WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 22 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Penghematan Biaya Pokok Penyediaan Listrik

by Admin 1 17/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dari hasil pemeriksaan atas pengelolaan independent power producer (IPP) pada 2016 hingga semester I 2020 di PT PLN dan instansi terkait lainnya. Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, permasalahan tersebut antara lain terkait operasi pembangkit IPP.

Yuk Intip Cara BPK Menghitung Kesesuaian Subsidi Listrik

BPK menemukan, PLN belum optimal melakukan upaya penurunan tarif dan mitigasi risiko penyerapan tenaga listrik di bawah batas minimum dalam skema take or pay untuk memperbaiki biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Hal ini mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya pokok penyediaan tenaga listrik pada 2020 sebesar Rp4,52 triliun dari upaya penurunan tarif pembelian tenaga listrik. Selain itu, PT PLN kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya pokok penyediaan tenaga listrik dari make up energi listrik pada 2020.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PT PLN menyusun pedoman terkait penentuan tarif tenaga listrik secara umum, termasuk untuk pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), untuk keperluan pada masa mendatang. Selain itu, menginstruksikan EVP IPP dan EVP Perencanaan Sistem lebih optimal menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam LHP sebelumnya.

Hal itu yakni mengupayakan energy make up untuk memanfaatkan energi yang tidak terserap dalam skema take or pay kontrak pembelian listrik IPP. Dalam penetapan kapasitas pembangkit IPP, PLN belum memperhatikan kemampuan keuangan dan rencana investasi sesuai tata kelola perusahaan yang baik.

BPK merekomendasikan direksi PLN menginstruksikan Executive Vice President (EVP) IPP serta pejabat terkait lainnya untuk mengevaluasi kewajaran tarif pembelian tenaga listrik IPP.

Hal ini mengakibatkan PLN tidak dapat mengukur kewajaran dan efektivitas investasi PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) melalui PT PJB Investasi (PJBI) di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru. Termasuk juga timbulnya risiko kehilangan investasi tersebut.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PLN agar melakukan reviu dan evaluasi terhadap efektivitas investasi yang telah dilakukan oleh PJBI pada PLTA Batang Toru. Kemudian menyusun langkah-langkah strategis yang konkret untuk memitigasi risiko dalam investasi tersebut.

Dalam pengadaan IPP dan konstruksi pembangkit IPP, PLN menentukan tarif pembelian tenaga listrik tidak menggunakan referensi paling mutakhir. Juga tidak mengevaluasi berdasarkan kondisi riil serta tidak mempertimbangkan status lahan aset IPP pascamasa kontrak.

Hal ini mengakibatkan potensi ketidakhematan biaya pokok penyediaan tenaga listrik PLN dan salah satunya dapat membebani subsidi listrik yang dibayarkan oleh pemerintah. Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan direksi PLN menginstruksikan Executive Vice President (EVP) IPP serta pejabat terkait lainnya untuk mengevaluasi kewajaran tarif pembelian tenaga listrik IPP.

Bagaimana BPK Memastikan Ketepatan Subsidi Listrik?

Kemudian selanjutnya menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut secara optimal yang paling menguntungkan PLN. Termasuk juga mengkomunikasikan/konsultasi penyesuaian harga pembelian tenaga listrik dalam kontrak IPP terkait dengan mempertimbangkan status kepemilikan lahan, nilai residu, dan biaya investasi riil pembangkit.

17/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2022SLIDER

IHPS I 2022 Memuat Pemeriksaan DTT, Apa Saja Itu?

by Admin 1 14/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2022 memuat hasil pemeriksaan laporan keuangan dan hasil pemeriksaan kinerja. Selain itu, laporan ini juga memuat 48 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT).

Ini Isi IHPS II 2021

Pemeriksaan itu terdiri dari lima objek pemeriksaan pemerintah pusat dan 43 objek pemeriksaan BUMN dan badan lainnya. “Ada tiga tema prioritas nasional yang dijalankan, yakni Pembangunan sumber daya manusia, Penguatan infrastruktur, serta Penguatan Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun saat menyerahkan IHPS I tahun 2022 kepada pimpinan DPR dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/10).

