WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 22 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wow, Pemerintah Mampu Tekan Defisit APBN

by Admin 1 28/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah berhasil menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Defisit APBN yang terpaksa diperlebar sejak 2020 sebagai respons atas pandemi Covid-19, mampu ditekan hingga ke level 4,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Realisasi defisit anggaran tersebut mencapai 4,57 persen dari PDB atau lebih rendah dari target defisit anggaran dalam UU APBN TA 2021, yakni 5,70 persen dari PDB.”

Ketua BPK Isma Yatun menyampaikan, defisit anggaran tahun 2021 sebesar Rp775,06 triliun atau 77 persen dari target yang ditetapkan dalam UU APBN tahun 2021. Hal itu disampaikannya pada saat penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2021 kepada DPR RI pada pertengahan Juni lalu.

“Realisasi defisit anggaran tersebut mencapai 4,57 persen dari PDB atau lebih rendah dari target defisit anggaran dalam UU APBN TA 2021, yakni 5,70 persen dari PDB,” kata Ketua BPK.

Ketua BPK menyampaikan, realisasi defisit anggaran tahun 2021 juga lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran tahun 2020. Pada 2020 atau pada tahun pertama pandemi Covid-19, defisit anggaran tercatat mencapai 6,14 persen dari PDB. Jika dinominalkan, angka defisit anggaran 2020 mencapai Rp947,7 triliun.

Defisit anggaran 2021 sebesar Rp775,06 triliun diperoleh dari realisasi pendapatan dan hibah yang sebesar Rp2.011,34 triliun. Sementara belanja negara tahun 2021 sebesar Rp2.786,41 triliun.

Ini 6 Permasalahan LKPP Terkait Penanganan Covid-19

Terkait pembiayaan tahun 2021, pemerintah melaporkan realisasi pembiayaan senilai Rp871,72 triliun atau 87 persen dari anggaran pembiayaan yang ditetapkan. Realisasi tersebut terdiri atas realisasi pembiayaan dalam negeri senilai Rp881,62 triliun dan realisasi pembiayaan luar negeri senilai minus Rp9,91 triliun.

28/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Lebih Dekat dengan LFAR

by Admin 1 27/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Penggunaan long form audit report (LFAR) terus berkembang dari masa ke masa. Sebagai alat untuk memperkuat tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan transparansi, LFAR hadir untuk menjawab tantangan dalam penyajian laporan pemeriksaan. LFAR pun kini terus dipelajari oleh insan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diterapkan dalam sejumlah pemeriksaan.

Pemeriksa di Auditorat Utama Investigasi BPK, Dwi Amalia Sari berbagi pengetahuan terkait LFAR dalam webinar yang digelar oleh Komunitas Litbang Live, beberapa waktu lalu. Dwi menyampaikan, LFAR hadir karena dibutuhkan oleh banyak pihak.

“Kalau hanya di permukaan saja dikhawatirkan hasilnya menjadi tidak mendalam.”

Pihak pertama yang membutuhkan LFAR, ujar Dwi, adalah stakeholders. Dwi mengatakan, LFAR diperlukan apabila stakeholders ingin mengetahui informasi yang lebih banyak, lebih informatif, dan lebih detail dari suatu proses pemeriksaan.

Kemudian, ujarnya, pemilik modal atau investor kerap membutuhkan laporan berbentuk LFAR. “Laporan pemeriksaan sangat dibutuhkan untuk penentuan keputusan. Sehingga, dia (investor) butuh laporan audit LFAR,” ujarnya.

Entitas organisasi juga membutuhkan LFAR untuk meningkatkan kredibilitas mereka sendiri. Dwi mencontohkan, entitas A menyajikan LFAR sehingga orang yang melihat perusahaan itu akan lebih percaya. Dengan adanya kepercayaan, diharapkan dapat memberikan dampak positif untuk perusahaan seperti menarik investasi yang lebih besar.

