WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 23 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

Achsanul Khaq
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Cara BPK Menjaga Kualitas Pemeriksaan pada Masa Pandemi

by Admin 1 23/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memulai pemeriksaan laporan keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) tahun anggaran 2020. Berbeda dengan sebelumnya, pemeriksaan tak hanya dilakukan secara serentak, tapi juga dilakukan secara sistematis oleh seluruh satuan kerja (satker). 

BPK pun menjamin kualitas hasil pemeriksaan tetap terjaga dengan adanya prosedur alternatif pemeriksaan pada masa pandemi Covid-19. Auditor Utama Keuangan Negara V Akhsanul Khaq menjelaskan, pemeriksaan laporan keuangan biasanya memang dilakukan secara serentak. Namun, saat ini, pemeriksaan benar-benar dilakukan secara sistematis. 

Ia mencontohkan, di kelompok kerja (pokja) LKPP kini ada satu tim khusus yang menangani persoalan yang memiliki keterkaitan antara LKPP dengan LKPD. Dengan adanya tim khusus tersebut, kata dia, Auditorat Keuangan Negara (AKN) II sebagai leading sector pemeriksaan LKPP, selalu berkoordinasi dengan AKN V maupun AKN VI terkait beberapa persoalan, antara lain mengenai hibah dan transfer daerah.

“Jadi, sekarang dilakukan secara sistematis dengan tujuan bagaimana mengaitkan antara pemeriksaan LKPP dan LKPD,” kata Akhsanul saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, Jumat (5/3).

Terkait prosedur pemeriksaan, Akhsanul mengatakan BPK telah mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) melalui Keputusan BPK Nomor 4 Tahun 2020. Juknis itu pada intinya mengatur mengenai prinsip-prinsip untuk tetap menjaga kualitas pemeriksaan.

Ia mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 memang menuntut adanya metode-metode baru dalam proses pemeriksaan. Kegiatan-kegiatan dalam tahapan pemeriksaan yang biasanya dilakukan secara tatap muka, kini lebih banyak digelar secara virtual. 

Akhsanul menambahkan, pemeriksaan fisik bahkan juga bisa dilaksanakan secara daring. Dalam hal pemeriksaan aset gedung, misalnya, pemeriksa bisa menggunakan GPS untuk memastikan keberadaan lokasi gedung tersebut. Kemudian, pemeriksa juga bisa melakukan video call dengan entitas yang diperiksa guna melihat secara virtual gedung tersebut. “Jadi, ada perwakilan dari entitas yang masuk ke dalam gedung dan memperlihatkan ruang-ruang yang ada melalui video call tersebut,” kata dia.

Akhsanul memastikan, prosedur alternatif yang diterapkan dalam pemeriksaan tak berpengaruh terhadap aspek materialitas. Sebab, pemeriksaan tetap mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). BPK tetap harus memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan yang diperiksa telah disajikan secara wajar atau tidak dalam semua hal yang material.

“Artinya, dalam kondisi pandemi Covid-19, soal materialitas itu tetap harus diperhatikan. Pemeriksaan laporan keuangan mengacu pada empat hal, yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” kata dia.

Kualitas hasil pemeriksaan pun dipastikan tetap terjaga. Proses quality assurance dan quality control tetap dijalankan yang salah satunya dilakukan melalui aplikasi bernama SiAP, yaitu Sistem Aplikasi Pemeriksaan. Akhsanul menjelaskan, SiAP merupakan salah satu bentuk digitalisasi dokumen pemeriksaan. Kertas kerja pemeriksaan yang sebelumnya dalam bentuk fisik, didigitalkan dan bisa diakses secara berjenjang oleh anggota tim, ketua tim, pengendali teknis, hingga penanggung jawab pemeriksaan. 

23/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Audit TI Tunjang Pemeriksaan Laporan Keuangan

by Admin 1 20/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan the Australian National Audit Office (ANAO) menggelar pelatihan audit teknologi informasi (TI) bertajuk “Introduction to IT Audit Training’’ pada Selasa (16/3). Kegiatan yang digelar secara virtual tersebut, merupakan implementasi kerja sama bilateral BPK dan ANAO pada 2021.

Tujuan digelarnya pelatihan tersebut untuk memberikan pemahaman dan gambaran umum mengenai pendekatan audit yang dilakukan ANAO dalam melakukan audit TI guna mendukung audit laporan keuangan tahunan. Audit TI secara umum adalah bentuk pengawasan dan pengendalian dari infrastruktur teknologi informasi secara menyeluruh. Audit teknologi informasi ini dapat berjalan bersama-sama dengan audit finansial dan audit internal atau dengan kegiatan pengawasan dan evaluasi lain yang sejenis.

Pelatihan dilakukan secara peer to peer mencakup pengenalan audit teknologi informasi dari perspektif Australia dan difasilitasi dua auditor yang membidangi pemeriksaan teknologi informasi di ANAO sebagai “Subject Matter Experts”. Kedua auditor TI ANAO tersebut adalah Elenore Karpfen, senior director, Systems Assurance and Data Analysis Group; dan Dale Stoddart, senior director, Professional Services and Relationships Group.

