WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Thursday, 24 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Lakukan Pemeriksaan Tematik Pembangunan SDM

by Admin 1 25/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II tahun ini akan melakukan pemeriksaan tematik mengenai pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Pemeriksaan tematik merupakan pemeriksaan yang dilakukan beberapa satuan kerja secara serentak.

Pemeriksaan berkaitan dengan tema yang terdapat pada kebijakan dan strategi pemeriksaan BPK atas program pemerintah dalam suatu bidang yang diselenggarakan berbagai entitas pemeriksaan. Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, pemeriksaan tematik atas pembangunan SDM sebetulnya telah disiapkan sejak akhir 2019 hingga semester I 2020.

Akan tetapi, seiring adanya pandemi Covid-19, BPK memfokuskan sumber daya pemeriksaan pada upaya pemerintah dalam menangani pandemi. “Jadi, karena melihat perkembangan isu pemeriksaan dan arahan pimpinan, AKN (Auditorat Keuangan Negara) VI mengubah rencana pemeriksaannya menjadi pemeriksaan atas penanganan Covid-19,” ungkap Dori yang pernah menjabat sebagai Kepala Perwakilan BPK RI Papua kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Terkait pemeriksaan penanganan Covid-19, Dori menjelaskan bahwa AKN VI turut melakukan pemeriksaan penanganan Covid-19 di bidang kesehatan, pendidikan, dan keuangan daerah. Ia menegaskan, pemeriksaan atas penanganan Covid-19 pun tetap berlanjut pada tahun ini.

“Oleh karena itu, selain melakukan pemeriksaan penanganan Covid-19, AKN VI melaksanakan pemeriksaan tematik nasional atas pembangunan SDM,” ujar Dori.

Rencana pemeriksaan pembangunan SDM sekaligus mengimplementasikan strategi pemeriksaan pada Renstra BPK 2020-2024. Secara umum, tutur dia, pemerintah memiliki tiga strategi utama dalam pembangunan SDM, yaitu penguatan sektor kesehatan, pendidikan dan daya saing, serta reformasi perlindungan sosial.

Strategi pembangunan tersebut dilaksanakan oleh lintas kementerian atau lembaga. Oleh karena itu, satuan-satuan kerja di BPK akan bergerak bersama untuk melakukan pemeriksaan tematik nasional atas pembangunan SDM sesuai dengan bidang tugas dan portofolio masing-masing.

“Hal ini menunjukkan bahwa BPK sebagai lembaga pemeriksa harus agile dalam menyikapi kondisi yang berkembang dalam isu pemeriksaan keuangan negara. Kita memang telah merencanakan pemeriksaan, namun apabila isu pemeriksaan menghendaki perubahan, maka kita harus cepat menyesuaikan dengan kondisi lapangan,” ucap Dori.

25/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Lakukan Pemeriksaan atas Penerapan e-Government di Daerah

by Admin 1 24/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Auditorat Utama Pemeriksaan Keuangan Negara (AKN) V BPK melaksanakan sejumlah pemeriksaan kinerja pada semester II 2020. Salah satu pemeriksaan yang dilakukan berfokus pada percepatan penerapan sistem pemerintah berbasis elektronik atau e-government.

“Ini kita lakukan melalui pemeriksaan kinerja atas penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik di Kemendagri pada 2019-2020. Selain itu kita lakukan pemeriksaan di daerah pada 42 pemda,” ungkap Auditor Utama Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, AKN V menaungi pemeriksaan untuk entitas Kemendagri dan perwakilan BPK di wilayah barat. Pada tahun lalu, AKN V juga melaksanakan pemeriksaan kinerja untuk mendukung pemeriksaan tematik nasional pada 2021 terkait peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM).

Akhsanul mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan yakni pemeriksaan kinerja atas efektivitas penerapan kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan madrasah. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Agama yang merupakan salah satu entitas di lingkungan AKN V. Kemudian, terdapat pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) pada UIN Sunan Gunung Jati dan UIN Syarif Hidayatullah.

Upaya meningkatkan pemeriksaan kinerja juga dilakukan BPK dengan menerapkan skema Long Form Audit Report (LFAR) dalam pemeriksaan laporan keuangan. Pada tahun ini, seluruh perwakilan BPK akan menggunakan LFAR dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tingkat provinsi. Hal ini melanjutkan proyek percontohan pada pemeriksaan semester I tahun lalu yang dilaksanakan pada lima provinsi.

Tahun lalu, Akhsanul menjelaskan, pemeriksaan dengan pendekatan LFAR dilaksanakan dengan tema terkait pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Aceh, Lampung, dan Jawa Timur. Kemudian, pemeriksaan kinerja dengan tema terkait penanganan bencana dilaksanakan di Banten.

“Kemudian di DKI Jakarta yang memang menjadi perhatian publik adalah pengendalian pencemaran udara,” ungkap Akhsanul.

Pada tahun ini, seluruh perwakilan baik di wilayah barat maupun timur akan melakukan pemeriksaan dengan pendekatan LFAR. Tema-tema pemeriksaan yang dipilih nantinya diharapkan berkaitan dengan perhatian publik. Selain itu, tema pemeriksaan juga perlu dikaitkan dengan target pembangunan jangka menengah daerah tersebut. Akun-akun signifikan dalam laporan keuangan seperti aset juga bisa menjadi sorotan. “Terkait pelayanan publik dan program utama masing-masing Pemda yang sifatnya khas juga bisa menjadi pertimbangan,” ujarnya.

24/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V BPK RI Prof Dr Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

Audit Universe: Kolaborasi Pemeriksa Intern dengan Pemeriksa Ekstern dalam Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah

by Admin 1 23/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Prof Dr Bahrullah Akbar, MBA, CIPM, CPA, CSFA, CFrA/Anggota V BPK RI

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Audit Universe merupakan salah satu pendekatan dalam audit yang dikembangkan sebagai usaha untuk melakukan audit yang lebih efektif berdasarkan konsep risk-based audit. Audit Universe adalah sekumpulan kompenen atau unit dalam suatu organisasi atau program kegiatan yang dapat diaudit (auditable components) untuk dapat mendukung perencanaan audit dalam mengidentifikasi cakupan pemeriksaan yang paling sesuai.

Auditable components adalah komponen dalam suatu organisasi seperti area bisnis, proses, struktur atau unit organisasi, atau kegiatan yang mengandung risiko sehingga memerlukan audit. Kriteria apakah suatu komponen tersebut auditable diantarnya adalah kontribusi dan signifikasi terhadap tujuan organisasi dan pertimbangan antara biaya dan manfaat jika dilakukan audit (CIIA, 2020).

Setiap organisasi atau kegiatan memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga pendekatan Audit Universe harus disesuaikan dengan struktur, proses, dan tingkat maturitas risiko di organisasi tersebut. /There is no ‘one size fits all’. Oleh karena itu, auditable components dalam Audit Universe di suatu entitas bisa berisi puluhan bahkan ratusan komponen atau unit. Tergantung dari skala, kompleksitas, dan tingkat risiko dari organisasi atau area bisnis tersebut.