Pihak pekerja juga bisa membutuhkan LFAR. Salah satu contohnya dapat dilihat dalam praktik di dunia perbankan. Dwi menjelaskan, proses bisnis di sektor perbankan sangat rigid. Biasanya, perbankan memberikan tanggung jawab dalam unit yang berbeda untuk masing-masing aset. Dengan organisasi yang rigid tersebut, maka akan terlihat unit yang memiliki kinerja tinggi dan rendah. Hal itu kemudian akan menentukan bonus dan lain-lain.

“Maka pekerja juga membutuhkan LFAR untuk menentukan hal itu,” ungkap Dwi.

Dwi menyampaikan, LFAR diperlukan karena laporan dalam bentuk pendek atau short form biasanya hanya memuat tiga paragraf kesimpulan dan tidak ada keterangan mendetail. Dalam praktik yang jamak terjadi, paragraf itu akan menyatakan bahwa pemeriksaan sudah dilaksanakan sesuai standar, kemudian ada hal yang mungkin mendapatkan perhatian atau proses yang sudah dilakukan. Yang terakhir, adalah opini.

Sekilas IHPS Semester II Tahun 2021

Dwi menekankan, LFAR bukan laporan dari opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas (WTP DPP). Dia menyampaikan, dalam pemeriksaan dengan opini WTP DPP, paragraf penjelas memberikan informasi tambahan yang walaupun tidak mengubah kewajaran penyajian tapi berdampak material. WTP DPP pun tidak sama dengan opini WTP.

Sementara itu, opini WTP dengan format LFAR maupun opini WTP dengan format short form adalah laporan yang sama. Perbedaannya, WTP short form biasanya hanya memuat tiga paragraf kesimpulan sedangkan WTP LFAR bisa memuat informasi tambahan yang perlu disampaikan pemeriksa.

Dwi mengatakan, terdapat empat jenis LFAR yakni basic, binary, graduated, dan risk mapping. Menurut Dwi, pemeriksaan terintegrasi atau integrated audit adalah satu bentuk LFAR dalam level basic. Integrated audit, artinya terdapat pemeriksaan laporan keuangan yang dilengkapi pemeriksaan kinerja dan/atau pemeriksaan kepatuhan dalam satu opini.

Kemudian, LFAR binary bisa diterapkan dalam pemeriksaan laporan keuangan. Dia mencontohkan, LFAR binary dapat digunakan apabila ada koreksi dalam laporan keuangan tersebut.

LFAR dan Peran Profesi Akuntan Sektor Publik dalam Penguatan Fungsi Pemeriksaan Keuangan Negara

Selain itu, terdapat jenis LFAR graduated. Jenis laporan ini dapat digunakan apabila industri atau organisasi yang diperiksa sedang ikut dalam sertifikasi atau penilaian maturitas tertentu.

Kemudian, LFAR jenis risk mapping. Dwi mengatakan, jenis LFAR ini tergolong paling canggih. Hal ini pun baru bisa dilakukan apabila kita melaksanakan pemeriksaan secara komprehensif atau comprehensive audit. Artinya, dilaksanakan pemeriksaan dari level pembuat kebijakan, manajemen, hingga operasional.

Kemudian, kapan kita perlu menyusun LFAR? Dwi mengingatkan, penyusunan LFAR juga perlu menyesuaikan kebutuhan pemeriksaan. Hal ini mengingat LFAR perlu dukungan sumber daya yang memadai. “Kalau hanya di permukaan saja dikhawatirkan hasilnya menjadi tidak mendalam,” ujar Dwi.

27/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2021.
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Meski WTP, Pemprov DKI Harus Tingkatkan Penatausahaan Aset

by Admin 1 17/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2021. Pemberian ini sebagai upaya pemenuhan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

“Pemeriksaan keuangan tidak mengungkapkan kecurangan atau fraud. Apabila ditemukan kecurangan, khususnya berdampak kerugian daerah, maka prosedur pemeriksaan akan diperluas.”

Penyerahan dilakukan oleh Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta, Dede Sukarjo kepada Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, H Mohamad Taufik dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan. Acara bertempat di Balaikota, beberapa waktu lalu, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan pada pukul 11.00 WIB.

