WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 8 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Suara Publik

BeritaSLIDERSuara Publik

Kerja Sama Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Ketidakpastian

by admin2 20/05/2024
written by admin2

Oleh: Rakhmat Alfian, Pemeriksa Pertama BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung

Kerja sama pemerintah daerah dalam menghadapi ketidakpastian merupakan hal yang krusial. Bencana COVID-19 beberapa tahun lalu telah mengungkapkan sejumlah kelemahan dalam sistem pemerintahan kita. Meskipun pemulihan sedang berlangsung, beberapa daerah masih terus merasakan dampaknya, terutama dalam masalah keuangan yang belum terselesaikan, pendapatan asli daerah yang belum stabil, dan peningkatan jumlah pengangguran akibat perubahan pola hidup.

Kondisi ketidakpastian ini masih menjadi ancaman di masa mendatang. Faktor-faktor eksternal seperti perubahan kebijakan, situasi sosial politik luar negeri yang tidak stabil dan fluktuasi pasar global. Belum lagi berdasarkan survei Badan PBB UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) Indonesia merupakan negara dengan risiko terjadi bencana alam paling tinggi di dunia peringkat pertama dari 265 negara (1).

Untuk mengurangi risiko lain yang muncul diperlukan langkah-langkah persiapan yang harus di lakukan oleh Pemerintah. Dalam artikel ini lebih ditekankan langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melakukan kerja sama antar pemerintah daerah dengan pihak-pihak terkait, seperti sesama pemerintah daerah, swasta, instansi vertikal atau pihak lain. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan hukum bagi kerja sama tersebut. Pasal 363 ayat (1) menjelaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menjalin kerja sama dengan daerah lain, dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, serta untuk saling menguntungkan. Prosedur dalam pelaksanaan kerja sama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga. Dalam peraturan tersebut, kerja Sama antar pemerintah daerah dan kerja sama pihak ketiga adalah usaha bersama yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah untuk kesejahteraan masyarakat dan percepatan pemenuhan pelayanan publik. Bentuk kerja sama ini bukanlah suatu hal yang baru, di Sekretariat Daerah setiap pemerintah daerah telah dibentuk unit/bagian khusus yang menangani kerja sama pemerintah daerah.

Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka menghadapi kondisi yang tidak pasti ini antara lain, seperti:

  1. Kerja sama dengan antar pemerintah daerah

Dalam Permendagri 22 tahun 2020, kerja sama antar pemerintah daerah dapat dilakukan dengan daerah yang bertetangga, baik dalam wilayah provinsi yang sama, maupun di luar provinsi. Dalam hal kerja sama pemerintah daerah dapat saling memberikan bantuan dalam hal:

  • Penggunaan sumber daya manusia dapat dilakukan misalnya dengan pertukaran tenaga kesehatan, petugas penanggulangan bencana, atau sukarelawan untuk membantu dalam upaya penanggulangan bencana. Pelaksanaan persiapan kegiatan ini dapat dimulai dengan melakukan pertukaran data dan informasi terkait ketersediaan SDM secara periodik, juga dengan kegiatan pelatihan dan pendidikan bersama.
  • Penggunaan sumber daya aset daerah: Kerja sama antar pemerintah daerah juga dapat melibatkan penggunaan bersama sumber daya aset daerah, seperti kendaraan (ambulance, bus, alat pemadam kebakaran, helikopter atau alat berat) dan fasilitas kesehatan. Dengan berbagi aset-aset ini, pemerintah daerah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penanganan berbagai situasi darurat, tanpa perlu melakukan pengadaan yang sifatnya darurat.
  • Kerja sama dalam penyediaan pangan dan keuangan misalnya saling membantu dalam penyediaan dan distribusi bantuan pangan bagi masyarakat yang terdampak, serta berbagi saling memberikan bantuan keuangan untuk mendukung program-program pemulihan ekonomi dan sosial.

Peningkatan kerja sama antar pemerintah daerah ini juga merupakan salah satu anjuran Presiden RI dalam hal pengendalian banjir dan bencana alam, dimana pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota harus berjalan beriringan dalam menjalankan strategi pengendalian baik dalam jangka pendek maupun panjang (2).

2. Kerja sama dengan sektor swasta

Kolaborasi ini juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menghadapi ketidakpastian eksternal. Sektor swasta memiliki sumber daya dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana dan pemulihan ekonomi. Dengan menjalin kemitraan dengan sektor swasta, pemerintah daerah dapat memperoleh mulai dari akses penggunaan aset, fasilitas dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan eksternal. Namun demikian dalam hal pelaksanaan kerja sama ini, akan ada kesulitan yang muncul.

Salah satu kesulitannya adalah dalam menentukan kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, karena perbedaan tujuan dan kepentingan antara pemerintah daerah dan sektor swasta.  Swasta lebih berorientasi kepada keuntungan dan pemerintah berorientasi kepada pelayanan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu diperlukan adanya kerangka kerja yang jelas dan transparan dalam pelaksanaan kerja sama, termasuk penetapan tujuan bersama, pembagian risiko, serta mekanisme penyelesaian konflik yang efektif. Selain itu, pemerintah daerah dapat mengadakan forum komunikasi rutin dengan sektor swasta untuk membahas perkembangan dan evaluasi kerja sama yang telah dilakukan.

3. Kerja sama dengan instansi vertikal

Selain kerja sama antar pemerintah daerah, kolaborasi dengan instansi vertikal juga sangat penting. Instansi vertikal seperti kementerian atau lembaga pemerintah pusat memiliki peran yang besar dalam menyediakan data-data yang diperlukan (seperti data statistik, data perubahan iklim dan cuaca), dan juga dapat meminta masukan terkait kebijakan fiskal atau konsultasi dalam pelaksanaan regulasi ketika terjadi krisis. Dengan mulai melaksanakan kolaborasi secara aktif dengan instansi vertikal, pemerintah daerah dapat memperoleh dukungan dan bantuan yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan eksternal, terutama yang bersifat bencana.

Salah satu contoh kerja sama yang telah dilakukan misalnya antara BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dengan Pemerintah Daerah  dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kabupaten Pasaman, Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh melalui sinergisitas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam bidang meteorologi, klimatologi dan geofisika (3).

4. Kerja sama dengan masyarakat

Kerja sama dengan masyarakat juga merupakan bagian penting dari strategi menghadapi kondisi ketidakpastian yang timbul dari eksternal. Masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam upaya penanggulangan bencana dan pemulihan ekonomi. Dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai kegiatan, pemerintah daerah dapat memperoleh dukungan yang kuat dan mempercepat proses penanganan berbagai masalah yang dihadapi.

Terakhir, dalam melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, perlu diperhatikan bahwa pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja sama harus dilakukan dengan komprehensif. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak dan kewajiban dari masing-masing pihak terjamin dan kesepakatan yang dibuat dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, perlu juga adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kerja sama yang dilakukan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak yang terlibat, serta dilakukan secara transparan dan akuntabel.

(1) https://www.bnpb.go.id/potensi-ancaman-bencana

(2) https://bnpb.go.id/berita/penanganan-dan-pencegahan-banjir-butuh-sinergi-erat-pemerintah-pusat-dan-daerah

(3) https://www.bmkg.go.id/berita/?p=penandatangan-perjanjian-kerjasama-bmkg-dengan-pemerintah-daerah-kota-padang&lang=ID&tag=berita-foto

20/05/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

­­Peran dan Sinergi Pemeriksaan Keuangan Negara dengan Pendidikan Vokasi di SMK

by admin2 27/03/2024
written by admin2

Oleh: Bastian Febrianto, S.Pd.I. (Guru SMKN 2 Yogyakarta)

Pemeriksaan keuangan negara memegang peranan kunci dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan dana publik sebuah negara. Namun, hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan vokasi atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), juga memiliki implikasi yang penting.

Pendidikan vokasi atau SMK memiliki peran vital dalam menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan siap bekerja di berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor keuangan dan akuntansi. Program-program pendidikan vokasi biasanya menekankan pembelajaran praktis dan keterampilan teknis yang relevan dengan kebutuhan industri dan pasar kerja. Dalam konteks pemeriksaan keuangan negara, pendidikan vokasi dapat memainkan peran penting dalam menghasilkan auditor dan akuntan yang kompeten untuk bekerja dalam lembaga-lembaga pemeriksaan keuangan negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pemeriksaan keuangan negara dapat menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan vokasi di SMK, terutama bagi siswa yang mengambil jurusan yang berhubungan dengan akuntansi, keuangan, atau administrasi. Integrasi konsep-konsep pemeriksaan keuangan negara ke dalam kurikulum dapat membantu siswa memahami pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik serta memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan keuangan secara efektif.

Selain itu, kerja sama antara lembaga pendidikan vokasi dan lembaga pemeriksaan keuangan negara dapat memberikan manfaat ganda. Lembaga pemeriksaan keuangan negara dapat memberikan masukan dan bimbingan kepada lembaga pendidikan vokasi tentang kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri, serta memberikan kesempatan bagi siswa untuk magang atau praktik kerja di lingkungan pemeriksaan keuangan negara. Sebaliknya, lembaga pendidikan vokasi dapat membantu melatih dan mempersiapkan calon auditor dan akuntan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas pada lembaga pemeriksaan keuangan negara.

