WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Friday, 4 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Uncategorized

SLIDERSuara PublikUncategorized

Masa Depan Keberlanjutan: Kompas Baru Bagi Sektor Publik

by admin2 25/11/2024
written by admin2

Oleh: Muhammad Rafi Bakri. Pengelola Data dan Informasi di BPK

Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) S1 dan S2 menandai era baru transparansi global dengan menetapkan baseline universal untuk sustainability reporting. Standar ini tidak hanya menandakan perubahan, tetapi juga membuka babak baru yang berani. Misi IFRS jelas dan ambisius, mengharuskan sektor privat untuk mengungkapkan wawasan penting yang memengaruhi keputusan terkait risiko dan peluang keberlanjutan. Standar ini tidak hanya tentang kepatuhan, tetapi juga memberdayakan stakeholder laporan keuangan, yaitu mereka yang mempercayakan sumber daya mereka kepada entitas ini.

IFRS S1 “General Requirements for Disclosure of Sustainability-related Financial Information” mewajibkan entitas untuk memberikan penjelasan rinci tentang risiko dan peluang terkait sustainability. Informasi ini harus disajikan di laporan keuangan untuk membantu stakeholder membuat keputusan yang tepat dalam alokasi sumber daya ke entitas tersebut. Data terkait sustainability sangat penting karena kapasitas entitas untuk menghasilkan arus kas dalam jangka pendek, menengah, atau panjang sangat terkait erat dengan hubungannya dengan para pemangku kepentingan, masyarakat luas, ekonomi, dan lingkungan alam—semuanya terhubung dalam entity’s value chain.

Lebih lanjut, IFRS S2 “Climate-Related Disclosures” mengharuskan entitas untuk mengungkapkan risiko dan peluang yang terkait dengan perubahan iklim. Tujuan pengungkapan terkait perubahan iklim adalah untuk membantu pengguna laporan keuangan memahami proses tata kelola, pengendalian, dan prosedur yang digunakan institusi untuk memantau, mengelola, dan mengawasi risiko serta peluang terkait iklim.

Kedua standar tersebut secara bertahap pasti akan diterapkan di sektor publik. International Public Sector Accounting Standards (IPSAS), yang merupakan standar akuntansi global untuk entitas publik, sangat adaptif terhadap perubahan dalam IFRS. Urgensi terkait sustainability dan perubahan iklim juga dirasakan oleh entitas publik, sehingga penyesuaian standar diperlukan. Bahkan, Dewan IPSAS (IPSASB) telah menargetkan agar standar ini selesai disusun dan ditetapkan pada tahun 2025.

Akibatnya, Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah Indonesia (PSAP) turut mengalami perubahan. Penyesuaian ini akan mengharuskan semua entitas sektor publik, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, untuk menyusun laporan keuangan yang mengungkapkan informasi terkait sustainability dan perubahan iklim. Ini bukan sekadar persyaratan administratif, tetapi membawa harapan besar dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Selain itu, transparansi yang didorong oleh standar ini diharapkan dapat meminimalkan risiko green-fraud.

Proses penerapan standar baru oleh entitas sektor publik di Indonesia memunculkan kekhawatiran. Pasalnya, entitas sektor publik cenderung lebih lama dalam mengadopsi suatu pedoman baru dibanding sektor privat. Contoh yang jelas adalah adopsi accrual basis yang telat dalam sistem akuntansi pemerintah, yang baru diterapkan Indonesia pada tahun 2015—bertahun-tahun setelah banyak negara lain mulai melakukan transisi ini pada awal tahun 2000-an. Sekarang, pertanyaannya bukan lagi apakah perubahan ini diperlukan, tetapi tantangan apa yang akan dihadapi pemerintah Indonesia selama proses adopsi ini dan yang lebih penting, apakah pemerintah dapat mengatasinya?

Permasalahan pertama adalah ketersediaan dan keandalan data. Sustainability reporting bergantung pada data yang akurat dan terperinci untuk menilai risiko terkait iklim, dan sebagian besar pemerintah harus mengevaluasi seberapa baik data ini terintegrasi dengan kerangka tata kelola data yang ada. Mengidentifikasi dan mengamankan sumber data yang andal sangat penting untuk memantau dampak finansial dari kejadian cuaca ekstrem dan masalah terkait sustainability lainnya. Namun, banyak entitas sektor publik menghadapi sistem data yang terfragmentasi dan akses terbatas ke informasi berkualitas tinggi yang terstandar, yang mempersulit upaya untuk memenuhi persyaratan pelaporan yang ketat yang ditetapkan oleh standar ini.