Dede Sukarjo menyampaikan, BPK melaksanakan pemeriksaan atas LKPD sebagai bagian dari tugas konstitusional dan rangkaian akhir dari proses pemeriksaan. BPK selanjutnya menyerahkan LHP atas laporan keuangan tersebut kepada lembaga perwakilan dan pimpinan entitas sesuai dengan tingkat kewenangannya.

Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan opini. Pemeriksaan keuangan tidak mengungkapkan kecurangan atau fraud. Apabila ditemukan kecurangan, khususnya berdampak kerugian daerah, maka prosedur pemeriksaan akan diperluas.

Pemberian pendapat atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dengan mendasarkan kepada kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Juga berdasarkan kecukupan pengungkapan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

“Perolehan WTP masih diperlukan proses peningkatan di lingkungan Pemprov DKI, antara lain penatausahaan aset dan penyelesaiannya,” kata Dede.  

Selain menyampaikan LHP, BPK Perwakilan DKI Jakarta juga menyerahkan LHP Kinerja atas Efektivitas Upaya Penanggulangan Kemiskinan tahun Anggaran 2021. Kemudian Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Program Kartu Jakarta Pintar Plus (KJP Plus) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) tahun Anggaran (TA) 2020 dan 2021. Termasuk juga Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) tahun 2021.

Dijelaskan bahwa pemilihan dua tema pemeriksaan kinerja tersebut sebagai fokus pemeriksaan kinerja karena merupakan program strategis yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan nilai anggaran yang signifikan.

Ini Pesan BPK untuk Gubernur Anies Baswedan

BPK mencatat berbagai capaian positif Pemprov DKI Jakarta dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pelaksanaan program KJP Plus dan KJMU. Hal itu sebagai upaya mendukung terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun dan meningkatkan akses serta kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi.

Namun demikian, BPK juga menyampaikan beberapa permasalahan sebagai bahan perbaikan kedua program tersebut pada masa mendatang.

17/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BP Tapera
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BP Tapera Perlu Mutakhirkan Data Peserta?

by Admin 1 15/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan Dana Tapera dan biaya operasional tahun 2020 dan 2021 di BP Tapera dan instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Pemeriksaan bertujuan untuk menilai Dana Tapera dan biaya operasional tahun 2020 dan 2021 di BP Tapera telah dikelola secara optimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“BPK merekomendasikan komisioner BP Tapera untuk melakukan kerja sama pemutakhiran data PNS aktif dan/atau tidak aktif dengan instansi terkait.”

Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan Dana Tapera dan biaya operasional tahun 2020 dan 2021 pada BP Tapera dan instansi terkait lainnya telah dilaksanakan sesuai kriteria. Namun dengan pengecualian atas beberapa permasalahan signifikan, sebagai berikut.

BPK menemukan, data peserta aktif BP Tapera sebanyak 247.246 orang belum mutakhir, yaitu kategori data dengan riwayat kepangkatan anomali sebanyak 176.743 orang dan ketidaklengkapan data nomor induk kependudukan (NIK) sebanyak 70.513 orang.

Hal tersebut mengakibatkan saldo Dana Tapera belum dapat dikelola dalam KPDT dan dimanfaatkan secara optimal sebesar Rp754,59 miliar. Peserta juga belum dapat memanfaatkan haknya berupa pemanfaatan maupun pengembalian dana.

BPK merekomendasikan BP Tapera agar melakukan kerja sama pemutahiran data PNS aktif dan/atau tidak aktif dengan instansi terkait. Selain itu, BPK menemukan peserta sebanyak 124.960 orang belum menerima pengembalian sebesar Rp567,45 miliar dan peserta pensiun ganda sebanyak 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.

Hal tersebut mengakibatkan pensiunan PNS/ahli warisnya tidak dapat memanfaatkan pengembalian tabungan yang menjadi haknya sebesar Rp567,45 miliar dan terdapat potensi pengembalian lebih dari satu kali kepada 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.

Apa Rekomendasi BPK Agar Program Padat Karya Lebih Efektif?

