WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 2 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Berita

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wamenkeu: Reviu BPK Penting untuk Peningkatan Pengelolaan Fiskal

by Admin 1 11/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Keuangan menyambut baik dan sangat mengapresiasi reviu mengenai transparansi fiskal, kemandirian fiskal daerah, dan kesinambungan fiskal dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dilakukan BPK secara reguler. Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, reviu tersebut merupakan bentuk komitmen bersama antara pemerintah dan BPK untuk mendorong penguatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara dan keuangan daerah.

“Selanjutnya, diharapkan agar pengelolaan fiskal semakin berkualitas, kredibel, dan akuntabel yang dapat memberikan manfaat optimal bagi perekonomian dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” kata Suahasil kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Suahasil menekankan, transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal merupakan hal penting untuk menjaga agar pengelolaan fiskal tetap sehat, produktif, berdaya tahan, dan berkesinambungan dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Ia mengatakan, reviu transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal dalam LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap publik atas pengelolaan fiskal, khususnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Selain itu, kata Suahasil, ini merupakan bentuk komitmen bersama untuk melakukan check and balance pengelolaan fiskal senantiasa konsisten dan tetap sehat, berkualitas, kredibel, dan akuntabel. “Hasil reviu dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi dalam melakukan peningkatan pengelolaan fiskal yang lebih berkualitas, kredibel, dan akuntabel,” ujar dia.

Ia menambahkan, reviu transparansi fiskal, kemandirian fiskal, dan kesinambungan fiskal yang menggunakan landasan teori, kriteria, serta best practices dalam skala internasional, dapat menjadi alat ukur penilaian implementasi atas ketiga hal tersebut di Indonesia dan dibandingkan dengan negara lain di dunia.

“Harapannya, reviu tersebut dapat meningkatkan kepercayaan publik internasional terhadap pengelolaan fiskal Indonesia yang mampu mendorong peningkatan investasi di Indonesia.”

Menurut dia, dokumen laporan hasil reviu dalam LKPP memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pengelolaan fiskal pada tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan. Juga mengenai pertanggungjawaban dalam merespons dinamika perekonomian, menjawab berbagai tantangan dan mendukung pencapaian target pembangunan.

Berdasarkan reviu BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2020, sebanyak 443 dari 503 pemerintah daerah (88,07 persen) masuk ke dalam kategori “Belum Mandiri”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemda masih sangat tergantung pada dana transfer daerah untuk membiayai belanja di masing-masing pemda. Reviu juga menyebutkan bahwa 468 pemda (93,04 persen) tidak mengalami perubahan kategori kemandirian fiskalnya sejak 2013 bahkan sampai adanya pandemi Covid-19 pada 2020.

11/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kualitas Belanja APBD Masih Perlu Ditingkatkan

by Admin 1 10/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, kualitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih perlu ditingkatkan. Ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki agar kualitas APBD meningkat, antara lain dalam hal perencanaan, penentuan prioritas belanja, hingga soal regulasi.

Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq mengatakan, hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan tematik kinerja yang pernah dilakukan BPK atas efektivitas pengelolaan belanja daerah untuk meningkatkan pembangunan manusia pada 2016-2018. Pemeriksaan itu dilakukan terhadap 60 pemda dengan 12 ribu kegiatan senilai Rp 34,71 triliun.

Dari pemeriksaan tersebut, Akhsanul menyampaikan, kualitas belanja dalam APBD masih memerlukan perbaikan. Dia menyebut, terdapat permasalahan seperti pemda belum melakukan analisis ekonomi atas usulan program dan kegiatan. Kemudian, pemda belum melakukan seleksi program dan kegiatan sesuai dengan prioritas yang ditetapkan. “Pemda juga belum melakukan proyeksi biaya atas program dan kegiatan,” ujar Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini. 

Apabila dilihat lebih dalam lagi, terdapat permasalahan terkait regulasi PAD yang belum lengkap. Kemudian, pemda tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak.

Akhsanul juga menyoroti, saat ini terdapat kecenderungan perencanaan penganggaran pendapatan daerah ditetapkan terlalu tinggi. “Ini berkaitan juga dengan pendataan, jadi tidak didasarkan pada data yang akurat dan realistis,” ujar Akhsanul.

Dengan postur pendapatan yang tinggi, maka tingkat belanja daerah pun akan ikut tinggi. Hal ini kemudian menimbulkan defisit karena realisasi pendapatan tidak setinggi tingkat belanja daerah. “Ini kemudian dibiayai dengan utang dan kalau terus membesar dan terakumulasi justru mengancam keberlanjutan pemda,” ujarnya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, secara umum defisit anggaran terjadi pada banyak pemda. Sejak 2017 tren defisit pun tercatat meningkat.  Pada 2017, akumulasi defisit APBD mencapai Rp 47 triliun. Sementara pada 2021 mencapai Rp 73,22 triliun.

Akhsanul mengakui ada pendapat yang menyebut belanja daerah dapat ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dia mengingatkan, apabila tingkat defisit APBD tidak dikendalikan, dalam waktu panjang bisa berpengaruh terhadap kesinambungan fiskal. “Sebagian APBD nantinya justru hanya untuk membayar utang,” ujarnya.

