WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 5 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Sorotan

BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Perbaiki Pengelolaan Kas Pemerintah Pusat

by Admin 01/11/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk meningkatkan pengelolaan kas. Rekomendasi ini disampaikan BPK setelah melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan kas pemerintah pusat dalam rangka pendanaan pengeluaran pemerintah dan peningkatan nilai tambah sumber daya keuangan tahun 2021-2023.

Pemeriksaan tersebut dilaksanakan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan kas Pemerintah Pusat tahun 2021-2023 cukup efektif dalam mendukung pemenuhan pendanaan pengeluaran pemerintah dan peningkatan nilai tambah sumber daya keuangan. Meskipun demikian, masih terdapat hal yang perlu ditingkatkan.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa penentuan nilai penggunaan SAL yang dianggarkan sebagai sumber pembiayaan APBN belum sepenuhnya mempertimbangkan pemanfaatan nilai SAL secara optimal. “Terdapat estimasi nilai SAL pada tahun 2021-2023 sebesar Rp24,14 triliun-Rp53,40 triliun yang seharusnya dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan pada APBN tahun bersangkutan, namun tidak dimanfaatkan oleh pemerintah,” demikian dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024.

Selain itu, pemerintah juga belum sepenuhnya memanfaatkan nilai Pembiayaan Lainnya-SAL yang tidak direalisasikan pada APBN tahun sebelumnya sebagai sumber pembiayaan APBN tahun berjalan. Akibatnya, dana SAL yang telah dianggarkan dalam APBN belum memberikan manfaat yang optimal serta Pemerintah kehilangan potensi untuk mendapatkan sumber pembiayaan APBN yang lebih murah.

BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku BUN, agar mengusulkan, membahas, dan mempertanggungjawabkan penyesuaian anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun berjalan dengan memperhitungkan anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun sebelumnya yang tidak direalisasikan, serta
menetapkan mekanisme pengusulan, pembahasan, dan pertanggungjawaban atas penyesuaian anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun berjalan, sesuai mekanisme yang disepakati bersama DPR.

01/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Pemeriksaan BPK Ungkap Pengadaan CBP Belum Diatur Secara Jelas

by Admin 31/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dalam pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP). Temuan ini terungkap dalam pemeriksaan kinerja atas pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan tahun 2021-semester I tahun 2023 yang  dilaksanakan pada Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, BPK mengungkapkan bahwa tata cara pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dan harga acuan pembelian beras luar negeri belum diatur secara jelas.

CBP merupakan bagian dari penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa regulasi yang mengatur tata cara pengadaan CPP khususnya pengadaan CBP baik yang diserap dari dalam negeri maupun pembelian dari luar negeri belum disusun dan ditetapkan dengan Peraturan Bapanas.

Tata cara pengadaan CBP selama ini dilaksanakan oleh Perum BULOG. Selain itu, Bapanas juga belum menetapkan kriteria harga pembelian pemerintah atau harga acuan pembelian yang dapat dijadikan patokan bagi Perum BULOG dalam pembelian beras dari luar negeri. “Akibatnya, pengendalian atas pengadaan CPP khususnya pengadaan beras dari luar negeri lemah,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2024.

Terkait permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas agar menyusun dan menetapkan regulasi/ketentuan mengenai penyelenggaraan masing-masing CPP meliputi pengadaan dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada pengadaan barang dan jasa pemerintah, pengelolaan dan penyaluran, serta menetapkan harga
acuan pembelian luar negeri yang jelas sebagai acuan Perum BULOG dalam pengadaan beras luar negeri.

Selain soal pengadaan CBP, BPK juga menemukan permasalahan bahwa harga pangan strategis di tingkat produsen dan konsumen belum seluruhnya stabil terjaga pada tingkat harga pembelian pemerintah (HPP)/harga acuan pembelian (HAP)/harga eceran tertinggi (HET) dan terjangkau konsumen. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar harga
komoditas pangan strategis baik di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen meningkat selama tahun 2021-2023, khususnya pada komoditas beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. Selain itu, rata-rata peningkatan harga pada tahun 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun 2022, bahkan telah melewati harga acuan yang ditetapkan Bapanas.

Akibatnya, harga sebagian pangan strategis berpotensi tidak terjangkau oleh masyarakat dan mengancam ketahanan pangan nasional.

BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas supaya memerintahkan Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) agar lebihoptimal dalam melaksanakan stabilisasi harga pangan strategis dan evaluasi atas instrumennya.

31/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Alami Peningkatan

by Admin 29/10/2024
written by Admin

JAKARTA  — Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menunjukkan peningkatan kualitas tata kelola keuangan daerah. Selama lima tahun terakhir, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD meningkat dari 89,5 persen pada 2019 menjadi 90,3 persen pada 2023.

