WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Monday, 18 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Berita

Ilustrasi pegawai BPK (Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Bagaimana Mengoptimalkan Posisi Jabatan Fungsional di BPK?

by Admin 1 12/09/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Fungsi jabatan fungsional (JF) yang ada di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat mendorong penguatan organisasi apabila dimanfaatkan dengan optimal. Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) BPK, Gunarwanto menekankan kepada pengelola SDM atau pejabat administrasi di BPK harus betul-betul memperhatikan makna dari JF.

Apa Itu Jabatan Fungsional Selain Pemeriksa di BPK?

Saat ini, BPK memiliki posisi JF pemeriksa maupun non-pemeriksa. Dia menyampaikan, pejabat fungsional itu melaksanakan kegiatan berdasarkan suatu keahlian tertentu, ditunjang dengan pengetahuan tertentu, dan pengembangan kompetensi tertentu sesuai bidangnya.

“Pejabat fungsional itu juga sudah dikategorisasikan jenjangnya. Ada fungsional pertama, muda, madya, dan utama,” kata Gunarwanto.

Seseorang yang sudah menjadi pejabat fungsional juga harus bekerja sesuai tanggung jawab di jenjang tersebut. Ini karena berbeda antara tanggung jawab fungsional di level pertama dan muda atau antara muda dan madya.

“Ini supaya substansi JF tersebut bisa berjalan sesuai harapan. Apalagi kalau sampai JF madya melaksanakan pekerjaan di level JF pertama. Itu tidak tepat. Kenapa? Karena dia memang digaji sesuai jenjangnya. Semakin tinggi maka semakin besar gajinya,” ujarnya.

“Sebetulnya ini tidak hanya berlaku untuk JF non-pemeriksa. JF pemeriksa pun pejabat strukturalnya harus bisa mengatur seseorang bekerja di jenjang jabatannya. Ini akan dikembangkan demikian supaya memang seseorang bekerja betul-betul di jenjang jabatannya dan digaji sesuai dengan grade jenjang jabatannya.”

Gunarwanto juga mengingatkan kepada para pejabat administrasi atau struktural untuk dapat menugaskan pejabat fungsional sesuai jenjang jabatannya dan membedakannya dengan pekerjaan pegawai level pelaksana. Dia menekankan, JF pertama tidak bisa ditugaskan untuk melaksanakan pekerjaan pelaksana. Begitu pula dengan pejabat fungsional muda, yang tidak bisa hanya mengerjakan pekerjaan level fungsional pertama atau bahkan pelaksana.

“Nanti justru akan muncul kesenjangan dan kecemburuan. Dia gajinya lebih tinggi, tapi pekerjaannya kok lebih berat saya? Hubungan tata kerja menjadi tidak sehat. Ini yang perlu diperhatikan,” ujarnya.

Terkait penugasan pejabat fungsional itu akan diatur dalam ketentuan di BPK. Gunarwanto mengatakan, saat ini Peraturan Sekjen BPK mengenai pola hubungan kerja pejabat fungsional selain pejabat fungsional pemeriksa dengan pejabat pimpinan tinggi pratama, administrator, dan pejabat pengawas sedang dirampungkan.

Ini Kelebihan dan Tantangan Memiliki Jabatan Fungsional

“Sebetulnya ini tidak hanya berlaku untuk JF non-pemeriksa. JF pemeriksa pun pejabat strukturalnya harus bisa mengatur seseorang bekerja di jenjang jabatannya. Ini akan dikembangkan demikian supaya memang seseorang bekerja betul-betul di jenjang jabatannya dan digaji sesuai dengan grade jenjang jabatannya,” ujar Gunarwanto.

12/09/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ilustrasi pegawai BPK (Sumber: Freepik).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Apa Itu Jabatan Fungsional Selain Pemeriksa di BPK?

by Admin 1 08/09/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Sebagai lembaga negara yang memiliki tugas inti melaksanakan pemeriksaan keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki jabatan fungsional (JF) terkait tugas tersebut. Jabatan itu disebut dengan jabatan fungsional Pemeriksa dan menjadi jabatan fungsional paling banyak di lingkungan BPK.

Meski begitu, seiring dengan kebutuhan organisasi, terdapat pula JF non-pemeriksa di BPK. JF tersebut berkaitan dengan pengelolaan SDM, humas, maupun widyaiswara. “Di BPK, ini kemudian disebut dengan jabatan fungsional selain pemeriksa (JFSP),” kata Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) BPK, Gunarwanto kepada Warta Pemeriksa.