Audit Universe sudah banyak dipraktikkan oleh pemeriksa intern. Salah satu manfaat Audit Universe adalah kegiatan pemeriksaan menjadi jelas terkait dengan lingkup area yang harus diaudit, sehingga strategi pemeriksaan menjadi efektif. Audit Universe juga memetakan risiko, pengendalian, dan peraturan-peraturan pada setiap unit bisnis sehingga pemahaman komprehensif atas seluruh aktivitas dapat dinilai dengan baik. Audit Universe memberikan tingkat transparansi pada area yang tidak diaudit dan area yang yang berisiko yang akan diaudit, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk menggunakan sumber daya yang optimal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan audit.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menurut PP No 60 Tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, SPIP diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sedangkan pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Aparat yang melaksanakan pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Peran Pemeriksa Ekstern 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pemeriksa ekstern di Indonesia. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

BPK di lingkup internasional dalam melaksanakan mandat, terkorelasi dengan ISSAI (International Standard Supreme Audit Institution) dengan mengikuti pola pelaksanaan mandat mengikuti model yang dikembangkan oleh INTOSAI sebagai practice noticed. Model yang dinamakan sebagai the accountability organization maturity model terdiri dari enam tingkatan yang terdiri dari (1) combating corruption; (2) enhancing transparency; (3) assuring accountability; (4) enhancing economy, efficiency, ethics, equity, and effectiveness; (5) increasing insight; dan (6) facilitating foresight. Tingkatan pertama sampai keempat merupakan pelaksanaan fungsi oversight, tingkatan kelima insight, dan tingkatan keenam pelaksanaan fungsi foresight. Secara lengkap the accountability organization maturity model dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 1: The Accountability Organization Maturity Model

Kolaborasi

Secara umum kolaborasi adalah hubungan kerja sama yang dilakukan oleh beberapa pihak yang menghasilkan tujuan yang sama. Kolaborasi dimaknai sebagai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, dan tanggung jawab. Pihak-pihak yang berkolaborasi memiliki tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat, Haryono, 2012.

Menurut Abdulsyani (2007) kolaborasi adalah suatu bentuk proses social dengan aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. Sedangkan menurut Edward M Marshal (1995) kolaborasi adalah proses yang mendasar dari bentuk kerja sama yang melahirkan kepercayaan, integritas, dan terobosan melalui pencapaian konsensus, kepemilikan, dan keterpaduan pada semua aspek organisasi.

Transparansi

Transparansi adalah salah satu bagian dari karakteristik good governance yang dikemukakan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Ada 9 (sembilan) karakteristik yang meliputi partisipasi (participation), aturan hukum (rule of law), transparansi (transparency), daya tangkap (responsiveness), berorientasi konsensus (consensus orientation), berkeadilan (equity), efektivitas dan efisien (efektiveness and efisiency), akuntabilitas (accountability), dan visi strategi (strategi vision), World Conference on Governance, UNDP, 1999.

Menurut Mardiasmo, definisi transparansi (2004:30) berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.

Sementara menurut Bappenas dan Kemendagri (2002), transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan, dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. Ini berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan adalah salah satu bentuk transparansi yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintah.

Akuntabilitas

Akuntabilitas juga salah satu karatkteristik yang dikemukakan oleh UNDP terkait good governance. Menurut UNDP (United Nations Development Program), akuntabilitas adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat dipertanggungjawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.

Akuntabilitas mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri dari terapang good governance atau pengelolaan pemerintahan yang baik. Pemikiran tersebut bersumber bahwa pengelolaan administrasi publik merupakan isu utama dalam pencapaian menuju clean government (pemerintahan yang bersih), Akbar dan Nurbaya, 2000.

Bentuk akuntabilitas di pemda dapat dilihat pada UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 8 ayat (1). Beleid ini menjelaskan bahwa pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintah oleh daerah provinsi dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian. Sementara ayat (2) menjelaskan, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Kemudian ayat (3) menjelaskan, pembinaan dan pengawasn sebagimana ayat (1) dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh menteri.

Lebih lanjut terakait pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Daerah. Berdasarkan PP Nomor 12 tahun 2017 pasal 3 ayat 1 pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah provinsi, dilaksanakan oleh: menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pembinaan teknis. Kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk pembinaan umum dan teknis.

Sedangkan, pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa untuk provinsi dilaksanakan oleh menteri untuk pengawasan umum dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian untuk pengawasan teknis.

Untuk kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk pengawasan umum dan teknis. Sesuai PP Nomor 12 tahun 2017 pengawasan yang dilakukan DPRD bersifat kebijakan. Pengawasan tersebut meliputi (Pasal 20 ayat 2): pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan Iaporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Tiga tujuan utama

Pendekatan risk-based audit dalam Audit Universe mengandung arti bahwa pelaksanaan audit berdasarkan penilaian risiko audit sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit lebih difokuskan pada area penting terjadinya kecurangan atau penyimpangan. Tiga tujuan utama audit yang menggunakan pendekatan ini adalah untuk mengurangi risiko audit, meningkatkan efisiensi pelaksanaan audit, dan memastikan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Risiko-risiko yang perlu mendapat perhatian adalah risiko strategis terkait dengan risiko pencapaian tujuan, risiko kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, risiko operasional yaitu kendala implementasi kebijakan karena kompleksitas sistem, risiko keuangan, dan risiko kecurangan serta penyalahgunaan wewenang.

Kerangka risk based audit dalam rangka membangun kolaborasi antara pemeriksa intern dan pemeriksa ekstern dibutuhkan langkah-langkah pemahaman tentang lingkungan kapabilitas pemeriksa intern dan lokus pelaksanaan pemeriksaan di pemda tentang data Hasil Laporan Keuangan Pemda dan Data Laporan Keuangan yang berbasis IT. Pembahasan merujuk praktik best practices pemeriksaan Covid-19 di BPK terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selanjutnya mengenai langkah kolaborasi melalui analisis residual risk; big data analytics; dan akselarasi, transparansi dan akuntabilitas keuangan pemda hubungan pemeriksa intern dan ekstern.

Best Practices 

Penerapan Audit Universe pada audit eksternal pemerintah telah digagas oleh BPK melalui Pemeriksaan Tematik Nasional Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam Penanganan Covid-19. Universe atau “semesta” yang dibangun dalam audit tersebut adalah penggunaan clustering risiko dalam beberapa auditable components, yaitu berdasarkan sektor, sumber anggaran, proses perencanaan, penganggaran, implementasi, monitoring, evaluasi, pengawasan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban. Komponen semesta ini dikelompokan berdasarkan sumber-sumber anggaran yang terdiri dari sumber dana APBN, APBD, dana BI, dana LPS, dan dana BUMN. Kemudian juga dilihat secara komprehensif dari para pelaksana, yaitu seluruh kementerian dan lembaga terkait, dan masyarakat (lihat gambar di bawah ini).

Gambar 2: Audit Universe

Audit Universe penanganan Covid-19 bersifat menyeluruh dengan cakupan yang luas dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui pendekatan risk-based comprehensive audit, yaitu dengan melakukan identifikasi dan penilaian risiko mendalam dari tata kelola penanganan audit Covid-19. Pandemi Covid-19 telah memunculkan risiko-risiko baru yang biasanya tidak muncul saat kondisi normal. Seperti menurunnya pendapatan asli daerah dan dana transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah, peningkatan belanja daerah yang sifatnya darurat seperti belanja untuk kesehatan, dampak sosial ekonomi, dan jaring keamanan social, dengan jumlah uang yang mencapai Rp695,2 triliun atau mecapai ¼ dari total APBN (lihat gambar 3). Risiko-risiko ini bisa menjadi perpasive yang saling kait mengait dalam lintas sektor pertanggungjawaban publik yang merupakan bagian peta risiko yang dapat dideteksi lebih dini melalui aparat pemeriksa ekstern dan pemeriksa intern. Audit Universe merupakan pendekatan yang sangat tepat karena tidak hanya melihat dari sisi keuangan dan pertanggungjawaban keuangan, tetapi dari tata kelola dan kinerja entitas secara keseluruhan.

