pembayaran kepada penyedia jasa.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik lapangan untuk melakukan pengujian kesesuaian metode pelaksanaan pekerjaan, volume, dan spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak yang diperiksa dengan membandingkannya terhadap kontrak atau dokumen pelaksanaan pekerjaan lainnya yang menjadi acuan pekerjaan tersebut. Pemeriksaan fisik melibatkan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu, khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.

Salah satu hal yang disoroti dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidakefektifan. Ketidakefektifan adalah kondisi di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tidak tercapai sasaran yang telah ditetapkan dalam tahapan perencanaan pembangunan infrastruktur setelah pembangunan fisik infrastruktur tersebut dilaksanakan. Dalam pembangunan fasilitas puskemas, misalnya, ketidakefektifan terjadi apabila pembangunan yang awalnya bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi karena lokasi pembangunan tidak berada pada lokasi strategis yang memudahkan untuk dijangkau, maka masyarakat tidak akan secara optimal memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan.

Temuan lain yang berpotensi terjadi dalam pemeriksaan infrastruktur yakni kemahalan harga barang. Hal itu adalah tambahan biaya yang secara sengaja atau tidak sengaja dianggarkan atau dibiayakan oleh pihak-pihak terkait dalam harga pekerjaan atau harga kontrak yang mengakibatkan nilai pekerjaan tersebut lebih tinggi daripada seharusnya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan infrastruktur, kemahalan harga pekerjaan dapat terjadi saat pelaksanaan perencanaan maupun saat pelaksanaan pekerjaan. Kemahalan harga saat perencanaan antara lain dapat terjadi karena saat penyusunan harga perkiraan sendiri, survei untuk memperoleh harga pembanding atas suatu barang tidak dilakukan secara langsung kepada produsen tetapi melalui perantara.

Selain itu, kekurangan volume juga bisa menjadi temuan. Kekurangan volume dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidaksesuaian jumlah satuan pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan dengan jumlah satuan pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan sesuai kontrak yang disepakati oleh pihak-pihak terkait. Kesimpulan bahwa suatu pekerjaan dinyatakan kekurangan volume dilakukan setelah pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik dan analisis perhitungan kembali atas pelaksanaan pekerjaan yang senyatanya dilaksanakan oleh pihak terkait. l Sumber: Padang Pamungkas, Kepala Auditorat IV A

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Video

Responsif Cegah Penyebaran Covid-19 di Lingkungan BPK

by klara.ransingin 14/10/2020
written by klara.ransingin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai memberlakukan sistem kerja dari rumah (work from home/WFH) sejak Maret 2020. Dalam pelaksanaannya, setiap pegawai BPK diharap dapat mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah dan BPK.

Hal tersebut merupakan aksi responsif yang dilakukan oleh BPK guna mencegah penularan virus Covid-19 di kalangan pegawai dan keluarga masing-masing. Meskipun begitu, langkah yang dilakukan setiap pegawai BPK diharapkan dapat mempertahankan produktivitas kerja meskipun pandemi belum mereda.

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Infografik

Ringkasan Hasil Reviu Transparansi Fiskal TA 2019

by klara.ransingin 14/10/2020
written by klara.ransingin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK pada 2020 melakukan reviu atas pelaksanaan transparansi fiskal oleh pemerintah pusat yang merupakan bagian dari pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2019. Hasil reviu menunjukkan, pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level Advanced sebanyak 18 kriteria atau 50 persen. Kemudian level Good sebanyak 14 kriteria atau 38,9 persen, level Basic sebanyak 4 kriteria atau 11,1 peren, dan tidak terdapat kriteria Not Met.

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Infografik

Klasifikasi Kondisi Kemandirian Fiskal Daerah

by klara.ransingin 14/10/2020
written by klara.ransingin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK telah melaksanakan reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal, Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang Pemerintah dan Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2018 dan 2019. Ada 4 level penilaian, yaitu Belum Mandiri, Mandiri, Menuju Kemandirian, dan Sangat Mandiri. Berikut adalah klasifikasi kondisi kemandirian fiskal.

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Infografik

Indeks Kemandirian Fiskal Daerah

by klara.ransingin 14/10/2020
written by klara.ransingin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK telah melaksanakan reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal, Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang Pemerintah dan Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2018 dan 2019.

Dari 542 pemerintah daerah, hanya satu daerah yang berhasil mencapai level “Sangat Mandiri,” yakni Kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) mencapai 0,8347.

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
FeaturedSLIDERSuara Publik

Audit BPK Pintu Masuk Pemulihan Aset

by klara.ransingin 12/10/2020
written by klara.ransingin

Oleh Sabir Laluhu, Wartawan Koran Sindo (Juara III Lomba Karya Jurnalistik BPK 2020 Kategori Berita)

http://Koran Sindo, edisi Kamis 12 Maret 2020, halaman 3. https://nasional.sindonews.com/read/1553131/13/kasus-jiwasraya-audit-bpk-pintu-masuk-maksimalkan-pemulihan-aset-1583925184

JAKARTA – Sejumlah kalangan menilai hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus dugaan korupsi saham dan reksadana PT Asuransi Jiwasraya(Persero) bisa menjadi pintu masuk untuk tindakan pemulihan aset (asset recovery) secara maksimal.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, setelah keluarnya hasil audit BPK terhadap dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), maka semua pihak baik penegak hukum maupun publik bisa melihat begitu nyata dan besarnya kerugian negara yang mencapai Rp16,81triliun.