Fokus dari kegiatan pelatihan adalah memahami peran pekerjaan audit TI untuk audit keuangan dan pendekatan untuk menilai desain serta implementasi pengendalian umum TI (ITGC). Selain itu, pengujian secara terperinci mengenai efektivitas operasional.

Kegiatan ini digelar dalam tiga sesi dan dibuka dengan sambutan dari Senior Advisor ANAO untuk BPK, Kristian Gage. Pada sesi pertama, Auditor TI BPK Yusminarni Syam Zendrato memaparkan mengenai gambaran umum fungsi TI dalam mendukung pemeriksaan.

Sedangkan pada sesi kedua dan ketiga, giliran “subject matter experts” dari ANAO yang memberikan paparan. ANAO membahas materi mengenai “Scoping IT audit work and assessing the impact of the results”. Salah satu hal yang dipaparkan ANAO adalah mengenai relevansi audit TI dengan audit laporan keuangan. ANAO menjelaskan, audit TI penting dilakukan karena TI merupakan bagian dari lingkungan auditee.

Selain itu, TI menimbulkan risiko bagi entitas, khususnya risiko terkait bagaimana suatu entitas mengelola dan melaporkan masalah keuangan. TI juga disebut memengaruhi efektivitas atas pengendalian yang dilakukan suatu organisasi. Menurut ANAO, desain terhadap suatu kontrol menjadi inti dari penilaian risiko yang mereka lakukan.

20/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Infografik

Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum

by Admin 1 19/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Efektivitas Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum TA 2016-semester I 2018 pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta (Pusat) dan Provinsi Jawa Barat. Pemeriksaan kinerja ini dilakukan sehubungan dengan sedang dilaksanakannya upaya pengendalian pencemaran di DAS Citarum, khususnya setelah pemerintah membentuk tim Percepatan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum.

Dari pemeriksaan itu, didapat beberapa kesimpulan. Pertama, pengelolaan pengendalian pencemaran di DAS Citarum belum sepenuhnya efektif dalam melakukan pengendalian pencemaran DAS Citarum sesuai kewenangannya. Kedua, belum sepenuhnya efektif dalam memperbaiki kualitas DAS Citarum melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) untuk meningkatkan kualitas air Sungai Citarum sesuai rentang kelas air yang ditetapkan.

Sementara itu, temuan signifikan yang didapatkan yakni, pertama, kegiatan pengendalian pencemaran air di DAS Citarum belum didasarkan pada perencanaan yang komprehensif dan terpadu. Kedua, peran antarsektor dalam pengelolaan DAS Citarum belum terkoordinasi dengan baik.

Ketiga, aktivitas pengendalian pencemaran air belum memadai untuk menjamin kualitas air berada pada rentang kelas air yang telah ditetapkan. Keempat, upaya pengendalian pencemaran air di DAS Citarum belum dimonitor dan dievaluasi secara berkesinambungan.

BPK pun memberikan rekomendasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Terkait dengan peningkatan perencanaan, rekomendasi yang diberikan yaitu melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah untuk menyusun perencanaan pengendalian pencemaran secara terpadu dalam program Citarum Harum.

Kemudian, rekomendasi terkait peningkatan peran antarsektor yaitu berkoordinasi dengan gubernur Jawa Barat untuk mensinergikan program/kegiatan dari forum yang sudah ada untuk mendukung gerakan Citarum Harum dalam bentuk rencana aksi. Terkait dengan peningkatan aktivitas pengendalian pencemaran air, BPK merekomendasikan, pertama, agar melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait untuk membangun dan memelihara sarana dan prasarana pengolahan air limbah domestik dengan memanfaatkan sumber dana APBN/APBD maupun non APBN/APBD.

Kedua, berkoordinasi dengan gubernur Jawa Barat dan bupati/wali kota di wilayah DAS Citarum dalam rangka percepatan penetapan peraturan jabatan fungsional PPLHD di masing-masing daerah. Ketiga, melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman, gubernur Jawa Barat, bupati Purwakarta, bupati Cianjur, dan bupati Bandung Barat dan pelaksana operasional waduk dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah DAS Citarum dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal peternakan dengan memanfaatkan dana APBN/APBD.

Selanjutnya, terkait peningkatan monitoring dan evaluasi, BPK merekomendasikan agar berkoordinasi dengan menteri Koordinator Bidang Kemaritiman selaku ketua Tim Pengarah Citarum Harum dan gubernur Jawa Barat selaku komandan Satgas Citarum Harum untuk menyusun mekanisme pemantauan dan evaluasi terpadu atas kegiatan pengendalian pencemaran DAS Citarum serta instrumen untuk mengukur pencapaian keberhasilan kegiatan tersebut.

Sumber: LHP Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pengendalian Pencemaran DAS Citarum TA 2016-Semester I 2018.

19/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Sumber: Laman resmi Kemendagri)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Mendagri: LFAR Ibarat General Check-up

by Admin 1 19/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyambut baik rencana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan memperluas penerapan Long Form Audit Report (LFAR). Tahun ini, LFAR bakal diterapkan dalam pemeriksaan di seluruh Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tingkat provinsi.