Residual risk

Ke depan, keberhasilan penerapan Audit Universe di pemerintahan daerah (pemda) sangat ditentukan oleh kolaborasi antara pemeriksa internal dan eksternal. (APIP) sebagai third line

Sumber: Panduan Praktis Peningkatan Kapabilitas APIP Dalam Pencegahan Tindak Penyimpangan (2018)

dalam three lines of defense melalui kegiatan pengawasan dan pemantuan dapat membantu pemeriksa BPK dalam mengelola pemeriksaan melalui risiko yang masih tersisa (residual risk). Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP menjelaskan fungsi APIP sebagai penyelenggara assurance dan early warning activites. Pendekatan holistik dalam Audit Universe yang dilakukan oleh pemeriksa intern dalam memetakan risiko di berbagai area bisnis dapat membantu BPK dalam merancang pemeriksan yang efektif dan efisien.

Pemeriksaan BPK yang efektif dan efisien dengan kontribusi APIP yang memainkan peran secara maksimal tentu saja dapat mengakselarasi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Ini karena BPK dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan cakupan pemeriksaan yang lebih luas, lebih banyak, dan lebih menyeluruh, serta menghindarkan tumbang tindih pemeriksaan.

Kolaborasi Audit Universe antara pemeriksa intern dan pemeriksa ekstern akan meningkatkan transparansi karena adanya pertukaran informasi peta risiko dan area-area kunci sehingga penentuan objek audit lebih transparan dan objektif. Pemeriksa intern dan ekstern dapat menjelaskan kepada publik proses dan hasil verifikasi pilar-pilar governance secara komprehensif sehingga keterbukaan informasi suatu organisasi atau program kegiatan atas hasil pengawasan dan pemeriksaan dapat diakses dan dimanfaatkan oleh publik secara komprehensif, tidak hanya parsial di area-area tertentu.

Dalam penanganan Covid-19 oleh pemda, informasi paripurna terhadap evaluasi atas penggunaan dana-dana pusat atau dana yang bersumber dari pemda, maupun sumber sumber lain yang sah dapat terdeteksi untuk membangun dan meningkatkan kepercayaan publik. Inti utama melihat pemeriksaan melalui follow the money and follow the function adalah kunci utama dari transparansi dengan menyediakan informasi yang terbuka bagi para pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Tabel 1

Anggaran dan Realisasi Penanganan Pandemi Covid-19 per 15 November 2020 pada Pemerintah Daerah (dalam jutaan rupiah)

BidangAnggaran (Rp)Realisasi (Rp)%
Kesehatan36.308.659,2121.572.852,7959,42
Sosial34.491.132,6422.769.663,3966,02
Penanganan Dampak Ekonomi10.143.849,153.729.772,3936,77
Lainnya2.679.168,61784.840,4029,29
Jumlah83.622.809,6148.857.128,9758,43
Sumber:  Hasil pengumpulan data dan informasi yang telah diinput dan divalidasi pada   portal covid.bpk.go.id diakses pada 19 Januari 2021 untuk 523 pemda.

BPK memberikan opini laporan keuangan merupakan bentuk transparansi dan untuk menilai akuntabilitas pemda. Pemeriksaan terhadap pemda dilaksankan atas 541 (99%) LKPD Tahun 2019 dari 542 pemerintah daerah yang wajib menyusun laporan keuangan tahun 2019. Sebanyak 1 pemda belum menyampaikan laporan keuangan kepada BPK, yaitu Pemerintah Kabupaten Waropen di Provinsi Papua. Terhadap 541 LKPD Tahun 2019 tersebut, BPK memberikan 485 opini WTP (90%), 50 opini WDP (9%), dan 6 opini TMP (1%).

Berdasarkan tingkat Pemerintahan, opini WTP dicapai oleh seluruh pemerintah provinsi di Indonesia (100%), 364 dari 415 pemerintah kabupaten (88%), dan 87 dari 93 pemerintah kota (94%). Sedangkan pada tahun 2018 terhadap 542 LKPD, BPK memberikan 443 opini WTP (82%), 86 opini WDP (16%), dan 13 opini TMP (2%). Berdasarkan tingkat pemerintahan, opini WTP dicapai oleh 32 dari 34 pemerintah provinsi (94%), 327 dari 415 pemerintah kabupaten (79%), dan 84 dari 93 pemerintah kota (90%). Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya transparansi dan akuntabilitas di pemda.

Peningkatan perbaikan tata kelola keuangan daerah yang cukup signifikan, tidak terlepas dari peran BPKP sebagai pengawas intern pemerintah. Hal ini antara lain dapat dilihat dari penggunaan sistem aplikasi pertanggungjawaban keuangan daerah berbasis IT di seluruh pemerintahan propinsi dan pemerintahan kota/kabupaten. Secara rinci BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas penggunaan aplikasi pemda tahun 2019 menunjukan sebagai berikut:

Penggunaan Aplikasi Perencanaan Daerah/e-planning

Hingga semester I Tahun 2019 hanya terdapat empat pemda (0,74%) yang menggunakan aplikasi perencanaan dari Kemendagri. Sebanyak 22 pemda (4,05%) menggunakan aplikasi perencanaan yang dibangun sendiri, 145 pemda (26,75%) menggunakan aplikasi dari pihak ketiga lainnya, 88 pemda (16,24%) menggunakan aplikasi dari BPKP. Sisanya sebanyak 283 pemda (52,21%) tidak diketahui menggunakan sistem aplikasi atau tidak.

Penggunaan Aplikasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Hingga semester 1 Tahun 2019, terdapat 78 pemda (14,39%) yang menggunakan aplikasi SIPKD. Sebagian besar, yaitu sebanyak 377 pemda (69,56%) menggunakan aplikasi SIMDA dari BPKP. Sedangkan sisanya sebanyak 78 pemda (14,63%) menggunakan aplikasi dari pihak ketiga lainnya, sebanyak 2 pemda (0,37%) menggunakan aplikasi SIPKD dan SIMDA secara bersamaan, dan sebanyak 7 pemda (1,29%) tidak diketahui apakah menggunakan sistem aplikasi atau tidak. Sampai dengan 30 Juni 2020 Penggunaan aplikasi SIMDA, telah diimplemetasikan pada 440 dari 542 pemda atau 81,18% (http://www.bpkp.go.id/sakd/konten/333/versi-2.1.bpkp).

Big data analytics

Pelaksanaan perkembangan teknologi dalam Audit Universe harus didukung oleh langkah big data analytics. Big data analytics adalah suatu proses untuk menelusuri, mentransformasi, dan melakukan modelling big data sehingga menjadi informasi yang berguna yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Audit Universe erat kaitan dengan bagaimana pemeriksa mampu mengidentifikasi risiko kunci sehingga ditemukan auditable area. Big data analytics dapat membantu mengidentifikasi dan menilai risiko bisnis yang dapat diaudit dengan mengolah data-data yang tersedia melalui algoritma kecerdasan buatan.

Pada era teknologi digital seperti saat ini, data yang tersedia begitu berlimpah. Bahkan hanya dengan desk dan remote audit, kita dapat menelusuri data menjadi sebuah tren, pola hubungan yang terkait yang dapat kita gunakan dalam pengambilan keputusan.

Implementasi big data analytics ke dalam Audit Universe untuk meningkat kolaborasi antara pemeriksa intern dan ekstern, antara lain; bagaimana menyeragamkan pemahaman data atas laporan keuangan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk dapat diterjemahkan menjadi program terarah dan terukur antara pemeriksa intern dan ekstern. Kemudian diperlukan capacity building pemeriksa intern dan ekstern dari traditional audit mindset.

