WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 23 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

Pemeriksaan saat pandemi Covid-19
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apa Saja Tema Laporan Kinerja Pemprov Tahun Ini?

by Admin 1 08/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memulai pemeriksaan laporan keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) tahun anggaran 2020. 

Untuk memberikan nilai tambah pemeriksaan, khususnya atas LKPD, BPK pada tahun ini akan memperluas penerapan Long Form Audit Report (LFAR). Pada 2020, LFAR telah dilakukan secara piloting di lima kantor perwakilan BPK yang berada di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) V.

LFAR merupakan pendekatan pemeriksaan yang menggabungkan pemeriksaan keuangan dengan pemeriksaan kinerja. Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq menyampaikan, penerapan LFAR sesuai dengan semangat International Standard of Supreme Audit Instituions (ISSAI) 12 tentang “The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions-making a difference to the lives of citizens”. ISSAI Nomor 12 menyatakan bahwa lembaga pemeriksa harus bisa memberikan nilai tambah dan manfaat kepada masyarakat.

Atas alasan itulah, BPK mengembangkan pemeriksaan laporan keuangan yang memperhatikan serta menekankan aspek kinerja yang dicapai oleh pemerintah daerah. Dengan pendekatan LFAR ini, maka BPK tidak hanya memberikan simpulan pemeriksaan laporan keuangan berupa opini saja, tetapi juga dapat memberikan informasi terkait gambaran kinerja pada isu tertentu yang menjadi perhatian publik.

Akhsanul menjelaskan, LFAR akan diterapkan di seluruh BPK Perwakilan untuk laporan keuangan pemerintah provinsi. “Di AKN V (wilayah Barat) ada 16 kantor perwakilan BPK. Sedangkan di AKN VI (wi- layah timur) ada 18 perwakilan,” kata Akhsanul saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, awal Maret.

Tema pemeriksaan kinerja dalam LFAR bervariasi. Akhsanul menjelaskan, ada beberapa kriteria dalam menentukan tema pemeriksaan kinerja dalam LFAR. Pertama, adalah hal-hal yang menjadi perhatian publik. Kedua, program utama dari pemerintah daerah. Sedangkan yang ketiga, adalah permasalahan terkini di daerah.

Dia membeberkan, tema pemeriksaan yang akan diangkat AKN V oleh BPK perwakilan adalah mengenai kemandirian fiskal, infrastruktur, pengelolaan pendapat­an dan dana transfer, ketahanan pangan, stunting, pariwisata, aset daerah, kemiskinan, dan perizinan. “Jadi, memang temanya sangat bervariasi tergantung dari isu-isu yang berkembang dan yang menjadi program utama pemerintah daerah.” 

08/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Fokuskan Pemeriksaan pada Akun Berisiko

by Admin 1 07/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggunakan pendekatan risiko atau risk based audit dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan (LK) tahun anggaran 2020.

Melalui pendekatan tersebut, pemeriksa akan melakukan penilaian dan pengujian secara mendalam pada akun-akun berisiko tinggi agar diperoleh keyakinan yang memadai dalam penentuan opini mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan.

Pemeriksaan dengan pendekatan berbasis risiko telah disampaikan para pimpinan BPK dalam kegiatan entry meeting dengan para entitas. Ketua BPK Agung Firman Sampurna juga telah menekankan hal tersebut kepada para pemeriksa BPK dalam kegiatan workshop pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) pada awal Januari 2021.

Ketua BPK dalam kesempatan tersebut meminta para pemeriksa melakukan identifikasi risiko secara mendalam atas setiap kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka menangani pandemi Covid-19. Ketua BPK mengatakan, identifikasi dilakukan baik terhadap risiko dalam penyajian LKPP, LKKL, LKBUN, maupun risiko kecurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan masing-masing kebijakan.

“Tim pemeriksa BPK perlu mengembangkan strategi dan prosedur pemeriksaan yang cukup atas setiap risiko yang teridentifikasi, termasuk dengan mengoptimalkan teknologi informasi dalam proses pemeriksaan,” ungkap Ketua BPK dalam pengarahannya kala itu.

Tim pemeriksa BPK perlu mengembangkan strategi dan prosedur pemeriksaan yang cukup atas setiap risiko yang teridentifikasi, termasuk dengan mengoptimalkan teknologi informasi dalam proses pemeriksaan.

Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq saat diwawancarai Warta Pemeriksa beberapa waktu lalu mengatakan, risiko meningkat seiring adanya kebijakan percepatan belanja di tengah pandemi Covid-19 oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam hal penanganan Covid-19, kata dia, percepatan salah satunya dilakukan dengan adanya penunjukan langsung untuk pengadaan barang dan jasa.

Akhsanul mengatakan, BPK menelisik apakah perusahaan yang ditunjuk memiliki kompetensi dalam barang dan jasa. “Karena, bisa saja perusahaan tersebut tak memiliki kompetensi, sehingga ada risiko bahwa barang dan jasa yang disediakan tidak sesuai dari sisi kuantitas dan kualitasnya,” kata Akhsanul.