10/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apa Pendapat Kemendagri Terkait Reviu Fiskal BPK?

by Admin 1 09/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan reviu transparansi fiskal, kesinambungan fiskal, dan kemandirian fiskal sejak 2019. Kemendagri menilai bahwa reviu tersebut sangat bagus karena bersifat strategis dan dapat mendorong peningkatan kualitas kemandirian fiskal pada pemda.

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, hasil reviu ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh Kemendagri. Khususnya dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan asistensi kepada daerah. Ini dalam rangka peningkatan kapasitas fiskal daerah melalui pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, dan akuntabel.

“Selain untuk pembinaan dan asistensi, reviu tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kemandirian fiskal daerah,” kata dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Karenanya, tambah Ardian, Kemendagri pun berharap agar BPK dapat meningkatkan kualitas pelaporan reviu tersebut dengan memperhatikan risiko-risiko kesinambungan fiskal. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan pusat dan daerah pada masa yang akan datang dan kesinambungan fiskal jangka panjang dapat terus terjaga.

Dia menjelaskan, dari penghimpunan data melalui kegiatan asistensi, monitoring, analisis, dan evaluasi pendapatan dan belanja daerah, dapat dilihat perkembangan kemandirian fiskal daerah. Dari 2017 sampai dengan 2020, pemerintah daerah (pemda) mengalami rata-rata peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar kurang lebih 9-11%. Sedangkan dari 2020 ke 2021 pemerintah daerah mengalami penurunan pendapatan asli daerah sebesar 6%. Penurunan tersebut disebabkan karena dampak pandemi Covid-19.

Menurut Ardian, Kemendagri mengeluarkan beberapa kebijakan untuk membantu daerah dalam meningkatkan kemandirian fiskal. Kebijakan itu antara lain evaluasi dan reviu seluruh peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ini dilakukan untuk mendukung kemudahan berusaha dan layanan daerah.

Tujuannya, untuk memastikan penerimaan pajak dan/atau retribusi dalam 5 tahun terakhir daerah yang bersangkutan. Kemudian memastikan dampak terhadap fiskal nasional dan daerah, urgensi penetapan tariff, kapasitas fiskal daerah, dan insentif fiskal yang telah diterima.

Kebijakan lainnya adalah dengan penerbitan permendagri, kepmendagri, instruksi mendagri bahkan surat edaran menteri dalam negeri, yang mengatur tentang pendapatan daerah dan belanja daerah. Kemendagri juga melakukan pembinaan dan fasilitasi kepada pemda untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah sesuai dengan  tugas dan fungsi.

Kementerian juga disebut menjalankan beberapa langkah untuk memastikan adanya kesinambungan fiskal pemda menghadapi masa pandemi ini. Langkah itu antara lain, memberikan solusi dalam mempertahankan pencapaian dan realisasi PAD. Program optimalisasi PAD pada saat pandemik secara jangka pendek dilakukan dengan tiga cara.

Pertama, kata dia, intensifikasi PAD yang meliputi melakukan uji potensi, verifikasi data, dan evaluasi PAD. Kedua, kemudahan pelayanan pembayaran pajak. Ini meliputi aktif melakukan pelayanan ke masyarakat (jemput bola), pelayanan berbasis sistem daring, bahkan jika memungkinkan berbasis smartphone, membuka dan memperluas layanan perpajakan melalui kerja sama dengan berbagai PJP termasuk e-commerce, fintech, dan merchant.

Ketiga, penyelesaian piutang pajak. Kegiatan ini bisa dilakukan bersamaan dengan dilakukannya proses pemeliharaan basis data. Jadi, petugas akan datang ke tiap-tiap rumah dalam rangka pendataan objek pajak terutama PBB P2.

“Sementara untuk jangka panjang, kami melakukan, pertama, penguatan mekanisme pemungutan yang terdiri dari optimalisasi seluruh proses pemungutan, mulai dari pendataan, pendaftaran, pengolahan, penagihan, pemeriksaan, pengendalian sampai sosialisasi dan edukasi. Kemudian meningkatkan kemampuan SDM,” ungkap Ardian.   

Kedua, lanjutnya, perubahan pendekatan pemungutan yang terdiri dari melakukan perubahan pemungutan dengan melakukan pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Kemudian melakukan kerja sama dengan instansi terkait termasuk stakeholder yang ada di daerah.

09/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Semakin Modern dengan Terobosan TI

by Admin 1 08/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Menjadi bagian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berarti menjadi bagian kendaraan besar pendorong akuntabilitas. Hal itu diyakini Kepala Biro Teknologi Informasi BPK Pranoto. Menurutnya, BPK telah membuktikan peran pentingnya dalam pengelolaan keuangan negara. BPK juga semakin diakui di dunia internasional.

Pranoto menilai, hal tersebut tidak terlepas dari upaya BPK yang selalu meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan tugasnya. Kepada Warta Pemeriksa, Pranoto mengungkapkan pandangannya terkait pentingnya kolaborasi, inovasi dan sinergi insan BPK dalam pelaksanaan tugas BPK.

Pengalaman menarik apa yang Bapak alami selama bekerja di BPK?