LFAR digagas untuk memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan. Melalui LFAR, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang turut memperhatikan penekanan pada aspek-aspek kinerja yang dicapai entitas di dalam periode pemeriksaan.

Mendagri menilai, LFAR merupakan gagasan yang menarik. “Hal ini saya analogikan seperti kita melakukan general check-up. Jadi kita memperoleh hasil kesehatan secara komprehensif,” kata Mendagri kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Dengan adanya LFAR, kata Mendagri, pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak sebatas melihat apakah belanja daerah telah sesuai dengan standar dan peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu, para pemangku kepentingan dapat menilai apakah belanja daerah tersebut telah memberikan dampak kepada masyarakat dan memberikan nilai tambah terhadap organisasi.

Ia menambahkan, dengan adanya LFAR, pemerintah juga bisa membandingkan apakah keandalan penyajian laporan keuangan telah berbanding lurus dengan manfaat yang diterima oleh masyarakat.

“Contoh kecil, dengan LFAR kita bisa menganalisis pertambahan anggaran daerah setiap tahun, namun di sisi lain gini rasio dan kemiskinan meningkat. Contoh lainnya, misal, pada pembangunan puskesmas di suatu daerah. Harus bisa dikaitkan apakah pembangunan puskesmas tersebut telah mampu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat,” ujar dia.

“Apabila hanya berhenti pada laporan keuangan, kita hanya mampu untuk melihat efisiensi dan ketaatannya saja. Akan tetapi, jika kita melakukan pemeriksaan kinerja, maka aspek ekonomis, efektivitas, equality, dan equity juga dapat diketahui,” papar Mendagri.

Pada 2020, LFAR telah diterapkan secara piloting untuk LKPD di lima provinsi, yaitu di Pemprov DKI, Pemprov Aceh, Pemprov Lampung, Pemprov Banten, dan Pemprov Jawa Timur. Topik pemeriksaan kinerja di lima daerah tersebut berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing entitas.

Di Provinsi Banten, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penanggulangan bencana tahap prabencana tahun anggaran 2019 yang hasilnya belum efektif. Di Provinsi Lampung, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemda untuk mencapai target kemantapan jalan dalam mendukung pergerakan orang dan barang tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif.

Di Provinsi Jawa Timur, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan tahun anggaran 2019 yang hasilnya cukup efektif. Sementara di Aceh BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana otsus tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif. Sedangkan di DKI Jakarta, pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat hasilnya masih perlu ditingkatkan.

19/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat beberapa permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PUPR (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Catatan BPK Terhadap Penyediaan Rumah Susun dan Belanja Modal Kementerian PUPR

by Admin 1 16/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat beberapa permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Hal ini terkait dengan pemeriksaan terhadap Kinerja Efektivitas Penyediaan Rumah Susun Layak Huni dan Berkelanjutan Tahun 2018 sampai dengan Semester I tahun 2020. Kemudian, Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Belanja Modal Tahun Anggaran 2019 dan 2020 (sampai dengan triwulan III) pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

Pertama, terkait aspek dukungan sumber daya. BPK mencatat, kebijakan dan regulasi dari setiap level pemerintahan belum semua mendukung penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan serta pengimplementasian sumber pendanaan alternatif selain APBN dalam penyediaan rumah susun belum terlaksana sepenuhnya.

Kedua, terkait aspek kelembagaan dan tata laksana. Hal ini antara lain proses verifikasi permohonan/usulan bantuan pembangunan rumah susun sewa belum dilaksanakan secara cermat dan memastikan ketepatan sasaran sesuai tujuan program. Ketiga, aspek lingkungan pendukung. Hal ini antara lain koordinasi dalam upaya penyediaan lahan untuk pembangunan rumah susun dengan pihak terkait belum sepenuhnya dilaksanakan dan perizinan/administrasi dalam penyediaan rumah susun belum memadai.

“Kelemahan-kelemahan pada penyediaan rusun tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tidak tercapainya target penyediaan rumah layak huni yang telah ditetapkan,” tulis BPK dalam siaran persnya.

Sebelumnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas kedua pemeriksaan tersebut telah disampaikan oleh Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri PUPR Mochamad Basuki Hadimoeljono pada Selasa (30/3).

Dari hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, BPK mencatat upaya dan capaian yang telah dilakukan Kementerian PUPR. Pertama, pendanaan APBN Tahun 2018 dan 2019 telah dilakukan penyerapan anggaran masing-masing mencapai 95,08% dan 90,51%.

Kedua, upaya pemenuhan terget pembangunan rusun telah melakukan identifikasi sumber pendanaan alternatif berupa KPBU bidang perumahan. Ketiga, mengimplementasikan fasilitas pembiayaan bantuan pemilikan rumah yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui skema subsidi pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, subsidi bantuan uang muka, dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.

BPK juga menyampaikan beberapa permasalahan signifikan pada hasil pemeriksaan tujuan tertentu atas pengelolaan sumber daya air oleh Ditjen SDA Kementerian PUPR. Pertama, perhitungan analisis harga satuan tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp11,88 miliar dan terdapat sisa material yang tidak terpasang sebesar Rp2,48 miliar atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang telah selesai pada tahun 2019 dan 2020.