Seperti dikutip dari IHPS I 2024, opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) yang menunjukkan ketidakpastian penyajian laporan menurun dari 7 persen pada 2019 menjadi tiga persen pada 2023. BPK melaporkan total pendapatan daerah sebesar Rp1.335,47 triliun dengan beban Rp1.167,07 triliun, yang menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga efisiensi keuangan. Neraca aset tercatat Rp3.456,32 triliun dengan kewajiban Rp90,54 triliun dan ekuitas Rp3.365,78 triliun.

Meskipun capaian opini WTP meningkat secara umum, hasil pemeriksaan BPK menemukan masih adanya kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan, dengan nilai kerugian negara sekitar Rp2,45 triliun dan potensi kerugian sebesar Rp405,2 miliar. Dari total 546 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan BPK, terdapat 13.271 masalah keuangan yang mencakup 5.426 kasus kelemahan pengendalian dan 7.845 kasus ketidakpatuhan.

Pada 2023, BPK juga memantau empat daerah otonomi baru (DOB) yang ditetapkan, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Pemeriksaan LKPD terhadap 546 pemda baru berjalan sepenuhnya, memastikan tata kelola keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

Opini WTP tertinggi diperoleh oleh pemerintah kota (96 persen), diikuti oleh kabupaten (89,6 persen), sementara pemerintah provinsi mencatatkan capaian 84 persen. Hal ini mendorong BPK untuk memberikan lebih banyak rekomendasi konstruktif, termasuk penguatan sistem pengendalian internal, guna meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan publik sesuai target RPJMN 2020-2024.

Dengan komitmen yang terus berlanjut, diharapkan tata kelola keuangan daerah dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam memperkuat institusi pemerintahan yang akuntabel, efektif, dan transparan.

29/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Serahkan IHPS I 2024, BPK Tekankan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Pemda dan BUMD

by Admin 28/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Sejak tahun 2005 hingga semester I tahun 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan 603.258 rekomendasi kepada pemerintah daerah dan BUMD yang diperiksa, dengan persentase yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebanyak 78,4%. Pemda dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi yang tertinggi antara lain Pemkab Pati (99,48%), Pemkab Sukoharjo (99,42%), dan Pemkab Sragen (99,28%).

“Kami mengapresiasi komitmen kepala daerah dalam percepatan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK serta meletakkan harapan pada DPD RI sebagai representasi daerah agar mengoptimalkan perannya dalam pengawasan, terutama dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI, demi perbaikan dan terwujudnya tata kelola keuangan yang semakin transparan dan akuntabel,” kata Ketua BPK Isma Yatun dalam penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (28/10/2024).

Selain itu, IHPS I Tahun 2024 juga memuat hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah periode tahun 2005 hingga semester I 2024 dengan status yang telah ditetapkan sebesar Rp5,34 triliun. Dari jumlah tersebut, nilai kerugian pada pemda dan BUMD sebesar Rp4,01 triliun.

Atas kerugian pada pemda dan BUMD tersebut telah dilakukan pelunasan sebesar Rp1,54 triliun, dalam proses angsuran sebesar Rp987,58 miliar, dan penghapusan sebesar Rp27,42 miliar. Dengan demikian masih terdapat sisa kerugian sebesar Rp1,45 triliun atau 36,21% dari total kasus kerugian daerah yang telah ditetapkan.

Isma Yatun juga menyampaikan bahwa pada tahun 2023 sebanyak 16 pemda berhasil meningkatkan opini dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2023.

BPK mengapresiasi upaya 16 pemda yang telah mampu meningkatkan opini LKPD. Upaya yang telah dilakukan oleh pemda tersebut antara lain: melakukan pemulihan atas kelebihan pembayaran, meningkatkan pengawasan dan kecermatan verifikasi, melakukan pencairan belanja sesuai dengan peruntukan, serta melakukan perbaikan dalam proses penganggaran dan manajemen kas, dan memprioritaskan penyelesaian program atau kegiatan yang dibiayai dari dana yang telah ditetapkan penggunaannya.

IHPS I Tahun 2024 merupakan ringkasan dari 738 laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester I tahun 2024, terdiri dari 700 LHP Keuangan, 3 LHP Kinerja, serta 35 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). Khusus untuk pemda dan BUMD terdapat 549 LHP yang terdiri dari 547 LHP laporan keuangan dan 2 LHP DTT.

IHPS tersebut juga mengungkap hasil pemantauan BPK yang meliputi pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara, serta pemantauan atas pemanfaatan LHP investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli.

