WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Sunday, 6 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin

Ilustrasi pemeriksaan BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

BPK Periksa Penyelenggaraan Proyek MLFF di Jalan Tol, Ini Temuannya

by Admin 06/11/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Pada semester I tahun 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan 1 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Dengan Tujuan Tertentu (DTT) Kepatuhan atas tema penguatan infrastruktur, yaitu hasil pemeriksaan atas penyelenggaraan jalan tol. Pemeriksaan atas penyelenggaraan jalan tol sampai semester I tahun 2023 itu dilaksanakan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta instansi terkait lainnya.

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa penyelenggaraan jalan tol telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Permasalahan signifikan di antaranya penyelenggaraan Proyek Sistem Transaksi Nontunai Nirsentuh Berbasis Multi Lane Free Flow (MLFF) belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Hal itu seperti BPJT tidak melakukan evaluasi secara memadai atas dokumen pra feasibility study(FS) dan FS atas MLFF, calon pemrakarsa, serta identifikasi risiko atas kendala yang akan dihadapi dalam penerapan teknologi global navigation satellite system (GNSS). 

Hal ini mengakibatkan potensi tidak dapat terlaksananya MLFF, dan teknologi GNSS berpotensi tidak dapat diimplementasikan ke sistem transaksi tol nontunai nirsentuh berbasis MLFF.

Kemudian, jangka waktu jaminan pelaksanaan tahap II belum diperpanjang sesuai dengan target tanggal operasi komersial dalam amandemen ketiga. Ini mengakibatkan negara berpotensi tidak dapat memperoleh penerimaan atas jaminan pelaksanaan apabila Badan Usaha Pelaksana gagal dalam melaksanakan kewajibannya. 

Temuan lainnya yakni BPJT belum mengenakan denda keterlambatan pemenuhan tanggal operasi komersial parsial, mengakibatkan jangka waktu pelaksanaan tanggal operasi komersial menjadi tidak terkendali dan tidak jelas.

BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR agar menginstruksikan Kepala BPJT untuk mengevaluasi kembali secara komprehensif atas perjanjian kerja sama Penyelenggaraan Proyek Sistem Transaksi Nontunai Nirsentuh Berbasis MLFF, dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mempengaruhinya, dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

Periksa Tol, BPK Rekomendasikan Evaluasi Proyek Jalan Tol  
06/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Pemeriksaan BPK Hasilkan Rekomendasi Senilai Rp338 Triliun Sejak 2005

by Admin 05/11/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Setiap rekomendasi yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari hasil pemeriksaan wajib ditindaklanjuti oleh pejabat terkait. BPK pun terus memantau pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP).

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, sepanjang periode 2005-semester I 2024, BPK telah menyampaikan 741.146 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp338,04 triliun.

Tindak lanjut yang sesuai dengan rekomendasi tercatat sebanyak 578.471 rekomendasi (78 persen) sebesar Rp172,62 triliun. Kemudian, rekomendasi yang belum sesuai dengan rekomendasi sebanyak 125.844 rekomendasi (17,0 persen) sebesar Rp122,04 triliun.

Adapun rekomendasi yang belum ditindaklanjuti sebanyak 29.441 rekomendasi (4, persen) sebesar Rp18,09 triliun. Sedangkan rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 7.390 rekomendasi (1 persen) sebesar Rp25,29 triliun.

Secara kumulatif sampai dengan semester I 2024, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-semester I 2024 yang telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan adalah sebesar Rp141,17 triliun. Sebagai informasi, rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. UU Nomor 15 Tahun 2004 menyatakan secara tegas bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi tersebut.

Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dan/atau sanksi pidana.

BPK melakukan pemantauan pelaksanaan TLRHP untuk menentukan sejauh mana pejabat terkait telah melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan. Jawaban atau penjelasan tentang tindak lanjut rekomendasi disampaikan oleh pejabat yang diperiksa dan/atau pejabat yang bertanggung jawab kepada BPK. Selanjutnya, BPK menelaah jawaban tersebut untuk menentukan apakah jawaban/penjelasan pejabat tersebut telah dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPK.

05/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Program transisi energi yang sedang digencarkan pemerintah turut menjadi perhatian Badan Pemerika Keuangan (BPK) (Sumber: Freepik).
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Pendanaan Pembangkit Listrik EBT tak Memadai

by Admin 04/11/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Pendanaan pembangunan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) perlu ditingkatkan. Berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pendanaan pembangunan pembangkit EBT belum memadai.