Berlakunya Permenpan Nomor 1 Tahun 2023, Akankah Jabatan Fungsional Pemeriksa BPK Tetap Menjadi Primadona bagi Para Pegawai?

Gunarwanto menjelaskan, JFSP bekerja mendukung tugas pokok BPK. Seperti juga di lembaga pemerintahan lainnya, jabatan fungsional adalah jabatan yang diemban oleh seorang aparatur sipil negara (ASN) yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan. Jabatan tersebut dibuka karena memang diperlukan pegawai dengan keterampilan atau keahlian tertentu.

“JF itu terutama yang keahlian memang bekerja dengan suatu keahlian dan itu menuntut suatu pengetahuan tertentu. Kalau di Biro Humas, misalnya, berarti keahlian terkait komunikasi. (Dia) terlatih dan dididik untuk tugas itu,” ujarnya.

JFSP mulai dikembangkan untuk membuka jalur karier PNS. Sebelumnya, Gunarwanto mengatakan, pengembangan karier PNS terbatas hanya melalui jenjang struktural. Sementara, jabatan struktural atau administrasi tersebut memiliki struktur piramida. Artinya, semakin ke atas maka semakin sedikit jabatan tersebut.

“Yang berkesempatan untuk menduduki jabatan administrasi itu juga tidak banyak. Eselon IV itu kemudian kalau ingin naik ke eselon III semakin sedikit posisinya. Kemudian, naik ke eselon II juga semakin sedikit,” ungkap Gunarwanto.

Gunarwanto menyampaikan, agar pegawai tidak merasa tidak memiliki kesempatan kenaikan karier maka dibuka kesempatan melalui JF. Pegawai yang ingin menjadi pejabat fungsional harus melalui suatu uji kompetensi. Hal ini karena JF memang dibuat agar jabatan tersebut diisi oleh orang-orang yang kompeten sesuai bidangnya.

“Dengan dia masuk menduduki jabatan fungsional tertentu maka pengembangan kompetensinya bisa digunakan untuk mendukung kompetensinya di dalam menjalankan suatu fungsi tertentu di dalam pengelolaan organisasi. Ini makanya untuk JF tersebut juga mensyaratkan adanya pengembangan kompetensi,” ujar Gunarwanto.

“Kalau pelaksana itu mengerjakan pekerjaan teknis administratif. Sementara, JF itu memang butuh keahlian yang tidak bisa dilakukan tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai keahliannya.”

Di BPK, saat ini terdapat 15 jenis JF antara lain JF analis kebijakan, JF widyaiswara, JF analis kepegawaian, JF Arsiparis, JF pranata komputer, dan lain-lain. Gunarwanto menyampaikan, hal ini juga sejalan dengan aktivitas organisasi. Semakin tinggi aktivitas organisasi maka kebutuhan JF akan semakin banyak.

“Semakin berkembang organisasi maka akan ada struktur baru yang membutuhkan kehadiran JF,” ujarnya.

Gunarwanto menjelaskan, proses rekrutmen CPNS di BPK sejak awal memang dimaksudkan untuk menjadi pemeriksa. Ini karena BPK tidak merekrut CPNS selain pemeriksa. Namun, dalam perkembangannya, ada pegawai yang karena suatu hal bisa berpindah dari bidang pemeriksa menjadi non-pemeriksa.

“Alasannya beragam. Bisa karena kebutuhan organisasi, ada juga alasan keluarga yang memungkinkan dan lain-lain. Memang yang paling banyak itu terkait kebutuhan organisasi,” ujarnya.

Gunarwanto menerangkan, meski seseorang memiliki latar belakang sarjana hukum, apabila masuk BPK lewat proses CPNS maka dia akan menjadi pemeriksa. Meskipun, dalam perjalanannya kemudian bisa berkembang karena kebutuhan organisasi seperti menjadi analis hukum.

“Akan ada proses perpindahan dari jabatan fungsional pemeriksa menjadi jabatan fungsional analis hukum. Ada uji kompetensinya juga. Kalau lulus maka bisa menempati jabatan itu,” ujarnya.