Selama ini, ucap dia, risiko-risiko pada LKPD lebih banyak terdapat pada akun belanja modal dan belanja barang. Permasalahan yang sering ditemukan BPK adalah mengenai ketidaksesuaian kualitas maupun spesifikasi dari barang dan jasa.

“Pada masa pandemi ini, tentu risiko-risiko yang ada semakin bertambah. Akun-akun berisiko yang perlu diperhatikan adalah bantuan belanja sosial, belanja hibah, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Ini yang kita anggap dalam kondisi sekarang adalah akun-akun yang berisiko,” ujar dia.

07/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK pada masa pandemi (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Strategi Pemeriksaan BPK pada Masa Pandemi

by Admin 1 06/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pandemi Covid-19 yang telah mengubah tatanan hidup, memberikan tantangan tersendiri bagi pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan pemeriksaan. Salah satunya adalah bagaimana memperoleh bukti yang cukup dan kompeten dari suatu permasalahan yang ditemukan. Pemanfaatan teknologi pun menjadi sangat penting dalam menunjang proses pemeriksaan di masa pandemi. 

Kepala Auditorat VI-A BPK Tornanda Syaifullah mengatakan, pimpinan BPK sejak awal mengingatkan untuk selalu mengutamakan kesehatan. Oleh karena itu, tutur dia, dalam melakukan proses pemeriksaan, pemeriksa dapat membuat prosedur alternatif untuk memperoleh bukti yang cukup dan kompeten.

“Kuncinya adalah bagaimana kita memperoleh bukti yang cukup dan kompeten. Ini memang ada teknik audit ataupun ada alternatif-alternatif lain yang perlu kita lakukan. Ya, misalnya saja kita tidak datang langsung, tetapi kita cukup mengobservasi. Kalau di daerah, misalnya, pemeriksaan fisik menggunakan drone,” kata Tornanda kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu. 

Artinya, dalam kondisi pandemi Covid-19, prinsip-prinsip profesionalisme, independensi dan integritas tetap harus dijaga. “Skeptis dan profesional itu perlu, ya. Apalagi tadi risikonya tinggi, sehingga kita skeptis, tapi profesional,” ucap dia.

Dia mengatakan, kecurigaan tetap harus berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Analisis pun berasal dari perencanaan yang baik melalui pemeriksaan berbasis risiko atau risk-based audit. Sementara berikutnya adalah bagaimana memperoleh bukti yang cukup dan kompeten. Di sinilah, menurut dia, kepiawaian auditor sangat diperlukan. Pada masa pandemi ini, untuk memperoleh bukti yang cukup dan kompeten harus dibarengi dengan bantuan teknologi.

Selain itu, pemeriksa juga harus membangun komunikasi yang lebih baik dengan entitas/auditee. Apalagi, saat ini komunikasi dengan para entitas lebih banyak dilakukan secara daring. “Namun prinsip kehatian-hatian harus dijaga, saya minta kepada teman-teman tim saya, misalnya, setiap meeting melalui daring dengan auditee itu harus direkam. Ya, itu salah satu dokumentasi kita. Juga sebagai jejak digital. Jadi, kalau ada apa-apa kita punya bukti. Artinya, yang saya sebutkan di awal tadi, bukti yang cukup dan kompeten bisa terpenuhi,” ujar dia.

Dia menambahkan, aplikasi atau perangkat lunak dan teknologi informasi di BPK juga sangat membantu. Dalam hal pengendalian mutu pemeriksaan, BPK telah memiliki teknologinya. Sistem Aplikasi Pemeriksaan (SiAP) sangat membantu kelancaran pelaksanaan pemeriksaan dan penggunaan portal pemeriksaan.

06/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Jambi Periksa Kinerja Pelayanan Samsat

by Admin 1 05/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jambi memeriksa kinerja atas pelayanan dan pengelolaan Samsat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi. Hal ini merupakan bagian dari penerapan skema Long Form Audit Report (LFAR) dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2020.

Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jambi Rio Tirta menyampaikan, tema pemeriksaan tersebut dipilih karena berkaitan erat dengan tingkat kepuasan pengguna dan pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan. “Kami mencermati, terdapat keluhan terkait pembayaran pajak kendaraan tahunan. Jadi, kami mencoba menyentuh persoalan yang dekat dengan masyarakat,” ungkap Rio kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Upaya meningkatkan pemeriksaan kinerja dilakukan BPK dengan menerapkan skema LFAR dalam pemeriksaan laporan keuangan. Pada tahun ini, seluruh perwakilan BPK akan menggunakan LFAR dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tingkat provinsi. Hal ini melanjutkan proyek percontohan pada pemeriksaan semester I tahun lalu yang dilaksanakan pada lima provinsi yakni Aceh, Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

Rio menyampaikan, tema pemeriksaan terkait pengelolaan Samsat juga sejalan dengan upaya mengaitkan pemeriksaan kinerja dengan pemeriksaan laporan keuangan. Menurut Rio, pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Jambi relatif tidak besar. Akan tetapi, pendapatan dari Samsat berkontribusi mencapai 40-45 persen dari total PAD.