Pemeriksa harus dilengkapi dengan digital litteracy yang mumpuni. Audit adalah konsep mengumpulkan kecukupan, keandalan, dan relevansi bukti untuk mendukung kesimpulan pemeriksaan. Kecukupan bukti yang didapatkan oleh para pemeriksa ekstern dari laporan pemeriksa intern akan menjadi pendukung informasi tambahan.

Selain dari pemeriksa intern untuk dapat dimanfaatkan, pada era teknologi informasi seperti sekarang ini, informasi tambahan tersedia luas secara digital. Contoh, penggunaan big data analytics dalam pemeriksaan penanganan Covid-19 yang kompleks dan luas dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas analisis data yang besar, beragam, dan terus bergerak selama pemeriksaan.

Langkah studi penggunaan big data analytics dalam pelaksaan pemeriksaan Covid-19 di pemda berpotensi menimbulkan adanya perubahan data yang besar, beragam, dan terus bergerak. Dengan demikian, pendekatan big data analytics dapat dibangun melalui tiga lapisan yang didukung oleh Sistem Aplikasi Pemeriksaan (SIAP), lapisan konsolidasi yang didukung oleh portal covid, dan selanjutnya lapisan analytics yang disajikan dalam â€œIntelligence Dashboard Covid”. Oleh karena itu, merujuk dari best practise penangan Covid-19 oleh BPK di tingkat nasional merupakan hal yang mutlak. Komunikasi dan koordinasi inten juga menjadi bagian yang mutlak dilakukan oleh pemeriksa intern dan ekstern. Ini menjadi jejaring remote audit dan penyusunan alternative prosedur pemeriksaan.

Akselarasi, transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah

BPK saat ini tengah melakukan shifting paradigma audit menjadi lebih komprehensif dan mempunyai nilai (audit value). Sehingga ke depan BPK dapat melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan pemda menjadi pemeriksaan komprehensif yaitu menggabungkan pemeriksaan yang menggabungkan aspek-aspek pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Hal ini, sesuai dengan practice notes International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 1770 yang menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan keuangan sektor publik lebih luas dari sekadar menyatakan opini mengenai penyajian laporan keuangan, dalam semua hal yang material termasuk kecukupan pengungkapan. Akan tetapi juga dibutuhkan tambahan laporan yang menekankan kepada aspek kinerja atas program utama dari suatu pemerintah.

Pemeriksaan komprehensif atau integrated audit atau yang kita kenal juga dengan istilah “Long Form Audit Report”(LFAR) bertujuan agar pemerintah tidak lagi mengejar opini WTP. Tetapi juga mengelola sumber daya yang ada semaksimal mungkin dalam melaksanakan program pembangunan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Tujuan ini kongruen dengan ISSAI 12: The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions – making a difference to the lives of citizens. Dalam hal ini adalah BPK yang dapat memberikan nilai tambah dan manfaat kepada masyarakat.

Kolaborasi peran oversight antara BPK dan pemeriksa internal ditujukan agar BPK dapat mampu melaksanakan pemeriksaan secara efektif dan efisien dalam siklus audit sesuai dengan mandatorinya. Kolabotrasi dimaksud di antaranya dalam (1) fase perencanaan audit dimana BPK memanfaatkan secara maksimal hasil laporan APIP dan kerangka residual risk.  (2) Pada tahap pelaksanaan audit, selama ini BPK contracting out dengan Kantor Akuntan Pulik (KAP) dalam memeriksa laporan keuangan pemda. Oleh karena itu, dapat dimungkinkan dalam hal ini BPK dan BPKP dapat melaksankan pemeriksaan terhadap pemda. (3) Fase pelaporan dan pascahasil pelaporan pemeriksaan dapat juga menjadi bagian untuk penggunaan evaluasi dan monitoring peran BPKP.

Kesimpulan

Pertama, Audit Universe yang diterapkan oleh pemeriksa intern di organisasnya akan sangat membantu Audit Universe yang dilaksanakan oleh pemeriksa eksternal. Audit yang dilakukan oleh pemeriksa ekstern akan dapat mengandalkan hasil dari pemerikaan internal sebagai early warning system dan analysis residual risk.

Kedua, Audit Universe yang dikombinasikan dengan big data analytics merupakan keniscayaan di tengah pesatnya perkembangan informasi digital pada era revolusi industri 4.0 dan kondisi pandemik Covid-19 pada saat ini. Big data analytics akan menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan pelaksanaan Audit Universe.

Penggunaan big data analytics yang berkolaborasi dengan BPKP membantu meningkatkan efektivitas analisis bukti pemeriksaan yang telah dikelompokkan dalam cluster risiko-risiko yang saling berhubungan. Pemeriksa juga dapat melakukan remote dan desk audit dengan mengumpulkan bukti pemeriksan tanpa harus mengandalkan interaksi langsung dengan para auditee dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Ketiga, Audit Universe yang komprehensif dapat mengakselarasi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara dan daerah. Audit Universe dapat meningkatkan transparansi dimulai sejak perencanaan audit dimana terdapat evaluasi menyeluruh terhadap area-area mana yang akan diaudit dan area-area mana yang tidak diaudit berdasarkan risiko yang melingkupinya.

Kolaborasi Audit Universe antara pemeriksa internal dengan pemeriksa ekstern akan meningkatkan transparansi karena terjadi pertukaran informasi area-area kunci sehingga pemilihan area-area yang akan diaudit lebih transparan dan objektif. Selain transparansi, Audit Universe juga dapat meningkatkan akuntabilitas karena dapat memberikan informasi secara semesta yang tidak saja terkait dengan akuntabilitas keuangan teapi juga akuntabilitas non-keuangan.

Keberhasilan kolaborasi antara pemeriksa intern dan pemeriksa ekstern diharapkan ikut mendorong budaya organisasi pemda agar transparan dan akuntabel, dengan dukungan Kemendagri terkait dengan fungsi pembinaan dan pengawasan pemda.

23/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Auditor Utama Keuangan Negara VI (Tortama KN VI) Dori Santosa bersama Kepala Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat Hery Ridwan di kantor sementara BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat di Gowa pada Jumat, 26 Februari 2021.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Perwakilan Sulbar Pastikan Pemeriksaan LKPD Telah Berjalan

by Admin 1 22/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Ardiansyah/BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat

GOWA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) memastikan bahwa kegiatan pemeriksaan interim atas LKPD se-Sulawesi Barat telah berjalan. “Untuk proses kegiatan pemeriksaan interim atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah telah berjalan, dimana 7 tim sudah berada pada entitas pemeriksaan masing-masing,” ujar Kepala Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat Hery Ridwan, belum lama ini.

Hery menyampaikan hal tersebut di hadapan Auditor Utama Keuangan Negara VI (Tortama KN VI), Dori Santosa yang mengunjungi kantor sementara BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat di Gowa pada Jumat, 26 Februari 2021. 

Pada kesempatan itu, Hery Ridwan juga mengucapkan terima kasih kepada Tortama KN VI atas dukungannya. Sehingga pegawai pelaksana BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat dapat melaksanakan kegiatan perkantoran di Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara (PKN) Gowa untuk sementara waktu.

Sebelumnya, gempa bumi mengguncang Kabupaten Mamuju pada Jumat, 15 Januari 2021 sekitar pukul 02:30 WITA dengan kekuatan magnitude 6,2 SR. Akibat gempa tersebut, kantor, asrama pegawai, dan rumah jabatan BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat mengalami kerusakan. Karenanya, kegiatan perkantoran BPK dipindahkan ke Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara (PKN) Gowa untuk sementara waktu.

Dalam sambutannya, Tortama KN VI menceritakan pengalamannya saat mengunjungi daerah-daerah bencana. Dia pun atas nama pimpinan BPK RI menyampaikan salam dan keprihatinan yang mendalam atas bencana gempa bumi yang menerpa pegawai pelaksana pada BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.