Ini Hubungan Transformasi Jabatan Fungsional dengan Reformasi Birokrasi

Selain melalui jalur CPNS, proses rekrutmen yang juga dilakukan BPK adalah perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Sesuai namanya, maka P3K bekerja untuk kurun waktu tertentu atau sesuai dengan masa kontraknya.

“P3K itu bekerja diatur paling cepat satu tahun, paling lama lima tahun dan bisa diperpanjang tergantung kebutuhan instansi dan penilaian kinerjanya,” kata Gunarwanto.

Saat ini, ujarnya, setiap instansi pemerintah memiliki kesempatan untuk merekrut P3K. Terdapat beberapa pertimbangan dalam proses rekrutmen P3K. Salah satu di antaranya, PNS memiliki masa kerja panjang karena sampai pensiun. Sehingga, ada perlindungan hari tua dan membuat pengeluaran pemerintah menjadi lebih tinggi.

“Karena dinilai jumlah PNS sudah relatif tinggi, maka dikembangkan P3K. Sama-sama orang profesional, bedanya P3K itu ada kontraknya dan tidak mendapatkan benefit pensiun,” ujarnya.

Gunarwanto mengatakan, pada tahun ini, untuk pertama kalinya BPK membuka lowongan P3K. Dari proses rekrutmen itu, BPK menerima 43 P3K.

P3K yang direkrut BPK akan mengisi jabatan fungsional sesuai dengan keahlian atau keterampilan masing-masing. Dia menekankan, P3K itu berbeda dengan pegawai di level pelaksana.

Ada Regulasi Baru, Apa Saja Perubahan Terkait Jabatan Fungsional?

“Kalau pelaksana itu mengerjakan pekerjaan teknis administratif. Sementara, JF itu memang butuh keahlian yang tidak bisa dilakukan tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai keahliannya,” ujarnya.

Dengan demikian, JF karena memiliki keahlian tertentu, maka memiliki grade yang lebih tinggi dibanding pelaksana meskipun masuk lewat jalur P3K. Pelaksana yang ada di BPK, juga bisa berpindah menjadi JF dengan melalui mekanisme yang sudah ditentukan. Ada beberapa hal yang perlu dilalui seperti uji kompetensi dan syarat administrasi.

08/09/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Data tak Valid, Penyaluran BLT Desa Berisiko Salah Sasaran

by Admin 1 07/09/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan dalam program penyaluran perlindungan sosial (perlinsos) melalui bantuan langsung tunai (BLT) desa oleh pemerintah daerah. Beberapa permasalahan itu mulai dari penyaluran yang berpotensi salah sasaran hingga pertanggungjawaban dan pengawasan yang belum sesuai ketentuan.

Permasalahan itu diungkap BPK dalam pemeriksaan kepatuhan pada 28 pemerintah kabupaten dan instansi terkait lainnya untuk tahun anggaran 2022. Pemeriksaan yang dilakukan pada semester II tahun 2022 tersebut, menjadi salah satu upaya BPK mendorong pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-1, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun, terutama target 1.3 yakni menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi semua.

BPK Ikut Awasi Penyaluran BLT di Lombok Tengah

Adapun salah satu program pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 adalah penguatan pelaksanaan perlindungan sosial dengan kegiatan prioritas. Antara lain penyaluran bantuan sosial tepat sasaran yang diwujudkan melalui proyek prioritas penyelenggaraan bantuan tunai  bersyarat bagi keluarga miskin.

Program perlinsos yang dilakukan pemerintah di antaranya melalui BLT desa. BLT desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang bersumber dari dana desa untuk mengurangi dampak ekonomi akibat adanya pandemi Covid-19.

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan, pengelolaan program perlinsos melalui BLT desa pada 26 pemkab sesuai kriteria dengan pengecualian dan sebanyak 2 pemkab tidak sesuai dengan kriteria.

Ada sejumlah permasalahan signifikan yang ditemukan BPK terkait pengelolaan program perlinsos melalui BLT desa. Pertama, sebanyak minimal 9.068 dari 40.921 (22,16 persen) keluarga penerima manfaat (KPM) BLT desa pada 1.288 desa di 26 kabupaten tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan dengan nilai salur sebesar Rp12,97 miliar.

Lalu, sebanyak minimal 164.340 kepala keluarga pada 541 desa di 15 kabupaten yang termasuk kategori miskin tidak menerima bantuan sosial dan tidak ditetapkan sebagai KPM BLT desa dengan nilai minimal sebesar Rp295,81 miliar.