Selain itu, pendidikan vokasi juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan keuangan negara. Melalui program-program pendidikan dan pelatihan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, siswa dapat diberikan pemahaman yang lebih baik tentang peran dan fungsi pemeriksaan keuangan negara dalam menjaga integritas dan efisiensi pengelolaan dana publik. Dengan demikian, pendidikan vokasi dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu keuangan negara dan mendorong partisipasi aktif dalam proses pengawasan dan pengawalan dana publik.

Dalam konteks globalisasi dan transformasi digital, pendidikan vokasi juga harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren industri. Integrasi teknologi informasi dan komunikasi ke dalam kurikulum pendidikan vokasi dapat membantu siswa memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan peluang dalam dunia kerja yang semakin kompleks. Hal ini juga berlaku dalam konteks pemeriksaan keuangan negara, di mana teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi proses pemeriksaan.

Dengan demikian, pemeriksaan keuangan negara dan pendidikan vokasi memiliki hubungan yang saling mendukung. Pendidikan vokasi dapat menjadi salah satu sarana untuk mempersiapkan generasi muda untuk berperan dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, sementara pemeriksaan keuangan negara dapat memberikan masukan dan dukungan kepada lembaga pendidikan vokasi dalam mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja yang semakin kompleks dan berubah-ubah.

27/03/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Indonesia Terlalu Prematur untuk Mengalami Greenflation

by admin2 18/03/2024
written by admin2

Oleh: : Agatha Malona Situmorang (Penelaah Teknis Kebijakan pada Biro Sekretariat Pimpinan) dan Muhammad Rafi Bakri (Pengolah Data dan Informasi pada BPK Perwakilan Prov. Jambi)

Kondisi perekonomian global sedang dihadapkan oleh isu baru. Negara yang sedang berupaya menurunkan emisi karbon mengalami inflasi pada sektor tertentu. Fenomena ini dikenal sebagai greenflation. Ironisnya, inisiatif untuk menurunkan suhu permukaan bumi berujung pada pemanasan perekonomian.

Jadi, bagaimana greenflation dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara, dan apa sebenarnya dampaknya?

Greenflation adalah lonjakan harga bahan mentah dan energi yang disebabkan oleh kebijakan transisi energi hijau. Tembaga, litium, kobalt, nikel, dan grafit dibutuhkan dalam proyek-proyek ramah lingkungan. Nikel umumnya digunakan sebagai bahan kimia dalam membuat baterai lithium-ion (LIB) untuk kendaraan elektronik (EVs). EVs membutuhkan bahan baku mineral enam kali lebih banyak dibandingkan kendaraan konvensional. Tingginya permintaan mineral menimbulkan demmand-pull inflation.

The International Energy Agency (IEA) memperkirakan jumlah EVs akan meningkat hingga 145 juta pada tahun 2030. Kebutuhan akan baterai akan terus meningkat di masa mendatang, meskipun jumlah tersebut hanyalah sebagian kecil dari sekitar 1,2 miliar mobil yang ditenagai oleh baterai internal. Tidak mengherankan, komoditas yang digunakan untuk membuat baterai ini mengalami kenaikan harga yang tajam karena faktor-faktor ini.

Namun, apakah greenflation merupakan ancaman nyata terhadap perekonomian Indonesia?

Fase transisi ekonomi hijau di Indonesia mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya, Indonesia menetapkan target bauran energi terbarukan sebesar 25% pada tahun 2025. Namun, target ini disesuaikan menjadi 23% pada tahun 2025. Pada Q3 2022, porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer menurun menjadi 10,4%, sementara pangsa batubara meningkat ke angka tertinggi sepanjang masa sebesar 43%. Kondisi ini membuat target tahun 2025 tampaknya semakin sulit tercapai.

Keterbatasan finansial juga membuat transisi ini sulit dilaksakan oleh Indonesia. Untuk menghentikan armada batubara Indonesia yang berkapasitas 9,2 GW, Institute for Essential Services Reform (IESR) memperkirakan diperlukan dana sebesar USD4,6 miliar. Menurut analisis lain yang dilakukan Transition Zero, rata-rata biaya penghentian awal PLTU di Indonesia adalah USD1,2 miliar per GW. Di luar apa yang disebutkan dalam RUPTL 2021–2030, IESR (2022) memperkirakan bahwa infrastruktur energi terbarukan memerlukan tambahan dana sekitar USD116 miliar untuk dibangun pada tahun 2030, atau USD35 miliar per tahun.

Lebih parahnya, rata-rata keberhasilan pemenuhan target RUPTL hanya 46,13% selama satu dasawarsa terakhir. Hal ini diungkapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2023. Selain itu, terdapat 12 proyek berkapasitas 177 MW yang ditunda, serta terdapat permasalahan penyelesaian 15 proyek berkapasitas 336,8 MW yang tidak dilanjutkan. BPK telah menerbitkan 16 temuan audit dengan 18 isu ketidakefektifan sehingga mendesak kementerian/lembaga koordinator untuk segera memperbaiki dan menindaklanjutinya.

Dari hal-hal di atas, peralihan struktur ekonomi Indonesia ke ekonomi hijau masih terlalu jauh dari harapan. Indonesia perlu berbenah dan mempersiapkan diri untuk mampu melaksanakan transisi ini. Oleh karena itu, fenomena greenflation yang terjadi di negara-negara maju belum menjadi isu yang signifikan bagi Indonesia.

Pemerintah akan lebih baik jika bersiap menghadapi climateflation dan fossilflation yang akan datang dibandingkan terpaku pada isu-isu yang belum terjadi. Beberapa komoditas di Indonesia mengalami kenaikan harga yang disebabkan oleh kedua bentuk inflasi tersebut.

Climateflation adalah inflasi yang disebabkan oleh peristiwa cuaca ekstrem yang mengacaukan rantai pasokan industri yang bergantung padanya. Beberapa komoditas berada dalam bahaya karena pemanasan global dan perubahan cuaca. Kondisi ini akan berdampak signifikan terhadap industri perikanan, pertanian, energi, dan pariwisata.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tiga komoditas utama penyumbang inflasi terbesar di Indonesia adalah beras (0,53%), cabai merah (0,24%), dan rokok kretek (0,17%). El Niño yang berkepanjangan menimbulkan permasalahan besar bagi industri pertanian sepanjang tahun 2023. Akibatnya, inflasi pangan yang tidak dapat diprediksi mencapai 6,73% year-over-year pada tahun 2023.

Berikutnya, fossilflation menyiratkan inflasi yang disebabkan oleh kontraksi pasokan bahan bakar fosil yang tidak sebanding dengan upaya memenuhi permintaan. Hal ini memberikan tekanan pada biaya bahan bakar fosil. Ketika investor institusional di pasar keuangan mengurangi eksposur mereka terhadap perusahaan bahan bakar fosil, biaya pendanaan akan meningkat.

Meningkatnya harga bahan bakar adalah dampak paling nyata dari inflasi bahan bakar di Indonesia. Subsidi sebesar Rp502 triliun atau 17,9% dari total belanja negara pada tahun 2022 sejauh ini telah diberikan oleh pemerintah. Akibat kenaikan ini, pemerintah menghapuskan beberapa subsidi bensin sehingga terjadi kenaikkan harga bensin. Harga Pertamax mencapai Rp13.500/liter pada 1 Januari 2024, sedangkan harga Pertalite mencapai Rp10.000/liter. Sejumlah industri akan merasakan efek domino negatif dari kenaikan bahan bakar tersebut.

Selain itu, eksportir batubara Indonesia tertarik untuk menjual komoditasnya ke luar negeri karena tingginya harga batubara secara global. Indonesia menjual 4 juta ton batu bara ke Eropa dengan harga USD308/ton pada tahun 2022. Lonjakan ekspor batu bara ini tentu berbahaya bagi cadangan batu bara Indonesia. Jika tidak dikendalikan, pasokan batubara di Indonesia akan semakin menipis sehingga mengakibatkan terjadinya fossilflation di Indonesia.

Sebelum kondisi ini lebih parah, pemerintah harus bergegas mengambil tindakan untuk mencegah climatflation dan fossilflation. Dua jenis inflasi ini menjadi tantangan nyata, baik pada ekonomi konvensional maupun transisi menuju ekonomi hijau mendatang.

18/03/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDERSuara Publik

Budaya Brainstorming Menuju BPK Kuat dan Hebat di Tahun 2029 

by admin2 04/03/2024
written by admin2

Oleh: Puteri Anggun Amirillis, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Muda pada Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai lembaga tinggi negara di Indonesia yang diamanatkan dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,  memiliki kekuatan visi, misi, tujuan, sasaran strategis, dan nilai-nilai dasar yang semua tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) BPK Tahun 2020-2024. Visi dan misi tersebut memberikan batasan tujuan dan tata cara kerja bagi BPK dalam menjalankan organisasi. Untuk mewujudkan visi dan misi BPK, serta seluruh isi dari Renstra BPK, perlu untuk menurunkan dan menyederhanakan Renstra BPK sehingga dapat diterapkan oleh pegawai bahkan membuat pegawai merasa memilikinya. 