Dengan peran Samsat yang signifikan dalam laporan keuangan, maka BPK Perwakilan Jambi berupaya memotret layanan tersebut. Bahkan, ujarnya, tidak tertutup kemungkinan temuan dalam pemeriksaan kinerja akan dikaitkan dengan temuan dalam pemeriksaan laporan keuangan. “Jadi pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan laporan keuangan bisa saling mengisi,” ungkap Rio.

Sementara itu, terkait dengan pemeriksaan LKPD di Provinsi Jambi, Rio menyampaikan, 12 entitas dalam pemeriksaan laporan keuangan 2019 sudah mampu memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini tersebut diberikan kepada satu pemerintah provinsi, dua pemerintah kota, dan sembilan pemerintah kabupaten.

“Dengan pemberian opini WTP, pemeriksa BPK sudah meyakini kewajaran dan nilai pengungkapan penyajian di dalam laporan keuangan pemerintah daerah tersebut. Walaupun, tentunya tidak tertutup kemungkinan tetap ada permasalahan di dalam pengelolaan keuangan daerah masing-masing,” ungkap Rio.

05/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK Hendra Susanto
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Telisik Lima Risiko dalam Pemeriksaan LKKL

by Admin 1 02/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/ Anggota I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hendra Susanto menyatakan, BPK menggunakan pendekatan pemeriksaan berbasis risiko atau risk based audit dalam pemeriksaan laporan keuangan kementerian lembaga (LKKL) 2020. Pemeriksa akan melakukan penilaian dan pengujian secara mendalam pada akun-akun berisiko tinggi agar diperoleh keyakinan yang memadai dalam penentuan opini mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan (LK).

Hendra menjelaskan, akun yang akan menjadi fokus pemeriksaan BPK adalah penyajian LK BLU (badan layanan umum), persediaan aset tetap, konstruksi dalam pengerjaan, aset lainnya, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), belanja barang, dan belanja modal.  “Terutama pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk penanganan Covid-19,” kata Hendra dalam kegiatan entry meeting pemeriksaan atas 13 LKKL Tahun 2020 di lingkungan Auditorat Keuangan Negara I yang digelar secara virtual, Kamis (4/2).

Hendra memaparkan, terdapat lima risiko dalam pengelolaan anggaran terkait penanganan Covid-19. Risiko pertama adalah risiko strategis, yaitu risiko tujuan kebijakan tidak tercapai secara efektif dan efisien. Kedua, risiko moral hazards dan kecurangan, yaitu risiko penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat merugikan keuangan negara.

Risiko ketiga adalah resiko operasional, yaitu risiko terkendalanya pelaksanaan di lapangan karena kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, koordinasi pusat dan daerah, validitas data, dan banyaknya peraturan baru yang harus diterapkan dalam waktu secepatnya. Kemudian, kata Hendra, risiko kepatuhan, yaitu risiko pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangangan, termasuk risiko penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa, dapat menimbulkan risiko hukum.

Sedangkan risiko terakhir adalah risiko penyajian laporan keuangan. Ia menjelaskan, risiko penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa di masa pandemi Covid 19 dapat mempengaruhi akun belanja modal, belanja barang, persediaan dan aset tetap yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah pusat.

Ia mengingatkan, hasil pemeriksaan atas LKKL tahun 2019 menunjukkan bahwa dari 20 entitas yang diperiksa oleh AKN I, terdapat 17 KL yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP), 2 KL mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), dan satu entitas BPK tidak memberikan pendapat (TMP/Disclaimer).

“BPK berharap agar rekomendasi hasil pemeriksaan BPK mendapat perhatian dari segenap pimpinan KL untuk segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar dia. Tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan penting dilakukan agar opini LKKL yang telah baik dapat dipertahankan.

02/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Covid-19 (Ilustrasi) Sumber: Freepik
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

AKN V Finalisasi Laporan Hasil Pemeriksaan Penanganan Pandemi Covid-19

by Admin 1 01/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah melakukan finalisasi hasil pemeriksaan penanganan pandemi Covid-19. Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) V BPK turut terlibat dalam pemeriksaan tersebut baik tingkat pusat maupun daerah.

Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama) V BPK Akhsanul Khaq menyampaikan, di tingkat pusat terdapat pemeriksaan kinerja atas efektivitas peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam penanganan Covid-19 tahun 2020. Selain itu, AKN V juga tengah merampungkan pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja pengelolaan Covid-19 tahun 2020 pada Kementerian Agama. “Ini laporannya sedang dalam finalisasi,” ungkap Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, di lingkup daerah, terdapat pemeriksaan kepatuhan pada 107 entitas pemerintah daerah. Akhsanul menyampaikan, sebanyak 68 entitas pemda berada di lingkungan AKN V. “AKN V menjadi koordinator pemeriksaan dan untuk pemeriksaan ini telah selesai dan juga telah dilaporkan ke pokja pemeriksaan pusat melalui portal pemeriksaan Covid-19,” ujar Akhsanul.