Dia menjelaskan, pemeriksaan DTT tersebut antara lain pemeriksaan atas belanja barang tahun anggaran 2019 hingga triwulan III 2021 di Kementerian Ketenagakerjaan. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan belanja bantuan tidak sesuai dengan ketentuan.

Hal ini antara lain terlihat dari tidak terdapat proposal pengajuan dan rincian penerima bantuan. Kemudian penetapan penerima bantuan berdasarkan usulan dari pihak tertentu dan tidak dilakukan verifikasi, serta kelompok penerima bantuan tidak sesuai dengan sebenarnya.

“BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp1,62 triliun dengan mengurangi nilai subsidi yang harus dibayar pemerintah.”

Kedua, penerima bantuan sebesar Rp419,86 miliar tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ). LPJ sebesar Rp124,57 miliar juga belum didukung dengan bukti dan/atau bukti tidak memadai.

“Ketiga, terdapat penyaluran bantuan sebesar Rp19,32 miliar dengan dasar surat keputusan substitusi yang dilaksanakan setelah berakhirnya tahun anggaran,” kata dia.

Selanjutnya, BPK pun merekomendasikan kepada Menteri Ketenagakerjaan agar mempertanggungjawabkan belanja bantuan yang tidak dapat ditelusuri dan kekurangan dokumen pertanggungjawaban. Termasuk juga memproses indikasi kerugian negara sebesar Rp563,75 miliar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, menyetorkan ke kas negara hasil proses penetapan kerugiannya, dan melaporkan kepada BPK.

Isma menjelaskan, pemeriksaan DTT lainnya adalah pemeriksaan atas pengelolaan subsidi/kewajiban pelayanan publik/public service obligation (KPP/PSO) di 14 objek pemeriksaan (BUMN/anak perusahaan/swasta). Hasil pemeriksaan atas perhitungan subsidi/KPP tahun 2021 mengungkapkan koreksi subsidi negatif sebesar Rp1,62 triliun.

Kemendes PDTT: Dua temuan BPK Terkait Keuangan Belum Tuntas

“Dengan demikian, BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp1,62 triliun dengan mengurangi nilai subsidi yang harus dibayar pemerintah. BPK merekomendasikan direksi BUMN/anak perusahaan selaku operator agar melakukan koreksi atas subsidi/kewajiban pelayanan publik (KPP) tahun 2021 sebesar Rp1,62 triliun,” ungkap Isma.

14/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Menhan Minta Masukan BPK, Soal Apa?

by Admin 1 13/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto meminta masukan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia berharap mendapatkan masukan yang berguna bagi peningkatan kinerja Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI di bidang pertahanan.

Serahkan PDTT dan Kinerja kepada Kementerian ESDM, Ini Temuan BPK

“Saya berharap Kemhan dan TNI akan mendapat masukan-masukan yang berharga dan solusi terkait dengan peningkatan kinerja industri pertahanan. Seperti peningkatan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat terbang serta industri amunisi,” kata Prabowo dalam keterangan resmi, sebagaimana dikutip dari Antara.

Dia juga meminta masukan dari BPK terkait dengan langkah-langkah pemanfaatan aset barang milik negara (BMN). Tujuannya, untuk memberi nilai tambah terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Permintaan tersebut disampaikan Prabowo saat membuka pengarahan awal pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dari BPK di lingkungan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa (20/9). Pemeriksaan itu dipimpin oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK, Nyoman Adhi Suryadnyana.

Adapun PDTT yang dilakukan BPK itu bertujuan untuk menilai kepatuhan pelaksanaan program atau kegiatan pemerintah terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

“Saya sangat setuju bahwa TNI memiliki kesungguhan dan semangat patriotisme dalam menjaga keamanan NKRI. Perkembangan dan tantangan ke depan menjadikan wilayah negara kita salah satu area tempur dari geopolitik dunia dan untuk menjaga wilayah kepulauan NKRI bukan hal yang mudah.”

Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga menyampaikan ucapan selamat bertugas dari Kemhan untuk tim pemeriksa BPK. Ia berharap tim pemeriksa BPK selalu dapat memberikan bimbingan demi kinerja Kemhan dan TNI yang lebih baik.

“Kepada tim pemeriksa BPK RI, kami ucapkan selamat bertugas. Saya berharap agar selalu memberi arahan, asistensi, dan bimbingannya sehingga ke depan Kemhan dan TNI akan menjadi semakin baik,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota I BPK Nyoman Adhi dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa BPK akan memberikan pandangan dari sisi lain. Misalnya saja terkait dengan pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara kepada Kemhan untuk perbaikan-perbaikan ke depan.

Dengan demikian, lanjut dia, entitas yang diperiksa memiliki kecukupan, baik itu soal keuangan, sumber daya manusia (SDM), maupun manajerial. Sehingga Kemhan dan TNI dapat mencapai visi serta misi entitas dalam mendukung visi dan misi nasional.

PDTT Pengelolaan dan Perizinan Minerba TA 2019

“Saya sangat setuju bahwa TNI memiliki kesungguhan dan semangat patriotisme dalam menjaga keamanan NKRI. Perkembangan dan tantangan ke depan menjadikan wilayah negara kita salah satu area tempur dari geopolitik dunia dan untuk menjaga wilayah kepulauan NKRI bukan hal yang mudah,” tambah Nyoman.

13/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaIHPS I 2022SLIDER

IHPS I 2022 Memuat Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Pusat, Ini Detailnya

by Admin 1 10/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 telah diserahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada pimpinan DPR dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/10). Laporan itu antara lain memuat mengenai 137 hasil pemeriksaan keuangan pemerintah pusat.

“Merupakan hal yang esensial bahwa BPK senantiasa berupaya keras mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan.”

Dalam pidatonya, Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, hasil pemeriksaan keuangan pemerintah pusat meliputi 1 laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2021 dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Kemudian 85 laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) tahun 2021 dengan opini 81 LKKL WTP dan empat LKKL wajar dengan pengecualian/WDP, yaitu LK Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Lalu, 1 laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN) tahun 2021 dengan opini WTP. Selanjutnya, 11 laporan keuangan unit akuntansi pengelola anggaran/barang (UAKPA/B) bagian anggaran (BA) BUN kementerian/lembaga (K/L) terkait, tidak diberikan opini. Terakhir, 39 laporan keuangan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tahun 2021 dengan opini 38 WTP dan 1 WDP.

“Atas laporan hasil pemeriksaan tersebut, capaian opini WTP pada LKKL tahun 2021 telah mencapai sebesar 95% atau telah melampaui target 92% yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024,” kata Isma.

Selain pemeriksaan keuangan pemerintah pusat, BPK juga telah memeriksa 541 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2021 dari 542 pemda. Satu pemda, kata Isma, sampai dengan posisi per semester I 2022, belum menyampaikan LKPD tahun 2021, yakni Kabupaten Waropen.

Ini Isi IHPS II 2021

“Kabupaten Waropen baru menyerahkan laporan keuangannya pada 15 Agustus 2022 dan saat ini masih dalam proses pelaporan hasil pemeriksaan,” ungkap dia.

Kemudian, dari 541 pemda, sebanyak 500 di antaranya memperoleh opini WTP (92,4%), 38 pemda memperoleh opini WDP (7%), dan tiga pemda memperoleh opini tidak menyatakan pendapat/TMP (0,6%).

Dia melanjutkan, berdasarkan tingkat pemerintahan, capaian opini WTP pemerintah provinsi sebanyak 34 laporan keuangan atau sebesar 100%. Kemudian pemerintah kabupaten sebanyak 377 dari 414 laporan keuangan atau 91%, dan pemerintah kota sebanyak 89 dari 93 laporan keuangan atau 96%.