Permasalahan unik terjadi ketika Renstra BPK tidak terasa dimiliki oleh Pegawai BPK sebagai ujung tanduk pelaksananya. Renstra hanya dianggap artefak. Hal tersebut terjadi bukan karena tidak ada aturan dan ketentuan turunannya yang menyederhanakan Renstra BPK. Tapi karena pegawai merasa jauh dari Renstra BPK. Renstra BPK hanya rencana strategis yang dijalankan oleh para Pimpinan. Pegawai hanya menjalankan tugas sehari-hari tanpa tahu apa hubungan pekerjaannya dengan Renstra BPK. Permasalahan unik tersebut menimbulkan pertanyaan, sudahkah Renstra BPK diketahui dengan baik oleh Pegawai? Apa hubungan Renstra BPK dengan visi dan misi BPK? Apakah Renstra BPK sudah memenuhi visi BPK untuk mewujudkan tujuan negara? Dan yang paling penting, apakah selama ini pegawai sudah diberi ruang yang sebenar-benarnya untuk mengajukan pemikirannya mengenai BPK sesuai pendidikan dan bidang tugas masing-masing atau pegawai hanya menerima arahan tertentu dari Pimpinan tanpa diberi ruang untuk berekspresi dan menyampaikan ide dengan lepas, sehingga para pegawai pun enggan memberikan ide-ide terbaiknya.

Kritikan yang seringkali terlontar adalah ide-ide terbaik, ide-ide kreatif, ide-ide orisinal pegawai hanya dipakai ketika ingin membuat video WBK dan WBBM, ketika akan mengikuti lomba-lomba HUT BPK, atapun ketika akan tampil di acara family gathering maupun pisah sambut. Pegawai gembira merancang karya seni, merancang karya kreatif, dan merancang karya indah dengan lepas tanpa merasa takut bersalah. Namun ketika sudah berurusan dengan pekerjaan di BPK ide-ide itu seperti hilang. Ada rasa takut salah, takut tidak sesuai ketentuan, maupun kecewa karena idenya pernah ditolak oleh atasan tanpa ada alasan dan tidak diberi ruang untuk berbicara lebih lanjut. Hal ini membuat pegawai segan berkontribusi ide.

Misi BPK yang ketiga adalah melaksanakan tata kelola organisasi yang transparan dan berkesinambungan agar menjadi teladan bagi institusi lainnya. Tentu untuk meuwjudkan misi tersebut perlu untuk menata organisasi BPK secara baik pula. Suatu organisasi yang baik adalah organisasi dimana setiap orang di organisasi tersebut merasa puas dengan keberadaan dirinya dan merasa berkontribusi dalam mencapai visi dan misi organisasi. Pegawai setiap hari datang ke kantor dengan perasaan nyaman dan gembira karena merasa dirinya memberi manfaat bagi perwujudan tujuan organisasi. Pegawai tidak berpikir ke kantor hanya untuk mendapat penghasilan dan bekerja monoton setiap hari tanpa ada ide-ide segar untuk meningkatkan kinerjanya. Mungkin bekerja monoton tidak terlalu salah, namun tentunya akan lebih memiliki arti jika pegawai tersebut juga dapat bekerja dengan puas.

Apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh pegawai untuk mewujudkan BPK yang kuat dan hebat di tahun 2029? BPK tidak mungkin menerapkan cara di tahun 2020-2024 untuk kemudian diterapkan pada tahun 2025-2029. Pegawai BPK sudah memasuki generasi Y dan generasi Z, suatu generasi yang harus dilibatkan dalam pekerjaan untuk membuat mereka merasa puas dengan pekerjaannya. Pada tahun 2029  generasi Y dan generasi Z akan mendominasi populasi pegawai BPK. Ide yang muncul untuk mengatasinya adalah menerapkan BRAINSTORMING.

Generasi Y dan Generasi Z

Pada tahun 2029,  generasi yang mendominasi BPK adalah mereka yang lahir setelah tahun 1979 dimana usia ini adalah usia di bawah 50 tahun. Untuk mereka yang lahir sebelum tahun 1979 sudah memasuki usia 50 tahun, dalam arti mereka sudah menjelang masa pensiun hingga mereka yang lahir di tahun 1971. Dari sini bisa kita pahami bahwa pada tahun 2029 ke depannya pegawai BPK yang masih berusia di bawah 50 tahun  adalah generasi Y dan generasi Z yaitu mereka yang lahir antara tahun 1981-2010. 

Generasi Y disebut generasi milenial. Generasi Y adalah generasi yang merasakan perubahan di bidang teknologi dan ekonomi. Tumbuh besar pada masa peralihan teknologi dari analog ke digital, mulai muncul media sosial dan internet menjadikan anak milenial canggih, kreatif, bebas, dan berani mengambil risiko. Mereka juga dikenal begitu ekspresif dan memiliki pikiran yang terbuka, lebih berani menyampaikan pendapat, kepercayaan diri yang tinggi dan out of the box.1

Generasi Z adalah generasi ketika teknologi sudah semakin maju dan internet sudah begitu pesat. Generasi Z merasakan kemudahan dari sisi fasilitas, akses, dan kestabilan finansial keluarga. Hal positif dari generasi ini adalah mereka tumbuh menjadi anak-anal yang berpikiran terbuka, menyukai keberagaman, menyukai hal-hal baru, berpikir kritis, dan ingin menjadi berbeda atau membawa perubahan.2

Ciri-ciri generasi Y dan generasi Z membawa brainstorming menjadi hal yang sudah harus dilakukan untuk membuat mereka mengenal Renstra dan merasa memilikinya.  Perlu melibatkan dengan penuh pemikiran mereka agar mereka tidak bosan dan menganggap Renstra hanya artefak yang tidak bisa dipahami dengan baik. Sehingga agar Renstra BPK tak hanya sekedar artefak di mata generasi Y dan generasi Z perlu membuat cara agar mereka memilikinya, yaitu dengan melibatkan mereka sepenuhnya dalam Brainstorming.

Brainstorming

We are all students of creativity, and what a path we walk! Best wishes to one who share’s my grandfather’s belief that each of our creative gardens can be “grown in this soil of life.” John R. Osborn.

Brainstorming pertama kali dikembangkan oleh Alex Faickney Osborn pada  tahun 1963 di New York. Brainstorming menciptakan suatu situasi yang memberi ruang untuk setiap orang dalam kelompok mencari suatu solusi atas permasalahan yang spesifik. Brainstorming diformulasikan untuk menciptakan keadaan dimana setiap orang akan lebih bebas berpikir dan berpindah menuju pemikiran baru dengan mengombinasikan ide-ide sendiri dengan ide orang lain untuk memunculkan ide baru ataupun menggunakan ide orang lain untuk merangsang munculnya ide. Brainstorming merupakan alternatif pengembangan kemampuan berpikir kreatif. 3

Brainstorming merupakan seni menggali informasi lebih dalam untuk melihat berbagai dimensi dan sudut pandang yang akan memperkaya perspektif. Brainstorming memiliki karakteristik yang berbeda dengan debat yang sudah memiliki bekal pemikiran sebelum sesi berlangsung, brainstorming “present in the moment” dimana setiap orang yang terlibat dalam brainstorming leluasa untuk mencurahkan pemikiran yang muncul saat sesi berlangsung. Brainstorming berbeda pula dengan sesi rapat yang memerlukan kesimpulan dan solusi di akhir sesi, brainstorming tidak harus menghasilkan solusi. Brainstorming bertujuan untuk melihat cara pandang dan ide baru dari masing-masing orang yang terlibat, tanpa penolakan dan tanpa menghakimi.4

Teknik yang dapat digunakan dalam brainstorming beragam agar dapat mengakomodir sesuai kebutuhan dan situasi yang dihadapi. Diantaranya teknik brainwriting, mind mapping, metode 6-3-5, reverse brainstorming, analisis SWOT (strength, weakness, opportunities, thread). Selain itu untuk menggunakan brainstorming secara efektif dan efisien tentu dibutuhkan sesi persiapan, tentukan proses, memilih teknik, mengalokasikan waktu yang cukup, dan menjadwalkan sesi lanjutan. Sehingga pada akhirnya BPK dan masing-masing tim yang akan melaksanakan brainstorming harus mempelajari dan meneliti terlebih dahulu cara yang tepat dengan situasi dan kondisi di BPK.

Sebagai contoh adalah brainstorming pada saat kita menentukan hal-hal yang perlu diatur dalam suatu konsep Peraturan BPK yang akan dibuat dimana penyusunan peraturan BPK merupakan turunan dari Renstra. Peraturan BPK merupakan peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh BPK. Untuk awalan maka setiap peserta brainstorming akan diminta untuk mengeluarkan pikiran dan idenya mengenai konsep Peraturan BPK yang akan dibuat tersebut. Semua hasil pemikiran masing-masing peserta dicatat dan dikumpulkan. Tidak ada benar dan salah ketika awal brainstorming. Kemudian dilakukan metode-metode seperti analisis SWOT, brainwriting, mind mapping, dan sebagainya. Namun di awal benar-benar harus dipastikan tidak ada penolakan dari siapapun peserta brainstorming. Hal ini penting agar setiap peserta yang merupakan pegawai BPK merasa diterima, tidak ada batas dalam memberikan ide pikiran, dan satu hal yang penting adalah kenyamanan pegawai yang diterima ide pikirannya yang akan membuat pegawai termotivasi untuk selalu melakukan yang terbaik untuk BPK.

Renstra dan Brainstorming

Renstra BPK bukan artefak. Renstra BPK akan membawa perubahan untuk BPK di masa-masa mendatang. Untuk itu, Renstra BPK harus diupayakan agar bisa melibatkan pegawai untuk perwujudannya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan Brainstorming. 