Setiap penugasan BPK menarik karena selalu memberikan sesuatu yang baru. Setiap penugasan, meskipun atas objek yang sama, pasti menghadapi tantangan tersendiri yang berbeda setiap tahunnya dan menuntut pemahaman entitas terbaik. Sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan harapan dan tujuan pemeriksaan. Salah satu contoh penugasan tersebut adalah penugasan sebagai ketua tim pada pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat yang dilaksanakan rutin setiap tahun.

Meski dilakukan rutin, setiap penugasannya akan menghadapi dinamika kebijakan publik berbeda-beda yang berdampak terhadap laporan keuangan setiap tahunnya. Ditambah lagi dengan datangnya pandemi Covid-19 yang memberikan tantangan baru. Bukan hanya dari terbitnya berbagai kebijakan pemerintah yang harus dipahami. Melainkan juga bagaimana proses pemeriksaan harus tetap berjalan dan selesai tepat waktu sesuai kerangka hukum yang berlaku. Kebijakan yang harus dipahami tim tidak hanya yang berdampak pada keuangan negara namun juga kesehatan, perekonomian, sosial, dan berbagai bidang lainnya.

Salah satu contoh pengalaman lainnya yang cukup menarik adalah pada saat saya ditugaskan untuk menjadi Ketua Tim Pemeriksaan Kinerja Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Priok pada 2013. Pemeriksaan ini menghadapi beberapa tantangan. Pertama, waktu yang terbatas dengan harapan dapat memberiksan rekomendasi yang andal dan cepat. Kedua, kompleksitas yang sangat tinggi karena melibatkan berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN. Serta bersifat lintas sektoral, meliputi kepabeanan, transportasi, hukum, infrastruktur, teknologi sistem Informasi, perdagangan, karantina dan lain-lain.

Ketiga, jumlah tim pemeriksa yang cukup besar dari beberapa Auditorat Keuangan Negara (AKN). Alhamdulillah, penugasan tersebut dapat diselesaikan serta memberikan rekomendasi dan gambaran yang utuh dan lengkap atas proses bisnis arus barang di pelabuhan yang masuk di Indonesia. Tantangan dan pengetahuan baru, yang membuat setiap penugasan selalu menarik bagi saya.

Bagaimana Bapak melihat perkembangan BPK saat ini?

BPK saat ini telah menjadi lembaga kunci dalam tata kelola keuangan negara yang berperan dalam menjamin dan mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Bahkan lebih dari itu, BPK kini telah mampu berperan lebih aktif pada berbagai kegiatan internasional sehingga mendapat kepercayaan untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan kinerja di beberapa lembaga internasional, seperti misalnya IAEA, IMO, dan IACA.

Ini merupakan indikasi bahwa pelaksanaan tugas BPK telah didukung dengan standar, perangkat lunak, dan pengukuran kinerja yang merujuk pada best practices secara internasional. Hal itu baik dari sisi teknologi sistem informasi, sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang kompeten, serta pengembangan profesional berkelanjutan melalui pendidikan dan pelatihan.

Menurut Bapak, apa arti dari menjadi bagian dari BPK?

Menjadi bagian dari BPK berarti menjadi bagian kendaraan besar pendorong akuntabilitas. Sehingga, harus mampu menjalankan fungsi secara optimal dengan berkolaborasi dan sinergi dengan seluruh bagian BPK.

Apa yang membuat Bapak bangga menjadi bagian dari keluarga besar BPK?

Keluarga besar BPK memiliki semangat bersama untuk terus mampu menghadapi tantangan dan perkembangan yang cepat dan dinamis. Sehingga BPK dapat menjalankan tugas dan kewenangan dengan baik. Lebih dari itu, BPK dapat memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. Tentu menjadi kebanggaan bagi saya sebagai bagian dari sebuah institusi yang memiliki peran sangat strategis dalam membangun akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Apa saja pencapaian Bapak selama bekerja di BPK?

Bekerja di BPK merupakan kerja tim dan bukan kerja individu. Alhamdulillah, saya dapat berkesempatan untuk berkontribusi dalam berbagai penugasan untuk melaksanakan harapan dan arahan pimpinan. Pencapaian selama bekerja di BPK di antaranya turut serta menjadi bagian dalam pengembangan pemeriksaan terkait penerapan pertama kali akuntansi berbasis akrual pada 2015 dan Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR) pada pemerintah pusat, dan penyelesaian pemeriksaan LKPP secara tepat waktu selama 2010 sampai 2020.

Selain itu, turut menjadi bagian dalam pemeriksaan revaluasi BMN 2017/2018 yang berdampak sangat signifikan terhadap posisi aset pemerintah pusat, pengembangan aplikasi Modul Konsolidasi pemeriksaan dan Sistem Informasi Aplikasi Pemeriksaan (SiAP) LKPP/LKKL, dan terakhir piloting implementasi awal big data analytics di BPK pada 2021.

Bagaimana menurut Bapak dukungan pimpinan dan rekan kerja dalam menjalankan pengabdian di BPK?

Saya sangat bersyukur mendapatkan berbagai pengalaman penugasan untuk merasakan dukungan pimpinan dan rekan-rekan kerja yang sangat luar biasa dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyelesaian penugasan yang seringkali sangat kompleks. Pimpinan selalu memberikan arahan penugasan dan tidak jarang terlibat secara aktif di lapangan yang memberikan semangat bagi tim pemeriksa.