Menurut dia, nilai kerugian negara dengan kategori total lost jelas bukan angka perkiraan lagi. Selepas audit tersebut diterima Kejaksaan Agung, maka yang paling penting adalah melakukan upaya pemulihan aset atau asset recovery. Upaya pemulihan aset tersebut mencakup proses penyitaan hingga nanti dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Bagi Sahroni, nilai pemulihan aset tersebut harus sama dan setara dengan nilai kerugian Rp16,81triliun. “Sehingga, Kejaksaan Agung sudah harus bertindak cepat melakukan proses hukum dan sebisa mungkin mengembalikan kerugian negara. Pengembalian kerugian negara untuk pemulihan aset mesti sama dengan nilai kerugian negara Rp16, 81 triliun. Jadi, hasil audit BPK bisa jadi pintu masuk memaksimalkan pemulihan aset dengan dasar atas kerugian tersebut,” ujar Sahroni di Jakarta kemarin.

Bendahara Umum DPP Partai NasDem ini mengatakan, audit BPK tersebut juga jelas mengurai aliran dana dari mana ke pihak mana dan berapa jumlahnya. Karena itu, sebagai bagian dari upaya pemulihan aset, maka Kejagung harus serius dan terus mengejar siapa saja pihak penerima aliran dana tersebut. Jika telah dipastikan dan ditemukan, maka penyitaan harus dilakukan.

“Pihak penerima dan berapa angkanya ini yang harus Kejaksaan kejar. Nama-namanya jelas, asetnya juga ada, bisa dilakukan penyitaan,” tandasnya.

Sebelumnya Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menggelar konferensi pers terkait hasil audit investigatif BPK atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan perkembangan penanganan kasus, di Gedung Kejaksaan Agung, Senin (9/3).

BPK secara resmi merilis dan menyampaikan hasil perhitungan kerugian negara atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Secara keseluruhan BPK menyebutkan terjadi kerugian negara Rp16,81 triliun. Angka ini terbagi menjadi kerugian negara pada investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara pada investasi reksa dana sebesar Rp12,16triliun.

Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, ditemukan adanya tindakan melawan hukum atas kebijakan investasi yang dilakukan Jiwasraya dilakukan kurun 10 tahun, sejak 2008 sampai 2018. Perbuatan melawan hukum dilakukan sepanjang 2014 sampai 2018.

Anggota BPK Achsanul Qosasi menyatakan, secara umum hasil audit investigatif BPK atas dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencakup nilai kerugian negara total lost Rp16,81 triliun, perbuatan melawan hukum, rentang waktu perbuatan, hingga siapa saja pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum tersebut. Seluruh konstruksinya, lanjutnya, telah diserahkan dan disampaikan BPK ke Kejagung.

Namun dia menolak mengungkap identitas pihak-pihak selain enam orang tersangka yang telah ditetapkan Kejagung sebagaimana dalam hasil audit investigatif. “Konstruksinya sudah disampaikan ke Kejagung. BPK tak boleh menjelaskannya karena masih dalam proses hukum. Untuk tersangka adalah urusan penyidik di Kejaksaan Agung,” ungkap Achsanul.

Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15/2006 tentang BPK jelas sekali tertuang bahwa BPK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerugian negara. Ketika kasus telah ada atau sedang ditangani aparat penegak hukum, termasuk kasus Jiwasraya yang ditangani Kejagung, maka menjadi hak dan kewenangan Kejagung untuk kemudian melakukan penyitaan aset.

Karenanya, Achsanul mengatakan, barang sitaan menjadi kewenangan aparat penegak hukum termasuk Kejagung yang sedang menangani kasus Jiwasraya. Di sisi lain, dia menggariskan, hasil audit investigatif BPK yang telah diserahkan ke Kejagung menjadi pintu masuk untuk memaksimalkan pemulihan aset atas hasil kerugian negara Rp16,18 triliun.

“Betul, hasil audit tersebut bisa jadi pintu masuk atau pijakan agar Kejagung memaksimal tindakan dan upaya pemulihan aset. Asset settlement (asset recovery) bisa dilakukan, dan itu pun menjadi wewenang Kejaksaan dan hakim nanti di pengadilan,” ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menyatakan, hingga saat ini Kejagung telah menyita berbagai jenis aset yang diduga milik enam orang tersangka dengan total mencapai Rp13,1triliun.

Hari membenarkan, dari nilai aset tersebut sebagian besar yang disita merupakan milik tersangka Benny Tjokrosaputro selaku komisaris sekaligus direktur utama PT Hanson International dengan nilai sekitar Rp11triliun.

12/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id