Kedua, perhitungan analisis harga satuan yang tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta realisasi pembayaran termin melebihi prestasi pekerjaan sebesar Rp39,09 miliar + 584.474,66 dolar AS atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang masih berlangsung pada tahun 2020 (s/d triwulan III).

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan atas pengelolaan sumber daya air, kecuali hal-hal yang dijelaskan dalam permasalahan signifikan tersebut, BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan belanja modal tahun anggaran 2019 dan 2020 (s/d triwulan III) pada Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan sebagai pelaksanaan dari peraturan-peraturan tersebut dalam semua hal yang material.

Penyediaan perumahan, serta air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau yang diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup masyarakat merupakan sasaran pembangunan nasional yang dicantumkan dalam RPJMN 2015-2019. Berdasarkan amanat dari RPJMN tahun 2015-2019 tersebut, maka ditetapkan sasaran umum terkait perumahan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal yang layak dengan didukung prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai.

Penyediaan perumahaan juga menjadi prioritas utama pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 dengan menetapkan pembangunan 1 Juta rumah susun perkotaan sebagai Proyek Prioritas Strategis (Major Project). Tujuan tersebut dijabarkan lebih rinci melalui Kementerian PUPR dengan sasaran strategis (SS) dan sasaran program (SP), yang salah satunya adalah, “Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan”.

Adapun sasaran program di antaranya meningkatnya penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan. Hal ini selaras dengan SDG’s 11.1 yang memuat bahwa pada tahun 2030 terjamin “akses bagi semua warga terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, termasuk penataan kawasan kumuh, serta akses terhadap pelayanan dasar perkotaan”. Selain itu, Kementerian PUPR juga melaksanakan pengelolaan sumber daya air, dalam hal ini dilakukan oleh Ditjen Sumber Daya Air (Ditjen SDA).

16/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyampaikan hasil pemeriksaan yang menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera diperbaiki (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Serahkan PDTT dan Kinerja kepada Kementerian ESDM, Ini Temuan BPK

by Admin 1 15/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyampaikan hasil pemeriksaan yang menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera diperbaiki. Hal tersebut terkait dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan Tujuan Tertentu dan Kinerja kepada Kementerian ESDM yang diserahkan pada Kamis (1/4).

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun dan diterima oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, secara virtual.

Laporan hasil pemeriksaan tersebut adalah pertama, Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minyak dan Gas Bumi Tahun 2019. Kedua, PDTT atas Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Tahun 2018 sampai dengan Semester I 2020.

Ketiga, PDTT atas Pengelolaan PNBP dan Perizinan Minerba Tahun 2019. Kemudian keempat, Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Kegiatan Pembangunan Jaringan Gas Kota (Jargas) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Tahun 2015 sampai dengan Semester I 2020.

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian ESDM untuk segera diperbaiki. Terkait PDTT atas Pengelolaan PNBP Minyak dan Gas Bumi Tahun 2019, permasalahan yang ditemukan antara lain. Pertama, penetapan tarif dan reviu tarif pengangkutan gas bumi berlarut-larut dan penerapan tarif pengangkutan belum sesuai ketentuan.

Kedua, aplikasi pada Direktorat BBM dan Direktorat Gas Bumi masih belum terintegrasi. Selain itu, validitas dan reliabilitas data yang ada dalam aplikasi masih kurang memadai karena data tidak up-date.

Sementara, terkait PDTT atas Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Tahun 2018 sampai dengan Semester I 2020, permasalahan yang ditemukan antara lain, pertama denda sanksi admintrasi dari kegiatan penyaluran BBN tahun 2018 belum diterima senilai Rp821,88 miliar dan potensi denda tahun 2019 dan 2020 senilai Rp400,17 miliar. Kedua, pola distribusi dan penetapan ongkos angkut FAME (biodiesel) yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM belum dapat menjamin kualitas, ketepatan waktu, dan ketersediaan stok serta memperoleh harga yang lebih menguntungkan negara.

Temuan BPK terkait PDTT atas Pengelolaan PNBP dan Perizinan Minerba Tahun 2019 antara lain, pertama areal terganggu pada kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan sarana prasarana penunjang pada tiga perusahaan belum didukung IPPKH seluas 1.021,75 hektare (ha) dengan potensi PNBP PKH senilai Rp82,46 miliar. Kedua, penerimaan PNBP tahun 2019 dari 10 perusahaan mineral dan batubara kurang senilai 34,774,773.89 dolar AS dan Rp205,38 miliar.

Terkait Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Kegiatan Pembangunan Jaringan Gas Kota (Jargas) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Tahun 2015 sampai dengan Semester I 2020, BPK menemukan beberapa permasalahan. Pertama, Kementerian ESDM belum memiliki roadmap yang jelas dan terukur dalam upaya percepatan pemanfaatan gas alam untuk sektor rumah tangga/pelanggan kecil dan transportasi. Kedua, monitoring dan evaluasi dalam kegiatan pembangunan Jargas dan SPBG belum dapat menilai outcome untuk mendukung tujuan pemerintah dalam pemanfaatan gas alam di sektor rumah tangga/pelanggan kecil dan transportasi.

“Kelemahan-kelemahan tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran terkait yang telah ditetapkan dalam RPJMN,” jelas Isma Yatun.