Hal tersebut menjadi salah satu temuan dalam pemeriksaan kinerja atas kesiapan pengembangan energi baru terbarukan untuk penyediaan energi bersih dan terjangkau dalam sektor ketenagalistrikan tahun 2021-semester I tahun 2023. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta instansi terkait lainnya.

“Kesiapan pendanaan pembangunan pembangkit EBT belum memadai. Terdapat keterbatasan operator listrik untuk
mendanai pembangunan pembangkit energi terbarukan,” demikian dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024.

Secara keseluruhan selama 2021-semester I tahun 2023, realisasi pendanaan yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur
tenaga listrik dalam Rencana Kerja dan Anggran Perusahaan (RKAP) PLN di bawah kebutuhan pendanaan yang diperlukan. Dari investasi yang dianggarkan sebesar Rp230,2 triliun hanya terealisasi sebesar Rp138,2 triliun atau sebesar 60,03 persen dari RKAP atau sebesar 28,39 persen dari proyeksi investasi RUPTL.

Selain itu, skema pendanaan pengembangan EBT belum terealisasi secara optimal dimana belum ada penyusunan Komite Pengarah yang mendukung skema pendanaan Energy Transition Mechanism (ETM), serta belum terbentuknya struktur tata kelola Just Energy Transition Partnership (JETP).

Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya proyek pengembangan EBT dan bauran EBT sesuai target dan potensi defisit kelistrikan di beberapa daerah.

BPK merekomendasikan Menteri ESDM untuk segera melakukan perbaikan antara lain berkoordinasi dengan Kemenkomarves, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN untuk mendorong segera dilakukan penyusunan komite pengarah skema pendanaan ETM, penyusunan struktur tata kelola JETP, mengidentifikasi secara detail skema, sumber, dan pembagian porsi pendanaan serta mendorong lembaga keuangan dalam negeri untuk mampu membiayai pembangunan infrastrukturketenagalistrikan dengan suku bunga yang kompetitif.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan kinerja atas kesiapan pengembangan EBT untuk penyediaan energi bersih dan terjangkau dalam sektor ketenagalistrikan mengungkapkan 7 temuan yang memuat 13 permasalahan ketidakefektifan.

Percepat Realisasi Proyek Penyediaan Tenaga Listrik
04/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Perbaiki Pengelolaan Kas Pemerintah Pusat

by Admin 01/11/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk meningkatkan pengelolaan kas. Rekomendasi ini disampaikan BPK setelah melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan kas pemerintah pusat dalam rangka pendanaan pengeluaran pemerintah dan peningkatan nilai tambah sumber daya keuangan tahun 2021-2023.

Pemeriksaan tersebut dilaksanakan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan kas Pemerintah Pusat tahun 2021-2023 cukup efektif dalam mendukung pemenuhan pendanaan pengeluaran pemerintah dan peningkatan nilai tambah sumber daya keuangan. Meskipun demikian, masih terdapat hal yang perlu ditingkatkan.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa penentuan nilai penggunaan SAL yang dianggarkan sebagai sumber pembiayaan APBN belum sepenuhnya mempertimbangkan pemanfaatan nilai SAL secara optimal. “Terdapat estimasi nilai SAL pada tahun 2021-2023 sebesar Rp24,14 triliun-Rp53,40 triliun yang seharusnya dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan pada APBN tahun bersangkutan, namun tidak dimanfaatkan oleh pemerintah,” demikian dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024.

Selain itu, pemerintah juga belum sepenuhnya memanfaatkan nilai Pembiayaan Lainnya-SAL yang tidak direalisasikan pada APBN tahun sebelumnya sebagai sumber pembiayaan APBN tahun berjalan. Akibatnya, dana SAL yang telah dianggarkan dalam APBN belum memberikan manfaat yang optimal serta Pemerintah kehilangan potensi untuk mendapatkan sumber pembiayaan APBN yang lebih murah.

BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku BUN, agar mengusulkan, membahas, dan mempertanggungjawabkan penyesuaian anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun berjalan dengan memperhitungkan anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun sebelumnya yang tidak direalisasikan, serta
menetapkan mekanisme pengusulan, pembahasan, dan pertanggungjawaban atas penyesuaian anggaran Pembiayaan Lainnya–SAL pada APBN tahun berjalan, sesuai mekanisme yang disepakati bersama DPR.