Selain itu, AKN V juga menjadi terlibat dalam pemeriksaan kinerja penanggulangan pandemi Covid-19 di bidang kesehatan. Pemeriksaan itu dilaksanakan terhadap 31 entitas pemda.

Akhsanul mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan tersebut harus mampu menjawab pertanyaan pemeriksaan seperti apakah refocussing dan realokasi APBD telah dialokasikan dan  digunakan dalam rangka penanganan Covid-19, bagaimana proses pengadaan barang dan jasa, dan apakah penanganan itu sudah tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas.

“Sasaran yang menjadi fokus pemeriksaan kita soal refocussing dan realokasi anggaran, penanganan bidang kesehatan, sosial, dan penanganan dampak ekonomi,” ujar Akhsanul.

Untuk menjawab pertanyaan itu, dibutuhkan suatu program pemeriksaan yang komprehensif. Selain itu, dilakukan koordinasi yang baik karena melibatkan satuan kerja (satker) BPK baik di pusat dan daerah.

“Ini perlu dikoordinasikan dengan baik. Sehingga ini menjadi sebuah tantangan tersendiri apalagi yang diharapkan bahwa data-data terkait Covid-19 ini bukan hanya pada entitas yang diperiksa saja tapi juga meliputi seluruh entitas pemda yang jumlahnya sekitar 542 entitas,” kata Akhsanul.

Tantangan itu menjadi semakin tinggi karena kondisi pandemi. Dengan berbagai status kerawanan Covid-19 di masing-masing daerah, BPK tetap harus menjaga keselamatan pemeriksanya.

Tak hanya dari sisi BPK, entitas yang diperiksa pun menerapkan kebijakan protokol kesehatan seperti mengurangi kehadiran pegawai masuk kantor. Ini menjadi tantangan dalam komunikasi pemeriksaan di masa pandemi.

“Namun, alhamdulillahsemua itu bisa diselesaikan secara tepat waktu, dan tentu saja ini menjadi pengalaman karena kita juga belum tahu kapan pandemi akan berakhir. Sehingga dalam pemeriksaan selanjutnya kita akan melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi,” ujar Akhsanul.

01/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Soroti Masalah Data Penanganan Pandemi Covid-19

by Admin 1 31/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan sejumlah permasalahan dari penanganan pandemi Covid-19, baik di bidang kesehatan, bantuan sosial, maupun pemulihan ekonomi nasional. Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama) V BPK Akhsanul Khaq menyampaikan, permasalahan terkait data menjadi sorotan dalam pemeriksaan tersebut.

Akhsanul menjelaskan, program penanganan Covid-19 menyasar pelaku ekonomi maupun masyarakat sehingga perlu ada suatu data yang andal dan valid.

“Kita jumpai data yang masih bermasalah, misalnya data yang belum dimutakhirkan sehingga akhirnya ada penyaluran bantuan ke lembaga pendidikan yang tidak tepat sasaran. Misalnya, lembaga pendidikan itu sudah tidak aktif tapi masih diberikan bantuan. Ini karena kelemahan dari data itu sendiri,” ungkap Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, Kamis (4/2).

Permasalahan yang juga menjadi sorotan BPK adalah terkait regulasi penanganan Covid-19 di daerah. Menurut Akhsanul, masih terdapat regulasi yang perlu diharmonisasi antara tingkat kementerian dan level pemda. “Sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasinya,” ujarnya.

Indikasi penyelewengan atau fraud dalam penanganan Covid-19 juga masih ditemukan BPK di berbagai daerah. Selain upaya pengembalian ke kas daerah, Akhsanul mengatakan, BPK akan mendorong perbaikan sistem terutama soal basis data.

BPK juga mendorong adanya perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa dengan memperkuat pengawasan internal. “Pengadaan barang dan jasa dalam situasi pandemi ini tentu perlu penanganan yang cepat namun perlu ada penguatan pengawasan yang sifatnya internal dari APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) di semua tingkat,” ujarnya.

Ke depannya, Akhsanul menyampaikan, pengalaman pemeriksaan selama pandemi perlu dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan BPK dalam melaksanakan pemeriksaan pada berbagai situasi.  Hal itu, turut didukung dengan adanya penguatan sarana dan prasarana teknologi informasi dan peningkatan kompetensi pemeriksa. “Sehingga, bisa tercipta IT based audit,” ungkap Akhsanul.

31/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Peningkatan Integritas BUMD DKI Jakarta

by Admin 1 30/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) meningkatkan integritas dalam budaya kerja. Hal itu disampaikan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V/Anggota V BPK Bahrullah Akbar dalam webinar bertajuk “Budaya Kerja dan Peningkatan Kerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta”, beberapa waktu lalu. Acara itu digelar oleh Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta.

“Integritas ini tidak berdiri sendiri. Dia terkait dengan upaya kolaborasi, kerja sama baik itu komisaris, direksi, BP BUMD, pemerintah daerah, dan BPK. Semua berkolaborasi untuk mencapai tujuan,” ungkap Bahrullah.