“Capaian opini WTP tersebut telah melampaui target RPJMN 2020-2024 untuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing sebesar 92%, 80%, dan 92% pada tahun 2021,” jelas Isma.

BPK juga telah memeriksa empat laporan keuangan badan lainnya, yakni LK tahunan Bank Indonesia, LK Otoritas Jasa Keuangan, LK Lembaga Penjamin Simpanan, dan LK Badan Pengelola Keuangan Haji. BPK memberikan opini WTP terhadap keempat laporan keuangan tersebut.

IHPS Bukan Sekadar Rangkuman Pemeriksaan

“Merupakan hal yang esensial bahwa BPK senantiasa berupaya keras mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan. Hal ini sesuai ketentuan perundang-undangan dan praktik internasional terbaik. Khususnya terkait dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yakni tujuan ke-16 target 16.6 untuk mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tataran,” ungkap Isma.

10/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menkeu Sri Mulyani (Sumber: kemenkeu.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

RI Jaga Akuntabilitas pada Masa Krisis, Menkeu Sebut Peran BPK

by Admin 1 05/10/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia mampu menjaga akuntabilitas dan transparansi penggunaan uang negara selama masa krisis pandemi Covid-19. Hal ini antara lain terlihat dari hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kita menggunakan keuangan daerah secara hati-hati, proper, dan bertanggung jawab. Ujungnya terlihat dari hasil BPK, banyak K/L dan pemda yang mendapat opini WTP dalam suasana tantangan luar biasa,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Rakernas Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah di Jakarta, beberapa waktu lalu, seperti dilansir dari Antara.

“Banyak alasan untuk nyeleweng, namun faktanya Bapak dan Ibu bisa menjaga keuangan negara secara akuntabel serta delivery output dan outcome berkinerja baik.”

Dia menjelaskan, akuntabilitas dan transparansi penggunaan uang negara pada masa krisis terlihat dari opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan BPK atas pelaksanaan anggaran 2021. Opini WTP ini diberikan kepada 83 kementerian/lembaga (K/L) dari total 87 K/L. Kemudian kepada 500 pemerintah daerah (pemda) dari total 530 pemda yang ada.

Menurut Sri Mulyani, ini merupakan pencapaian yang luar biasa karena pasti banyak kesempatan untuk berbuat penyelewengan terhadap keuangan negara pada masa krisis. “Banyak alasan untuk nyeleweng, namun faktanya Bapak dan Ibu bisa menjaga keuangan negara secara akuntabel serta delivery output dan outcome berkinerja baik,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu juga mengatakan akuntabilitas dan transparansi penggunaan uang negara ini telah menghasilkan output dan outcome yang baik, terutama terhadap kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan dan pengangguran, menurutnya, sudah mulai turun setelah sebelumnya naik ke level double digit akibat pandemi.

Bahkan Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi pulih luar biasa pada kuartal I dan II di saat seluruh dunia saat ini melemah. Meski demikian dia mengingatkan agar para K/L dan pemda tidak cepat berpuas diri mengingat tantangan akan terus bergeser, sehingga APBN dan APBD tetap harus digunakan secara bertanggung jawab.

Ini Respons Pemerintah Soal Temuan BPK dalam LKPP 2021

Ia mengatakan dunia sekarang dihadapkan tantangan berbeda yang jauh lebih rumit. Seperti inflasi dunia yang sangat tinggi akibat disrupsi harga pangan, minyak dan energi, serta kenaikan suku bunga, sehingga capital flow semakin volatile.

Berbagai tantangan itu akan memengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan pemerintah dalam menyusun dan menggunakan APBN dan APBD. “Ada yang 15 kali atau 10 kali WTP namun itu tidak boleh menjadi alasan kita terlena dan berpuas diri karena tantangan hari ini dan ke depan akan sangat rumit,” tegas Sri Mulyani.