01/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Pemeriksaan BPK Ungkap Pengadaan CBP Belum Diatur Secara Jelas

by Admin 31/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dalam pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP). Temuan ini terungkap dalam pemeriksaan kinerja atas pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan tahun 2021-semester I tahun 2023 yang  dilaksanakan pada Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, BPK mengungkapkan bahwa tata cara pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dan harga acuan pembelian beras luar negeri belum diatur secara jelas.

CBP merupakan bagian dari penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa regulasi yang mengatur tata cara pengadaan CPP khususnya pengadaan CBP baik yang diserap dari dalam negeri maupun pembelian dari luar negeri belum disusun dan ditetapkan dengan Peraturan Bapanas.

Tata cara pengadaan CBP selama ini dilaksanakan oleh Perum BULOG. Selain itu, Bapanas juga belum menetapkan kriteria harga pembelian pemerintah atau harga acuan pembelian yang dapat dijadikan patokan bagi Perum BULOG dalam pembelian beras dari luar negeri. “Akibatnya, pengendalian atas pengadaan CPP khususnya pengadaan beras dari luar negeri lemah,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2024.

Terkait permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas agar menyusun dan menetapkan regulasi/ketentuan mengenai penyelenggaraan masing-masing CPP meliputi pengadaan dalam negeri dan luar negeri yang mengacu pada pengadaan barang dan jasa pemerintah, pengelolaan dan penyaluran, serta menetapkan harga
acuan pembelian luar negeri yang jelas sebagai acuan Perum BULOG dalam pengadaan beras luar negeri.

Selain soal pengadaan CBP, BPK juga menemukan permasalahan bahwa harga pangan strategis di tingkat produsen dan konsumen belum seluruhnya stabil terjaga pada tingkat harga pembelian pemerintah (HPP)/harga acuan pembelian (HAP)/harga eceran tertinggi (HET) dan terjangkau konsumen. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar harga
komoditas pangan strategis baik di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen meningkat selama tahun 2021-2023, khususnya pada komoditas beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. Selain itu, rata-rata peningkatan harga pada tahun 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun 2022, bahkan telah melewati harga acuan yang ditetapkan Bapanas.

Akibatnya, harga sebagian pangan strategis berpotensi tidak terjangkau oleh masyarakat dan mengancam ketahanan pangan nasional.

BPK merekomendasikan kepada Kepala Bapanas supaya memerintahkan Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) agar lebihoptimal dalam melaksanakan stabilisasi harga pangan strategis dan evaluasi atas instrumennya.

31/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSLIDER

Rampungkan Dua LHP PKN, BPK Temukan Kerugian Negara Ratusan Miliar Rupiah

by Admin 30/10/2024
written by Admin

JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah dari dua penghitungan keuangan negara (PKN). PKN ini dilakukan BPK atas permintaan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.

Pada Selasa (29/10/2024), BPK telah menyerahkan dua Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) kepada Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri di Kantor Pusat BPK.Dua laporan itu adalah LHP Investigatif dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara (PKN) atas Pembelian Tanah yang Berlokasi di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan pada PT Pertamina (Persero) dan Instansi Terkait Lainnya. Sedangkan LHP lainnya adalah LHP Investigatif dalam rangka PKN atas Pemberian Pembiayaan kepada PT Sinergi Asia Perkasa (SAP) pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah dan Instansi Terkait Lainnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa ada penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam perkara Pembelian Tanah yang Berlokasi di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan pada PT Pertamina (Persero) yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Pertamina (Persero) sebesar Rp348,69 miliar.

BPK juga menemukan adanya penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam Pembiayaan kepada PT Sinergi Asia Perkasa oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah sebesar Rp27,72 miliar.

Penyerahan LHP ini dilakukan oleh Auditor Utama Investigasi, I Nyoman Wara, kepada Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Cahyono Wibowo. “Besar harapan kami Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dapat memanfaatkan hasil penghitungan kerugian negara ini untuk proses penyidikan kasus dimaksud,” jelas I Nyoman Wara.

Dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Investigatif, Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dan Pemberian Keterangan Ahli, disebutkan bahwa BPK melaksanakan Pemeriksaan Investigatif yang bertujuan untuk mengungkap ada atau tidaknya Kerugian Negara/Daerah yang terjadi sebagai akibat dari penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah.

30/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Alami Peningkatan

by Admin 29/10/2024
written by Admin

JAKARTA  — Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menunjukkan peningkatan kualitas tata kelola keuangan daerah. Selama lima tahun terakhir, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD meningkat dari 89,5 persen pada 2019 menjadi 90,3 persen pada 2023.

Seperti dikutip dari IHPS I 2024, opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) yang menunjukkan ketidakpastian penyajian laporan menurun dari 7 persen pada 2019 menjadi tiga persen pada 2023. BPK melaporkan total pendapatan daerah sebesar Rp1.335,47 triliun dengan beban Rp1.167,07 triliun, yang menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga efisiensi keuangan. Neraca aset tercatat Rp3.456,32 triliun dengan kewajiban Rp90,54 triliun dan ekuitas Rp3.365,78 triliun.

Meskipun capaian opini WTP meningkat secara umum, hasil pemeriksaan BPK menemukan masih adanya kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan, dengan nilai kerugian negara sekitar Rp2,45 triliun dan potensi kerugian sebesar Rp405,2 miliar. Dari total 546 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan BPK, terdapat 13.271 masalah keuangan yang mencakup 5.426 kasus kelemahan pengendalian dan 7.845 kasus ketidakpatuhan.

Pada 2023, BPK juga memantau empat daerah otonomi baru (DOB) yang ditetapkan, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Pemeriksaan LKPD terhadap 546 pemda baru berjalan sepenuhnya, memastikan tata kelola keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

Opini WTP tertinggi diperoleh oleh pemerintah kota (96 persen), diikuti oleh kabupaten (89,6 persen), sementara pemerintah provinsi mencatatkan capaian 84 persen. Hal ini mendorong BPK untuk memberikan lebih banyak rekomendasi konstruktif, termasuk penguatan sistem pengendalian internal, guna meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan publik sesuai target RPJMN 2020-2024.

Dengan komitmen yang terus berlanjut, diharapkan tata kelola keuangan daerah dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam memperkuat institusi pemerintahan yang akuntabel, efektif, dan transparan.

29/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

Serahkan IHPS I 2024, BPK Tekankan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Pemda dan BUMD

by Admin 28/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Sejak tahun 2005 hingga semester I tahun 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan 603.258 rekomendasi kepada pemerintah daerah dan BUMD yang diperiksa, dengan persentase yang telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebanyak 78,4%. Pemda dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi yang tertinggi antara lain Pemkab Pati (99,48%), Pemkab Sukoharjo (99,42%), dan Pemkab Sragen (99,28%).

“Kami mengapresiasi komitmen kepala daerah dalam percepatan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK serta meletakkan harapan pada DPD RI sebagai representasi daerah agar mengoptimalkan perannya dalam pengawasan, terutama dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI, demi perbaikan dan terwujudnya tata kelola keuangan yang semakin transparan dan akuntabel,” kata Ketua BPK Isma Yatun dalam penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (28/10/2024).

Selain itu, IHPS I Tahun 2024 juga memuat hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah periode tahun 2005 hingga semester I 2024 dengan status yang telah ditetapkan sebesar Rp5,34 triliun. Dari jumlah tersebut, nilai kerugian pada pemda dan BUMD sebesar Rp4,01 triliun.

Atas kerugian pada pemda dan BUMD tersebut telah dilakukan pelunasan sebesar Rp1,54 triliun, dalam proses angsuran sebesar Rp987,58 miliar, dan penghapusan sebesar Rp27,42 miliar. Dengan demikian masih terdapat sisa kerugian sebesar Rp1,45 triliun atau 36,21% dari total kasus kerugian daerah yang telah ditetapkan.

Isma Yatun juga menyampaikan bahwa pada tahun 2023 sebanyak 16 pemda berhasil meningkatkan opini dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2023.

BPK mengapresiasi upaya 16 pemda yang telah mampu meningkatkan opini LKPD. Upaya yang telah dilakukan oleh pemda tersebut antara lain: melakukan pemulihan atas kelebihan pembayaran, meningkatkan pengawasan dan kecermatan verifikasi, melakukan pencairan belanja sesuai dengan peruntukan, serta melakukan perbaikan dalam proses penganggaran dan manajemen kas, dan memprioritaskan penyelesaian program atau kegiatan yang dibiayai dari dana yang telah ditetapkan penggunaannya.