Meskipun begitu, Tortama KN VI mengingatkan bahwa kegiatan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus tetap dilaksanakan karena bersifat mandatory. “Karena ini pemeriksaan mandatory, harus dilaksanakan” jelas Dori Santosa.

Dalam kegiatan tersebut, turut dilakukan pemutaran video yang menampilkan dampak kerusakan pada kantor, asrama, dan rumah jabatan BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat. Termasuk aktivitas pegawai pascagempa, seperti koordinasi evakuasi pegawai ke tempat yang lebih aman, penerimaan bantuan, pendirian tenda darurat, dan penyaluran bantuan bagi pegawai dan masyarakat yang membutuhkan.

22/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V BPK Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK akan Perluas Penerapan LFAR

by Admin 1 19/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota V BPK Bahrullah Akbar mengatakan, BPK akan memperluas penerapan “Long Form Audit Report” (LFAR) pada tahun ini. LFAR yang merupakan laporan gabungan pemeriksaan laporan keuangan dan pemeriksaan kinerja sebelumnya telah diterapkan di lima Kantor Perwakilan BPK sebagai proyek percontohan.

Rencana memperluas penerapan LFAR tersebut disampaikan Bahrullah dalam seminar bilateral antara BPK dengan the Supreme Audit Office of Republic of Poland (NIK) bertema “Audit atas Polusi Udara”. Dalam seminar yang digelar secara virtual pada Kamis (4/2) tersebut, BPK membagikan pengalaman pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2019 yang merupakan bagian dari implementasi LFAR.

“Pada 2021, kami berencana memperluas piloting LFAR  di 16 Kantor Perwakilan BPK di Sumatra dan Jawa. Selain itu juga di beberapa Kantor Perwakilan BPK di kawasan Indonesia Timur,” kata Bahrullah.

Bahrullah menjelaskan, LFAR digagas untuk memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan. Melalui LFAR, kata Bahrullah, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang turut memperhatikan penekanan pada aspek-aspek kinerja yang dicapai entitas di dalam periode pemeriksaan.

“Pendekatan ini merupakan implementasi dari semangat International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 12 yang bertujuan mendorong pemerintah agar tidak hanya mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan. Tapi juga secara optimal mengelola sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Bahrullah.

Selain DKI Jakarta, BPK melalui AKN V melakukan pemeriksaan kinerja bersamaan dengan pemeriksaan keuangan atas LKPD secara piloting pada empat pemerintah provinsi lain di wilayah Jawa dan Sumatra. Daerah-daerah itu yakni Pemprov Aceh, Pemprov Lampung, Pemprov Banten, dan Pemprov Jawa Timur. Topik pemeriksaan kinerja di lima daerah tersebut berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing entitas.

Di Provinsi Banten, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penanggulangan bencana tahap prabencana tahun anggaran 2019 yang hasilnya belum efektif. Di Provinsi Lampung, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemda untuk mencapai target kemantapan jalan dalam mendukung pergerakan orang dan barang tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif.

Di Provinsi Jawa Timur, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan tahun anggaran 2019 yang hasilnya cukup efektif. Sementara di Aceh BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana otsus tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif. Sedangkan pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat di DKI Jakarta hasilnya masih perlu ditingkatkan.

19/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

DKI Jakarta Butuh Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara

by Admin 1 18/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan the Supreme Audit Office of Republic of Poland (NIK) menggelar seminar bilateral bertema “Audit atas Polusi Udara”. Dalam seminar yang digelar secara virtual pada Kamis (4/2) tersebut, BPK membagikan pengalaman pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2019.

Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota V BPK Bahrullah Akbar menjelaskan, pemeriksaan pengendalian pencemaran udara tersebut untuk memberikan nilai tambah pemeriksaan bagi para pemangku kepentingan melalui “Long Form Audit Report” (LFAR). Melalui LFAR, kata Bahrullah,  BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang turut memperhatikan penekanan pada aspek-aspek kinerja yang dicapai entitas di dalam periode pemeriksaan.

“Pendekatan ini merupakan implementasi dari semangat International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 12 yang bertujuan mendorong pemerintah agar tidak hanya mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan. Tapi juga secara optimal mengelola sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Bahrullah dalam paparannya.

Bahrullah memaparkan, ada empat temuan utama terkait pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemprov DKI. Pertama, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki grand design pengendalian pencemaran udara yang komprehensif dalam upaya perbaikan kualitas udara. Penyusunan grand design belum mengakomodasi basis data inventarisasi emisi pencemaran udara yang berkesinambungan.

Selain itu, program Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) Pemprov DKI Jakarta masih bersifat sektoral dan belum terpadu. Akibatnya, perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian pencemaran tidak terarah dan efektif dalam memperbaiki kualitas udara di DKI Jakarta. “Berbagai instansi cenderung bekerja sendiri dalam mengatasi polusi udara,” kata Bahrullah.

Temuan kedua, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki rencana aksi dan target konversi BBM ke BBG dan regulasi yang mendukung penerapan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan yang memadai. Selain itu, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Program Bahan Bakar Ramah Lingkungan belum berjalan optimal di Provinsi DKI Jakarta. Akibatnya, kontribusi kebijakan bahan bakar ramah lingkungan terhadap pengendalian pencemaran udara tidak dapat dievaluasi.

Ketiga, penerapan kebijakan uji emisi kendaraan bermotor belum optimal dalam upaya meningkatkan kualitas udara. Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan target kegiatan dan aktivitas pendukung belum konkret mengarah pada ukuran hasil, sistem pengujian emisi kendaraan bermotor belum dimutakhirkan, serta regulasi yang belum lengkap dan belum diterapkan sepenuhnya. Akibatnya, target peningkatan kualitas lingkungan hidup dari kegiatan uji emisi tidak efektif sehingga penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan uji emisi tidak tercapai.

Sedangkan temuan terakhir, penerapan sistem transportasi publik yang terintegrasi serta manajemen rekayasa lalu lintas belum optimal dalam mendukung penurunan pencemaran udara di DKI Jakarta. Selain itu, pola manajemen rekayasa lalu lintas seperti pelaksanaan kebijakan ganjil genap dan kebijakan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) belum optimal dalam mendukung upaya shifting ke transportasi publik. Akibatnya, pencapaian target peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan integrasi sistem transportasi publik dan manajemen rekayasa lalu lintas menjadi terhambat.

Salah satu rekomendasi BPK kepada Gubenur DKI Jakarta adalah menetapkan grand design pengendalian pencemaran udara yang komprehensif untuk memperbaiki kualitas udara di Provinsi DKI Jakarta. Penyusunan tersebut perlu dilakukan dengan memperhatikan dua hal.

Pertama, perencanaan yang berbasis pada data yang berkesinambungan berdasarkan model inventarisasi emisi/penyebab pencemaran udara. Kedua, target pengendalian pencemaran udara (termasuk penggunaan parameter PM 2,5) sebagai tolok ukur utama sehingga menjadi acuan penetapan target capaian pada setiap program/kegiatan yang berkesesuaian dengan aktivitas pengendalian pencemaran udara ataupun Gas Rumah Kaca (GRK).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat diwawancarai Warta Pemeriksa terkait hasil pemeriksaan pengendalian pencemaran udara pada September 2020 mengatakan, Pemprov DKI menerima hasil pemeriksaan tersebut sebagai hasil yang objektif.