Generasi Y dan Generasi Z, yang akan menjadi pegawai yang mendominasi populasi pegawai BPK pada tahun 2029, merupakan generasi yang open minded, suka dengan perubahan, aktif berinternet dan bermedia sosial, suka dilibatkan, dan suka menyampaikan ide. Cara brainstorming akan bebas menyampaikan ide dan pendapat tanpa disalahkan dan tanpa dihakimi. Sehingga apabila brainstorming diterapkan di BPK akan menciptakan suasana kerja yang membuat semangat karena merasa dihargai baik ide maupun pemikiran sehingga menjadikan Budaya Brainstorming Renstra Bersama Gen Y dan Gen Z Menuju BPK Kuat dan Hebat di Tahun 2029.

  1. Umam, Mengenal Generasi Baby Boomers, X, Y, Z, dan Alpha,https://www.gramedia.com/literasi/generasi-baby-boomers-x-y-z-alpha ↩︎
  2. ibid ↩︎
  3. Asri Widowati, Brainstorming as An Alternatif of Creative Thinking Development in Biology Science Learning, core.ac.uk ↩︎
  4. Inspigo.id, https://id.linkedin.com/pulse/biar-brainstorming-di-kantor-makin-lancar-inspigoindonesia ↩︎
04/03/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaOpiniSLIDERSuara Publik

Pemeriksaan Laporan Keuangan: Tidak Cukup Sekadar Analisis Dokumen

by admin2 22/02/2024
written by admin2

Oleh: Meri Oktorita, Pranata Hubungan Masyarakat Muda pada BPK Perwakilan Prov. Sumatera Barat

Laporan keuangan pemerintah daerah menggambarkan kondisi keuangan dan memberikan ukuran kinerja sebuah pemerintah daerah. Ini bisa menunjukkan apakah keuangan pemerintah daerah tersebut berada dalam keadaan yang sehat atau tidak. Laporan keuangan juga merupakan cara bagi pemerintah daerah untuk bertanggung jawab kepada masyarakat atas pengelolaan keuangan daerah yang telah dipercayakan kepada mereka.

Untuk menjamin tercapainya good government dan clean government, pemeriksaan terhadap keuangan negara yang meliputi evaluasi terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan diperlukan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, BPK memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan tersebut.

Di antara ketiga jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan BPK, pemeriksaan laporan keuangan merupakan jenis pemeriksaan yang bersifat mandatory, sehingga harus dilaksanakan secara teratur setiap tahun di setiap pemerintah daerah. Karena pemeriksaan ini menghasilkan opini, maka pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah mendapatkan perhatian lebih besar dari pemerintah daerah, media, dan masyarakat dibandingkan dengan jenis pemeriksaan lainnya. Bagi pemerintah daerah, opini yang diberikan oleh BPK merupakan evaluasi atas kinerja mereka selama satu tahun anggaran.

Namun, apakah yang terbayang bagi anda ketika mendengar Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah? Mungkin anda akan mengatakan bahwa memeriksa bukti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dengan prosedur yang biasa dilakukan yaitu tracing dan vouching. Anda mungkin telah sering mendengar istilah tersebut. Sebelum ke pembahasan selanjutnya, ada baiknya kita singgung sedikit definisi tracing dan vouching. Prosedur tracing, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur dari bukti transaksi ke bukti pembukuan. Prosedur vouching, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur dari bukti pembukuan ke bukti transaksi. Kedua teknik tersebut bermuara pada jurnal koreksi.

Namun, hal tersebut merupakan bagian kecil dari pemeriksaan laporan keuangan. Selain teknik pemeriksaan di atas ada tahapan pemeriksaan yang harus pemeriksa lalui ketika melakukan pemeriksaan. Untuk tidak berlama-lama mari kita bahas secara mendetil.

Pemeriksaan laporan keuangan, hasil akhirnya berupa opini atas Laporan Keuangan entitas yang diperiksa. Pemeriksaan Laporan Keuangan biasanya diawali dengan pemahaman entitas yang diperiksa. Adapun pemahaman entitas dapat dilakukan dengan mewawancarai auditee, menyebar kuisioner, atau dengan membaca produk hukum yang dihasilkan oleh entitas tersebut. Perlu anda ketahui bahwa Produk Hukum Daerah antara lain Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Bersama Kepala Daerah, Keputusan Bersama Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selanjutnya kita dapat memasuki tahapan berikutnya memeriksa SPJ entitas yang diperiksa. Selain menggunakan Teknik Sampling, Profesional Judgement juga sangat dibutuhkan dalam melihat sampel SPJ karena tidak mungkin kita memeriksa populasi dalam waktu lebih kurang satu bulan.

Menurut Setiawan (2005), sampling adalah proses pengambilan atau seleksi sejumlah n elemen atau objek dari populasi yang berukuran N. Biasanya, teknik yang digunakan pemeriksa adalah stratified random sampling, di mana populasi dibagi menjadi sub-populasi atau strata, dengan tujuan membentuk kelompok-kelompok yang homogen dalam hal nilai variabel tertentu. Dari setiap strata tersebut, sampel dipilih secara acak melalui proses simple random sampling.

Professional judgment adalah penggunaan pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dalam bidang auditing, akuntansi, dan standar etika untuk membuat keputusan yang sesuai dalam berbagai situasi selama proses pemeriksaan. Ini melibatkan kemampuan personal yang mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dalam konteks tertentu. Meskipun setiap pemeriksa dapat memiliki pendapat yang berbeda, pelatihan dan pengalaman bertujuan untuk menghasilkan konsistensi dalam penggunaan judgment. Kesesuaian judgment yang dilakukan oleh pemeriksa sangat memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan dan opini yang diberikan. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesi pemeriksa juga bergantung pada kemampuan pemeriksa untuk membuat judgment yang tepat dan akurat.

Disamping itu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 17 menyatakan bahwa Penyerahan LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah, disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah BPK menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat/daerah. Waktu yang singkat dan personel yang terbatas, hal itulah yang mengobrak-abrik kemampuan pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya. Pemeriksa harus mengeluarkan berbagai keahlian dalam satu waktu.

Untuk memeriksa sebuah akun belanja modal seperti pembangunan jalan dan jembatan, pemeriksa harus melakukan Teknik Sampling dan Profesional Judgement untuk memilih sampel dari populasi paket pekerjaan. Kemudian dilanjutkan dengan cek fisik lapangan dengan menge-core jalanan yang dilakukan bersama tenaga ahli, disaksikan PPK/PPTK dan pihak ketiga. Hal tersebut mungkin bukan perkara mudah karena target waktu yang dikejar.

Teknik cek fisik lapangan juga sering dilakukan pada saat memeriksa aset seperti persediaan, rumah dinas dan kendaraan dinas. Biasanya dilakukan untuk melihat apakah aset yang dicatat sesuai spek dan jumlah dengan aset yang ada.

Contoh selanjutnya, ketika memeriksa belanja bantuan sosial (bansos) atau hibah. Selain melihat kelengkapan bukti audit, pemeriksa harus mengkonfirmasi kepada pihak yang menerima hibah atau bansos dan jika ada fisik yang dibangun maka harus dilakukan cek fisik apakah bangunan telah selesai sampai tahun anggaran berakhir.

Selain tahapan di atas, ada satu lagi teknik pemeriksaan yang sering dilakukan seorang pemeriksa yaitu wawancara. Wawancara adalah proses komunikasi dua arah antara dua atau lebih individu, di mana satu pihak (pewawancara) bertanya dan mendapatkan informasi dari pihak lain (responden atau narasumber) dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang suatu topik, memperoleh informasi spesifik, atau memecahkan masalah. Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai konteks, baik formal maupun informal, dan dapat melibatkan berbagai jenis pertanyaan, mulai dari pertanyaan terbuka hingga pertanyaan tertutup, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan komunikasi.

Secara umum, proses wawancara melibatkan persiapan sebelumnya, yaitu merencanakan pertanyaan yang akan diajukan berdasarkan tujuan dan konteks wawancara, kemudian menyampaikan pertanyaan secara sistematis kepada narasumber, mendengarkan dengan saksama tanggapan narasumber, dan menggali lebih dalam jika diperlukan. Wawancara sering kali mencakup interaksi verbal, tetapi juga dapat melibatkan bahasa tubuh dan ekspresi non-verbal lainnya. Seorang pemeriksa akan mewawancarai pejabat terkait, misalnya bendahara untuk menilai apakah realisasi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Akhirnya, kita berharap pemerintah daerah yang good government dan clean government dapat terwujud dengan adanya Pemeriksaan Laporan Keuangan. Pemeriksaan Laporan Keuangan yang dilaksanakan setiap tahun, menuntut komitmen yang tinggi Pemerintah Daerah untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus dalam mengelola keuangan daerah. Semoga.

Referensi:

Jurnal

Budiman, Rizal Y., Sondakh, Julie J., Pontoh, Winston. 2015. Pelaksanaan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh Anggota Tim Yunior pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi , Vol. 10, No. 1.

Buku

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Nugraha, Setiawan. 2005. Teknik Sampling. Bogor: Departemen Pendidikan Nasional Inspektorat Jenderal.