IHPS I Tahun 2024 merupakan ringkasan dari 738 laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester I tahun 2024, terdiri dari 700 LHP Keuangan, 3 LHP Kinerja, serta 35 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). Khusus untuk pemda dan BUMD terdapat 549 LHP yang terdiri dari 547 LHP laporan keuangan dan 2 LHP DTT.

IHPS tersebut juga mengungkap hasil pemantauan BPK yang meliputi pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara, serta pemantauan atas pemanfaatan LHP investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli.

28/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2024InfografikSLIDER

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun

by Admin 25/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama periode semester I tahun 2024 berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp13,66 triliun. Jumlah tersebut berasal dari pengungkapan permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan serta dari koreksi subsidi/kompensasi listrik.

25/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Eksaminasi Panel Surya
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2024SLIDER

BPK Ungkap Sejumlah Kendala dalam Pengembangan Pembangkit EBT di Dalam Negeri

by Admin 24/10/2024
written by Admin

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Sebab, berdasarkan pemeriksaan BPK, terdapat beberapa kendala yang menghambat pengembangan EBT di Tanah Air.

Hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan kinerja atas kesiapan pengembangan energi baru terbarukan untuk penyediaan energi bersih dan terjangkau dalam sektor ketenagalistrikan tahun 2021-semester I tahun 2023. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta instansi terkait lainnya.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menimbulkan hambatan signifikan dalam pembangunan pembangkit EBT. Hal tersebut terjadi karena belum memadainya kapasitas produksi pembangkit EBT dalam negeri. Selain itu, juga terdapat pendanaan proyek pembangunan pembangkit EBT yang terkendala klausul TKDN.

Lembaga keuangan seperti Asian Developmen Bank (ADB), World Bank, Japan International Cooperation Agency (JICA) hingga bank pembangunan dan investasi Jerman yaitu Kreditanstalt fur Wiedarautiau (KFW) Bankengruppe mengganggap kebijakan unsur TKDN tidak selaras dengan batas minimal yang ditetapkan oleh masing-masing bank.

“Hal ini mengakibatkan adanya risiko pembatalan pendanaan dari luar negeri, keterlambatan COD proyek dan pemenuhan kebutuhan listrik, biaya proyek menjadi jauh lebih tinggi karena delay dan penalti, serta klaim penjaminan pemerintah,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS I 2024.

BPK merekomendasikan Menteri ESDM untuk segera melakukan perbaikan antara lain berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) dan Kementerian Perindustrian terkait evaluasi keselarasan regulasi atas persyaratan TKDN dan pengadaan sehingga dapat mengakomodasi pendanaan dari luar negeri tanpa mengorbankan pembangunan industri dalam negeri dan pengembangan EBT.

Temuan BPK lainnya, terdapat keterbatasan kemampuan operator listrik dalam memenuhi target pembangunan infrastruktur jaringan listrik. Keterbatasan tersebut baik dari segi kemampuan pendanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan Commercial Operation Date (COD) pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk yang terlambat dan belum dapat terealisasi.

Hal tersebut mengakibatkan koneksi jaringan ketenagalistrikan berpotensi belum dapat mendukung penyediaan listrik dan penghematan Biaya Pokok Penyediaan (BPP).

BPK telah merekomendasikan Menteri ESDM untuk segera melakukan perbaikan antara lain menyempurnakan mekanisme penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang mampu mengakomodir kebutuhan para pihak yang terlibat dalam penyediaan dan pembangunan jaringan transmisi, gardu, dan aktivitas perencanaan dan pembangunan lainnya yang terkait, termasuk didalamnya pengembangan kerangka pendanaan, dan pembiayaan, serta mengurai kendala dan sinergi percepatan penyelesaian proyek infrastruktur jaringan

24/10/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan Urgensi Kolaborasi Nasional
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Majalah Warta BPK Edisi Maret 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Februari 2025

    04/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi Januari 2025

    04/07/2025
  • Warta BPK: Nama Baru, Semangat yang Sama

    02/07/2025
  • Wakil Ketua BPK Soroti Risiko Fraud Digital, Tekankan...

    01/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id