Anies mengatakan, peta jalan pengendalian polusi udara terus disusun oleh DKI Jakarta bersama kementerian terkait dengan pemerintah daerah tetangga. Ia menjelaskan, peta jalan pengendalian polusi harus menjadi peta jalan bersama karena polusi tidak mengenal batas wilayah. “Seperti kita ketahui, polusi itu tidak pernah permisi untuk masuk ke Jakarta, begitu juga tidak permisi untuk keluar dari wilayah. Jadi, harus dikerjakan lintas wilayah,” ujar dia.

Mengenai program bahan bakar lingkungan, yaitu penggunaan bahan bakar gas, Anies menyebut Pemprov DKI ingin lebih mengoptimalkan tenaga listrik untuk kendaraan. “Menurut saya dalam menjalankan hal ini, kita harus punya blue print yang lebih jangka panjang. Dalam jangka panjang, penggunaan energi listrik itu adalah yang paling efisien. Investasi awal memang mahal, tetapi dalam jangka panjang akan menguntungkan.”

18/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Berbagi Pengalaman Pemeriksaan Polusi Udara

by Admin 1 17/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berbagi pengalaman pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2019. Hal itu disampaikan BPK kepada the Supreme Audit Office of Republic of Poland (NIK) dalam seminar bilateral virtual bertema “Audit atas Polusi Udara”, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, pada kesempatan tersebut NIK Polandia menceritakan pengalaman pemeriksaan polusi udara yang dilakukan bersama 17 negara anggota European Organization of Supreme Audit Institutions (EUROSAI).

Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam sambutannya menjelaskan, pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemprov DKI Jakarta merupakan bagian dari upaya BPK dalam memberikan nilai tambah pemeriksaan bagi para pemangku kepentingan melalui “Long Form Audit Report” (LFAR).

Melalui LFAR, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan pemeriksaan kinerja pada periode yang sama. Laporan yang dihasilkan adalah gabungan dari laporan pemeriksaan keuangan dan laporan pemeriksaan kinerja. Dengan demikian, selain memberikan opini atas laporan keuangan, BPK juga memberikan penilaian atas keberhasilan atau ketidakberhasilan instansi pemerintah dalam merancang dan melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

“BPK sudah dihadapkan oleh kebutuhan yang ada di Ibu Kota Jakarta, yaitu agar Jakarta dapat melakukan pengukuran kualitas udara dan mengatasi kondisi kualitas udara yang tidak baik,” kata Ketua BPK dalam sambutannya. 

Ketua BPK menambahkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, jumlah hari dengan kondisi kualitas udara tidak baik di Jakarta mencapai setengah tahun. Sementara, Pemprov DKI Jakarta memiliki kewenangan terbatas untuk menerapkan peraturan terkait dengan pengendalian kualitas udara dengan adanya kota-kota satelit yang memiliki kualitas udara yang lebih rendah.

Kendati demikian, kata Ketua BPK, Pemprov DKI telah membuat peta jalan terkait pengurangan emisi gas rumah kaca untuk memastikan adanya udara yang bersih bagi semua warga di kawasan Jabodetabek.  “Masyarakat di Jakarta pun sebetulnya sudah merespons baik upaya-upaya untuk mencapai kualitas udara yang baik, seperti dengan mengecek emisi kendaraan dan penggunaan transportasi publik,” kata Ketua BPK.

Sementara itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota V BPK Bahrullah Akbar dalam paparannya menjelaskan,  proyek percontohan LFAR telah dilaksanakan di lima Kantor Perwakilan BPK yang berada di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) V. Pemeriksaan pencemaran udara dari transportasi darat di DKI Jakarta merupakan salah satunya.

Melalui pemeriksaan ini, BPK telah mengidentifikasi potensi utama permasalahan yang ada sehingga dapat merumuskan rekomendasi yang berguna untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan memberikan dampak bagi masyarakat.

Seminar bilateral yang diikuti sekitar 90 peserta ini turut dihadiri Presiden NIK Marian Banas. Marian Banas dalam sambutannya menyampaikan apresiasi BPK yang telah menyelenggarakan seminar terkait audit polusi udara ini. Ia berharap hubungan kedua SAI yang sangat aktif dapat pula meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Polandia.

17/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
BeritaBerita TerpopulerOpini

Pemeriksaan Investigatif BPK Mendorong Upaya Pemberantasan Korupsi

by Admin 1 15/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Rr Maharani AW, Pegawai BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon yang berupaya melemahkan kewenangan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK melalui Putusan Nomor 54/PUU XVII/2019 pada 26 Oktober 2020. MK berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan a quo. Selain itu, meskipun para pemohon memiliki kedudukan hukum quod  non, MK berpendapat bahwa gugatan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Hal tersebut  menunjukkan bahwa MK menegaskan kembali PDTT merupakan wewenang konstitusional BPK sesuai  amanat Undang-Undang 15/2004 dan UU Nomor 15/2006.

Pemohon yang mengajukan gugatan adalah Ahmad Redi (dosen dari Universitas  Tarumanagara), Muhammad Ilham Hermawan (dosen Universitas Pancasila), dan Kexia Goutama (mahasiwa). Dosen-dosen tersebut kemudian digantikan oleh Ibnu Sina Chandranegara (dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta) dan Auliya Khasanofa (Universitas Muhammadiyah Tangerang).  Gugatan tersebut diajukan para pemohon dengan alasan kewenangan PDTT merupakan inkonstitusional, dapat dijadikan sebagai instrumen penyalahgunaan dengan tendensi kepentingan (potensi abuse of power), serta frasa “tujuan tertentu” tidak memiliki kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan.

Dalam gugatan MK tersebut, para pemohon juga mengaitkan penyimpangan yang dilakukan “oknum” BPK dengan kredibilitas BPK secara “instansi”. Padahal jika berbicara “oknum”,  penyimpangan juga sering terjadi di instansi lain. Karena itu seharusnya yang perlu disoroti adalah kredibilitas oknum tersebut bukan kredibilitas instansinya. Seringkali BPK juga menemukan penyimpangan yang dilakukan oknum di sebuah instansi yang diperiksanya. Maka yang bertanggung jawab adalah oknum tersebut dan yang disorot oleh masyarakat adalah oknum tersebut.

Pada gugatan MK tersebut, para pemohon juga mengajukan alasan bahwa “sudah mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP) namun mengapa tetap dilakukan PDTT?”

Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat awam sering berkutat dengan pertanyaan “sudah WTP dari BPK namun mengapa masih ada korupsi?”. Bahkan dari instansi yang telah diperiksa BPK juga terkadang berbangga diri dengan opini WTP dan berpuas diri seolah tidak ada lagi fraud ketika memperoleh WTP. Perlu disadari bahwa opini WTP berarti memiliki reputation risk yang melekat di situ. Namun bagaimanapun juga, reputation risk merupakan tantangan yang dihadapi BPK dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Maka BPK perlu sering melakukan edukasi ke masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Masyarakat perlu sering diingatkan bahwa opini WTP berasal dari pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas laporan keuangan) dan hal tersebut merupakan jenis pemeriksaan yang berbeda dengan PDTT. Masing-masing juga memiliki tujuan pemeriksaan yang berbeda. Perbedaan antara tiga jenis pemeriksaan di BPK dapat dilihat dari tabel berikut ini:

NoJenis  PemeriksaanTujuan spesifik  (sumber : SPKN, 2017)Keterangan
1Pemeriksaan  keuanganUntuk memperoleh keyakinan memadai sehingga pemeriksa mampu memberikan opini bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, atas kesesuaian dengan standar akuntansi, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.Ada 4 opini yang diberikan oleh BPK: WTP, WDP, Tidak Wajar, Tidak Memberikan Pendapat
2Pemeriksaan  kinerjaUntuk menguji dan menilai aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas, serta aspek kinerja lainnya atas suatu hal pokok yang diperiksa dengan maksud untuk memberikan rekomendasi yang dapat mendorong ke arah perbaikan.Terdapat kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas serta rekomendasi dalam pemeriksaan kinerja
3PDTTPDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. PDTT bentuk pemeriksaan  kepatuhan bertujuan untuk menilai hal pokok yang diperiksa  sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Sedangkan PDTT bentuk pemeriksaan investigatif bertujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.Hasil pemeriksaan berbentuk kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. Khusus PDTT berbentuk investigatif, pemeriksa tidak memberikan rekomendasi.
Tiga jenis pemeriksaan di BPK.