Demikian juga di tingkat pelaksana BPK, kerja keras, sinergi dan kerja sama selalu ditunjukkan untuk menyelesaikan penugasan meskipun terkadang harus mengorbankan waktu untuk keluarga. Semoga semangat ini terus terjaga dan semakin baik ke depannya dengan kolaborasi yang didukung dengan teknologi informasi.

Bagaimana Bapak melihat pengabdian di BPK dan kaitannya dengan pengabdian kepada negeri?

BPK telah berperan penting dalam setiap tonggak sejarah pengelolaan keuangan negara. Berbagai pencapaian perbaikan dan reformasi dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sejak kemerdekaan negara Republik Indonesia sampai dengan saat ini tidak terlepas dari wujud nyata pengabdian dan sumbangsih BPK untuk negeri. Salah satu yang mudah dilihat saat ini, Indonesia telah mampu memiliki laporan keuangan baik LKPP dan LKPD mulai 2004 sampai saat ini dan setara dengan negara-negara lain.

Sejalan dengan peran aktif BPK dalam pertanggungjawaban, BPK telah mulai dan akan terus mendorong kinerja pengelolaan keuangan yang makin baik untuk pencapaian tujuan negara. BPK telah memberikan ruang untuk turut serta dalam pembangunan bangsa. Jadi justru saya harus berkontribusi dalam usaha BPK menjalankan mandatnya dan mencapai visi dan misi BPK.

Apa saja harapan Bapak untuk BPK ke depannya?

BPK telah menjadi lembaga yang membanggakan dengan pencapaian pelaksanaan tugas dan kewenangan dan didukung kelembagaan yang semakin modern. Untuk selanjutnya, harapan ke depan bahwa BPK memiliki arsitektur kelembagaan untuk menjamin keberlanjutan capaian-capaian yang selama ini telah dicapai dan siap menghadapi revolusi industri 4.0.

Apakah ada pesan yang ingin disampaikan kepada pegawai BPK?

Sekecil apapun peran kita di BPK, ini akan turut mempengaruhi arah pencapaian tujuan negara karena kita menjadi bagian tata kelola keuangan negara. Kita telah memperoleh amanah dan menjadi bagian BPK. Sinergi dan kolaborasi menjadi sangat penting dalam melaksanakan masing-masing peran agar BPK memberikan nilai tambah lebih dari tugas dan kewenangan yang diemban. Untuk itu, marilah terus menjaga semangat untuk negeri.

08/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK di daerah
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

by Admin 1 05/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II tahun ini menelisik lebih dalam mengenai kemandirian fiskal daerah. Hal ini dilakukan karena masih banyak pemda yang status kemandirian fiskalnya masih dalam kategori ‘Belum Mandiri’.

Seperti diketahui, BPK memotret ketahanan fiskal daerah dengan melakukan reviu atas Kemandirian Fiskal Tahun 2020. BPK menghitung Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) atas 503 dari total 542 pemerintah daerah. Hasil reviu tersebut menyatakan, sebagian besar pemerintah daerah atau sebanyak 443 pemda (88,07 persen) masih masuk ke dalam kategori ‘Belum Mandiri’.

Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq menyampaikan, berkaca dari hasil reviu tersebut, BPK menilai perlu melakukan pemeriksaan tematik lokal terhadap sejumlah pemerintah daerah untuk mengukur kinerja pengelolaan fiskalnya. “Pada semester II 2021 ini kita ingin melihat lebih jauh lagi. Apa penyebab suatu daerah itu Belum Mandiri?” ungkap Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Akhsanul mengatakan, pemeriksaan tersebut akan melihat proses pemda dalam merancang APBD. Selain itu, pemeriksaan akan melihat proses intensifikasi maupun ekstensifikasi peningkatan PAD. “Pemeriksaan tematik lokal ini dilakukan di lingkungan AKN V dan AKN VI,” ujarnya.

Akhsanul mengatakan, IKF memang tidak mengukur korelasi langsung antara belanja pemerintah daerah dan tingkat PAD. Akan tetapi, dia menjelaskan, terjadi kecenderungan kenaikan belanja operasional pada pemda. Belanja operasional adalah belanja kegiatan sehari-hari pemda seperti belanja pegawai, belanja barang, dan belanja subsidi bantuan sosial. Sementara itu, tingkat belanja modal justru mengalami penurunan.

Padahal, ujar Akhsanul, belanja modal berpotensi menjadi pemicu peningkatan PAD pada masa yang akan datang. Dia mencontohkan, belanja modal dalam bentuk infrastruktur jalan menuju lokasi pariwisata diharapkan dapat mendukung peningkatan PAD.

Reviu yang dilakukan BPK juga menunjukkan adanya kesenjangan kemandirian fiskal antardaerah. Nilai IKF Papua Barat pada 2020 sebesar 0,0558. Artinya, peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua Barat dalam membiayai APBD hanya sebesar 5,58 persen. Sementara itu, nilai IKF DKI Jakarta mencapai 0,6365. Artinya, sebanyak 63,65 persen APBD DKI Jakarta telah dibiayai oleh PAD-nya sendiri.