05/10/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kementerian Kelautan dan Perikanan
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Penguatan Kapasitas KKP untuk Cegah Pandemi

by Admin 1 16/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) untuk segera melakukan perbaikan terkait beberapa hal. Hal itu antara lain menginstruksikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya untuk berbagi data dan informasi hasil surveillance dengan kementerian/lembaga lain yang terkait secara berkala. Hal itu guna mewujudkan sistem kesehatan nasional dengan pendekatan one health.

“KKP juga didapati belum secara aktif berbagi data lintas sektor yang dapat digunakan dalam kegiatan surveillance untuk mendeteksi dampak penggunaan antimikroba dan resistensi antimikroba. “

Rekomendasi ini terkait dengan pemeriksaan kinerja atas Kesiapan Dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Dampak Penggunaan Antimikroba serta Resistensi Antimikroba Terhadap Risiko Kesehatan Masyarakat yang Berasal dari Hasil Perikanan Budi Daya pada 2020 sampai triwulan III 2021. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Lampung, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Pemeriksaan ini juga dimaksudkan dalam mendorong realisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang selaras dengan implementasi Sustainable Development Goals (SDGs). Kemudian mendorong penguatan kapasitas KKP untuk menghadapi kejadian luar biasa (KLB), seperti endemi atau pandemi penyakit.

SAI20 Ajak Anggotanya Kawal Akuntabilitas Pascapandemi

Terutama penguatan untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons secara cepat atas setiap ancaman kesehatan masyarakat. Salah satu ancaman yang serius adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, sehingga menimbulkan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR).

Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan masih ada permasalahan yang dapat menghambat kesiapan KKP dalam kegiatan mencegah, mendeteksi, dan merespons dampak penggunaan antimikroba. Termasuk juga resistensi antimikroba terhadap risiko kesehatan masyarakat yang berasal dari hasil perikanan budi daya.

KKP juga didapati belum secara aktif berbagi data lintas sektor yang dapat digunakan dalam kegiatan surveillance untuk mendeteksi dampak penggunaan antimikroba dan resistensi antimikroba. Hal tersebut mengakibatkan belum tercapainya sistem kesehatan nasional dengan pendekatan one health.

Ini Inisiatif BPK Terkait Cara Baru Bekerja pada Era Pandemi

Karenanya, Menteri KP juga dianggap perlu memerintahkan Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba Perikanan Budi Daya untuk segera melaksanakan tugas yang telah ditetapkan dan menyampaikan perkembangan pelaksanaan tugas secara berkala. Selain itu, Menteri KP perlu menjalin kerja sama dalam negeri terkait kegiatan riset dalam bidang resistensi antimikroba, metode diagnostik, antimikroba baru, dan inovasi pengganti antibiotik.

16/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Budi Gunadi Sadikin
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Bagaimana Kontribusi BPK Terkait Penanganan Covid-19? Ini Kata Menkes

by Admin 1 13/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dianggap memberikan bantuan yang besar selama pemerintah mengatasi krisis pandemi Covid-19. Apalagi, pandemi bukan sekadar krisis biasa lantaran merupakan gabungan dari masalah kesehatan dan ekonomi.    

“Ini fakta yang saya lihat dari auditor. Auditor bekerja dengan kami pada 2020, 2021, dan 2022. Kami mendapatkan dukungan yang sangat jelas dari mereka,” kata Budi dalam Sharing Session 1 Konferensi Tingkat Tinggi Supreme Audit Institutions G20 (SAI20) di Nusa Dua, Badung, Bali, beberapa waktu lalu.

“Kami menginformasikan BPK sejak saat itu, berapa banyak uang, dan apa jenis program atau strategi protokol kesehatan serta strategi deteksi seperti strategi pengobatan dan strategi vaksinasi.”

Budi, seperti dilansir dari Antara, menyebut bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPK secara berkelanjutan bekerja bersama untuk mengelola empat area risiko dalam belanja Covid-19. Mulai dari pembayaran rumah sakit, sistem kontrol, kebijakan, serta manajemen internal.