BPK merekomendasikan komisioner BP Tapera untuk melakukan kerja sama pemutakhiran data PNS aktif dan/atau tidak aktif dengan instansi terkait. Kemudian mengembalikan tabungan peserta yang sudah meninggal dan pensiun serta melakukan koreksi saldo peserta ganda, kemudian mendistribusikan nilai hasil koreksi kepada peserta lainnya sesuai ketentuan.

15/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wow, BPK Temukan Pemborosan Kartu Prakerja Rp 390,32 Miliar

by Admin 1 10/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah temuan dalam Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan atas Program Perlinsos di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun anggaran 2021. Salah satu temuan itu adalah mengenai pemborosan program Kartu Prakerja.

“Rekomendasi selanjutnya adalah memperjelas pengaturan mengenai lingkup besaran batasan gaji/upah bulanan bagi pendaftar program kartu prakerja.”

Pemeriksaan BPK menemukan bahwa terdapat 165.544 peserta kartu prakerja dengan nilai bantuan sebesar Rp390,32 miliar masuk daftar blacklist setelah penetapan sebagai peserta kartu prakerja. “Akibatnya, terdapat pemborosan program kartu prakerja sebesar Rp390,32 miliar,” demikian disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.

Selain soal pemborosan, temuan BPK juga mengungkapkan bahwa bantuan program kartu prakerja kepada 119.494 peserta sebesar Rp289,85 miliar terindikasi tidak tepat sasaran. Hal tersebut terjadi karena bantuan diterima oleh pekerja/buruh yang memiliki gaji/upah di atas Rp3,50 juta.

Selain itu, data 42 peserta kartu prakerja diragukan kebenarannya karena kartu tanda penduduk (KTP) tidak valid. Akibatnya, bantuan program kartu prakerja terindikasi tidak tepat sasaran dan berpotensi disalahgunakan sebanyak 119.494 peserta dengan nilai bantuan sebesar Rp289,85 miliar.

Atas sejumlah permasalahan itu, BPK memberikan beberapa rekomendasi kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Rekomendasi pertama, Menko Perekonomian agar memerintahkan direktur eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) untuk mempertanggungjawabkan pembayaran kepada penerima kartu prakerja setelah data blacklist atau update blacklist yang diterima sebesar Rp390,32 miliar.

BPK Ungkap Permasalahan dalam Penyaluran Dana Kartu Prakerja

Rekomendasi selanjutnya adalah memperjelas pengaturan mengenai lingkup besaran batasan gaji/upah bulanan bagi pendaftar program kartu prakerja dan memerintahkan direktur eksekutif MPPKP untuk memproses 42 peserta atas terjadinya ketidakvalidan KTP sesuai ketentuan yang berlaku.

10/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana pemberian bantuan (Sumber: Youtube Kemensos).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Data Bansos Harus Diperbaiki, Berikut Alasannya

by Admin 1 09/06/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk memperbaiki dan melakukan validasi data keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Perbaikan data perlu dilakukan agar penyaluran PKH atau bansos lebih tepat sasaran.

“Terdapat penyaluran bantuan PKH dan sembako menjadi tidak optimal serta kekurangan penerimaan negara sebesar Rp1,11 triliun dari nilai bansos PKH dan sembako/BPNT yang belum disetor ke kas negara.”

Berdasarkan hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan yang dilakukan BPK atas program Perlindungan Sosial (Perlinsos) tahun anggaran 2021, BPK menemukan sejumlah hal yang masih perlu diperbaiki oleh Kemensos. Seperti disampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, BPK menemukan bahwa penetapan dan penyaluran bansos PKH dan Sembako/Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) serta Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp6,93 triliun.

Hal tersebut terjadi karena Perlinsos disalurkan kepada KPM PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan usulan pemda yang masuk melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).

Selain itu, karena ada KPM yang bermasalah pada tahun 2020, namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Kemudian KPM yang sudah dinonaktifkan, KPM yang dilaporkan meninggal, dan KPM bansos ganda.

Akibat permasalahan itu, penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun.

Selain soal penyaluran yang tak sesuai ketentuan, pemeriksaan BPK juga menemukan bahwa terdapat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi bansos PKH dan Sembako/BPNT dengan nilai saldo yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp1,11 triliun.