Tiga jenis pemeriksaan dalam tabel tersebut masing-masing memiliki peran penting yang  berbeda dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dari tabel tersebut, dapat dipahami bahwa antara opini yang dikeluarkan dalam pemeriksaan keuangan dan kesimpulan dalam pemeriksaan investigatif merupakan dua hal yang berbeda. Jadi opini WTP (dalam hal ini berasal dari pemeriksaan atas laporan keuangan) bukan merupakan standar atau jaminan bahwa di sebuah instansi tersebut bebas dari penyimpangan atau pelanggaran. Akan tetapi opini tersebut diberikan berdasarkan tingkat kewajaran atas penyajian laporan keuangan.

Meskipun pemeriksaan keuangan, kinerja dan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan seperti yang telah dijelaskan pada tabel di atas memiliki tujuan pemeriksaan yang berbeda. Seringkali hasil pemeriksaan yang diperoleh menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana dan/atau kerugian negara/daerah.

Perlu dipahami bahwa BPK tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan sebuah penyimpangan sebagai tindak pidana. Akan tetapi, BPK memiliki kewenangan untuk menetapkan kerugian negara/daerah. Maka ketika ditemukan adanya unsur pidana dalam pemeriksaan, sesuai pasal 8 ayat (3) UU 15/2006, BPK menyampaikan ke instansi yang berwenang. Dalam hal ini pejabat penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. Penyimpangan tersebut yang kemudian didalami oleh instansi penegak hukum dan seringkali dimintakan ke BPK untuk dilakukan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif.

Pemeriksaan investigatif hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang memadai. Sumber predikasi yang memadai dapat diperoleh dari informasi pihak internal maupun eksternal BPK, permintaan dari instansi penegak hukum, serta temuan pemeriksaan yang berindikasi kecurangan. Akan tetapi sumber tersebut diuji kelayakannya terlebih dahulu sebelum dapat dijadikan sebagai predikasi.

Seringkali instansi penegak hukum tidak hanya meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif dalam membangun konstruksi kasus yang terindikasi pidana korupsi. Namun juga terkait penghitungan kerugian negara.

BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum seperti yang diamanatkan pada pasal 10 UU Nomor 15/2006. Dalam melakukan penghitungan kerugian negara, BPK tidak hanya serta merta menerima bukti-bukti yang disampaikan oleh instansi penegak hukum. Namun juga dilakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara secara independen.

Kerugian negara yang dihitung tersebut harus merupakan kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya. Dalam hal ini bukan merupakan potensi kerugian, asumsi, perkiraan, serta bukan merupakan kelalaian administrasi. Untuk memperoleh bukti bahwa kerugian negara yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang disengaja, maka perlu dilakukan prosedur pemeriksaan investigatif. Prosedur dalam pemeriksaan investigatif dirancang khusus sebagai upaya penguatan pemberantasan korupsi dengan menerapkan standar pemeriksaan keuangan negara yang memadai.

Sebagai upaya nyata dalam mendukung pemberantasan korupsi, BPK pun telah mendirikan Auditorat Utama Investigasi tahun 2016. Auditorat ini mempunyai tugas khusus melakukan pemeriksaan investigatif. Pada periode 2017 sd 30 Juni 2020, BPK telah menyampaikan 22 laporan hasil pemeriksaan investigatif (PI) dengan nilai indikasi kerugian negara/daerah sebesar Rp8,70 triliun dan 238 laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara (PKN) dengan nilai kerugian negara/daerah sebesar Rp29,10 triliun kepada instansi yang berwenang.

Selain PI dan PKN,  BPK juga telah melaksanakan 226 kasus pemberian keterangan ahli pada tahap persidangan. Banyak kasus besar yang ditangani BPK dalam pemeriksaan investigatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif telah memberikan hasil nyata yang memiliki peran penting dalam upaya mendorong pemberantasan korupsi.

15/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerOpiniSuara Publik

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

by Admin 1 12/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Setyawan, Pegawai BPK Perwakilan Provinsi Jateng

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sejak didirikan pada 1 Januari 1947, Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) Indonesia mengemban tugas yang jelas, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan kekhasan kedudukan dan kewenangannya, BPK mustahil dilepaskan dari agenda besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam konteks pencegahan korupsi di Indonesia, apa yang bisa dilakukan BPK?

Tanpa debat panjang, kita sepakat menyebut korupsi sebagai salah satu masalah utama Indonesia saat ini. Cukuplah sesekali menyimak berita di televisi, membuka lembar koran atau berselancar di internet, kita akan gampang menemukan berita tentang korupsi di berbagai wilayah negeri ini. Seperti menegaskan pepatah lama, ‘mati satu, tumbuh seribu’. Yang lebih membuat miris, diam-diam kita sama-sama paham, kasus-kasus yang terungkap di media itu sekadar puncak-puncak gunung es dari seluruh persoalan yang ada.

Cerita terbaru adalah heboh penangkapan dua menteri di Kabinet Indonesia Maju. Pada Rabu (25/11/20) Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap terkait kebijakan ekspor benih lobster. Tak lama kemudian, giliran Menteri Sosial Juliari P Batubara menyusul. Pada Minggu (06/12/20), Juliari ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa bansos penanganan pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini seolah ayunan godam yang mengguncang kepercayaan rakyat terhadap pejabat negerinya. Benar-benar terasa tak masuk akal karena kasus ini muncul justru saat Indonesia kelimpungan menghadapi wabah dan sebagian besar rakyat sedang didera susah. Lebih-lebih terasa biadab, sebab korupsi itu justru menyasar anggaran bantuan untuk golongan paling rentan akibat pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini jadi ironi besar jelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2020 sengaja mengusung tema Pulih dengan Integritas (“Recover with Integrity”). Tema tersebut dipilih untuk mengampanyekan pesan penerapan langkah-langkah mitigasi korupsi yang efektif demi pemulihan pandemi yang lebih baik. Dengan pesan itu pula, PBB menekankan pemulihan pascapandemi Covid-19 hanya dapat dicapai berbekal integritas (www.kompas.com, 08/12/2020).

Sejak mula, pada dirinya sendiri, korupsi memang melekat pada sesuatu yang nista. Korupsi berakar pada kata berbahasa Latin ‘corruptio’ (kata benda) yang berarti ‘hal merusak, hal membuat busuk, pembusukan, kerusakan, kemerosotan’ atau ‘corrumpere’ (kata kerja) yang berarti  menghancurkan, merusak, membusukkan, mencemarkan, memerosotkan (Priyono, Herry B, 2018).

Definisi tentang korupsi (dan perilaku korup) memiliki percabangan dan berkembang menyesuaikan waktu dan konteks. Perilaku yang bisa dikategorikan sebagai ‘korup’ pun beragam sepanjang sejarah manusia. Namun dari beragam definisi yang ada, kita tahu, tak pernah ada kebaikan dari laku korup. Karenanya wajar kalau pada setiap zaman dan tata peradaban korupsi menjadi musuh bersama setiap elemen pemerintah maupun masyarakat. Tak terkecuali bagi BPK.