Di tingkat kabupaten/kota juga terjadi kesenjangan kemandirian fiskal. Pada 2019 atau sebelum pandemi, Kabupaten Badung mampu meraih skor IKF 0,8347. Kabupaten Badung pun menjadi satu-satunya pemda yang masuk dalam kategori ‘sangat mandiri’ pada tahun tersebut. Sementara itu, Kabupaten Deiyai mendapatkan skor indeks 0,0031 dan artinya hanya 0,31 persen dari APBD-nya yang dibiayai dari PAD.

05/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Semangat Pagi
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Peran Dana Transfer Daerah Bagi Pemerataan dan Percepatan Pembangunan

by Admin 1 04/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Berdasarkan reviu BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2020, sebanyak 443 dari 503 pemerintah daerah (88,07 persen) masuk ke dalam kategori “Belum Mandiri”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemda masih sangat tergantung pada dana transfer daerah untuk membiayai belanja di masing-masing pemda.

Menanggapi hasil reviu BPK tersebut, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazar menjelaskan, setiap dana transfer mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan sifatnya saling melengkapi. Ada yang berperan sebagai alat ekualisasi, mendukung daerah dalam pencapaian prioritas nasional, mendorong kinerja daerah, dan percepatan pembangunan wilayah tertentu.

Dana alokasi umum (DAU), misalnya, ditujukan untuk pemerataan fiskal antarpemerintah daerah (horizontal imbalance). Dalam mewujudkan tujuan tersebut, DAU untuk suatu daerah dihitung dengan menggunakan formula Alokasi Dasar dan Celah Fiskal. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan perkiraan jumlah belanja pegawai daerah, sedangkan Celah Fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal daerah dan kapasitas fiskal daerah.

Suahasil menjelaskan, kebutuhan fiskal daerah merupakan proyeksi tingkat kebutuhan daerah dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang dihitung berdasarkan beberapa variabel. Sedangkan kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan keuangan daerah yang terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana bagi hasil, baik pajak maupun sumber daya alam.

“Berdasarkan hal tersebut, daerah dengan kemampuan keuangan rendah akan mendapatkan porsi alokasi yang lebih besar. Sedangkan daerah dengan kemampuan keuangan tinggi akan mendapatkan alokasi yang lebih kecil, bahkan tidak mendapatkan alokasi,” kata Suahasil kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu. 

Ia mengatakan, DAU merupakan jenis dana transfer yang bersifat block grants. Namun demikian, untuk meningkatkan kualitas penggunaannya, pemerintah mulai menerapkan kebijakan earmarking sebagian kecilnya untuk belanja produktif seperti infrastruktur.

Wamenkeu menjelaskan, pengalokasian dana untuk daerah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) ditujukan untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Faktanya, alokasi TKDD selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga proses penyelenggaraan otonomi dapat berjalan.  “Secara keseluruhan, porsi TKDD kurang lebih sepertiga dari total belanja APBN,” katanya.

04/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Fraud (Ilustrasi/Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Telusuri Fraud dengan Forensik Digital

by Admin 1 03/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menerapkan forensik digital saat melakukan pemeriksaan investigatif. Menurut Teguh Siswanto, pemeriksa di Auditorat Utama Investigasi, forensik digital sangat penting diterapkan untuk mendeteksi tindakan fraud di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi.

Teguh yang terlibat dalam tim pemeriksa atas PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengatakan, forensik digital juga diterapkan BPK saat melakukan pemeriksaan terhadap Jiwasraya. Kepada Warta Pemeriksa, Teguh yang berkarier di BPK sejak 2009, menceritakan mengenai penerapan forensik digital di BPK, pengalaman kerja, hingga perkembangan-perkembangan BPK yang dia rasakan selama kurang lebih 12 tahun mengabdi. Berikut petikan wawancara dengannya.

Menurut Anda, sudah sejauh mana perkembangan di BPK, khususnya di Auditorat Utama Investigasi, terkait pemeriksaan investigatif?

Ada begitu banyak terobosan yang dilakukan Auditorat Utama Investigasi (AUI) di bawah kepemimpinan Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Salah satu terobosan itu adalah berkembangnya forensik digital. Seperti kita ketahui, sekarang ini kita tidak pernah lepas dari teknologi. Perkembangan teknologi semakin canggih. Dan, otomatis ini membuat para pelaku kecurangan atau istilah kita adalah fraudster, juga semakin canggih.

Kalau kita tidak imbangi dengan pemeriksaan yang berbasis teknologi, tentu kita akan ketinggalan. Jika kita ketinggalan dengan perkembangan teknologi, tentu akan susah untuk mendeteksi kecurangan. Di masa Pak Moerma (mantan ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara), mungkin sedang membangun forensik digital ini. Tapi, pada masa Pak Agung dilakukan terobosan. BPK memperbanyak peralatan, melakukan sertifikasi, kita juga membangun knowledge management berdasarkan best practice.