Akibatnya, terdapat penyaluran bantuan PKH dan sembako menjadi tidak optimal serta kekurangan penerimaan negara sebesar Rp1,11 triliun dari nilai bansos PKH dan sembako/BPNT yang belum disetor ke kas negara.

Atas sejumlah permasalahan itu, BPK merekomendasikan sekretaris jenderal untuk memerintahkan kepala Pusdatin Kesos melakukan perbaikan dan validasi data KPM sesuai ketentuan yang berdampak pada penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun. Kemudian menginstruksikan inspektur jenderal untuk melakukan pengujian terhadap hasil penelitian PPK Bansos PKH dan PPK Direktorat Penanganan Fakir Miskin (PFM) Wilayah I, Wilayah II, dan Wilayah III terkait KPM PKH, Sembako/BPNT, dan BST yang terindikasi tersalur bansos tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun.

Karena Alasan Ini Keluarga Miskin Kehilangan Kesempatan Dapat Bantuan

Selain itu, harus memastikan bahwa hasil penelitian tersebut telah ditindaklanjuti dengan penggantian pengurus atas KPM PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak memenuhi kriteria penerima bansos.

Rekomendasi lainnya adalah menginstruksikan dirjen terkait untuk memerintahkan bank penyalur untuk segera melakukan pengembalian ke kas negara sebesar Rp1,11 triliun atas saldo PKH KPM dan saldo bansos Sembako/BPNT dengan KKS tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi serta menyampaikan salinan bukti setor tersebut kepada BPK.

09/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Isi IHPS II 2021

by Admin 1 07/06/2022
written by Admin 1
Penyerahan IHPS oleh Ketua BPK Isma Yatun di Gedung DPR

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan penyusunan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021. IHPS II 2021 juga sudah diserahkan oleh Ketua BPK Isma Yatun kepada Ketua DPR Puan Maharani di Gedung DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Ini agar pengelolaan keuangan negara memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.”

IHPS II 2021 yang merupakan ringkasan dari 535 laporan hasil pemeriksaan (LHP), terdiri atas 3 LHP Keuangan, 317 LHP Kinerja, dan 215 LHP Dengan Tujuan Tertentu. Laporan ini juga mengungkap 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan sebesar Rp31,34 triliun dalam pemeriksaan BPK di semester II tahun 2021.

Permasalahan yang diungkapkan terdiri atas 3.173 permasalahan berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) sebesar Rp1,64 triliun. Kemudian 1.720 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp29,70 triliun, dan 1.118 permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

Dalam permasalahan 3E, sebanyak 95,9 persen atau 3.043 permasalahan merupakan ketidakefektifan sebesar Rp218,56 miliar, 127 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp1,42 triliun, dan 3 permasalahan ketidakefisienan sebesar Rp1,59 miliar.

Ketua BPK dalam sambutannya mengatakan, BPK berupaya keras untuk terus mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan sesuai ketentuan perundang-undangan. “BPK dan DPR memiliki komitmen yang sama, yaitu setiap rupiah uang negara harus dikelola sebaik-baiknya secara transparan dan digunakan secara bertanggung jawab agar pada gilirannya dapat mewujudkan tujuan negara,” kata Ketua BPK.

BPK Terus Kawal Program PC-PEN

Ketua BPK dalam kesempatan tersebut turut mengajak para anggota DPR untuk bersama-sama mengawal pengelolaan keuangan negara. “Ini agar pengelolaan keuangan negara memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,” katanya.

07/06/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBPK BekerjaSLIDER

Ini Opini BPK Atas Penggunaan Dana Hibah Program Investasi Kehutanan

by Admin 30/05/2022
written by Admin

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Indonesia mendapatkan dana hibah dari berbagai lembaga donor yang diperuntukkan bagi program di sejumlah sektor. Salah satu dana hibah itu berasal dari Asian Development Bank (ADB) yang digunakan untuk Forest Investment Program (FIP).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa negara turut mengawal dana hibah tersebut melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang sudah dilakukan, antara lain, pemeriksaan atas Laporan Keuangan Proyek Community Focused Investments to Address Deforestation and Forest Degradation (Proyek FIP-I) Grant ADB Nomor 0501-INO Tahun 2020. Tujuan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan dengan memperhatikan tiga hal.