Dalam area risiko pembayaran rumah sakit, dia menyebutkan, Kemenkes dan BPK bekerja sama dalam memastikan pembayaran sesuai dengan klaim layanan Covid-19 yang sebenarnya dan dibayarkan tepat waktu. Kemudian terkait sistem kontrol, memastikan sistem kontrol pembayaran klaim pasien Covid-19 cukup, transparan, dan akuntabel.

Lebih lanjut, kerja sama Kemenkes dan BPK dalam area risiko kebijakan adalah memastikan klaim pembayaran layanan pasien Covid-19 sesuai dengan kebijakan yang ada. Sementara dalam area manajemen internal, yakni dengan memastikan sistem kontrol internal yang kuat untuk pengadaan dan distribusi vaksin Covid-19.

Budi mengatakan, saat pandemi Covid-19 melanda, Kemenkes memiliki strategi yang sangat jelas berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Karenanya, anggaran pandemi dibagi sesuai dengan penanganan masing-masing.

Menkes Sebut Foresight BPK Dibutuhkan, Ini Penjelasannya

“Kami menginformasikan BPK sejak saat itu, berapa banyak uang, dan apa jenis program atau strategi protokol kesehatan serta strategi deteksi seperti strategi pengobatan dan strategi vaksinasi,” ucap dia.

Kemenkes, kata dia, banyak menekankan di sisi defensif, yaitu mekanisme pendeteksian kesehatan kepada orang yang sehat. Dengan demikian, pandemi sejauh ini telah berhasil meningkatkan arsitektur kesehatan global untuk membangun dunia yang lebih sehat dan lebih aman. Tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

13/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP/Sumber: setkab.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ada Potensi Kehilangan PNBP Perikanan. Ini Detailnya

by Admin 1 07/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan terdapat permasalahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan atas pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), Ruang Laut (RL), dan Pulau-Pulau Kecil (PPK). Hal ini dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada 31 Desember 2021.

“Menteri KP juga perlu menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK serta melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.”

Sebelumnya, BPK telah menyelesaikan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perizinan tahun 2020 hingga triwulan III 2021. Pemeriksaan ini dilakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Permasalahan signifikan yang terungkap dalam pemeriksaan tersebut, antara lain KKP belum mengintensifkan perolehan PNBP Perizinan Pemanfaatan RL untuk kegiatan pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Selain itu, KKP juga belum mendata seluruh objek PNBP Perizinan terkait pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya.

BPK juga menemukan, pengusulan dan/atau penetapan harga patokan ikan (HPI) tidak dilakukan secara periodic. Penetapan HPI dan produktivitas kapal pada 2021 juga belum dilengkapi kajian teknis berbasis regulatory impact analysis.

Duh, KKP Dapat Opini WDP, Ini Alasannya

Selain itu, sistem informasi yang dibangun KKP belum dapat mendukung identifikasi seluruh objek PNBP SDA perikanan tangkap. Database kapal perikanan KKP pun belum disinkronisasi dengan database kapal di Kementerian Perhubungan.

Permasalahan tersebut mengakibatkan negara kehilangan kesempatan memperoleh potensi PNBP sebesar Rp1,08 triliun. Karenanya, BPK merekomendasikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) agar menginstruksikan Dirjen Perikanan Tangkap untuk menetapkan kebijakan yang membakukan proses penetapan HPI secara periodik.

BPK juga meminta Menteri KP untuk menyusun kajian teknis berbasis regulatory impact analysis terkait keputusan Menteri KP Tahun 2021 tentang HPI dan Produktivitas Kapal untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).

BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.

Efektivitas Pengendalian Illegal Fishing

BPK pun merekomendasikan Menteri KP antara lain agar menetapkan kebijakan penerbitan izin/rekomendasi dan pengenaan PNBP atas kegiatan pemanfaatan PPK dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang dilakukan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri KP Nomor 24 Tahun 2020 dan PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada KKP. Menteri KP juga perlu menginstruksikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK serta melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.