Dalam pemaparannya yang diikuti lebih dari 200 peserta, Bahrullah menjelaskan, sesuai dengan mandat Undang-Undang Dasar 1945, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga/badan lain yang mengelola keuangan negara.

BPK memiliki tujuan organisasi yang digunakan yakni mengambil best practices yang dikembangkan oleh INTOSAI (Organisasi Lembaga Pemeriksa Sedunia) yaitu dengan menggunakan “The Accountability Organization Maturity Model”. Peran BPK dalam best practices ini adalah combating corruption, increasing transparency, assuring accountability, serta insight dan foresight.

“Dalam menjalankan tugasnya, BPK bekerja bukan untuk mencari-cari kesalahan, tetapi membandingkan antara kriteria dan pelaksanaannya,” ujar Bahrullah.

Menurut Bahrullah, BUMD di DKI Jakarta dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Dengan jumlah aset mencapai Rp 119 triliun, maka BUMD memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan dan mendorong perekonomian.

Meski begitu, BPK masih mencatat temuan-temuan berulang di tubuh BUMD. Bahrullah mencontohkan, temuan itu seperti isu pengendalian dan pengelolaan piutang yang belum memadai. Selain itu, dari sisi pendapatan, juga masih terdapat temuan pendapatan yang tidak disetorkan. “Misalnya, pendapatan bagi hasil pengelolaan seperti parkir belum disetorkan,” ujarnya.

Bahrullah menyampaikan, hal ini merupakan pekerjaan penting BP BUMD DKI Jakarta dan para komisaris untuk mendorong adanya peningkatan tindak lanjut rekomendasi pemeriksaan BPK. Bahrullah mencatat, baru 78 persen dari rekomendasi BPK terhadap BUMD yang sudah ditindaklanjuti. Dia berharap, tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK bisa mencapai level 85 persen.

“Upaya membangun integritas ini kita selesaikan bersama. Jadi, perlu komunikasi dari BP BUMD untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK,” ujarnya.

30/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Imigrasi (Ilustrasi) Sumber: Freepik
BeritaOpini

Risiko UU Cipta Kerja pada Pengelolaan Keuangan Negara-Kajian Klaster Imigrasi

by Admin 1 29/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Eko Yulianto, Pegawai BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru saja disahkan telah menyederhanakan 79 UU yang masih berlaku dan 1.203 pasal menjadi hanya 15 bab dan 186 pasal saja yang mencakup beberapa klaster. Pasal 1 Ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan dan kemandirian.

Ruang lingkup UU Cipta Kerja ini meliputi 10 klaster, yaitu peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMKM, dukungan riset dan inovasi, pengadaan tanah, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan, dan pengenaan sanksi.

Integrasi dan perubahan-perubahan yang dilakukan pada 79 UU menjadi satu UU baru sudah tentu akan memberikan berbagai konsekuensi berupa perubahan peraturan pelaksanaan dan penyesuaian pada 10 klaster tersebut. Termasuk penyesuaian di sektor keimigrasian.

Perubahan UU Keimigrasian

Sejalan dengan asas-asas yang ingin diwujudkan melalui UU Cipta Kerja, perubahan yang dilakukan pada UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dimaksudkan untuk memperluas cakupan pengaturan dan memudahkan kunjungan orang asing yang ingin berkunjung ke dan tinggal di Indonesia. Titik berat dari perubahan-perubahan ini tidak lain untuk semakin memudahkan orang asing dalam berinvestasi dan menjalankan usaha di Indonesa. Ada 8 ketentuan pasal dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengalami perubahan melalui UU Cipta Kerja.

Pertama, visa dan izin tinggal saat ini dapat diberikan baik secara manual dan elektronik (Pasal 1 Angka 18 dan Angka 21). Kedua, visa kunjungan juga dapat diberikan kepada orang asing dalam rangka pra investasi (Pasal 38). Ketiga, Visa Izin Tinggal Terbatas (Vitas) juga dapat diberikan kepada orang asing sebagai rumah kedua (Pasal 39 huruf a) dan penambahan ketentuan huruf mengenai VITAS dimaksud selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 39 huruf c).

Keempat, pemberian Vitas tidak hanya dapat diberikan di perwakilan Indonesia di luar negeri KBRI/KJRI/KDEI (Pasal 40 Ayat (2)). Pemberian visa kunjungan dan Vitas di perwakilan Indonesia di Luar negeri dilaksanakan oleh pejabat imigrasi atau pejabat dinas luar negeri (Pasal 40 Ayat (3)).

Kelima, penambahan ketentuan ayat terkait orang asing yang mendapatkan izin tinggal terbatas di tempat pemeriksaan imigrasi tidak perlu melapor dan mengajukan permohonan ke kantor imigrasi setempat (Pasal 46 Ayat (4)). Keenam, Izin Tinggal Tetap (Itap) tidak lagi dapat diberikan kepada lansia, namun dialihkan kepada orang asing pemegang ITAS sebagai rumah kedua. Yaitu orang asing beserta keluarganya untuk tinggal menetap di Indonesia selama 5 tahun atau 10 tahun setelah memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 54 Ayat (1) huruf a)) dan penambahan ketentuan ayat lebih lanjut mengenai ITAP diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 54 Ayat (4)).