Salah satu prioritas nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 adalah, “Memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan”. Sementara sasarannya, antara lain, “Meningkatnya daya dukung dan kualitas sumber daya ekonomi sebagai modalitas bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan” dan “Meningkatnya nilai tambah, lapangan kerja, investasi, ekspor, dan daya saing perekonomian”.

Keempat pemeriksaan BPK itu dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran nasional tersebut. Terutama untuk program prioritas “Pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan (EBT)” dan “Penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi”.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut juga selaras dengan upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 7, yaitu, “Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua”. Serta SDG 8, yaitu, “Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua”.

15/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Catatan BPK dalam LHP Semester II 2020 untuk Kementerian Pertanian

by Admin 1 14/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Permasalahan pertama, pembayaran atas pengadaan benih tidak mempertimbangkan hasil pengujian mutu sebesar Rp4,1 miliar. Kemudian benih tidak dapat diidentifikasi penyalurannya sebesar Rp934,57 juta, dan terdapat putus kontrak yang tidak dapat dijelaskan senilai Rp14,93 miliar.

Permasalah kedua yaitu perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan kegiatan optimasi lahan rawa belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Ketiga, pelaksanaan belanja penanganan pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

“Berdasarkan permasalahan signifikansi yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 tidak sesuai dalam semua hal yang material dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40.1/PERMENTAN/ RC.010/10/2018 tentang Pedoman Teknis Optimasi Lahan Rawa dan Pedoman Pengawasan Kegiatan Optimasi Lahan Rawa Mendukung Serasi Tahun Anggaran 2019,” tulis BPK dalam siaran persnya.

BPK melalui Auditorat Keuangan Negara (AKN) IV telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2020 kepada Kementerian Pertanian, secara virtual pada Kamis (1/4). Laporan tersebut adalah LHP dengan Tujuan Tertentu atas Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Kemudian LHP dengan Tujuan Tertentu atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 pada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Penyerahan LHP dilakukan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK pada Semester II Tahun 2020 merupakan pemeriksaan kepatuhan yang bertujuan untuk menilai apakah hal pokok atau subject matter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai kriteria,” jelas Isma Yatun dalam sambutannya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan atas Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 dan Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 bertujuan untuk menilai beberapa hal. Pertama, apakah pengelolaan belanja optimasi lahan dan saprodi tahun 2019 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Kedua, menilai efektifitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.

Selanjutnya, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/202 tanggal 18 April 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.

Sementara itu, pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 bertujuan untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan dalam pengelolaan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit yang dibiayai dari dana BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Meskipun begitu, BPK menemukan beberapa permasalahan signifikan. Permasalah itu antara lain, pertama, lahan peremajaan  perkebunan sawit seluas 1.483,04 hektare (h)a dan 336 NIK pekebun tidak valid. Sehingga terdapat indikasi kelebihan pembayaran minimal sebesar Rp19,13 miliar dan potensi kelebihan pembayaran atas lahan seluas 717,91 ha.

Permasalahan kedua yaitu pengelolaan keuangan dana operasional dukungan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan Peraturan Pekerjaan Swakelola Tipe II. Sehingga penetapan alokasinya tidak terukur dan tidak dapat diperbandingkan dengan sasaran/output pelaksanaan kegiatan. Kemudian terjadi kekurangan penerimaan negara dari sektor pajak, kelebihan pembayaran atas penggunaan dana operasional yang tidak sesuai ketentuan, dan potensi kerugian negara atas bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020, BPK memberikan kesimpulan bahwa penetapan rekomendasi teknis, monitoring dan evaluasi serta pelaporan dan pertanggungjawaban dana swakelola/operasional pada kegiatan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2017 tentang Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2019 juncto Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Peremajaan serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.

Pada kesempatan tersebut, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK juga berharap agar Menteri Pertanian beserta jajarannya agar dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. Dengan begitu pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan, terutama pada masa pandemi ini.

Selain itu juga dapat menyediakan dokumen digital, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan. Tujuannya, database tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemeriksa BPK demi berjalannya pemeriksaan yang lancar, efisien, dan efektif serta berkualitas pada masa pandemi Covid-19 atau kondisi darurat lainnya.

14/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Minta Kementerian LHK Perhatikan Pengelolaan Limbah B3

by Admin 1 13/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) menyampaikan permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk segera diperbaiki. Hal ini disampaikan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Pemantauan Pengelolaan Limbah B3 dan Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 pada Kementerian LHK.

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun dan diterima oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar secara virtual pada Kamis (1/4).

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan atas program pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup dengan berkurangnya risiko akibat paparan limbah B3. Permasalahan signifikan pertama yang harus menjadi perhatian Kementerian LHK untuk segera diperbaiki yaitu, aspek perencanaan strategis dalam kegiatan pemantauan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 belum lengkap dan bersinergi untuk memitigasi dampak buruk kepada manusia dan lingkungan. Di antaranya belum tersedianya seluruh data limbah B3 dan seluruh penghasil limbah B3 sebagai dasar pelaksanaan pemantauan serta data lahan terkontaminasi limbah B3.