Pada akhirnya, ini kita terapkan untuk pemeriksaan-pemeriksaan yang memiliki dampak besar dan menjadi perhatian publik. Dalam melakukan pemeriksaan Jiwasraya, misalnya, kita sudah memanfaatkan teknologi forensik digital. Namun demikian, siapa pun pimpinannya, BPK itu selalu bertumbuh. Selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Dan pada masa Pak Agung saat ini, pemeriksaan berbasis teknologi seperti forensik digital, menjadi salah satu terobosan.

Seperti apa sebenarnya forensik digital? Sejauh mana manfaat dari forensik digital dalam membantu pemeriksaan investigatif?

Secara sederhana, forensik digital itu penerapan ilmu forensik untuk melakukan pengumpulan dan pemeriksaan data yang bersifat digital untuk dibawa sebagai barang bukti dalam penegakan hukum atau upaya litigasi. Seperti kita ketahui bersama, kita saat ini tidak lepas dari yang namanya perangkat telekomunikasi. Setiap hari kita pasti akan buka handphone untuk berkomunikasi maupun untuk bekerja.

Begitu pula dengan para terperiksa. Pihak-pihak terperiksa pun pasti semakin hari semakin banyak menggunakan teknologi dalam berkomunikasi hingga melakukan korespondensi kedinasan. Dari situ, penggunaan digital forensik sangat bermanfaat untuk mengungkapkan tindakan kecurangan dalam suatu transaksi.

Karena yang namanya kecurangan atau fraud itu kan tersembunyi. Mungkin, kecurangan itu tidak terlihat dari yang ada di dokumen, tapi mungkin adanya di perangkat telekomunikasi. Nah, dengan adanya forensik digital, itu sangat membantu kita mengungkapkan kecurangan yang tersembunyi.

Forensik digital sudah diterapkan untuk pemeriksaan apa saja?

Forensik digital kita terapkan di pemeriksaan Jiwasraya dan kasus-kasus lainnya. Salah satu caranya yaitu kita mengakuisisi atau mengambil data yang ada di perangkat-perangkat telekomunikasi. Di sana kan ada percakapan-percakapan dan modus operandi sebenarnya ada di situ, tergambar di percakapan antara fraudster. Nah forensik digital itu salah satunya untuk mengungkap itu. Penerapan forensik digital ini juga sesuai dengan Rencana Strategis BPK, yaitu pengembangan sistem teknologi informasi untuk tata kelola BPK. Ini salah satu perwujudannya.

03/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Kelebihan dan Tantangan Memiliki Jabatan Fungsional

by Admin 1 02/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sesuai Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, ada tiga jenis jabatan di suatu kementerian/lembaga. Ketiga jabatan itu adalah Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional. Terkait Jabatan Fungsional (JF), sampai saat ini ada sebanyak 14 jenis JF di BPK yang terdiri atas JF Pemeriksa dan 13 JF lainnya (selain pemeriksa).

Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) BPK Dadang Ahmad Rifai mengatakan, ada sejumlah kelebihan yang bisa didapat apabila memiliki jabatan fungsional. Beberapa kelebihan itu adalah kelas jabatan lebih tinggi dibandingkan Jabatan Pelaksana. “Kemudian, jenjang karier lebih jelas sesuai jenjang jabatan selama masih tersedia formasi,” katanya kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Namun, ada juga tantangan yang mesti dihadapi jika pegawai memiliki jabatan fungsional. Salah satu tantangan itu, kenaikan pangkat menggunakan angka kredit dan kenaikan jenjang sesuai formasi yang tersedia.

Berikut Kelebihan dan Tantangan Memiliki Jabatan Fungsional:

Kelebihan:

  • Kelas jabatan lebih tinggi dibandingkan Jabatan Pelaksana.
  • Dapat naik pangkat lebih cepat apabila angka kredit telah mencukupi.
  • Batas Usia Pensiun Ahli Madya 60 Tahun, Ahli Utama 65 tahun.
  • Jenjang karier lebih jelas sesuai jenjang jabatan selama masih tersedia formasi

Tantangan:

  • Pejabat fungsional wajib menyusun SKP sesuai jenjang jabatannya (DUPAK dan Perilaku).
  • Wajib mengumpulkan angka kredit setiap tahunnya sesuai target yang telah ditentukan. Contohnya, Ahli Pertama 12.5, Ahli Muda 25, Ahli Madya 37,5 dan Ahli Utama 50.
  • Kenaikan pangkat menggunakan angka kredit dan kenaikan jenjang sesuai formasi yang tersedia.
  • Wajib mengikuti pengembangan kompetensi yaitu bimtek dan diklat penjenjangan.
02/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDERSuara Publik

Peran Ganda Pemeriksa BPK

by Admin 1 01/11/2021
written by Admin 1

Oleh: Roni Wijaya/ Pranata Humas BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara kolektif harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi yang diperlukan. Salah satu dari empat kompetensi dalam SPKN yang menarik adalah keterampilan komunikasi. Hal ini penting karena dalam praktiknya, komunikasi terlibat di sepanjang siklus pemeriksaan. Mulai dari penyusunan RKP, perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, pelaporan pemeriksaan, pemantauan tindak lanjut, dan evaluasi pemeriksaan.

Untuk itu pemeriksa harus mampu berkomunikasi dengan efektif dan efisien. Dengan begitu proses pemeriksaan dapat berjalan lancar, hasil pemeriksaan tidak bias, dapat dimengerti, dan ditindaklanjuti oleh pihak yang diperiksa (auditee).