Internet

https://bantuan.simpkb.id/books/panduan-pgp-asesor/ch03/3-wawancara.html, diakses tanggal 9 Februari 2024

22/02/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Peran Foresight BPK : Menyediakan Pilihan Alternatif Kebijakan dan Strategi untuk Membuat Indonesia Lebih Baik

by admin2 10/01/2024
written by admin2

Oleh: Rico Nasri Yanedi, Pemeriksa Ahli Muda pada Ditama Renvaja

Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan bagian penting dalam sistem pengawasan keuangan negara di Indonesia. Melalui pemeriksaan, BPK memberikan insight (wawasan) yang mendalam tentang kinerja pemerintah, oversight (pengawasan) terhadap peraturan dan prosedur yang berlaku, dan foresight (kemampuan meramalkan) dalam konteks pemeriksaan oleh BPK di Indonesia. Pemeriksaan BPK memiliki peran vital dalam memastikan akuntabilitas keuangan negara dan efisiensi pengelolaan sumber daya publik. Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memastikan bahwa pemeriksaan BPK memberikan manfaat optimal bagi pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan.

Tulisan ini membahas peran yang strategis dari BPK dalam menyediakan pilihan alternatif kebijakan dan strategi untuk mengembangkan Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Foresight, yang bertujuan untuk memahami perkembangan masa depan dan dampaknya, merupakan alat penting dalam merencanakan langkah-langkah kebijakan yang tepat. Dengan menggunakan metode foresight yang canggih, BPK dapat memainkan peran yang signifikan dalam mengevaluasi kebijakan yang ada, serta menyusun solusi yang inovatif untuk tantangan masa depan yang dihadapi oleh Indonesia.

Sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara, BPK memiliki peran yang penting dalam membantu pemerintah mengambil keputusan kebijakan yang berdampak positif bagi pembangunan Indonesia. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, foresight menjadi pijakan utama dalam mengembangkan pilihan alternatif kebijakan dan strategi.

Foresight adalah proses mengidentifikasi dan memahami tren, kejadian, dan perubahan yang mungkin terjadi di masa depan, serta dampaknya terhadap kebijakan dan strategi yang ada saat ini. Melalui analisis dan eksplorasi masa depan yang sistematis, BPK dapat mengembangkan wawasan dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi yang akan datang.

Dalam konteks kebijakan publik, foresight dapat memberikan manfaat berikut:

  1. Identifikasi Risiko dan Peluang: dengan meramalkan kemungkinan risiko dan peluang di masa depan, BPK dapat membantu pemerintah mengantisipasi dan merespons tantangan yang muncul.
  2. Evaluasi Kebijakan yang Ada: Foresight memungkinkan BPK untuk secara objektif mengevaluasi kebijakan yang ada, mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan, serta menyusun perbaikan yang lebih baik.
  3. Penyusunan Kebijakan Inovatif: Melalui foresight, BPK dapat menghasilkan ide-ide inovatif dan alternatif kebijakan yang dapat memberikan solusi terhadap masalah yang kompleks dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
  4. Antisipasi Perubahan: dengan memahami tren dan perkembangan masa depan, BPK dapat membantu pemerintah dalam mengantisipasi perubahan dan meningkatkan responsivitas terhadap perubahan tersebut.
  5. Pengambilan Keputusan yang Tepat: dengan menyediakan pilihan alternatif kebijakan dan strategi yang berbasis pada analisis foresight yang komprehensif, BPK dapat memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik dan informasi yang lebih akurat.
  6. Inovasi Kebijakan: Melalui foresight, BPK dapat menciptakan ruang untuk inovasi dalam pengembangan kebijakan dan strategi sehingga dapat menjawab tantangan baru yang muncul.

BPK telah melaksanakan oversight dan memberikan insight kepada pemerintah sejak BPK berdiri pada tahun 1947. Pemeriksaan laporan keuangan, termasuk didalamnya pemeriksaan atas sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kinerja serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu semua dijabarkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.

Semua LHP BPK kemudian dirangkum tiap semester ke dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang memuat ringkasan mengenai hasil pemeriksaan yang signifikan, hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan hasil pemantauan penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah dalam satu semester. Laporan ini juga memuat mengenai pemantauan hasil pemeriksaan investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli. Rangkuman pemeriksaan dalam IHPS tersebut dapat memberikan gambaran dan tren sebagai salah satu alat atau pendekatan untuk mengembangkan foresight bagi pemerintah dalam rangka memberikan tinjauan dan alternatif kebijakan masa depan, misalnya Pendapat BPK yang berperspektif foresight di mana rekomendasi pada LHP mungkin tidak dapat menyelesaikan persoalan persoalan yang bersifat makro dan strategis serta menjawab tantangan masa depan.

Untuk memberikan pilihan alternatif kebijakan dan strategi yang lebih baik, BPK dapat menerapkan pendekatan berikut:

  1. Menggunakan Metode Analisis Skenario: BPK dapat mengembangkan skenario masa depan yang berbeda-beda untuk menganalisis konsekuensi dari berbagai kebijakan dan strategi yang diusulkan.
  2. Kolaborasi dengan Stakeholder Terkait: BPK harus berkolaborasi dengan pemerintah, mitra non-pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas kebijakan dan strategi yang diusulkan.
  3. Memastikan Keterhubungan dengan Perencanaan Jangka Panjang: Foresight BPK harus diintegrasikan dengan perencanaan jangka panjang pemerintah untuk memastikan bahwa pembangunan Indonesia berjalan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.
  4. Pengembangan Model dan Skenario: BPK dapat mengembangkan model dan skenario yang beragam untuk menganalisis implikasi kebijakan dan strategi alternatif terhadap tujuan pembangunan jangka panjang.
  5. Evaluasi dan Pemantauan: BPK harus secara terus-menerus melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap pilihan alternatif kebijakan yang disusun berdasarkan analisis foresight, serta mengadaptasinya sesuai dengan perubahan lingkungan.

Penerapan foresight dalam BPK dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menyediakan pilihan alternatif kebijakan dan strategi yang lebih baik untuk meningkatkan kemajuan Indonesia. Dalam menghadapi tantangan masa depan yang tidak pasti, BPK perlu melibatkan pemangku kepentingan yang beragam, mengembangkan model dan skenario, serta melakukan evaluasi dan pemantauan secara terus-menerus. Dengan cara ini, BPK dapat memainkan peran strategis dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Meningkatkan insight, oversight, dan foresight dalam pemeriksaan BPK di Indonesia adalah langkah penting untuk mendukung kebijakan yang berorientasi pada hasil dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. mengidentifikasi sejumlah tantangan yang perlu diatasi, serta memberikan rekomendasi praktis untuk memperbaiki sistem pemeriksaan BPK. Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan pemeriksaan BPK dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam mewujudkan Indonesia menjadi lebih baik.

Sumber referensi:

Pendapat (Strategic Foresight ) BPK: Membangun Kembali Indonesia dari COVID-19 – Skenario, Peluang, dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh

Buku Seri I Strategic Foresight BPK: Scenario Planning, Dampak, dan Proyeksi di Berbagai Bidang pada Masa dan Pascapandemi COVID-19 – Pandangan Para Pakar dan Praktisi

Buku Seri II Strategic Foresight BPK: Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi COVID-19 -Pandangan Pengambil Kebijakan di Tingkat Pusat dan Daerah

https://www.bpk.go.id/news/bpk-wujudkan-peran-foresight-melalui-penyusunan-buku-membangun-kembali-indonesia-pasca-covid-19

https://foresight.bpk.go.id/

https://www.gao.gov/about/what-gao-does/audit-role/csf

10/01/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita TerpopulerSLIDERSuara Publik

Pengawal Keuangan Negara

by Achmad Anshari 10/11/2023
written by Achmad Anshari

Abdul Aziz, BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah

Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan mematuhi peraturan yang ada serta tertib, mengedepankan prinsip efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Agar prinsip-prinsip tersebut tercapai, maka perlu ada yang mengawal pelaksanaan keuangan negara. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pengawal keuangan negara bisa diasosiasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal. Kedua lembaga tersebut memiliki tugas utama untuk mengawal setiap penggunaan uang negara.

BPK dibentuk berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tepatnya pada pasal 23E. Dalam pasal 23E disebutkan bahwa “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri“. BPK tidak berada di bawah kendali Presiden, DPR, maupun MPR. BPK memiliki posisi yang sejajar dengan tujuh lembaga tinggi lainnya yaitu Presiden, DPR, DPD, MPR, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Terbitnya UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan semakin mengukuhkan keberadaan BPK. BPK sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dibutuhkan perannya untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Keuangan negara merupakan salah satu instrumen negara yang digunakan untuk mewujudkan tujuan negara. BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. 

BPKP terbentuk dari embrio sebuah lembaga bernama Djawatan Akuntan Negara (DAN) pada tahun 1936. Secara kelembagaan DAN berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan. Terbitnya Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 melahirkan Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Kementerian Keuangan. DDPKN menjalankan tugas pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan. Tugas tersebut sebelumnya diemban oleh DAN. DDPKN bertransformasi menjadi BPKP berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983. BPKP lahir didasari atas adanya kebutuhan sebuah lembaga pengawasan intern pemerintah independen dari manajemen pemerintahan di setiap instansi pemerintah. Aturan terbaru mengenai BPKP diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014. Perpres tersebut menjelaskan bahwa BPKP mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.  BPKP berada di bawah Presiden  dan bertanggungjawab kepada Presiden. Salah satu fungsi yang diselenggarakan oleh BPKP yaitu melaksanakan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang di dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/daerah. 