07/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Kelemahan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional

by Admin 1 06/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — BPK telah melaksanakan pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 di Kemenkeu, Kementerian PPN/Bappenas dan instansi terkait lainnya. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirilis pada Desember 2021, BPK menjelaskan, Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam menyusun tema, sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan untuk tahun yang direncanakan dan mengkoordinasikan pencapaian sasaran/target pembangunan seluruh sektor dengan menggunakan sistem informasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA).

Sementara itu, Kementerian Keuangan mempunyai tugas mengelola fiskal yang berwenang dalam penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro dengan menggunakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Kemudian, pimpinan K/L menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sebagai pengguna anggaran/pengguna barang, K/L mempunyai tugas menyusun rancangan anggaran.

“Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.”

Hasil pemeriksaan menyimpulkan, perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional tahun 2021 tidak sesuai dengan amanat beberapa aturan. Mulai dari UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, Permen PPN/Bappenas Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pedoman Evaluasi Pembangunan Nasional, Nomor 13 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Proyek Prioritas, dan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perencanaan Dana Transfer Khusus dan peraturan terkait lainnya dalam semua hal yang material.

BPK menemukan, rencana kerja pemerintah (RKP) belum sepenuhnya mencakup kegiatan bendahara umum negara (BUN). Misalnya saja, pertama, proses sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional belum sepenuhnya mengintegrasikan perencanaan dan penganggaran BUN. Seperti subsidi, hibah, dana transfer khusus, dana desa, dan sumber pendanaan lainnya.

Kedua, belum terdapat pengaturan lebih lanjut terkait integrasi perencanaan BUN ke dalam RKP tahun 2021. Ketiga, tidak terdapat tagging atau penandaan prioritas nasional (PN) dalam indikasi kebutuhan dana, pagu indikatif, serta alokasi pagu bagian anggaran (BA) BUN TA 2021. Kemudian penetapan anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) BA BUN TA 2021 serta dalam sistem informasi penganggaran.

Menjaga Akuntabilitas Pembangunan Infrastruktur Konektivitas

Hal ini mengakibatkan, RKP sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional belum sepenuhnya andal dan informatif. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pun tidak sepenuhnya dapat diperbandingkan dengan RKP.

Perencanaan dan penganggaran dana alokasi khusus (DAK) belum sepenuhnya memadai dalam mendukung pencapaian PN, program prioritas (PP), proyek prioritas (Pro-P), dan major project (MP). Hal itu antara lain penentuan tagging prioritas DAK pada KRISNA DAK dan KRISNA RKP berbeda, belanja K/L dan DAK fisik belum terintegrasi dalam mendukung pencapaian PN, PP, Pro-P, dan MP. Serta RKP tahun 2021 belum sepenuhnya mengungkapkan alokasi DAK fisik secara keseluruhan.

Akibatnya, antara lain dukungan DAK terhadap belanja K/L sesuai dengan PN, PP, kegiatan prioritas (KP), dan MP tidak dapat diketahui dengan segera dan dievaluasi secara memadai. Akuntabilitas pada tahap penetapan alokasi DAK fisik pun menjadi tidak dapat dinilai.

Dari pemeriksaan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas agar berkoordinasi untuk menyusun kajian dalam rangka mengidentifikasi kegiatan di BUN yang dapat diintegrasikan dalam RKP. Kemudian menetapkan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang mengintegrasikan kegiatan tertentu di BUN ke dalam RKP dan surat bersama pagu indikatif.

Ini Peran Dana Transfer Daerah Bagi Pemerataan dan Percepatan Pembangunan

Menkeu dan Menteri PPN/Bappenas juga perlu menyempurnakan struktur database dalam sistem informasi perencanaan. Lalu menyusun aturan terkait penandaan atau tagging DAK yang lebih komprehensif dengan melengkapi tagging DAK dan dukungannya terhadap PN, PP, KP, Pro-P, dan MP.