28/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2024InfografikSLIDER

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun

by Admin 25/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama periode semester I tahun 2024 berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp13,66 triliun. Jumlah tersebut berasal dari pengungkapan permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan serta dari koreksi subsidi/kompensasi listrik.

25/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Eksaminasi Panel Surya
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

BPK Ungkap Sejumlah Kendala dalam Pengembangan Pembangkit EBT di Dalam Negeri

by Admin 24/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Sebab, berdasarkan pemeriksaan BPK, terdapat beberapa kendala yang menghambat pengembangan EBT di Tanah Air.

Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan kinerja atas kesiapan pengembangan energi baru terbarukan untuk penyediaan energi bersih dan terjangkau dalam sektor ketenagalistrikan tahun 2021-semester I tahun 2023. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta instansi terkait lainnya.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menimbulkan hambatan signifikan dalam pembangunan pembangkit EBT. Hal tersebut terjadi karena belum memadainya kapasitas produksi pembangkit EBT dalam negeri. Selain itu, juga terdapat pendanaan proyek pembangunan pembangkit EBT yang terkendala klausul TKDN.

Lembaga keuangan seperti Asian Developmen Bank (ADB), World Bank, Japan International Cooperation Agency (JICA) hingga bank pembangunan dan investasi Jerman yaitu Kreditanstalt fur Wiedarautiau (KFW) Bankengruppe mengganggap kebijakan unsur TKDN tidak selaras dengan batas minimal yang ditetapkan oleh masing-masing bank.

“Hal ini mengakibatkan adanya risiko pembatalan pendanaan dari luar negeri, keterlambatan COD proyek dan pemenuhan kebutuhan listrik, biaya proyek menjadi jauh lebih tinggi karena delay dan penalti, serta klaim penjaminan pemerintah,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2024.

BPK merekomendasikan Menteri ESDM untuk segera melakukan perbaikan antara lain berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) dan Kementerian Perindustrian terkait evaluasi keselarasan regulasi atas persyaratan TKDN dan pengadaan sehingga dapat mengakomodasi pendanaan dari luar negeri tanpa mengorbankan pembangunan industri dalam negeri dan pengembangan EBT.

Temuan BPK lainnya, terdapat keterbatasan kemampuan operator listrik dalam memenuhi target pembangunan infrastruktur jaringan listrik. Keterbatasan tersebut baik dari segi kemampuan pendanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan Commercial Operation Date (COD) pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk yang terlambat dan belum dapat terealisasi.

Hal tersebut mengakibatkan koneksi jaringan ketenagalistrikan berpotensi belum dapat mendukung penyediaan listrik dan penghematan Biaya Pokok Penyediaan (BPP).

BPK telah merekomendasikan Menteri ESDM untuk segera melakukan perbaikan antara lain menyempurnakan mekanisme penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang mampu mengakomodir kebutuhan para pihak yang terlibat dalam penyediaan dan pembangunan jaringan transmisi, gardu, dan aktivitas perencanaan dan pembangunan lainnya yang terkait, termasuk didalamnya pengembangan kerangka pendanaan, dan pembiayaan, serta mengurai kendala dan sinergi percepatan penyelesaian proyek infrastruktur jaringan

24/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Serahkan IHPS I 2024, BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun

by Admin 22/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp13,66 triliun selama periode semester I tahun 2024. Penyelamatan tersebut berasal dari penyetoran ke kas negara sebesar Rp11,09 triliun, serta dari penghematan pengeluaran negara melalui koreksi subsidi/ kompensasi listrik tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp2,57 triliun.

Hal tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan yang termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024, yang disampaikan oleh Ketua BPK Isma Yatun kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR) di Jakarta, Selasa (22/10/2024). Secara resmi, buku IHPS I Tahun 2024 telah disampaikan kepada Ketua DPR RI melalui Surat Ketua BPK Nomor 139/S/I/9/2024 tanggal 30 September 2024.

Ketua BPK dalam pidatonya menjelaskan, IHPS I Tahun 2024 merupakan ringkasan dari 738 laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester I tahun 2024, terdiri dari 700 LHP Keuangan, 3 LHP Kinerja, serta 35 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). 

IHPS tersebut juga mengungkap hasil pemantauan BPK yang meliputi pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara, serta pemantauan atas pemanfaatan LHP investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli.

Untuk hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 79 LKKL dan satu LKBUN serta opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas empat LKKL. Sementara itu, untuk 546 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang diperiksa BPK, sebanyak 493 Pemda memperoleh opini WTP, 48 Pemda memperoleh opini WDP, 3 Pemda mendapatkan opini Tidak Memperoleh Pendapat atau TMP, dan 2 Pemda mendapatkan opini Tidak Wajar atau TW. 