Ketujuh, penambahan ketentuan huruf mengenai penjaminan tidak berlaku bagi pelaku usaha dengan kewarganegaraan asing yang menanamkan modal sebagai investasinya di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanaman modal dan warga dari suatu negara yang secara resiprokal memberikan pembebasan penjaminan (Pasal 63 Ayat (4) huruf b dan huruf c)).               Kemudian penambahan ketentuan ayat pelaku usaha dengan kewarganegaraan asing yang menanamkan modal sebagai investasinya di Indonesia menyetorkan jaminan keimigrasian sebagai pengganti penjaminan (Pasal 63 Ayat (6)), serta penambahan ketentuan ayat lebih lanjut mengenai tata cara penjaminan bagi orang asing diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 63 Ayat (7)).

Kedelapan, penambahan ketentuan ayat terkait orang asing yang berada di wilayah Indonesia tidak lagi memperlihat dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimilikinya. Melainkan wajib menyerahkannya apabila diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan keimigrasian (Pasal 71 Ayat (1) huruf b)). Kemudian penambahan ketentuan ayat terkait lebih lanjut mengenai pemenuhan kewajiban diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 71 Ayat (2)).

Apabila dicermati, beberapa pasal dan ayat serta huruf dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diubah, ditambahkan, dan dihapus ini menyangkut mengenai pemberian visa dan izin tinggal, serta penjaminan bagi orang asing yang berada di wilayah Republik Indonesia. Termasuk juga penegasan akan adanya peraturan pemerintah atas UU Cipta Kerja yang mengatur mengenai beberapa perubahan dan penambahan serta penghapusan ketentuan yang ada.

Dari semua perubahan, penambahan dan penghapusan beberapa ketentuan UU Keimigrasian dalam UU Cipta Kerja ini, yang menarik adalah investor asing dapat melakukan prainvestasi di Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan. Hal ini tentu adalah sebuah inovasi bahwa investor asing dapat menanamkan modalnya tanpa harus terlebih dahulu menggunakan Visa Izin Tinggal Terbatas (Vitas) dengan berbagai persyaratan dan alur birokrasi yang tidak hanya ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Melainkan juga sebelumnya ditujukan kepada beberapa instansi terkait yang berwenang dalam hal perizinan penanaman modal asing.

Hal ini juga sejalan dengan Tri Fungsi Keimigrasian yang salah satunya adalah menjadi fasilitator pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu salah satunya diejawantahkan melalui pembukaan lapangan pekerjaan. Namun, kemudahan berusaha ini tidak lantas akan menjadikan sebuah “ladang emas” bagi investor asing. Karena Imigrasi akan tetap menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran hukum keimigrasian.

Implikasi UU Cipta Kerja Terhadap Penerimaan Negara

Perubahan pengaturan terkait izin masuk, keluar, dan tinggal di Indonesia bagi orang asing pada UU Keimigrasian memiliki banyak implikasi di bidang hukum, keamanan, sosial, politik, ekonomi dan keuangan negara. Dari sisi keuangan negara, UU Cipta Kerja diharapkan memiliki dampak berupa potensi kenaikan pendapatan negara, baik dari sisi penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun di balik berbagai manfaat potensial tersebut, UU ini tentu juga memunculkan risiko baru, antara lain yang berhubungan pengelolaan kedua jenis penerimaan tersebut.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Kementerian Hukum dan HAM 2019, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melaporkan pendapatan sebesar Rp4,303 triliun. Dari jumlah tersebut 59,47% atau Rp2,559 triliun di antaranya berasal dari pendapatan terkait aktivitas keimigrasian. Penjelasannya, terdiri dari pendapatan paspor Rp1,253 triliun, pendapatan visa Rp406,73 miliar, pendapatan izin keimigrasian dan izin masuk kembali Rp716,93 miliar, dan pendapatan pelayanan keimigrasian lainnya Rp182,20 miliar. Dengan berbagai kelonggaran dalam hal kunjungan dan izin tinggal di Indonesia bagi orang asing, pendapatan yang dikumpulkan oleh Ditjen Imigrasi besar kemungkinan akan mengalami kenaikan, khususnya pada tiga pos yang disebut terakhir.

Dibandingkan dengan pendapatan negara dari sektor pajak, perolehan PNBP tersebut barangkali tidak signifikan. Namun dampak ikutan dari banyaknya orang asing yang mengunjungi, tinggal dan berinvestasi di Indonesia jelas memiliki signikansi tersendiri. Kunjungan wisatawan asing ke Indonesia menjadi salah satu sumber penggerak perekonomian sektor pariwisata. Investasi asing di Indonesia akan berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan baru yang dapat mendorong kenaikan penerimaan negara dari sektor pajak.