Beberapa kasus berikut ini adalah contoh permasalahan rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti:

Instansi PemerintahBelum TLPenyebab
Kabupaten Sanggau. Lusiana, dkk (2017)26,40%Kesulitan memenuhi permintaan auditor, perbedaan mekanisme atau format administrasi
Kabupaten Kep. Talaud Ameng, dkk (2017)38,28 %Rekomendasi kurang jelas, tidak ada nilai, salah persepsi
Provinsi Gorontalo Pongoliu, dkk (2017) Temuan tidak disepakati

Kondisi tersebut tidak akan terjadi atau minimal dapat dikurangi bila terjadi komunikasi efektif antara pemeriksa dan auditee. Jika pesan yang diterima tidak sesuai dengan pesan yang dikirimkan, maka dipastikan ada gangguan dalam prosesnya dan komunikasi dinilai tidak efektif. Gangguan tersebut bisa terjadi karena cara yang tidak tepat, kesalahan media atau lingkungan yang digunakan, waktu tidak tepat, sikap negatif atau rasa takut diperiksa, dan lain-lain.

Diadaptasi dari berbagai sumber, berikut ini hal-hal penting yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berjalan baik dan efektif:

  1. Mengakui kesamaan derajat, menghargai dan menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan. Pemeriksa dan auditee tidak saling merasa lebih tinggi, arogan, atau merasa lebih pintar satu dari lainnya dan harus saling menghargai perbedaan pendapat. Sesuai Kode Etik BPK, pemeriksa wajib mengakui kesamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup, jujur dan sopan, serta menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku.
  2. Pemeriksa dan auditee harus membangun kepercayaan, sehingga tumbuh sikap terbuka dan jujur dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan. Dengan begitu akan terjalin hubungan yang akrab dan mendalam. Sikap ini membantu pemeriksa memperoleh data otentik karena auditee memberikan informasi apa adanya, mereka percaya bahwa tidak ada motif terselubung.
  3. Keinginan bekerja sama mencari solusi masalah, bersedia meninjau kembali pendapat, dan mengakui kesalahan. Pemeriksa maupun auditee harus saling memperbaiki jika ada kesalahan atau kekurangan. Dengan begitu hasil pemeriksaan lebih teruji dan andal. Di samping itu pemeriksa juga harus berupaya memberikan kesempatan jika auditee  mempunyai alternatif penyajian berbeda. Auditee juga harus berupaya memberikan penjelasan terbaik dan mudah dipahami kepada pemeriksa sehingga memungkinkan pengumpulan data lebih cepat.
  4. Menyampaikan pesan secara objektif dan tanpa menilai, berorientasi kepada substansi, mencari informasi dari berbagai sumber. Pemeriksa maupun auditee secara profesional bekerja bersama-sama untuk kesuksesan proses pemeriksaan dengan mengesampingkan subjektifitas dan barupaya mengungkap fakta selengkap mungkin sehingga hasil pemeriksaan menjadi lebih akurat.
  5. Pemeriksa maupun auditee harus saling memiliki empati. Pemeriksa harus memahami bahwa auditee memiliki pekerjaan utama  selain ‘melayani’ pemeriksa, dan itu perlu ekstra energi. Dalam waktu yang sama, auditee juga harus mengerti bahwa langkah pemeriksaan harus diselesaikan pemeriksa per hari tidak sedikit. Dalam kondisi seperti itu pemeriksa maupun auditee harus dapat menyikapinya secara berimbang dan mencari solusi alternatif untuk tetap fokus pada pemenuhan langkah pemeriksaan, misalnya mencari waktu yang tepat atau mendelegasikan penugasan.

Hubungan dengan Stakeholder

Pemeriksa dituntut dapat melakukan pemeriksaan dengan lancar dan hasil tidak bias, dapat dimengerti, dan ditindaklanjuti oleh auditee. Di sisi lain pemeriksa juga harus menjaga hubungan kerja dan komunikasi efektif dengan stakeholder. Hubungan dengan stakeholder merupakan unsur keenam SPM Pemeriksaan yang dievaluasi Inspektorat Utama.

Dengan demikian, pemeriksa memiliki peran ganda. Pertama, memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Kedua, pemeriksa juga memiliki tugas menciptakan, memelihara, dan meningkatkan citra serta reputasi positif organisasi. Betapa tidak, pemeriksa memiliki akses langsung dan intens kepada auditee sebagai stakeholder BPK.

Hubungan baik dengan stakeholder terkait dengan proses komunikasi yang dilakukan selama pemeriksaan. Jika komunikasi tidak memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas, bisa jadi selain rekomendasi menjadi bias, juga berujung pada hubungan tidak harmonis. Tentu saja, hal ini tidak diinginkan. Menurut Pramono (2016), hubungan baik dan dukungan stakeholder sangat diperlukan dalam pencapaian visi dan Misi BPK. Sementara itu hubungan baik dan dukungan stakeholder sangat ditentukan oleh proses komunikasi.