BPK juga merekomendasikan kepada Kepala Bappenas untuk memerintahkan deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas agar berkoordinasi dengan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Koordinasi itu untuk menyelaraskan peraturan dan kriteria penetapan proyek prioritas di PSN yang masuk dalam RKP.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional mengungkapkan enam temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian intern dan dua permasalahan ketidakpatuhan.

06/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pengelolaan PNBP di KKP Perlu Diperkuat

by Admin 1 05/09/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan terdapat permasalahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan atas pengelolaan PNBP Perizinan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta instansi terkait lainnya. Permasalahan antara lain terkait dengan pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), Ruang Laut (RL), dan Pulau-Pulau Kecil (PPK).

Hal ini termuat dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada 31 Desember 2021. Sebelumnya, BPK telah menyelesaikan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Kepatuhan atas Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perizinan tahun 2020 hingga triwulan III 2021 terhadap KKP serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Duh, KKP Dapat Opini WDP, Ini Alasannya

Permasalahan signifikan yang terungkap dalam pemeriksaan tersebut antara lain KKP belum mengintensifkan perolehan PNBP Perizinan Pemanfaatan RL untuk kegiatan pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Selain itu, KKP juga belum mendata seluruh objek PNBP Perizinan terkait pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya.

BPK juga menemukan, pengusulan dan/atau penetapan harga patokan ikan (HPI) tidak dilakukan secara periodik. Penetapan HPI dan produktivitas kapal pada 2021 juga belum dilengkapi kajian teknis berbasis regulatory impact analysis.

Sistem informasi yang dibangun KKP pun belum dapat mendukung identifikasi seluruh objek PNBP SDA perikanan tangkap. Database kapal perikanan KKP pun belum disinkronisasi dengan pusat data kapal di Kementerian Perhubungan.

“BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.”

Permasalahan tersebut mengakibatkan negara kehilangan kesempatan memperoleh potensi PNBP sebesar Rp1,08 triliun. BPK merekomendasikan kepada menteri Kelautan dan Perikanan (KP) agar menginstruksikan dirjen Perikanan Tangkap untuk menetapkan kebijakan yang membakukan proses penetapan HPI secara periodik.

BPK juga meminta menteri KP untuk menyusun kajian teknis berbasis regulatory impact analysis terkait keputusan Menteri KP Tahun 2021 tentang HPI dan Produktivitas Kapal untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).

BPK mengungkapkan, KKP belum mendata seluruh objek PNBP perizinan terkait pemanfaatan PPK dalam rangka intensifikasi perolehan PNBP. Hal itu antara lain sebanyak 100 pelaku usaha belum memiliki izin/rekomendasi pemanfaatan PPK. Hal ini mengakibatkan perkiraan potensi PNBP izin pemanfaatan PPK belum dipungut sebesar Rp17,65 miliar.

BPK pun merekomendasikan menteri KP antara lain agar menetapkan kebijakan penerbitan izin/rekomendasi dan pengenaan PNBP atas kegiatan pemanfaatan PPK. Hal ini dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang dilakukan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri KP Nomor 24 Tahun 2020 dan PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada KKP.

Belum Efektif Pantau Illegal Fishing, Sistem TI KKP Belum Mumpuni?

Menteri KP juga perlu menginstruksikan dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk mendata kegiatan pemanfaatan PPK. Kemudian melakukan sosialisasi ketentuan perizinan dasar dan perizinan berusaha kegiatan pemanfaatan PPK kepada para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.

Selain itu, terdapat pula potensi PNBP berindikasi belum dipungut sebesar Rp17,16 miliar. Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pengelolaan PNBP Perizinan Pemanfaatan SDI, RL, dan PPK pada 2020 hingga triwulan III 2021 juga belum sepenuhnya efektif mendukung kepatuhan pengelolaan PNBP Perizinan.

05/09/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Auditor Mood dan Kualitas Audit

    22/07/2025
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id