Kehadiran BPK dan BPKP sangat dibutuhkan oleh Republik Indonesia agar pengelolaan keuangan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Pengawalan yang dilakukan oleh BPK berupa pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan diharapkan mampu mengurangi potensi terjadinya tindak pidana korupsi. Sedangkan BPKP melakukan pengawalan keuangan negara sebagai pihak internal untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah berjalan sesuai dengan ketentuan, efektif, efisien, dan memastikan bahwa sistem pengendalian internal berjalan dengan baik. Meskipun memiliki perbedaaan wewenang, tugas, dan kedudukan yang berbeda, kedua lembaga tersebut memiliki peran yang sama untuk mengawal proses pelaksanaan pengelolaan keuangan negara agar sesuai dengan peraturan yang ada serta tertib, mengedepankan prinsip efisien, ekonomis efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Referensi:

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

https://www.bpk.go.id

https://jumanto.com/

https://www.bpkp.go.id/

https://www.bpkp.go.id/kalsel/

10/11/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Digitalisasi Pemilihan Umum

by Achmad Anshari 09/10/2023
written by Achmad Anshari

Benu Pandubrata Judasubrata,

Pemeriksa Ahli Pertama pada BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung

Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemiliham Umum Pasal 1 menyatakan Pemilihan umum atau Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Digitalisasi (bahasa Inggris: digitizing) merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan proses alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun video menjadi bentuk digital. Digitisasi dilakukan untuk membuat arsip dokumen bentuk digital, untuk fungsi fotokopi, dan membuat koleksi perpustakaan digital.

Salah satu bentuk digitalisasi di Indonesia adalah peralihan Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi e-KTP atau KTP Elektronik. KTP merupakan kartu identitas resmi penduduk yang wajib dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah berusia 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Sejak tahun 2011, Indonesia telah melakukan transformasi dalam hal data kependudukan yang ditandai dengan penggunaan KTP Elektronik. Syarat WNI memiliki KTP sama dengan syarat pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu. Menurut UU Nomor 7 tahun 2017, syarat menjadi pemilih dalam Pemilihan Umum (pemilu) adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, dan atau sudah pernah kawin. Oleh karena itu, seluruh warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih seharusnya sudah memiliki e-KTP. Dengan adanya e-KTP, idealnya data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdapat pada KTP dapat menjadi data tunggal yang digunakan sebagai dasar daftar pemilih dalam pelaksanaan Pemilu. 

Sejak era reformasi, Pemilu di Indonesia telah dilaksanakan sebanyak lima kali, dimulai sejak tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pemilu di Indonesia juga terus bertransformasi terlihat dari pemilih yang sebelumnya adalah anggota legislatif hingga akhirnya pemilih adalah seluruh WNI yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih. Tidak berhenti sampai disitu, proses pelaksanaan pemilu juga terus bertransformasi, terbukti sejak tahun 2019 Indonesia telah melaksanakan “Pemilu Serentak” yang pertama kali dan akan dilaksanakan kembali pada tahun 2024 mendatang. Pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia tentunya membutuhkan data daftar pemilih berkelanjutan yang valid dan akurat. Walaupun saat ini Indonesia sudah menerapkan e-KTP yang salah satu manfaatnya adalah untuk terciptanya keakuratan data penduduk, namun pemutakhiran daftar pemilih masih menjadi permasalahan. 

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) selaku institusi yang dibentuk untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah melaksanakan Pemeriksaan Kinerja atas Penyelenggaraan Pemilu Serentak  Tahun 2019. Pada pemeriksaan tersebut, setidaknya ditemukan permasalahan yang sama pada beberapa entitas yaitu “Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih Dalam dan Luar Negeri”. Permasalahan tersebut setidaknya ditemukan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung nomor 46/LHP/XVIII.BLP/12/2019, KPU Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan LHP BPK-RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah nomor 62/LHP/XIX.PAL/12/2019, dan KPU Provinsi Jawa Timur berdasarkan pada LHP BPK-RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur nomor 107/LHP/XVIII.SBY/12/2019.

Permasalahan atas pemutakhiran data yang tidak optimal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tugas panitia pelaksana pemilu yang begitu berat. Hal ini diketahui pada saat pelaksaan pemilu 2019 ditemukan 894 petugas KPPS yang meninggal dunia. Panitia pelaksana pemilu memiliki tugas dan tanggung jawab mulai dari melakukan pendataan atas pemilih, mempersiapkan logistik persiapan pemilu (kertas suara,bilik suara hingga kotak suara), dan melakukan perhitungan suara.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dan fakta permasalahan di lapangan seharusnya dapat dijadikan sebagai dasar Pemerintah untuk memperbaiki mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak. Beberapa mitigasi resiko yang dapat dilakukan Pemerintah dapat melalui digitalisasi pemilihan umum. Digitalisasi Pemilu dapat dilakukan untuk beberapa tahapan yang ada, seperti proses validasi data pemilih yang berdasarkan data NIK yang ada pada database hingga proses pemilihan secara digital.

Sejak penggunaan e-KTP di Indonesia, seharusnya data NIK yang dimiliki setiap WNI menjadi single number yang berarti satu NIK untuk satu WNI sehingga proses verifikasi dapat dilakukan dengan cara online. Proses verifikasi data dengan metode online sudah dimanfaatkan oleh beberapa sektor bisnis, khususnya dalam dunia perbankan. Proses validasi data dalam tahap pembukaan rekening pada beberapa Bank di Indonesia sudah dilaksanakan dengan menggunakan metode video call sehingga petugas dapat melakukan validasi data pemilih dengan lebih cepat dan terdokumentasikan dengan baik.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) telah mengeluarkan produk e-Voting. Sistem Elektronik Voting (e-Voting) adalah sebuah sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, mengirim hasil perolehan suara, menayangkan perolehan suara, memelihara, dan menghasilkan perhitungan suara.

Penggunaan teknologi memang memberikan kemudahan bagi para penggunanya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik kemudahan tersebut akan ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya. Beberapa negara yang sudah melaksanakan mekanisme e-voting seperti Canada, Estonia, Belanda, Jerman dan Filipina telah merasakan kelebihan dan kelemahan dalam proses digitalisasi pemilu. Kelebihan yang dirasakan Estonia sejak melaksanakan e-voting pada tahun 2007 yaitu proses pemilu dapat memberikan kemudahan akses pemilih dan verifikasi data  pemilih. Hal tersebut dikarenakan seluruh penduduk Estonia telah memiliki Smart ID Card yang dapat mengurangi resiko pemilih ganda.

Sejak tahun 1990-an Belanda telah menggunakan mekanisme e-voting secara efektif. Namun kelemahan e-voting dirasakan oleh Belanda pada tahun 2007, sistem e-voting milik Belanda mengalami peretasan sehingga sejak saat itu Belanda sudah tidak menggunakan mekanisme e-voting. Kemudian kelemahan pelaksanaan e-voting juga dialami oleh negara tetangga yaitu Filipina yang melaksanakan e-voting sejak tahun 2010. Pada tahun 2022, Filipina menggunakan Vote Counting Machine (VCM) yaitu mesin untuk menghitung hasil pemungutan suara secara aktual namun dalam pelakasanaan terdapat beberapa permasalahan seperti kertas suara yang macet, pemindai VCM yang rusak hingga ouput yang gagal dicetak.

Digitalisasi pemilu dapat efektif jika proses validasi data pemilih, pengambilan dan perhitungan suara yang dapat dilakukan dengan cepat dan valid. Dalam hal efisiensi, digitalisasi pemilu dapat mengurangi beban seluruh orang yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu, baik panitia, peserta, maupun pemilih. Sedangkan pada aspek ekonomis, kebutuhan biaya pemilu dapat dikurangi dengan signifikan mulai dari mengurangi biaya pencetakan surat suara, pengadaan bilik suara, hingga proses distribusi logistik kebutuhan pemilu.

Memasuki era Society 5.0 sejak dua tahun lalu, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan kemudahan teknologi seperti yang telah diterapkan oleh beberapa negara dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan dari penerapan digitalisasi pemilu guna membantu dalam proses bernegara untuk menghasilkan pemerintahan yang lebih baik. KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu sebaiknya dapat bersinergi guna mengurangi resiko dan meningkatkan aspek Efektif, Efisiensi, dan Ekonomis (3E) dalam pelaksanaan Pemilu.

Referensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Digitisasi

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/22/15460191/refleksi-pemilu-2019-sebanyak-894-petugas-kpps-meninggal-dunia

https://www.inti.co.id/wp-content/uploads/2023/01/e-Voting.pdf

Fungsi dan Kegunaan e-KTP – DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PURBALINGGA (purbalinggakab.go.id)

https://www.idntimes.com/tech/trend/izza-namira-1/negara-yang-sudah-menerapkan-evoting-dalam-pemilu?page=all

09/10/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Sesat Pikir Penyusunan Indikator Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah

by Achmad Anshari 26/05/2023
written by Achmad Anshari

Oleh A M Zdavir Sapada S.E., – Pemeriksa Ahli Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara

Dalam Audit Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Upaya Penanggulangan Kemiskinan TA 2021 Provinsi Sulawesi Tenggara (Provinsi Sulawesi Utara), ditemukan bahwa dalam menanggulangi kemiskinan, sejumlah dinas belum menemukan indikator yang tepat dalam upaya mengatasi kemiskinan. Padahal, untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah daerah (pemda) perlu untuk menemukenali indikator yang tepat agar dapat mengentaskan akar masalah kemiskinan. Namun demikian, masalah yang sering terjadi adalah pemda seringkali keliru dalam mengidentifikasi indikator-indikator terkait. Alih-alih menyasar masyarakat miskin, pemerintah daerah lebih menargetkan produktivitas, atau secara lebih spesifik, secara an sich pada pertumbuhan itu sendiri. Masih pada laporan yang sama, sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) alih-alih merencanakan untuk menargetkan pada indikator yang lebih mendalam (spesifik), SKPD seringkali menargetkan pada indikator yang bersifat lebih umum (general). 