Selanjutnya, pemerintah harus memastikan tidak hanya akurasi tetapi juga kredibilitas laporan keberlanjutan. Sustainability reporting masih dalam tahap awal, yang menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah untuk mengembangkan proses dan pengendalian yang kuat yang terintegrasi dengan sistem data yang sebelumnya tidak termasuk dalam pelaporan keuangan tradisional. Tingkat pengawasan akan sangat besar—informasi terkait keberlanjutan harus memenuhi standar kualitas yang sama ketatnya dengan laporan keuangan dan dilaporkan secara bersamaan, memastikan tidak ada kesenjangan dalam transparansi.

Terakhir, kapasitas sumber daya manusia di dalam institusi pemerintah menjadi tantangan mendesak. Akuntan akan dihadapkan pada akun-akun baru, metode pencatatan yang tidak dikenal, dan pengungkapan yang rumit dalam proses pelaporan. Ketidakpastian yang terlibat, terutama dengan kontingensi, adalah faktor kritis. Akuntan sekarang akan ditugaskan untuk mengantisipasi skenario di mana aliran transaksi tidak dapat ditentukan dengan pasti, memaksa mereka untuk menilai risiko yang bersifat prediktif.

Dibalik tantangan yang begitu banyak, terdapat manfaat yang sangat besar apabila IFRS S1 dan S2 dapat diterapkan oleh sektor publik di Indonesia. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara terkait sustainability dan perubahan iklim akan menjadi outcome utama dari standar tersebut.

25/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita FotoSLIDERUncategorized

Dorong Pencapaian TPB, BPK Selenggarakan Pelatihan Audit Blue Economy 

by admin2 18/11/2024
written by admin2

BALI, WARTA PEMERIKSA- BPK menyelenggarakan pelatihan berskala internasional The Development of Audit Design Matrix on Fishery, Coastal, and Mangrove di Badiklat Pemeriksaan Keuangan Negara (BDPKN Bali) pada 11-15 November 2024. Pelatihan ini diharapkan akan menjembatani gap kompetensi terkait proses perencanaan audit blue economy serta dapat membangun jaringan kolaborasi global dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di bidang perairan. 

Dalam pembukaan pelatihan yang diikuti oleh peserta dari 17 negara, Anggota VI BPK Fathan Subchi menyampaikan bahwa BPK akan menjabat sebagai Ketua INTOSAI pada 2028. BPK memimpin inisiatif global dalam audit publik dan menyoroti pentingnya pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia. 

BPK Gelar Pelatihan Audit Ekonomi Biru untuk 17 Negara
18/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
MAJALAHUncategorized

Majalah Warta Pemeriksa Edisi September 2024

by admin2 08/11/2024
written by admin2

Majalah Warta Pemeriksa edisi September 2024 telah hadir. Pada edisi ini, Redaksi mengangkat topik mengenai Pelantikan lima Anggota BPK periode 2024- 2029 yang dilaksanakan di Mahkamah Agung pada 17 Oktober 2024. Lima Anggota BPK tersebut adalah Akhsanul Khaq, Bobby Adhityo Rizaldi, Budi Prijono, Daniel Lumban Tobing, dan Fathan Subchi. Kelima Anggota BPK terpilih merupakan hasil dari uji kelayakan dan kepatutan calon Anggota BPK periode 2024-2029 yang diselenggarakan oleh DPR RI.

Isu utama lainnya yang disiapkan adalah hasil peer review dari Supreme Audit Institution (SAI) Swiss di area teknologi informasi. Hasil reviu ini akan menjadi bekal penting untuk Rencana Strategis (Renstra) BPK 2025-2029.

Simak juga liputan menarik lainnya mengenai teknologi informasi dan pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah dalam percepatan penurunan prevalensi stunting  tahun anggaran 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kota Sungai Penuh dan instansi lainnya  yang dilaksanakan oleh BPK Perwakilan Provinisi Jambi.

Masih banyak informasi menarik lain yang telah redaksi siapkan. Selamat menikmati Majalah Warta Pemeriksa Edisi September  2024.