Pertama, penilaian atas sistem pengendalian intern dan kesesuaiannya dengan standar akuntansi yang berlaku umum berkaitan dengan pengeluaran dan transaksi lainnya. Kedua, penilaian atas kepatuhan pelaksanaan proyek dengan perjanjian hibah dan ketentuan yang ditetapkan oleh ADB. Ketiga, penilaian atas kecukupan bukti yang mendukung pelaksanaan prosedur pencairan dana.

Entitas yang diperiksa adalah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) sebagai executing agency proyek tersebut. Pemeriksaan itu telah dilakukan pada 17 Mei-18 Juni 2021. “Menurut opini BPK, laporan keuangan yang disampaikan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material,” demikian disampaikan BPK dalam LHP atas Laporan Keuangan Proyek Community Focused Investments to Address Deforestation and Forest Degradation (Proyek FIP-I) Grant ADB Nomor 0501-INO Tahun 2020.

Adapun untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan tersebut, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. “Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, BPK menyimpulkan bahwa Ditjen PSKL Kementerian LHK selaku Executing Agency telah menggunakan dana hibah Proyek FIP-I sesuai dengan ketentuan dalam Grant Agreement Nomor 0501-INO Section 4.02 dalam semua hal yang material.”

Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan Ditjen PSKL KLHK, proyek ini dilatarbelakangi permasalahan deforestasi, degradasi hutan dan dekomposisi gambut yang menyumbang hingga 15 persen emisi gas rumah kaca (GRK) secara global dan hingga 60 persen di Indonesia. Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan karbon hutan (REDD+) sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim.

Karena hutan mencakup 70 persen dari luas daratan Indonesia, Pemerintah Indonesia memberikan komitmen kontribusi yang ditentukan secara nasional (INDC-Indonesia’s Nationally Determined Contribution) untuk mengurangi emisi GRK. Indonesia berencana mengurangi emisi GRK sebesar 29 persen dari anggaran APBN pada tahun 2030 dan sebesar 41 persen dengan dukungan anggaran internasional yang hal ini hanya dapat dicapai dengan melindungi hutan dari degradasi dan deforestasi (REDD+).

Proyek FIP-I ini merupakan bagian dari rencana investasi kehutanan Indonesia yang didukung Asian Development Bank (ADB) dalam mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan. Proyek ini berinvestasi dalam kegiatan REDD+ yang berfokus pada masyarakat, misalnya perencanaan penggunaan lahan berbasis masyarakat, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, dan manajemen kebakaran hutan.

Melalui proyek ini, empat unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di dua kabupaten (Kapuas Hulu dan Sintang), Provinsi Kalimantan Barat kapasitasnya diperkuat. Penguatan kapasitas KPH, pemerintah kabupaten dan provinsi, antara lain diwujudkan dalam pemberian dukungan untuk menyelaraskan kebijakan subnasional untuk peningkatan cadangan karbon dengan kebijakan nasional dan pengaturan pembagian manfaat yang adil serta responsif gender.

30/05/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Keuangan negara (Ilustrasi/Sumber: djkn.kemenkeu.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apa Itu Enam Pilar Pengendalian Mutu Pemeriksaan BPK?

by Admin 1 25/05/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki mandat utama untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Oleh karena itu, menjaga mutu hasil pemeriksaan merupakan hal yang sangat penting.

Sebagai upaya untuk menjaga dan terus meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan, BPK pada 2020 telah menerbitkan Enam Pilar Sistem Pengendalian Mutu BPK melalui Keputusan BPK Nomor 6/K/IXIII.2/6/2020. Inspektur Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan (PKMP) Rita Amelia mengatakan, keputusan tersebut mempengaruhi sistem pengendalian mutu terkait petunjuk pelaksanaan sistem pemerolehan keyakinan mutu tahun 2009, yang mana sebelumnya dikenal dengan sembilan pilar sistem pengendalian mutu.