Menyasar indikator nonspesifik berpotensi membuat sasaran program salah sasaran, yang Ketika dijalankan, diterima oleh kelompok yang seharusnya tidak menerima (golongan berpendapatan mampu). Kekeliruan atau kegagalan dalam menentukan indikator yang tepat dapat bersifat fatal: Misalnya, dapat disimak pada sejumlah SKPD yang menyasar untuk meningkatkan jumlah produksi sektor komoditi unggulan pertanian/perkebunan atau misalnya jumlah produksi perikanan. Padahal, bisa jadi Sebagian besar pelaku industri yang berada pada sektor tersebut didominasi oleh individu dengan pendapatan menengah ke atas.

Walhasil, kebijakan maupun belanja anggaran yang dijalankan berpotensi bukan hanya tidak tepat sasaran, namun juga menghasilkan: pemborosan anggaran, kesenjangan yang kian melebar, yang membuat diperlukannya peningkatan anggaran bagi masyarakat miskin di tahun anggaran berikutnya yang bukan hanya untuk kemiskinan, namun juga mengatasi kesenjangan yang kian parah. Hal ini menekankan akan pentingnya dalam menemukan indikator yang jelas agar dapat merumuskan kebijakan yang tepat sehingga belanja anggaran yang dijalankan dapat efektif dan efisien, serta tepat sasaran. Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri pada tahun 2018 berada pada 11,63 persen (307,1 ribu jiwa), sementara pada tahun 2022 mencapai 11,27 persen (314,74 ribu jiwa) dari total penduduk. Angka tersebut menunjukkan bahwa kebijakan program maupun kebijakan penganggaran yang dilaksanakan pemda belum menunjukkan kemajuan yang berarti dalam mengatasi kemiskinan. 

Sen dan Postulat Pembangunan

Dalam Development as Freedom, yang ditulis oleh ekonom penerima Nobel, Amartya Sen, dalam pembangunan, Sen tidak lupa menyebutkan pentingnya demokrasi bagi suatu negara. Hal tersebut dikarenakan hadirnya demokrasi di suatu negara memungkinkan masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi kepada wakil rakyat agar terserap yang kelak diharapkan dapat dijadikan bahan pokok pikir bagi DPRD yang disampaikan ke pemerintah melalui fungsi legislasi DPRD, dan karenanya, turut membantu dalam merumus-bentuk kebijakan pemerintah. Dalam bukunya sendiri, Sen menyampaikan bahwa, untuk berhasil, pembangunan mensyaratkan sejumlah hal: 1) Kebebasan politik dan transparansi; 2) Kebebasan dalam memperoleh peluang juga mencakup akses terhadap kredit; 3) Perlindungan ekonomi melalui perlindungan sosial.

Penjelasan Sen tidak hanya menunjukkan bahwa pemerintah sejatinya tidak dapat sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi belaka, namun juga terdapat indicator social lain dalam menjamin pembangunan dan pertumbuhan ekonomi: Kebebasan politik menjadi penting dimana masyarakat diberi kesempatan mengawasi keseimbangan jalannya pemerintah. Sementara, transparansi memberi jaminan kepada warga bahwa fungsi kebijakan program dan penganggaran dilaksanakan dengan baik; Kebebasan dalam memperoleh peluang mempostulatkan kebijakan pemerintah yang bersifat inklusif dan non-diskriminatif, yang berarti bahwa setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dan memperoleh jaminan dari pemerintah akan hak-hak dasar, seperti jaminan keamanan, jaminan atas hak keuangan, serta jaminan memperoleh layanan maupun pekerjaan tanpa diskriminasi; Perlindungan ekonomi menjamin masyarakat kurang mampu agar dapat berdaya dan keluar dari jerat kemiskinan. Segala indicator ini memiliki indikatornya masing-masing, kebebasan politik misalnya, dapat diukur melalui Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), dimana Prov. Sultra menunjukkan indeks yang menurun dari 74,32 pada tahun 2018 menjadi 67,73 pada tahun 2022. Penurunan ini cukup mengkhawatirkan karena, penurunan ini dapat menunjukkan tidak terserapnya aspirasi masyarakat sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berpotensi tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat, yang sekali lagi, berpotensi pada kebijakan program dan kebijakan penganggaran yang tidak efektif dan efisien.

Indikator Kemiskinan Lainnya

Selain indikator yang diperkenalkan Sen, juga terdapat indikator yang diperkenalkan oleh Oxford Poverty & Human Development Initiative (OPHI) bersama United Nations Development Programme (UNDP), yang dikenal sebagai Indeks Kemiskinan Multidimensi atau disebut juga Multidimensional Poverty Index (MPI). Indikator yang dikembangkan pada tahun 2010 ini ditujukan sebagai sarana untuk mengukur kemiskinan yang mempertimbangkan dimensi selain indicator keuangan, yang mencakup: Kesehatan, Pendidikan, serta indikator standar hidup untuk menghitung peristiwa dan keparahan kemiskinan dalam suatu populasi.

MPI mengembangkan 3 indikator tersebut secara lebih mendalam, dimana indikator Kesehatan terdiri dari pemenuhan nutrisi dan kematian anak, indicator Pendidikan menggunakan lama sekolah dan tingkat kehadiran sekolah, sementara standar hidup menggunakan penggunaan bahan bakar memasak, sanitasi, air minum, listrik, rumah, dan asset. Alat pengukuran ini digunakan karena berbagai indikator tersebut dianggap mampu mempengaruhi tingkat kemiskinan seseorang. Lama sekolah dan tingkat kehadiran siswa di sekolah, misalnya, mengukur tahun lama sekolah siswa dan tingkat kehadiran siswa di sekolah. Hal ini menegaskan bahwa walau suatu daerah memiliki tingkat tahun lama sekolah yang tinggi, hal ini perlu diiringi dengan tingkat kehadiran siswa yang tinggi untuk menjamin bahwa seluruh (atau jika tidak Sebagian besar) siswa turut menikmati Pendidikan dan karenanya indicator ini setidaknya menjamin lama tahun Pendidikan diiringi dengan kualitas pendidikan yang merata.

Pada tahun 2022, indicator rata-rata lama sekolah di Sulawesi Tenggara memiliki angka 9,25 tahun, yang sementara di Sulawesi Selatan (sebagai pembanding dengan provinsi yang dianggap maju di Pulau Sulawesi) hanya mencapai 8,63 tahun. Menariknya, walau rata-rata lama sekolah di Sulawesi Tenggara lebih tinggi dibanding Sulawesi Selatan, mengapa Pengeluaran per Kapita (disesuaikan) Sulawesi Tenggara lebih rendah (Rp.9,708 juta) dibanding Sulawesi Selatan (Rp.11,430 juta)?

Pergeseran Stigma: Menuju Paradigma Indikator dan Pertumbuhan Baru

Pemutakhiran indikator kesejahteraan bukan merupakan hal yang tabu terjadi pada dunia ekonomi, bahkan dunia pengetahuan. Kuhn bahkan menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan bergeser menuju paradigma baru yang berasal dari pemahaman terbaru setelah hadirnya pemahaman dan fakta-fakta baru pada ilmu pengetahuan. Beberapa tahun sebelum MPI dikembangkan, didasarkan ketidakpuasan terhadap indikator Produk Domestik Bruto (PDB), Sarkozy, Presiden Prancis, menugaskan 3 ekonom ternama: Stiglitz, Sen, dan Fitoussi untuk memperbaharui indikator kemajuan sosial-ekonomi. Karenanya, untuk mencapai hal tersebut, juga dibutuhkan pemahaman terbaru terhadap pengertian kesejahteraan.

Dalam perjalanannya, telah terjadi pergeseran paradigma yang besar dalam memahami pertumbuhan: Indikator PDB mungkin bisa menunjukkan bagaimana kemajuan (progress) ekonomi suatu daerah, namun gagal menunjukkan kesenjangan. Hal ini dikarenakan boleh jadi produktivitas tersebut lebih banyak dinikmati atau diserap kelompok menengah atas. Sehingga, pemahaman terhadap kesejahteraan perlu diperbaharui. Hal ini bukannya mengabaikan fungsi PDB itu sendiri. Namun, paradigma baru ini memperlihatkan bahwa PDB bukan menjadi indicator satu-satunya dalam mengukur kesejahteraan. Indikator MPI yang diperkenalkan oleh OPHI dan UNDP serta pandangan Sen menawarkan pandangan segar dalam memahami pembangunan dan kesejahteraan. Sehingga, diharapkan pengetahuan tersebut dapat membantu pemda dalam merumus-bentuk kebijakan program dan penganggaran yang lebih tepat dalam mengentaskan kemiskinan.