08/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
MAJALAHSLIDERUncategorized

Warta Pemeriksa Edisi Januari 2023

by Achmad Anshari 27/02/2023
written by Achmad Anshari
Warta Pemeriksa Januari 2023
27/02/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Bagaimana Pengembangan Sistem QA di BPK?

by Admin 1 11/05/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membagi pengalamannya terkait terkait quality assurance (QA) kepada Australian National Audit Office (ANAO). Kali ini, BPK berfokus kepada tantangan yang dihadapi selama proses pelaporan QA dan bagaimana menyikapi tantangan tersebut.

“Tantangan dalam pembuatan rekomendasi yang baik, pelaksanaan tindak lanjut hasil reviu QA, dan wacana menjadikan laporan QA sebagai indikator kinerja dari auditor atau unit kerja audit.”

Pembahasan tersebut disampaikan dalam Quality Assurance (QA) Discussion sesi IV dengan tema “Navigating the QA Reporting Process” yang dilaksanakan secara virtual, beberapa waktu lalu. Kegiatan hasil kerja sama dengan ANAO ini adalah kelanjutan dari diskusi tiga topik quality assurance sebelumnya pada 5 Mei, 28 Juni, dan 28 September 2021 yang merupakan implementasi kerja sama bilateral kedua institusi pada 2021-2022.

Kali ini, Kepala Bidang Penjaminan Keyakinan Mutu Pemeriksaan, Inspektorat Utama (Itama) BPK Prima Liza menyampaikan tiga pokok bahasan. Mulai dari pengembangan sistem QA di BPK, proses pelaporan hasil QA, dan beberapa isu terbaru yang perlu didiskusikan bersama.

Menurut Prima, pengembangan sistem QA di BPK dimulai sejak 2009 dan dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama yaitu periode 2009-2014. Pada periode ini, Itama melakukan reviu QA di level audit dan kelembagaan dengan memberikan rating kepada level prosedur audit.

Fase kedua yaitu pada 2015-2021. Periode ini seiring dengan reorganisasi Itama dan diimplementasikan pula QAFa, QAPA, dan QASPA. Pada periode ini diperkenalkan laporan hasil konsolidasi QA dan implementasi rating di level laporan pemeriksaan. Diterbitkan pula laporan QA secara lebih strategis dalam konteks BPK wide dan dicetuskannya enam pilar dalam quality control.

“Fase ketiga dimulai pada 2021 dan ditandai dengan Itama mengimplementasikan engagement quality review dalam pelaksanaan tugas penjaminan mutu,” kata dia.

BPK Siap Hand-over Pemeriksaan IAEA

Prima juga memaparkan mengenai proses pelaporan hasil QA. Laporan reviu QA yang telah dibuat oleh BPK meliputi laporan reviu QA di level audit unit dan laporan konsolidasi di level organisasi BPK. Terdapat dua jalur komunikasi pelaporan, yaitu laporan tertulis dan diseminasi melalui rapat-rapat BPK, misalnya, eselon 1 dan rapat koordinasi.

Pada bagian akhir, Prima menyampaikan beberapa tantangan dalam proses pembuatan laporan QA dan komunikasi hasil reviu. Tantangan itu antara lain, penyampaian temuan reviu QA yang perlu penyempurnaan. “Kemudian tantangan dalam pembuatan rekomendasi yang baik, pelaksanaan tindak lanjut hasil reviu QA, dan wacana menjadikan laporan QA sebagai indikator kinerja dari auditor atau unit kerja audit,” ungkap dia.

11/05/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Infografis: Agenda Kegiatan SAI20

by Achmad Anshari 08/04/2022
written by Achmad Anshari
Agenda SAI20 by Warta Pemeriksa
08/04/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Auditorat Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar entry meeting Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2021 pada Kamis (6/1).
Uncategorized

Anggota BPK Ingatkan Menteri dan Kepala Lembaga untuk Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK

by Achmad Anshari 10/01/2022
written by Achmad Anshari

Anggota BPK Ingatkan Menteri dan Kepala Lembaga untuk Menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK

Auditorat Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar entry meeting Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2021 pada Kamis (6/1).
Auditorat Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar entry meeting Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2021 pada Kamis (6/1).
10/01/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Piutang Pajak Rp15 Triliun Belum Ditagih

by muhammad.anshari 19/12/2020
written by muhammad.anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan lebih tertib dan terus melakukan pembaruan data piutang pajak. Sebab, BPK sering menemukan DJP tidak memasukkan data terbaru piutang pajak.

Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi menjelaskan dokumen sumber yang digunakan DJP sebagai dasar pencatatan dan penagihan piutang pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

“Pada 2017 BPK sudah meminta Kementerian Keuangan untuk memutakhirkan sistem informasi terkait pencatatan dan pelaporan piutang pajak. Permasalahan piutang pajak ini temuan berulang dalam pemeriksaan LKPP yang belum tuntas tindak lanjutnya,” ujarnya di Jakarta. ….

STP memuat jumlah kekurangan pajak yang masih harus disetor wajib pajak berdasarkan hasil analisis DJP terhadap data Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT) dari wajib pajakk dan data lain yang diperoleh DJP dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lainnya (ILAP).

Sedangkan SKP memuat jumlah kekurangan pajak yang masih harus disetor wajib pajak berdasarkan hasil pemeriksaan DJP dan konfirmasi DJP atas faktur pajak dan atau bukti pemotongan pajak wajib pajak.

Hasil pemeriksaan LKPP 2019 menunjukkan DJP belum menerbitkan STP atas kekurangan setor pokok pajak sebesar Rp12,64 triliun dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi sebesar Rp2,69 triliun. Dengan demikian, ada kekurangan penerimaan Rp15,33 triliun.

Permasalahan lainnya menyangkut kelemahan pengendalian internal, masih ditemukan SKP yang diterbitkan secara manual tanpa melalui sistem informasi di DJP dan terlambat dimasukkan ke dalam sistem informasi.

“Atas SKP manual tersebut, DJP telah menindaklanjutinya selama pemeriksaan BPK berlangsung dengan menginputnya ke dalam sistem informasi, sedangkan permasalahan STP yang belum diterbitkan sebesar Rp15,33 triliun belum selesai ditindaklanjuti,” kata Laode.

Ia menambahkan ada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terlambat menerbitkan STP atau SKP, dan atas STP atau SKP yang telah di terbitkan secara manual juga ada yang terlambat diinput ke dalam sistem informasi. DJP juga perlu cepat memperbarui data restitusi pajak.

Berdasarkan undang-undang, wajib pajak bisa mengajukan keberatan terhadap utang pajak yang dimiliki. Data restitusi pajak tersebut juga dapat digunakan sebagai kompensasi penyelesaian utang wajib pajak.

“Kami mendorong ini segera diintegrasikan ke dalam sistem, jadi update terus piutang pajak. Jangan sampai ada STP dan SKP yang belum terbit, atau telah diterbitkan tetapi belum dilaporkan sebagai piutang. Ini berisiko karena tidak disajikan sebagai piutang dan malah dicatat di luar,” katanya.

AKN II, kata Laode, mencatat laporan barang sitaan dan agunan yang tidak disajikan secara memadai dalam laporan keuangan. Padahal , barang sitaan dan agunan diperhitungkan sebagai pengurang piutang pajak.

Karena itu, BPK mendorong DJP membuat sistem informasi yang andal dalam pembaruan data piutang pajak. Dengan demikian, data yang disajikan dalam laporan keuangan angkanya benar-benar valid dan reliable, termasuk putusan hukum maupun barang sitaan.

Untuk mengatasi permasalahan piutang pajak tersebut Menteri Keuangan telah menyampaikan rencana aksi antara lain memutakhiran sistem informasi piutang pajak dan mengimplementasikan Revenue Accounting System (RAS) untuk membentuk akun piutang pajak.

Menteri Keuangan juga akan mengkaji kembali regulasi penerbitan STP atas pembayaran pajak yang melewati jatuh tempo dan merumuskan kembali manual Indikator Kinerja Utama Tahun 2020 terkait dengan penerbitan STP dengan memperhatikan potensi penagihan pokok dan sanksi yang seharusnya.

19/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Proses Pemeriksaan Infrastruktur

by Admin 14/10/2020
written by Admin

Pemeriksaan infrastruktur oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara umum terbagi atas dua tahap. Yaitu tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaan.

Tahap perencanaan dimulai dari pemilihan sampel pemeriksaan dengan pendekatan audit yang berbasis risiko (risk based audit approach). Dengan pendekatan ini, pelaksanaan pemeriksaan akan dilakukan pengujian secara mendalam terhadap paket-paket pekerjaan infrastruktur yang memiliki nilai material secara kontrak, complicated dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan, maupun lokasi pada daerah remote area.

Perencanaan juga akan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan analisis dokumen dan pemeriksaan fisik, serta informasi-informasi awal yang dapat dikumpulkan dari media massa atau pengaduan. Koordinasi juga dilakukan dengan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.