Seusai undang-undang, BPK adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang berewenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di Indonesia. Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Memperhatikan kewenangan BPK tersebut, sejak mula, mustahil melepaskan BPK dari kerja besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Posisinya sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara – tidak bisa tidak – menempatkan BPK sebagai salah satu motor dalam perang melawan korupsi.

Di Indonesia sendiri, tren perang melawan korupsi tampaknya mengarah pada pengutamaan upaya pencegahan. Hal itu setidaknya terungkap dari pernyataan presiden dan ketua KPK, dua entitas politik dan pemerintahan yang bisa dikata paling menentukan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini.

Presiden Joko Widodo, pada Desember 2019, mengatakan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia perlu dievaluasi. Menurutnya, penindakan itu perlu, tapi yang terpenting justru harus pembangunan sistem (www.tirto.id, 09/12/20). Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Firli mengatakan bahwa arah pemberantasan korupsi ke depan akan lebih mengutamakan pencegahan dan perbaikan sistem, sembari melakukan pendidikan masyarakat dan tetap melakukan penindakan (www.mediaindonesia.com, 19/11/20).

Sebagai salah poros utama perang melawan korupsi di Indonesia, BPK tentu tak bisa lepas dari arus besar ini. Idealnya, dengan segala kewenangannya, BPK sebisa mungkin berperan mencegah atau mengurangi terjadinya korupsi melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan.

Masalahnya, pemeriksaan BPK memang lebih banyak bersifat post-audit atau pemeriksaan yang dilakukan setelah sebuah aktivitas atau kegiatan atau transaksi berlangsung. Untuk kasus pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah misalnya, yang merupakan pemeriksaan paling utama yang dimandatkan undang-undang, pemeriksaan dilaksanakan setelah laporan keuangan pemerintah selesai disusun oleh pemerintah. Kondisi ini lebih sering memposisikan BPK sebagai penyelesai masalah daripada pencegah.

Peran BPK

Meski demikian, memperhatikan aspek-aspek kelembagaan dan kewenangan BPK dalam hal pemeriksaan, setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan agar BPK bisa lebih mengoptimalkan perannya memerangi korupsi di Indonesia, khususnya dalam konteks pencegahan korupsi.

Pertama, tetap menjaga profesionalisme para pemeriksa. Tak mungkin membersihkan lantai dengan sapu yang kotor. Nilai-nilai dasar BPK, yaitu integritas, independensi, dan profesionalisme, harus selalu dipegang teguh saat bertugas. Penegakan aturan dan kode etik juga jadi tuntutan yang tak bisa dihindarkan. Selain itu, kesadaran untuk bekerja sesuai standar, peraturan, dan kecakapan profesi juga harus ditekankan pada semua pemeriksa. Dengan begitu BPK lebih bisa jadi pemecah masalah, bukan penambah masalah.

Kedua, mengubahmindset tentang temuan pemeriksaan. Selama ini, harus diakui, publik seolah lebih mengapresiasi kerja BPK ketika ada temuan-temuan pemeriksaan yang sarat dengan angka-angka fantastis. Ketika laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan (LK) pemerintah dirilis misalnya, masyarakat dan media cenderung memperhatikan buku tiga (berisi temuan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan) dibanding buku dua (berisi temuan-temuan atas Sistem Pengendalian Intern/SPI). Temuan terkait SPI seolah kalah ‘seksi’ dibanding temuan-temuan kepatuhan, yang biasanya memang lekat dengan rekomendasi berupa pengembalian ke kas negara/daerah.

Ironisnya, anggapan semacam ini kadang diamini para pemeriksa BPK sendiri. Pemeriksaan terasa kurang ‘wah’ ketika tidak menghasilkan temuan yang berkorelasi dengan pengembalian ke kas daerah/negara. Padahal, dalam konteks perbaikan sistem tata kelola keuangan pemerintah, temuan-temuan atas SPI inilah yang justru berpotensi memberikan dampak perbaikan yang lebih sistemik dan berjangka panjang, yang tentu tak bisa diabaikan dalam upaya pencegahan korupsi.  

Ketiga, mulai memperkuat pemeriksaan kinerja. Lepas dari tetap utamanya pemeriksaan keuangan, BPK bisa mulai menambah sumber daya untuk pemeriksaan-pemeriksaan kinerja. Berbeda dengan pemeriksaan jenis lainnya, pemeriksaan kinerja bertujuan menguji dan menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan/atau efektivitas, serta aspek kinerja lain atas suatu hal pokok yang diperiksa. Muaranya adalah rekomendasi yang dapat mendorong ke arah perbaikan.

Pemeriksaan ini akan bermanfaat dalam kontek penyempurnaan sistem dan pencegahan terulangnya risiko-risiko buruk pada masa depan. Penguatan pemeriksaan atas kinerja bisa jadi salah satu sumbangsih BPK dalam memerangi korupsi, terutama dari sisi pencegahan korupsi.

Korupsi memang jenis kejahatan luar biasa dan karenanya memerlukan kerja tak biasa untuk mencegah dan memeranginya. Tak pernah mudah, tapi juga bukan tak mungkin dilakukan. Dengan kesungguhan, profesionalisme, dan konsistensi, kiranya BPK akan lebih mampu mengoptimalkan perannya. Demi Indonesia yang lebih membanggakan dan demi hari depan yang lebih menggembirakan.

12/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Periksa Program Penyediaan Rumah untuk Masyarakat Miskin di DKI

by Admin 1 11/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK Bahrullah Akbar mengatakan, BPK akan melakukan pemeriksaan kinerja penyediaan rumah untuk masyarakat miskin tahun anggaran 2020 pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemeriksaan kinerja tersebut merupakan bentuk konsistensi BPK dalam menerapkan konsep pemeriksaan “Long Form Audit Report” (LFAR).

Hal tersebut disampaikan Bahrullah dalam kegiatan “Entry Meeting” Pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja Penyediaan Rumah untuk Masyarakat Miskin Tahun Anggaran 2020 pada Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan yang digelar pada Senin (15/2) tersebut turut dihadiri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Bahrullah menjelaskan, BPK dalam pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2019 telah memperkenalkan konsep pemeriksaan LFAR. “LFAR merupakan konsep pemeriksaan keuangan yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kinerja yang akan mengevaluasi atau memberikan penekanan pada aspek kinerja tertentu,” kata Bahrullah dalam sambutannya.

Konsep LFAR mengacu pada International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) No.12 yang diterbitkan International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) tentang “The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions-Making a Difference to the Lives of Citizens”. Barullah menjelaskan, ISSAI No 12 menyatakan bahwa lembaga pemeriksa harus bisa memberikan nilai tambah dan manfaat kepada masyarakat. Sebagai salah satu anggota INTOSAI, kata Bahrullah, BPK perlu turut serta menerapkan prinsip tersebut melalui fungsinya sebagai lembaga pemeriksa tertinggi di Indonesia.

“Dengan pendekatan LFAR, BPK berharap tidak hanya memberikan simpulan pemeriksaan Laporan keuangan berupa opini saja, tetapi juga dapat memberikan informasi terkait gambaran kinerja pada isu tertentu yang menjadi perhatian publik, sehingga publik mendapatkan suatu informasi yang lebih utuh,” katanya.

Ia menceritakan, pada pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2019, BPK telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan pengendalian pencemaran udara. BPK pun sudah berbagi pengalaman mengenai hasil pemeriksaan tersebut dengan BPK Polandia (NIK).

“Pada tahun anggaran 2020 ini, kami akan lakukan pemeriksaan atas upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam menyediakan rumah untuk masyarakat kurang mampu yang menjadi salah satu program Pemerintah DKI Jakarta,” kata Bahrullah.

11/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit

    22/07/2025
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id