Sampai akhir 2019, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan asing di Indonesia adalah 16,11 juta. Sementara itu, nilai investasi asing selama 2019 tercatat sebesar 28.208,8 juta dolar AS. Pemerintah berharap, hadirnya UU Cipta Kerja pada akhirnya akan mampu meningkatkan kedatangan wisatawan maupun investasi di Indonesia. Namun sejauh ini belum ada analis yang memperkirakan besaran peningkatannya karena peraturan pelaksanaan UU tersebut saat ini masih dalam penggodokan.

Sistem Informasi Keimigrasian

Terlepas dari berbagai perkiraan dampak yang akan ditimbulkan pada tahun-tahun yang akan datang, satu hal yang pasti dari UU Cipta Kerja ini adalah kenaikan arus masuk orang asing. Baik untuk keperluan kunjungan, tinggal dan berusaha di Indonesia. Dalam konteks ini, manajemen data kunjungan orang asing melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menjadi titik yang paling krusial. Karena di samping manfaat, kemudahan akses orang asing ke Indonesia juga mengandung risiko yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan keamanan. Di samping itu, pengelolaan keuangan negara terkait keimigrasian juga sangat bergantung dengan manajemen data tersebut.

Dalam kaitan manajemen data tersebut, pertanyaan terpenting yang harus terjawab adalah apakah Ditjen Imigrasi telah memiliki sebuah sistem informasi terpadu yang efektif mampu menampilkan data akurat menyangkut orang asing yang telah masuk ke, sedang berada di, dan telah keluar dari Indonesia? Sistem informasi tersebut menjadi landasan penting untuk pengelolaan aspek keamanan, sosial, ekonomi, dan keuangan negara. Sistem informasi tersebut antara lain harus mencakup pengelolaan data perlintasan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan penerimaan negara.

Dalam kaitan ini, UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian telah mengatur bahwa Direktur Jenderal Imigrasi bertanggung jawab menyusun dan mengelola Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (disingkat SIMKIM) sebagai sarana pelaksanaan fungsi keimigrasian di dalam atau di luar wilayah Indonesia. SIMKIM adalah sistem teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi guna mendukung operasional, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi keimigrasian. SIMKIM merupakan satu kesatuan dari berbagai proses pengelolaan data dan informasi, aplikasi, serta perangkat berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dibangun untuk menyatukan dan menghubungkan sistem informasi pada seluruh pelaksana fungsi keimigrasian secara terpadu. Fungsi keimigrasian adalah bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Kelemahan SIMKIM

Seperti telah disinggung sebelumnya, pertanyaan kunci mengenai pengelolaan data keimigrasian berbasis SIMKIM adalah apakah sistem ini mampu merekam dan menyajikan data orang asing yang telah masuk, tinggal, dan meninggalkan Indonesia secara akurat. Akurasi data ini sangat penting karena akan menjadi basis penghitungan penerimaan negara dari sektor keimigrasian dan bahan pembuatan keputusan penting lainnya. Jika SIMKIM tidak mampu memenuhi tujuan manajemen data tersebut, maka pemerintah berpotensi menerima berbagai konsekuensi mulai dari kerugian keuangan negara sampai dengan persoalan keamanan dalam negeri.

Dari aspek keuangan negara, ketidakakuratan data SIMKIM akan berakibat pada kekurangan penerimaan PNBP sektor keimigrasiaan, yang juga berarti kerugian keuangan negara. Kekurangan penerimaan tersebut bisa terjadi karena sebab-sebab berikut.

Pertama, data keimigrasian tidak lengkap. Terlepas dari tujuan keberadaan SIMKIM, potensi ketidaklengkapan data keimigrasian masih mungkin terjadi. Kelengkapan dan keakuratan data orang asing yang mengunjungi Indonesia akan bergantung pada rancangan dan pengoperasian aplikasi, khususnya terkait dengan proses perekaman dan pengintegrasian data kunjungan. Dari sisi keuangan negara, kegagalan SIMKIM dalam mengintegrasikan data kunjungan tentu berdampak pada ketidaktepatan penghitungan penerimaan PNBP dari visa dan izin tinggal.

Kedua, data keimigasian tidak mutakhir. Di samping, ketidaklengkapan dan ketidakakuratan data lalu lintas orang asing yang masuk ke dan keluar dari Indonesia, permasalahan juga bisa terjadi terkait kemutakhiran data orang asing yang tinggal di Indonesia. Apabila SIMKIM tidak mampu menampilkan data orang asing yang izin tinggalnya sudah melewati waktu yang diizinkan, dari sisi keuangan negara, risiko utamanya adalah tidak dapat diterimanya pendapatan dari izin tinggal, di samping potensi permasalahan sosial lainnya.

Sejauh ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum memiliki informasi mengenai keefektifan SIMKIM dalam menyediakan data akurat mengenai keberadaan orang asing di Indonesia. Akan tetapi, permasalahan terkait SIMKIM setidaknya telah terungkap ke publik menyusul terungkapnya masalah tidak terdeteksinya keberadaan Harun Masiku, seorang anggota DPR, yang telah kembali ke Indonesia dari luar negeri.