Untuk mewujudkan peran tersebut pemeriksa harus dibekali dengan kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas komunikasi sebagai modal dasar melakukan pemeriksaan. Hal ini sebagai upaya menghasilkan rekomendasi pemeriksaan berkualitas serta langkah antisipasi munculnya isu-isu negatif bahkan situasi krisis. Dengan demikian citra dan reputasi positif organisasi dapat selalu terjaga.

*Diolah dari: SPKN, PMP 2008, Juklak Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu 2009

01/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Strategi Kemenkeu untuk Optimalkan Dana Transfer Daerah

by Admin 1 29/10/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Selama lebih dari dua dasawarsa, pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dinilai telah berkontribusi positif dalam mendorong kemajuan pembangunan di daerah. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah akan terus berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana transfer ke daerah untuk belanja modal dan belanja yang terkait langsung dengan layanan publik dan ekonomi.

Pernyataan tersebut disampaikan Wamenkeu untuk menanggapi hasil reviu BPK atas kemandirian fiskal daerah. Berdasarkan reviu BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2020, sebanyak 443 dari 503 pemerintah daerah (88,07 persen) masuk ke dalam kategori “Belum Mandiri”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemda masih sangat tergantung pada dana transfer daerah untuk membiayai belanja di masing-masing pemda.

Terkait kualitas dana transfer daerah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengakui terdapat kecenderungan bahwa pemanfaatan DAU belum dioptimalkan untuk belanja modal dan belanja yang terkait langsung dengan layanan publik dan ekonomi.

Pemanfaatan DAU yang belum produktif tersebut belum sepenuhnya memberikan leverage terhadap peningkatan pelayanan dan perekonomian daerah. “Data menunjukkan, lebih dari 60 persen DAU digunakan untuk belanja pegawai daerah,” kata Wamenkeu.

Berikut Strategi Kemenkeu untuk Mengoptimalkan Dana Transfer ke Daerah

1. Dilakukan melalui kebijakan penyaluran berbasis kinerja. Dalam implementasinya, pemerintah pusat akan menyalurkan beberapa jenis dana transfer ke daerah berdasarkan laporan penggunaan atas penyaluran dana tersebut. Laporan tersebut kemudian dipantau secara periodik, khususnya untuk jenis dana-dana earmarked seperti DAK Fisik dan DAK Non-Fisik. Sedangkan untuk menjaga kinerja realisasi dana-dana block grants seperti DAU dan DBH, dilakukan pemantauan secara bulanan seperti posisi kas dan kebutuhan pendanaan di daerah.

2. Untuk menjaga efektivitas penggunaan dana TKDD, pemerintah juga mulai menginisiasi skema pengalokasian berbasis kinerja untuk beberapa jenis dana di luar dana insentif daerah, seperti penerapan alokasi kinerja pada DBH CHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) dan dana desa.

3. Melalui kebijakan earmarking sebagian dana yang bersifat block grants. Hal ini untuk meningkatkan penggunaan dana block grant untuk mendanai belanja yang bersifat produktif.

4. Sejalan dengan pengelolaan TKDD berbasis kinerja, maka ke depan dalam Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD), telah diatur beberapa ketentuan yang dilakukan dalam rangka pengendalian realisasi dana transfer ke daerah, antara lain:
– Melakukan penyaluran TKDD sesuai dengan progres pelaksanaan/kinerja penyerapan TKDD oleh daerah.
– Adanya pengaturan sinergi kebijakan fiskal antara pusat dan daerah, dimana di dalamnya antara lain mengatur pengendalian APBD yang didukung pemantauan dan evaluasi. Hasilnya  menjadi dasar pemberian sanksi atau insentif kepada pemerintah daerah.
– Dalam RUU ini juga diatur terkait optimalisasi penggunaan SiLPA untuk mendorong belanja daerah yang dikaitkan dengan penilaian atas kinerja layanan pemda.
– Jika SiLPA daerah tinggi dan kinerja layanannya rendah, maka pemerintah dapat mengarahkan penggunaan SiLPA dimaksud untuk belanja infrastruktur pelayanan publik daerah yang berorientasi pada pembangunan ekonomi daerah. SiLPA daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi adalah kondisi dimana pemerintah daerah sudah berhasil mencapai dalam kinerja layanan dengan berbagai indikator penilaian, tetapi di sisi lain masih memiliki kelebihan/cadangan SiLPA yang bisa digunakan untuk investasi tanpa mengganggu jalannya pemerintahan daerah.

29/10/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • BPK: Tugas Diplomasi Harus Diiringi Akuntabilitas Keuangan
  • BPK Sampaikan Reviu dan Masukan Strategis untuk VNR SDGs Indonesia
  • Audit BPK Hasilkan Rekomendasi Strategis bagi WIPO
  • Auditor Mood dan Kualitas Audit
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga Kerja Masa Depan
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • BPK: Tugas Diplomasi Harus Diiringi Akuntabilitas Keuangan

    01/08/2025
  • BPK Sampaikan Reviu dan Masukan Strategis untuk VNR...

    31/07/2025
  • Audit BPK Hasilkan Rekomendasi Strategis bagi WIPO

    25/07/2025
  • Auditor Mood dan Kualitas Audit

    22/07/2025
  • SAI20 Hasilkan Komunike Global untuk Infrastruktur dan Tenaga...

    21/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id