Pemeriksa akan mengumpulkan beberapa dokumen yang dibutuhkan sebagai bahan awal pemeriksaan dari entitas yang diperiksa antara lain dokumen perencanaan pekerjaan, seperti gambar desain perencanaan awal, KAK pelaksanaan pekerjaan, bill of quantity (BoQ), serta harga perkiraan sendiri (HPS). Selain itu, dilakukan pengumpulan dokumen pelaksanaan pekerjaan meliputi antara lain dokumen kontrak yang memuat syarat umum serta syarat khusus dan spesifikasi teknis kontrak.

Persiapan selanjutnya yakni berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak entitas yang diperiksa terkait rencana diskusi awal dan pelaksanaan pemeriksaan fisik lapangan atas sampel pemeriksaan. Setelah melalui tahap perencanaan, prosesnya berlanjut ke tahap pelaksanaan. Di tahap ini, pemeriksa melakukan analisis dokumen perencanaan teknis yang menjadi dasar penyusunan bill of quantity (BoQ) dan HPS untuk menguji kesesuaian perhitungan kuantitas dan harga dalam uraian pekerjaan dengan desain perencanaan.

Analisis juga dilakukan terhadap perubahan volume pekerjaan atau pengurangan/ penambahan pekerjaan baru yang dilakukan selama masa pelaksanaan pekerjaan. Hal itu untuk menguji perubahan volume dan pengurangan/penambahan item pekerjaan baru yang dilakukan memang diperlukan berdasarkan justifikasi teknis. Pemeriksa kemudian menganalisis kesesuaian uraian pekerjaan dalam kontrak dengan syarat umum, syarat khusus, dan spesifikasi teknis kontrak yang mengatur tata cara pelaksanaan serta cara pengukuran dan pembayaran kepada penyedia jasa.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik lapangan untuk melakukan pengujian kesesuaian metode pelaksanaan pekerjaan, volume, dan spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak yang diperiksa dengan membandingkannya terhadap kontrak atau dokumen pelaksanaan pekerjaan lainnya yang menjadi acuan pekerjaan tersebut. Pemeriksaan fisik melibatkan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu, khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.

Salah satu hal yang disoroti dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidakefektifan. Ketidakefektifan adalah kondisi di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tidak tercapai sasaran yang telah ditetapkan dalam tahapan perencanaan pembangunan infrastruktur setelah pembangunan fisik infrastruktur tersebut dilaksanakan. Dalam pembangunan fasilitas puskemas, misalnya, ketidakefektifan terjadi apabila pembangunan yang awalnya bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi karena lokasi pembangunan tidak berada pada lokasi strategis yang memudahkan untuk dijangkau, maka masyarakat tidak akan secara optimal memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan.

Temuan lain yang berpotensi terjadi dalam pemeriksaan infrastruktur yakni kemahalan harga barang. Hal itu adalah tambahan biaya yang secara sengaja atau tidak sengaja dianggarkan atau dibiayakan oleh pihak-pihak terkait dalam harga pekerjaan atau harga kontrak yang mengakibatkan nilai pekerjaan tersebut lebih tinggi daripada seharusnya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan infrastruktur, kemahalan harga pekerjaan dapat terjadi saat pelaksanaan perencanaan maupun saat pelaksanaan pekerjaan. Kemahalan harga saat perencanaan antara lain dapat terjadi karena saat penyusunan harga perkiraan sendiri, survei untuk memperoleh harga pembanding atas suatu barang tidak dilakukan secara langsung kepada produsen tetapi melalui perantara.

Selain itu, kekurangan volume juga bisa menjadi temuan. Kekurangan volume dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidaksesuaian jumlah satuan pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan dengan jumlah satuan pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan sesuai kontrak yang disepakati oleh pihak-pihak terkait. Kesimpulan bahwa suatu pekerjaan dinyatakan kekurangan volume dilakukan setelah pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik dan analisis perhitungan kembali atas pelaksanaan pekerjaan yang senyatanya dilaksanakan oleh pihak terkait. l Sumber: Padang Pamungkas, Kepala Auditorat IV A

14/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Uncategorized

Film Pendek Profesionalisme

by klara.ransingin 09/10/2020
written by klara.ransingin

Film pendek mengenai budaya kerja BPK dari BPK Perwakilan Provinsi D.I. Yogyakarta

09/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id