Kedua, aspek dukungan kelembagaan dan sumber daya belum menjamin terpantaunya seluruh pengelolaan limbah B3 dan terpulihkannya lahan terkontaminasi limbah B3. Di antaranya sistem informasi untuk mendukung kegiatan pemantauan pengelolaan dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 belum lengkap dan terintegrasi.

Ketiga, aspek pelaksanaan pemantauan pengelolaan dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 belum sepenuhnya memadai. Di antaranya pemantauan atas pengelolaan limbah B3 belum dilakukan atas seluruh penghasil limbah B3, khususnya yang tidak berizin.

Keempat, sehubungan dengan kejadian pandemi global Covid-19 pada tahun 2020, BPK menemukan kelemahan dalam pemantauan pengelolaan limbah B3 infeksius penanganan Covid-19. Di antaranya pemantauan pengelolaan limbah infeksius penanganan Covid-19 belum dilakukan pada rumah sakit rujukan dan tempat karantina mandiri. Kemudian belum terdapat data timbulan limbah infeksius penanganan Covid-19 yang valid serta pelaksanaan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah belum maksimal.

“Kelemahan-kelemahan tersebut, apabila tidak segera dibenahi dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam kegiatan pemantauan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3. Pada akhirnya, kelemahan tersebut dapat menyebabkan tidak tercapainya target peningkatan kualitas lingkungan hidup yang telah ditetapkan,” tulis BPK dalam pernyataan resminya.

Peningkatan kualitas lingkungan hidup merupakan sasaran pembangunan nasional yang dicantumkan pada RPJMN 2015-2019. Sasaran pembangunan nasional tersebut menjadi salah satu sasaran program oleh Kementerian LHK, yakni meningkatnya kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup dengan berkurang resiko akibat paparan limbah B3.

Pada RPJMN 2020-2024, peningkatan kualitas lingkungan hidup juga menjadi salah satu agenda pembangunan nasional. Sasaran pembangunan nasional dalam rangka menangani isu dan tantangan pengelolaan limbah B3, yaitu dengan mengurangi jumlah limbah B3 dan mendorong upaya pengelolaan limbah B3 yang terintegrasi melalui pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3 dan limbah medis.

13/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK menggunakan big data analytics dalam pemeriksaan LKPP tahun 2020 (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Canggih, Ini Peran Big Data Analytics dalam Pemeriksaan LKPP Tahun 2020

by Admin 1 12/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terus mewujudkan komitmen untuk menggunakan teknologi agar terus meningkatkan hasil pemeriksaan. Apalagi, pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini yang membatasi pergerakan fisik masyarakat. Yang terkini, BPK menerapkan big data analytics dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, peran big data analytics tersebut dilakukan dengan memanfaatkan data keuangan dan nonkeuangan yang saat ini tersimpan di BPK. “Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, BPK tetap berkomitmen untuk melaksanakan dan menyelesaikan pemeriksaan LKPP sesuai amanat undang-undang serta jadwal yang telah disepakati BPK dan pemerintah dengan tetap berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN),” kata Ketua BPK saat memberikan sambutan dalam kegiatan Entry Meeting Pemeriksaan LKPP Tahun 2020 yang dilaksanakan secara virtual pada Rabu (31/3).

Pada kesempatan yang sama, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota II BPK selaku Koordinator Komite Pengarah Pokja LKPP, Pius Lustrilanang menyampaikan fokus pemeriksaan BPK dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020 serta beberapa risiko yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Fokus pemeriksaan antara lain terkait dengan penggunaan anggaran untuk pelaksanaan kebijakan keuangan negara dalam menangani pandemi Covid-19; ketepatan sasaran dalam penyaluran belanja subsidi; utang dan piutang perpajakan; serta perbaikan sebagian hasil penilaian kembali barang milik negara (BMN) yang sesuai komitmen pemerintah diselesaikan pada tahun 2020.

“BPK mengharapkan dukungan Menteri Keuangan dan seluruh menteri/pimpinan lembaga serta seluruh pejabat pemerintah pusat agar pemeriksa BPK dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik, standar pemeriksaan keuangan negara, serta ketentuan perundang-undangan,” ujar Anggota II BPK dalam sambutannya. 

Pada 29 Maret 2021, Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah telah menyampaikan LKPP Tahun 2020 (Unaudited) kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan. Hal ini untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

LKPP Tahun 2020 (unaudited) merupakan laporan keuangan yang mengkonsolidasikan 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Setelah disampaikan kepada BPK, selanjutnya BPK akan melaksanakan pemeriksan atas LKPP Tahun 2020 (unaudited).

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP Tahun 2020 dijadwalkan akan diselesaikan dan disampaikan kepada Presiden, DPR, dan DPD pada 28 Mei 2021. LKPP Tahun 2020 yang telah diperiksa BPK atau LKPP audited selanjutnya akan digunakan pemerintah untuk menyusun rancangan undang-undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2020.

Kegiatan entry meeting pemeriksaan LKPP Tahun 2020 juga dihadiri Wakil Ketua BPK, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/ Anggota I sampai dengan VII, para pejabat eselon I, beberapa pejabat struktural dan fungsional, kelompok kerja (pokja) pemeriksaan LKPP, dan tim pemeriksa LKPP. Sedangkan dari pemerintah dihadiri oleh menteri keuangan, beberapa menteri/pimpinan lembaga dan wakil menteri, serta pejabat eselon I dari Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga lainnya.