“BPK juga harus memastikan independensi pihak yang melakukan pemantauan (tidak terlibat dalam pelaksanaan pemeriksaan tersebut dan kewenangan lainnya maupun turut serta dalam reviu pengendalian mutu).”

Rita memerinci, keenam pilar tersebut terdiri atas tanggung jawab BPK atas mutu, persyaratan etika, perencanaan dan pertimbangan risiko, sumber daya manusia (SDM), kinerja pemeriksaan dan kewenangan lain, serta pemantauan.

Ia menjelaskan, pilar pertama terkait tanggung jawab bpk atas mutu dilaksanakan dengan membentuk kebijakan dan prosedur. Hal itu dirancang untuk mendorong budaya internal yang mengakui bahwa mutu merupakan bagian penting dalam melaksanakan pemeriksaan dan kewenangan lainnya.

“Kebijakan dan prosedur ini ditetapkan oleh BPK yang memiliki tanggung jawab keseluruhan atas mutu,” kata Rita kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Sementara itu, pilar kedua, standar pengendalian mutu BPK berkaitan dengan persyaratan etika. Melalui pilar kedua ini, BPK menetapkan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai. Yaitu bahwa BPK dan seluruh pelaksana serta pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK, patuh pada kode etik BPK dan peraturan disiplin pegawai yang berlaku.

Kemudian, pilar ketiga standar pengendalian mutu BPK adalah perencanaan dan pertimbangan risiko. BPK membentuk kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa BPK hanya akan melaksanakan pemeriksaan dan kewenangan lainnya apabila memenuhi sejumlah ketentuan.

Ketentuan pertama, kompeten untuk melakukan pekerjaan dan memiliki kemampuan, termasuk dari segi waktu dan sumber daya untuk melaksanakannya. Kedua, dapat mematuhi persyaratan etika yang berlaku. Ketiga, telah mempertimbangkan integritas organisasi yang diperiksa dan mempertimbangkan bagaimana memperlakukan risiko yang timbul terhadap mutu.

Selanjutnya, pilar keempat standar pengendalian mutu BPK berkaitan dengan SDM. “Terkait pilar keempat ini BPK membentuk kebijakan dan prosedur yang dirancang agar dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa BPK memiliki SDM yang cukup dan memiliki kompetensi, kapabilitas, dan komitmen pada prinsip-prinsip etika yang berlaku untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menerbitkan laporan yang sesuai dengan kondisi senyatanya,” kata dia.

Kemudian, pilar kelima standar pengendalian mutu BPK adalah kinerja pemeriksaan dan kewenangan lain dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi BPK. Rita menjelaskan, BPK menetapkan kebijakan dan prosedur yang dirancang agar dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa proses pemeriksaan dan kewenangan lain telah dilakukan sesuai dengan standar dan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku. Selain itu, BPK menerbitkan laporan yang sesuai dengan kondisi senyatanya.

Kebijakan dan prosedur tersebut harus mencakup beberapa hal. Pertama, hal-hal yang relevan untuk mengedepankan konsistensi dalam mutu pekerjaan yang dilakukan. Kedua, tanggung jawab supervisi/pengawasan. Sedangkan hal ketiga adalah tanggung jawab reviu.

BPK Siap Hand-over Pemeriksaan IAEA

Adapun pilar pilar keenam berkaitan dengan pemantauan. BPK, ujar Rita, merancang proses pemantauan agar dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan sistem pengendalian mutu telah relevan, memadai, dan berjalan efektif.

Proses pemantauan tersebut harus mempertimbangkan dan mengevaluasi secara berkelanjutan terhadap sistem pengendalian mutu di BPK. Termasuk reviu atas sampel pemeriksaan dan kewenangan lainnya yang telah selesai.

Proses pemantauan harus menjadi tanggung jawab BPK dan dapat didelegasikan kepada pelaksana BPK yang memiliki kompetensi, pengalaman, dan kewenangan yang sesuai dan memadai di BPK untuk mengemban tanggung jawab tersebut. “BPK juga harus memastikan independensi pihak yang melakukan pemantauan (tidak terlibat dalam pelaksanaan pemeriksaan tersebut dan kewenangan lainnya maupun turut serta dalam reviu pengendalian mutu),” kata dia.

