Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil Ketua BPK Dorong Penerapan Tata Kelola Kolaboratif

by admin2

JAKARTA, WARTA BPK — Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Budi Prijono menegaskan bahwa tata kelola kolaboratif merupakan kunci keberhasilan penguatan Governance, Risk and Compliance (GRC) nasional. Menurut Wakil Ketua BPK, kelemahan GRC di Indonesia bersifat sistemik sehingga tidak cukup ditangani secara sektoral.

Hal tersebut ditekankan Wakil Ketua BPK dalam sambutannya saat menghadiri forum Risk and Governance Summit 2025 di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Wakil Ketua BPK menyebut lemahnya perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, pengendalian internal, dan minimnya koordinasi lintas entitas sebagai sumber problem utama tata kelola. Menurut Wakil Ketua BPK, kolaborasi antara kementerian/lembaga, BUMN, swasta, akademisi dan profesi GRC menjadi syarat untuk mencapai tata kelola yang adaptif, transparan dan akuntabel. 

“BPK mendorong penguatan GRC melalui tata kelola kolaboratif yang bukan hanya memerlukan sinergi internal antar satuan kerja tetapi juga kemitraan lintas sektor dan partisipasi aktif di tataran global,” ujar Wakil Ketua BPK.

Forum Risk and Governance Summit 2025 menjadi wadah penting untuk mendorong sinergi dan dialog implementasi GRC. Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua BPK menggarisbawahi bahwa di berbagai negara, praktik GRC kini makin terintegrasi dan berbasis teknologi digital serta otomatisasi. Namun di Indonesia, partisipasi swasta masih rendah dan regulasi dinilai kurang adaptif.

Wakil Ketua BPK menilai, standardisasi internasional seperti ISO dan kepatuhan terhadap UU Perlindungan Data Pribadi masih perlu didorong lebih kuat. Selain itu, profesional GRC perlu memperkuat perannya dalam menjaga keberlanjutan pembangunan menuju visi Indonesia Emas 2045. “Tiga pilar utama GRC membentuk fondasi organisasi yang transparan, adaptif, dan tangguh menghadapi dinamika,” kata Wakil Ketua BPK.

Dalam RPJPN 2025–2045, praktik GRC ditetapkan sebagai budaya kerja nasional untuk mendukung penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi inklusif. BPK juga menilai pentingnya indikator kinerja, pengendalian risiko dan peran GRC dalam pencapaian target SDGs. Secara khusus, Wakil Ketua BPK menyebut GRC mendukung Goal 16 tentang institusi yang akuntabel dan Goal 17 tentang kemitraan.

Menurutnya, tata kelola keuangan negara membutuhkan orkestrasi multipihak, bukan sekadar peran satu institusi pengawasan. Kolaborasi strategis dengan OJK, kementerian/lembaga, BUMN, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan asosiasi profesi dinilai penting untuk memperkuat deteksi dini risiko. Model ini dicontohkan dalam pemeriksaan lintas sektor seperti pandemi COVID-19 dan ketahanan pangan.

“Forum ini bukan hanya menjadi ruang dialog, tetapi juga wadah strategis untuk memperkuat sinergi dalam membangun tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang adaptif.” 

Wakil Ketua BPK menekankan bahwa rekomendasi BPK ke depan tidak hanya bersifat korektif tetapi memberi insight dan foresight dalam mengantisipasi risiko masa depan. Rekomendasi pemeriksaan diarahkan untuk memperbaiki regulasi, meningkatkan efisiensi, dan memulihkan kerugian negara.

Dalam Renstra 2025–2029, BPK menetapkan kebijakan pemeriksaan antisipatif dan responsif berbasis risiko lintas sektor. BPK uga memperluas pemanfaatan big data analytics (BIDICS) guna memperkuat analisis berbasis bukti. Selain itu, sistem pemantauan tindak lanjut elektronik (SIPTL) dan peran APIP diperkuat agar tingkat penyelesaian temuan mencapai minimal 75 persen.

Wakil Ketua BPK menambahkan, BPK juga sedang melakukan pemeriksaan tematik ketahanan pangan. Pemeriksaan diarahkan untuk membangun sinergi multipihak, termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha dan akademisi. Pendekatan ini dinilai mampu menghasilkan rekomendasi yang mempercepat respons risiko dan memperkuat tata kelola sektor pangan. Dalam jangka panjang, sinergi tersebut akan mendukung ekonomi inklusif dan ketahanan nasional.

Anda mungkin juga menyukai