BPK juga memeriksa empat laporan keuangan badan lainnya, yaitu LK Tahunan Bank Indonesia, LK Lembaga Penjamin Simpanan, dan LK Badan Pengelola Keuangan Haji dengan opini WTP. Sedangkan, LK Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2023 mendapatkan opini WDP.

Hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dari tahun 2005-Semester I Tahun 2024 menunjukkan sebanyak 78 persen rekomendasi telah selesai ditindaklanjuti.  “Rekomendasi BPK akan memberikan dampak yang jauh lebih luas manakala terdapat sinergi, dukungan, dan komitmen dari DPR sebagai counterpart utama BPK untuk bersama mewujudkan fungsi oversight dalam accountability chain tata kelola keuangan negara,” kata Ketua BPK.

IHPS I Tahun 2024 juga mengungkapkan peran BPK dalam memperbaiki tata kelola keuangan negara, antara lain, melalui pengungkapan permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan sebesar Rp1,55 triliun. BPK juga memiliki komitmen untuk mendukung pemberantasan korupsi melalui pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian negara sebesar Rp644 miliar.

BPK juga menyampaikan rekomendasi strategis antara lain terkait permasalahan ketidakpatuhan, kualitas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan atau program pemerintah.

22/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

Pengelolaan Informasi Perpajakan Kurang Efektif

by Admin 21/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan informasi perpajakan dalam mendukung optimalisasi penerimaan perpajakan tahun 2021-2023. Pemeriksaan dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan informasi perpajakan kurang efektif dalam mendukung optimalisasi penerimaan perpajakan. Terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan informasi perpajakan.

Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah perencanaan kebutuhan data eksternal belum sepenuhnya memperhatikan sumber data dan ketersediaan data secara sistematis dan berkesinambungan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan pemantauan kegiatan penghimpunan data ekstemal Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP) diketahui bahwa realisasi penghimpunan data eksternal dari area atau sektor yang menjadi fokus penggalian potensi masih rendah.

Hal tersebut di antaranya terjadi karena Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP) tidak memiliki data yang diminta DJP dan/atau data yang diminta merupakan jenis data baru. Selain itu, DJP juga belum membangun sistem untuk pemenuhan kebutuhan data eksternal dari e-commerce dan perkebunan untuk tingkat nasional. “Akibatnya, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan ekstensifikasi berpotensi tidak akurat dalam optimalisasi penerimaan pajak secara sistematis dan berkesinambungan,” demikian dikutip dari IHPS II 2023.

Pengelolaan kegiatan penghimpunan data eksternal dan pemantauan kegiatan penyiapan data perpajakan juga belum optimal. Berdasarkan hasil permeriksaan atas data monitoring penghimpunan data eksternal diketahui bahwa DJP belum menerima seluruh data eksternal dari ILAP Nasional dan ILAP Regional sesuai yang dipersyaratkan dalam PMK Nomor 228/PMK.03/2017. Namun, atas penyampaian surat imbauan yang tidak direspon oleh ILAP, Direktorat DIP hanya melakukan koordinasi lisan dengan person in charge pada ILAP terkait, dan tidak melakukan pengiriman kembali surat imbauan yang dapat dilakukan sampai dengan 4 kali sebagaimana yang diatur dalam SOP. Akibat permasalahan itu, terdapat risiko ketidaklengkapan dan ketidakakuratan data dan informasi untuk mendukung optimalisasi penerimaan perpajakan oleh DJP.

Permasalahan yang ditemukan BPK adalah pemanfaatan data perpajakan dalam kegiatan penelitian,pengawasan, penyelesaian keberatan, dan penyelesaian sengketa perpajakan belum optimal. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Account Representatives (AR) pada kantor pelayanan pajak (KPP) yang diuji petik belum memanfaatkan data pemicu dan data penguji dalam proses penggalian potensi perpajakan secara optimal.

KPP juga belum memanfaatkan informasi perpajakan atas 98 laporan hasil analisis (LHA) yang diterbitkan Kantor Pusat DJP dan Kanwil DJP, bahkan 19 LHA di antaranya tidak dapat ditindaklanjuti karena telah melewati daluwarsa penetapan. Akibatnya, timbul risiko tidak optimalnya penggalian potensi perpajakan.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penyusunan prioritas kebutuhan data dan sumber datanya untuk memastikan efektivitas perencanaan kebutuhan data eksternal, dan melakukan komunikasi dengan kementerian/lembaga yang memiliki data sektor e-commerce dan perkebunan untuk dilakukan evaluasi, termasuk usulan perubahan regulasi terkait e-commerce dalam pemenuhan kebutuhan data eksternal secara sistematis dan berkesinambungan.