25/05/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Berikut Ini Alasan BPK Terus Perkuat Quality Assurance

by Admin 1 24/05/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus memperkuat dan memutakhirkan sistem quality assurance untuk menjaga kualitas hasil pemeriksaan. Inspektur Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan (PKMP) Rita Amelia mengatakan, quality assurance merupakan implementasi dari pilar keenam yang ditujukan sebagai evaluasi penerapan pengendalian mutu.

“Pelaksanaan quality assurance tidak dipisahkan antara proses pemeriksaan dengan hasil pemeriksaan, karena hasil pemeriksaan merupakan output dari proses pemeriksaan. Di dalam organisasi dan tata kerja pelaksana BPK, Inspektorat Utama memiliki tugas untuk melaksanakan quality assurance. Untuk quality assurance atas pemeriksaan dilaksanakan oleh Inspektorat PKMP.”

Keenam pilar tersebut adalah tanggung Jawab BPK atas mutu, persyaratan etika, perencanaan dan pertimbangan risiko, sumber daya manusia (SDM), kinerja pemeriksaan dan kewenangan lain, dan pemantauan. “Quality assurance tidak ditujukan untuk mengatasi adanya gugatan terhadap hasil pemeriksaan. Tetapi dengan adanya quality assurance dapat diidentifikasi hal-hal yang perlu disempurnakan dalam penerapan pengendalian mutu untuk selanjutnya diterapkan pada pemeriksaan ke depan,” kata Rita kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Dia menambahkan, quality assurance penting dilaksanakan dalam seluruh proses pemeriksaan. Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan, serta pemantauan tindak lanjut.

Selain itu, quality assurance harus melihat apakah pengendalian mutu telah dirancang dan diterapkan dalam seluruh tahapan yang telah ditetapkan. Untuk memastikan quality assurance tetap terjaga, kata Rita, BPK terus melakukan pemutakhiran sistem seiring dengan perkembangan yang ada di lingkungannya.

Dengan terbitnya Enam Pilar Sistem Pengendalian Mutu BPK, maka harus dilakukan penyesuaian terhadap petunjuk pelaksanaan quality assurance. Selain itu, di lingkup internasional, International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB) telah mengeluarkan International Standard on Quality Management (ISQM) 1 yang sebelumnya dikenal dengan ISQC 1dan ISQM 2.

“Hal ini juga mempengaruhi desain quality assurance yang diterapkan BPK agar selaras dengan perkembangan dunia internasional,” ujar dia.

Dari segi sumber daya yang melaksanakan quality assurance, BPK juga terus melakukan penguatan-penguatan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Penguatan ini dilaksanakan melalui perekrutan pereviu yang kompeten serta pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Utama.

“Namun yang perlu diingat bahwa tanggung jawab atas mutu hasil pemeriksaan tetap berada di tim pemeriksa dan unit pemeriksaan. Pimpinan unit pemeriksaan harus menerapkan enam pilar pengendalian mutu terutama pilar pertama tanggung jawab atas mutu untuk menjaga kualitas hasil pemeriksaan BPK,” katanya.

BPK Perkuat Penghitungan Kerugian Negara

Secara garis besar, ujar Rita, quality assurance di BPK dimaknai sebagai sebuah proses untuk memperoleh keyakinan atas mutu dengan memastikan sistem pengendalian mutu atau quality control yang dirancang, telah berjalan secara optimal. Quality assurance dilaksanakan oleh pihak yang berada di luar dari sistem pengendalian mutu.

“Pelaksanaan quality assurance tidak dipisahkan antara proses pemeriksaan dengan hasil pemeriksaan, karena hasil pemeriksaan merupakan output dari proses pemeriksaan. Di dalam organisasi dan tata kerja pelaksana BPK, Inspektorat Utama memiliki tugas untuk melaksanakan quality assurance. Untuk quality assurance atas pemeriksaan dilaksanakan oleh Inspektorat PKMP,” katanya.

24/05/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id