12/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK-ANAO
BeritaOpini

BPK-ANAO Bahas Pendekatan Pemeriksaan Entitas

by Admin 1 09/04/2021
written by Admin 1

Oleh: Tyas Dibyantari dan Damar Wijanarko, Pegawai Biro Humas dan KSI BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bekerja sama dengan Australian National Audit Office (ANAO) mengadakan acara bertajuk “Roundtables Discussion on Financial Audit”. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini merupakan salah satu implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan ANAO untuk tahun 2021.

Kegiatan diskusi peer to peer ini bertujuan menjalin networking antara tim pemeriksa laporan keuangan dari BPK dan ANAO, terutama untuk tim-tim yang memeriksa entitas yang sama/serupa di Indonesia dan Australia. Lewat kegiatan ini, tim pemeriksaan atas entitas yang serupa di kedua intitusi saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait pendekatan kontemporer dalam pemeriksaan keuangan.

Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung selama tiga sesi pertemuan ini telah dimulai pada Maret 2021. Diskusi sesi pertama diikuti tiga tim pemeriksaan keuangan BPK terpilih, yaitu tim pemeriksaan laporan keuangan Mahkamah Agung (MA), Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), dan pemeriksa laporan keuangan Kementerian Tenaga Kerja. Adapun sebagai peer team dari ANAO adalah tim pemeriksa Australia Consolidated Financial Statements, High Court of Australia, dan Department of Education, Skills, and Employment (DESE).

Dalam roundtables discussion sesi pertama yang telah digelar pada Maret 2021, tiga tim pemeriksaan keuangan terpilih tersebut berdiskusi dengan tim ANAO mengenai entitas yang mereka periksa dan seputar tantangan yang relevan, serta risiko pemeriksaan pada area pemeriksaan keduanya. Bertindak sebagai moderator dalam acara diskusi ini adalah Senior Advisor ANAO untuk BPK, Kristian Gage.

Pada 19 Maret, tim pemeriksaan laporan keuangan Mahkamah Agung dari AKN III BPK berdiskusi dengan tim pemeriksa ANAO untuk High Court of Australia. Rio Andalas Soekotjo selaku ketua tim pemeriksaan laporan keuangan Mahkamah Agung (MA) TA 2020 menyampaikan paparan mengenai entitas pemeriksaan, meliputi struktur organisasi, anggaran, serta proses bisnis MA. Selain itu, Rio menjelaskan mengenai risiko, metodologi, serta lingkup pemeriksaan. Dalam kesempatan tersebut, BPK menjelaskan bahwa jumlah satuan kerja pada MA berlokasi di 34 provinsi. Adapun jumlah total satker yang ada sebanyak 917 satker. Sementara, entitas pelaporan di lingkungan pengadilan MA mencapai 1.820 entitas.

Tim AKN III juga memaparkan mengenai risiko pemeriksaan. Ada sedikitnya enam risiko yang telah dipetakan. Pertama adalah jumlah satker di MA yang sangat besar, yaitu sebanyak 1.827 satuan pelaporan akuntansi. Kedua, program dan proses sinkronisasi data belum dilaksanakan secara baik akibat pemanfaatan teknologi informasi/aplikasi. Ketiga, proses teknis peradilan dan pelayanan masyarakat yang berubah akibat pandemi Covid-19. Kemudian, risiko mengenai program penanganan dan penanggulangan pandemni Covid-19 pada lingkungan MA. Risiko kelima adalah rekonsiliasi laporan dengan jumlah data, transaksi, dan ukuran file yang cukup besar. Sedangkan risiko terakhir berupa tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan atas pandemi Covid-19. 

Diskusi kemudian dilanjutkan dengan mendengar paparan dari perwakilan ANAO, yaitu Rahul Tejani selaku engagement executive yang didampingi oleh Peter Kerr selaku signing officer dalam tim pemeriksa ANAO untuk High Court of Australia. Tim pemeriksa ANAO memaparkan mengenai struktur organisasi entitas, karakteristik laporan keuangan, area kunci serta risiko pemeriksaan, dan beberapa hasil temuan pemeriksaan pada High Court of Australia. Rahul Tenjani dalam paparannya mengungkapkan sejumlah risiko pemeriksaan yang dihadapi timnya, seperti risiko saat penilaian aset dan risiko pengendalian intern.

Dari diskusi ini, dapat diambil kesimpulan bahwa antara Mahkamah Agung dan High Court of Australia memiliki kesamaan sebagai lembaga peradilan tertinggi negara yang sifatnya independen. Meskipun demikian, dari pemaparan oleh tim pemeriksa dari BPK dan ANAO, diketahui bahwa terdapat berbagai perbedaan dari sisi pemeriksaannya mulai dari segi lingkup entitas pemeriksaan, fokus serta risiko pemeriksaan, dan juga metodologi pemeriksaannya.