Pokok permasalahannya adalah data kedatangan yang bersangkutan ternyata tidak terdeteksi karena proses pemutakhiran atau sinkronisasi data SIMKIM tertunda dengan alasan yang belum diketahui. Persoalan ini menjadi sangat signifikan karena hal ini tidak hanya menyangkut anggota DPR, melainkan data lalu lintas 120 orang di terminal 2F Bandara Soekarno Hatta.

Penulis berpendapat, bahwa gambaran satu kasus terkait pengelolaan data SIMKIM tersebut setidaknya cukup memberi gambaran mengenai kelemahan pemantauan perlintasan orang masuk ke dan keluar dari Indonesia. Sampai saat ini pun, kita belum mengetahui apakah hal sama pernah terjadi di pintu masuk lainnya yang tersebar di bandara atau pelabuhan di seluruh Indonesia. Kita juga belum mengetahui secara pasti apakah persoalan terkait SIMKIM hanya soal itu. Namun demikian, satu hal yang pasti, ketidakberesan pengelolaan SIMKIM akan memunculkan risiko serius dari aspek keamanan dalam negeri, di samping risiko keuangan negara.

Kesimpulan

Tulisan ini secara singkat telah memaparkan bahwa UU Cipta Kerja telah menghadirkan risiko yang lebih besar dari berbagai aspek, termasuk keuangan negara, khususnya dari klaster imigrasi. Bila dicermati, risiko sebenarnya sudah ada sebelum UU Cipta Kerja diundangkan. Dalam konteks ini, pembahasan mengenai risiko keuangan negara pada klaster keimigrasian tidak dapat dilepaskan pada akurasi data lalu lintas orang masuk ke dan keluar dari Indonesia.

Dari data yang ada, penulis berpendapat bahwa risiko ketidakakuratan data imigrasi sudah ada sebelum UU Cipta Kerja diberlakukan. Hal ini terkait dengan kelemahan SIMKIM yang digunakan Ditjen Imigrasi saat ini. Risiko tersebut akan semakin besar pasca-UU Cipta Kerja karena kedatangan orang asing ke Indonesia untuk berwisata, tinggal, dan berinvestasi akan semakin mudah.

Dengan kata lain, UU Cipta Kerja akan memperbesar lalu lintas orang asing di Indonesia. Oleh karena itu, jika kelemahan SIMKIM tidak segera diatasi maka dampaknya pada aspek keuangan negara dan aspek lainnya tidak dapat dikendalikan.

Berangkat dari fakta belum adanya informasi menyeluruh mengenai keefektifan SIMKIM dalam mengelola data perlintasan orang masuk ke dan keluar dari Indonesia, pemeriksaan kinerja terkait SIMKIM akan lebih baik apabila segera dilakukan. Alasan utamanya adalah semakin besarnya risiko yang dihadapi Indonesia pasca-UU Cipta Kerja. Pengelolaan data lalu lintas dan keberadaan orang asing di Indonesia merupakan hal yang sangat krusial, karena tidak saja menyangkut persoalan keuangan negara, melainkan juga keamanan dalam negeri.

29/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Monumen Nasional (Monas) di Jakarta (Sumber foto: jakarta-tourism.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Pemprov DKI Tingkatkan Penyelesaian Rekomendasi BPK

by Admin 1 26/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota V BPK Bahrullah Akbar mengapresiasi kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut. Namun, dia mengingatkan agar Pemprov DKI tak berpuas diri dengan raihan tersebut.

Hal ini karena masih banyak yang harus diperbaiki bersama untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Salah satu hal yang perlu ditingkatkan adalah tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.

Hal tersebut disampaikan Bahrullah dalam kegiatan “Entry Meeting” Pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja Penyediaan Rumah untuk Masyarakat Miskin Tahun Anggaran 2020 pada Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan yang digelar pada Senin (15/2) tersebut turut dihadiri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Bahrullah menyampaikan, ada sebanyak 10.116 rekomendasi senilai Rp15 triliun dan 6,68 juta dolar AS yang dilaporkan dalam LHP BPK tahun 2005-semester I tahun 2020. Dari jumlah tersebut, tindak lanjut dengan status selesai sebanyak 7.567 rekomendasi senilai Rp10,25 triliun dan 6,68 juta dolar AS atau 74,80 persen.

“Kami berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk selalu meningkatkan tingkat penyelesaian rekomendasi BPK, sehingga kualitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah semakin baik, transparan dan akuntabel,” kata Bahrullah.

Bahrullah mengatakan, hasil pemeriksaan BPK tidak akan efektif selama rekomendasi BPK tidak dilaksanakan. Oleh karena itu, Bahrullah menegaskan BPK selalu terbuka terhadap diskusi terkait tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.

“Silakan berkomunikasi terkait tindak lanjut dengan BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, sehingga akan dapat dipercepat proses penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK,” kata Bahrullah.

26/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit

    22/07/2025
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id