Rekomendasi lainnya adalah melakukan pemantauan dan menyampaikan laporan hasil pemantauan penghimpunan data ILAP secara berkala kepada Menteri Keuangan untuk mendorong tindak lanjut yang lebih efektif di tingkat nasional atas pemenuhan data ILAP dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan.

Selain itu, melakukan evaluasi terhadap informasi perpajakan yang belum dimanfaatkan oleh AR pada KPP dan menindaklanjutinya sehingga tidak terjadi permasalahan berulang.

21/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaIHPS II 2023InfografikSLIDERSorotan

BPK Periksa Pengelolaan Pendapatan, Belanja, dan Aset pada PTN BH

by Ratna Darmayanti 16/10/2024
written by Ratna Darmayanti

Pada semester II tahun 2023, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan DTT-Kepatuhan atas Pengelolaan pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) terhadap 6 objek pemeriksaan, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Brawijaya (UB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Diponegoro (Undip). Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset PTN BH tahun 2022-2023.

Berdasarkan Hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset pada 6 Objek Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian. Temuan dan rekomendasi BPK dalam pemeriksaan tersebut, dapat disimak dalam infografik berikut ini.

16/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS II 2023SLIDER

BPK Minta Perpusnas Benahi Sejumlah Kekurangan

by Admin 11/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut menaruh perhatian terhadap peningkatan literasi di Indonesia. Hal itu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas layanan pemustaka dalam rangka peningkatan budaya literasi pada Perpustakaan Nasional RI (perpusnas) dan instansi lain.

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023, terdapat sejumlah temuan dari pemeriksaan yang dilakukan BPK. Salah satu temuan itu adalah Perpusnas belum mengelola koleksi serah simpan karya cetak dan karya rekam (KCKR) secara memadai, antara lain proses penerimaan, pengolahan, penyimpanan koleksi, pendayagunaan, pengawasan pelaksanaan kewajiban serah simpan, dan pelestarian preventif atas koleksi karya cetak belum sepenuhnya sesuai dengan
yang diamanatkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2018.

“Akibatnya, karya cetak dari pelaksanaan serah simpan KCKR yang belum diolah tidak dapat segera didayagunakan dan berpotensi rusak sebelum diolah dan didayagunakan/dilayankan kepada pemustaka,” demikian dikutip dari IHPS II 2023.

Permasalahan lainnya, Perpusnas belum melakukan sertifikasi pustakawan dan pelatihan teknis tenaga perpustakaan secara memadai, di antaranya tidak memilah secara jelas target peserta dalam merencanakan kegiatan sertifikasi dan pelatihan teknis tenaga perpustakaan. Akibatnya, perencanaan kebutuhan sertifikasi pustakawan belum terpetakan secara memadai dan banyak perpustakaan yang kualitas layanannya belum optimal karena tenaga perpustakaannya belum memperoleh pelatihan teknis.

Perpusnas belum berkoordinasi dengan Kemendikbudristek dalam perumusan kebijakan dan penjaminan mutu layanan, serta belum memanfaatkan program literasi digital dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyosialisasikan layanan Perpusnas.

Akibatnya, fungsi penjaminan mutu layanan perpustakaan tidak berjalan, penyebaran informasi terkait layanan perpustakaan secara luas ke masyarakat belum optimal dan ketidakhematan anggaran akibat penggunaan aplikasi perpustakaan digital yang berbedabeda.

Rekomendasi BPK kepada Kepala Perpusnas:

– Memerintahkan Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DPKP) untuk melakukan kajian terhadap jumlah penerimaan KCKR dengan baik sehingga dapat melakukan persiapan sarana penyimpanan dan melaksanakan koordinasi secara memadai untuk pengumpulan karya rekam yang dihasilkan lembaga negara dan lembaga daerah.

– Menggunakan data tenaga perpustakaan yang valid dalam merencanakan target dan pelaksanaan diklat agar dapat
mengakomodir kebutuhan diklat.

– Berkoordinasi dengan Mendikbudristek untuk penyediaan fungsi pemberian nasihat, penyampaian aspirasi masyarakat serta
pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan nasional.

– Berkoordinasi dengan Menteri Kominfo untuk memanfaatkan program literasi digital dalam menyosialisasikan layanan Perpusnas. Selain itu, berkoordinasi dengan K/L lain dalam mengembangkan aplikasi perpustakaan digital yang terintegrasi.

11/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id