Masih dalam rangkaian sesi pertama, giliran tim pemeriksaan LKPP dari AKN II BPK yang berdiskusi dengan tim pemeriksa ANAO untuk Australia Consolidated Financial Statements. Diskusi tersebut digelar pada 23 Maret 2021. Serupa seperti pelaksanaan kegiatan untuk tim pemeriksaan sebelumnya, acara dimulai dengan paparan mengenai entitas yang diperiksa serta metodologi pemeriksaan oleh kedua tim dari BPK dan ANAO.

Dalam kesempatan pertama, Bola Oyetunji selaku engagement executive dalam pemeriksaan Consolidated Financial Statements di Australia memaparkan mengenai pemeriksaan yang dijalankan di ANAO. Bola menyampaikan bahwa Laporan Konsolidasi Commonwealth of Australia, seperti halnya di Indonesia juga ditandatangani oleh Menteri Keuangan.

Bola menjelaskan bahwa ANAO menetapkan beberapa klasifikasi atas entitas yang diperiksa pada audit laporan keuangan konsolidasi, yang terdiri atas General Government Sector (sektor pemerintahan umum atau entitas pemerintahan yang menjalankan kegiatan sehubungan dengan layanan publik). Kemudian Public Non-Financial Corporations (entitas dan perusahaan persemakmuran yang menjalankan fungsi utamanya dalam penyediaan barang dan jasa), dan Public Financial Corporations (entitas persemakmuran yang memperdagangkan aset dan liabilitas keuangan dan beroperasi secara komersial di pasar keuangan).

Menyambung paparan dari ANAO, acara dilanjutkan dengan paparan dari Hary Ryadin selaku ketua tim pemeriksaan LKPP dari AKN II BPK. Dalam paparannya, Hary menjelaskan terkait praktik-praktik pemeriksaan laporan keuangan konsolidasi di tingkat pemerintah pusat di BPK.

Hary menjelaskan gambaran umum proses manajemen pemeriksaan LKPP. Menurutnya, pemeriksaan LKPP melibatkan tim besar melibatkan auditor dari AKN I hingga 7 BPK yang berjumlah hampir 1.000 auditor. Pemeriksaan LKPP dilakukan oleh beberapa tim pemeriksaan, yaitu Tim Pemeriksaan LKPP, Tim Pemeriksaan LK BUN (Bendahara Umum Negara), dan Tim Pemeriksaan LKKL (Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga).

Dia juga menyampaikan beberapa risiko signifikan yang telah diidentifikasi pada pemeriksaan LKPP 2020. Risiko itu antara lain, pertama adanya temuan signifikan tahun lalu yang dinilai tidak berdampak pada opini dan belum selesai ditindaklanjuti oleh pemerintah. Kedua, kebijakan pemerintah yang diambil dalam rangka penanganan Covid-19, termasuk instrumen belanja, instrumen biaya, instrumen investasi BUMN melalui pemberian insentif perpajakan, dan program bantuan selama pandemi yang nilainya cukup material. Ketiga, defisit APBN yang timbul akibat dari dampak pandemi Covid-19.

Untuk pelaksanaan diskusi pada tanggal 24 Maret, tim pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dari AKN III BPK berkesempatan untuk bertemu dengan tim pemeriksa ANAO untuk Department of Education, Skills and Employment (DESE). Cicilia Riau Ekowati selaku ketua tim pemeriksaan LK Kemnaker dalam kesempatan diskusi menyampaikan apresiasinya terhadap ANAO yang telah memberikan berbagai masukan kepada tim pemeriksa BPK.

Selain menyampaikan paparan mengenai profil entitas Kemnaker, anggaran dan belanja yang diperiksa, metode sampling, lingkup dan juga mengenai risiko pemeriksaan, Cicilia juga menjelaskan terkait pemaksimalan dukungan TI sebagai bentuk strategi tim dalam pengumpulan data pemeriksaan selama kondisi pandemi Covid-19.

Selain diikuti tim pemeriksa BPK dari AKN II dan III, acara yang difasilitasi Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK ini juga mengundang Direktorat Litbang sebagai narasumber sekaligus observer. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam diskusi Direktorat Litbang dengan ANAO pada sesi diskusi adalah mengenai penentuan materialitas dan risiko pemeriksaan yang dilaksanakan oleh ANAO.

Menanggapi pertanyaan terkait materialitas pemeriksaan, Kristian Gage dari ANAO  menyampaikan mengenai juklak pemeriksaan yang ada di ANAO yang mengatur tentang penentuan materialitas dalam pemeriksaan ANAO dan membagikan tautan-tautan pada laman resmi ANAO yang dapat diakses oleh tim pemeriksa BPK sebagai bahan referensi.

Sebagai kelanjutan dari sesi pertama rangkaian kegiatan roundtables discussion antara BPK dan ANAO ini, sesi kedua dan ketiga direncanakan akan dilaksanakan pada April 2021 atau sesuai kesepakatan antara Tim Pemeriksa BPK dan ANAO.Pada sesi kedua dan ketiga nanti, diskusi roundtable ini akan lebih berfokus pada pendekatan pemeriksaan, khususnya dalam situasi pandemi Covid-19 serta membahas mengenai isu-isu terkini dalam pemeriksaan keuangan.

09/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit

    22/07/2025
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id