Terakhir, menemukenali akar masalah kemiskinan menjadi penting dalam menuntaskan permasalahan tersebut. Namun, menentukan indikator yang tepat dalam mengatasi akar permasalahan yang lebih jauh berpengaruh terhadap penentuan kebijakan program dan penganggaran juga tidak kalah pentingnya. Hal ini dikarenakan, kekeliruan dalam memahami indikator kemiskinan yang tepat untuk menuntaskan masalah tersebut dapat berakibat fatal: memperburuk keuangan daerah, menghambat kemajuan pada program terkait, berkurangnya anggaran pada program lain akibat harus mengalokasikan pada program kemiskinan yang gagal pada tahun anggaran sebelumnya, serta tentu, tak lupa, turut berpengaruh pada opini bagi pemda setempat.

26/05/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara Publik

Bisakah Artificial Intelligence (AI) Menggantikan Auditor?

by Achmad Anshari 17/05/2023
written by Achmad Anshari

Oleh Rakhmat Alfian, S.Kom., M.Kom., Pemeriksa Ahli Pertama pada BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung

Auditor

Auditor atau pemeriksa merupakan seorang profesional yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara, daerah ataupun perusahaan. Tugasnya melakukan evaluasi atas keakuratan, kelengkapan, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, dan juga efektifitas, ekonomis dan efisiensi. 

Secara umum auditor bekerja dengan cara:

  1. menelaah peraturan 
  2. menganalisa proses bisnis, data dan dokumen (seperti: data belanja, pendapatan, dokumen perencanaan, pelaksanaan atau kontrak perjanjian)
  3. wawancara dan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait
  4. pemeriksaan fisik atas hasil pekerjaan
  5. membuat kesimpulan serta rekomendasi.

Artificial Intelligence (AI)

Teknologi saat ini berkembang dengan sangat pesat, khususnya di bidang kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). AI dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem komputer yang dapat mensimulasikan kecerdasan manusia dan melakukan tugas-tugas yang membutuhkan kemampuan kognitif mirip manusia, melalui pembuatan algoritma dan model yang memungkinkan komputer atau mesin untuk menganalisa, berpikir, belajar, dan juga mengambil keputusan (1).

Bagai pisau bermata dua, selain memudahkan pekerjaan, kehadiran AI ini membuat banyak jenis pekerjaan terdisrupsi. Di bidang manufaktur, penggunaan robot yang dikendalikan oleh AI membuat jumlah pekerja dalam perusahaan menjadi drastis. Di bidang kesehatan, AI mampu melakukan interpretasi gambar output dari CT Scan, MRI dan X-Ray secara otomatis dengan akurasi tinggi, yang membuat pekerjaan radiolog mulai terdisrupsi. Begitu juga dalam bidang konsultasi kesehatan, AI mampu memberikan diagnosis umum dan rekomendasi kesehatan atas informasi medis yang diberikan pengguna. Pada kendaraan tanpa pengemudi (self driving car), translator customer service dan bahkan resepsionis, juga mulai terdisrupsi dengan adanya AI.

Lalu apakah AI bisa menggantikan auditor?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telaah terlebih dahulu apa saja yang telah dapat dilakukan AI dalam pelaksanaan kerja oleh auditor.

  1. Analisa Data. Analisa ini dilakukan dengan meminta daftar atau register pengeluaran dan pendapatan dari auditee/entitas pemeriksaan. Berdasarkan data tersebut selanjutnya auditor akan memilih sampel, menilai keakuratan data, resiko dan juga menilai apakah ada indikasi kecurangan/fraud. Saat ini aplikasi pengolahan data seperti Microsoft Excel, Tableau, Power BI, R dan Python telah mampu melakukan analisa tersebut. Tidak hanya untuk pengolahan data dan sampling, ketika telah dikonfigurasi dengan parameter dan kriteria tertentu, aplikasi tersebut dapat memberi insight secara real time.
  2. Analisa Dokumen.  Proses ini dilakukan dengan mengambil dan mereviu informasi yang penting dalam dokumen. AI saat ini memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Hanya dengan mengupload file dengan bentuk text seperti word dan pdf, AI akan langsung mengambil informasi yang diperlukan oleh pengguna, seperti ketentuan, klausa, hak, kewajiban, tanggal, lokasi, nilai, item pembayaran, dan informasi lainnya. Pengguna juga dapat menambahkan parameter agar aplikasi tersebut langsung memberikan hasil analisa, seperti kesimpulan dan titik-titik krusial mana yang harus menjadi perhatian. Aplikasi yang telah ada antara lain-lain Kira Systems, eBrivia, Seal Software, Docusign dan Evisort. Aplikasi ini telah digunakan oleh banyak perusahaan di Amerika Serikat seperti Intel, Google, Deloitte, Unilever dan Aon.
  3. Wawancara dan Konfirmasi. Langkah ini dilakukan untuk mencari informasi dari pihak-pihak terkait akan suatu permasalahan ataupun pelaksanaan prosedur. Hasil dari wawancara ini akan dituangkan ke dalam berita acara ataupun bukti dokumentasi berupa rekaman. Perkembangan AI ditambah dengan fitur speech to text atau text to speech, mampu membuat wawancara dapat dilakukan secara virtual, dengan feedback secara langsung oleh komputer. Teknologi ini telah diterapkan dalam proses wawancara perekrutan pegawai oleh Human Resource Development (HRD) dari perusahaan seperti Magellan Health, Kuehne+Nagel, Brother International Corporation dan Stanford Health Care (2). AI bahkan dapat mengenali emosi, bahasa tubuh, atau intonasi suara yang dapat memberikan wawasan tambahan tentang kualitas komunikasi dan kepribadian calon pegawai. Teknologi ini jika dikembangkan dengan algoritma dan model tertentu juga dapat diterapkan untuk proses wawancara dalam pemeriksaan.
  4. Pemeriksaan fisik. Pada tahapan ini auditor melakukan pengujian apakah pekerjaan yang dilaksanakan telah sesuai dengan dokumen sumber. Biasanya pemeriksaan fisik dilaksanakan untuk menguji stok persediaan, pendapatan, belanja atau pekerjaan infrastruktur. Untuk pekerjaan ini, AI dapat diterapkan melalui penggunaan drone dan Google Earth Pro. Drone saat ini dapat digunakan untuk mengambil informasi di suatu lokasi, pemeriksaan konstruksi dan bahkan pembuatan 3D modeling (3). Aplikasi Google Earth Pro saat ini telah dilengkapi fitur untuk melakukan pengukuran luas dan juga timelapse untuk melihat kondisi di suatu area pada periode tertentu, dengan data sejak tahun 1985. Kombinasi drone dan Google Earth Pro, tentunya dapat membantu dalam melihat resiko awal dalam hal penilaian asersi keterjadian dan keberadaan. Namun demikian, untuk pelaksanaan pemeriksaan fisik ini masih sangat diperlukan peran pemeriksa untuk menguji asersi lainnya seperti kelengkapan dan penilaian.

Berdasarkan penjelasan di atas, dengan integrasi, AI akan memiliki kemampuan yang hebat dalam menganalisis data dan melakukan tugas-tugas lain auditor secara otomatis dengan tepat dan cepat. Namun, hal tersebut tidak menjadikan AI dapat menggantikan manusia. Ada beberapa alasan mengapa AI tidak dapat sepenuhnya menggantikan pemeriksa, yaitu:

  1. Tanggung Jawab Profesional. Pemeriksa memiliki tanggung jawab profesional terhadap hasil dan rekomendasi pemeriksaan, termasuk apa saja yang digunakan dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut. Auditor harus melakukan tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa audit dilakukan dengan integritas, akurat, dan sesuai dengan standar dan etika profesi audit. Akan sulit ketika ada permasalahan, namun AI yang diminta pertanggungjawabannya. Selain itu harus terus dipastikan bahwa algoritma dan model yang diterapkan AI tetap relevan dengan perkembangan peraturan dan kondisi yang ada di masyarakat. 
  2. Penilaian subyektif. Pemeriksa seringkali dihadapkan pada situasi yang memerlukan penilaian subyektif dan interpretasi akan suatu hal yang kompleks. AI cenderung beroperasi berdasarkan algoritma yang telah diprogram, sehingga kurang mampu dalam membuat penilaian yang melibatkan aspek kontekstual dan diskresi.
  3. Penilaian etis atau tidak suatu hal. Dalam pelaksanaan pengambilan keputusan, pemeriksa tetap harus mempertimbangkan kebijakan, peraturan, dan nilai-nilai etis dalam melakukan pemeriksaan. Keputusan akan etis tidaknya suatu masalah masih memerlukan penilaian dan pertimbangan manusia, atau tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada AI.

Referensi:

(1) Russel, S., & Norvig, P. (2010). Artificial Intelligence: A Modern Approach (Third Edition)

(2) Blehar, M. (2023, Mei 11). 6 Companies Successfully Using AI in Their Recruiting Strategies. Diakses melalui Phenom: https://www.phenom.com/blog/examples-companies-using-ai-recruiting-platform

(3) Daley, S. (2023, Mei 11). AI Drones: How Artificial Intelligence Works in Drones and Examples. Diakses melalui Builtin: https://builtin.com/artificial-intelligence/drones-ai-companies

17/05/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Bangun Budaya Kerja Tanpa Perundungan

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    07/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id