“Terkait hal ini, BPK merekomendasikan kepada masing-masing kepala daerah agar melaksanakan pembinaan melalui OPD terkait yang meliputi sosialisasi, pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan program BLT oleh desa.”

“Permasalahan itu mengakibatkan hasil pendataan tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya dan terdapat risiko salah sasaran dalam penyaluran BLT Desa,” demikian disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2022.

Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada masing-masing kepala daerah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) teknis terkait, melaksanakan pembinaan kepada pemerintahan desa (meliputi kepala desa dan badan permusyawaratan desa/BPD) tentang mekanisme pendataan calon KPM, penyelenggaraan musyawarah desa, penetapan KPM, penggantian/pemutakhiran KPM, publikasi KPM BLT, serta penyusunan dan penetapan produk hukum pemerintahan desa secara memadai.

BPK juga menemukan permasalahan dalam hal pertanggungjawaban. Realisasi BLT Desa pada 410 pemerintah desa atau 21,08 persen di 22 kabupaten tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah, seperti bukti tanda terima tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp27,76 miliar.

“Kondisi itu menyebabkan pertanggungjawaban BLT desa belum menggambarkan kondisi penyaluran BLT desa yang sebenarnya,” tulis BPK.

BPK merekomendasikan agar masing-masing kepala daerah melalui OPD teknis terkait agar melaksanakan pembinaan dan pendampingan kepada seluruh pemerintah desa terkait mekanisme dan tahapan penyaluran BLT kepada KPM untuk memastikan ketepatan penerima, nilai, dan waktu penyaluran bantuan kepada KPM, serta kelengkapan bukti pertanggungjawaban.

BPK Ingin Komunikasi yang Baik dengan Pemerintah Terkait Dana Desa

Adapun dalam hal pembinaan ataupun pemantauan, sebanyak 23 dari 28 pemkab (82,14 persen) diketahui belum melaksanakan pembinaan/pemantauan dan/atau evaluasi melalui OPD terkait terhadap pemerintah desa atas pelaksanaan program BLT desa sesuai ketentuan yang berlaku.

“Terkait hal ini, BPK merekomendasikan kepada masing-masing kepala daerah agar melaksanakan pembinaan melalui OPD terkait yang meliputi sosialisasi, pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan program BLT oleh desa.”

07/09/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

BPK Raih Penghargaan Audit Lingkungan Tingkat Asia

by Admin 05/09/2023
written by Admin

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memenangkan penghargaan 2nd ASOSAI WGEA Green Vision Award tahun 2023. Penghargaan tersebut diberikan ASOSAI Working Group on Environmental Auditing (ASOSAI WGEA) sebagai bentuk apresiasi atas komitmen lembaga pemeriksa (SAI) dalam mendukung pelaksanaan audit lingkungan.

ASOSAI WGEA merupakan kelompok kerja audit lingkungan di bawah asosiasi lembaga pemeriksa Asia. Penyerahan penghargaan telah dilakukan dalam perhelatan 9th Working Meeting of ASOSAI WGEA pada 23–25 Agustus 2023.

Penghargaan Green Vision Award diberikan ASOSAI WGEA kepada SAI yang telah aktif memberikan outstanding contribution untuk perlindungan lingkungan melalui audit yang telah dilaksanakan. Ada sejumlah kriteria penilaian dalam penghargaan ini.

Kriteria pertama mengenai kontribusi. Ini merupakan penilaian tentang sejauh mana laporan audit ini turut berkontribusi dalam usaha-usaha perlindungan lingkungan.

Kriteria selanjutnya adalah motivasi. ASOSAI WGEA menilai peran aktif SAI pada kegiatan-kegiatan ASOSAI WGEA, seperti cooperative audit, research projects, dan seminar.

Kriteria penilaian lainnya mengenai strategic coherence.  Dalam kriteria ini, ASOSAI WGEA memberikan penilaian atas bagimana SAI dapat mengintegrasikan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam perencanaan dan pelaksanaan audit.

Adapun kriteria terakhir mengenai inovasi. Dalam hal ini, ASOSAI  WGEA menilai penggunaan teknologi dan inovasi terbaru oleh SAI yang membantu pelaksanaan audit.

BPK mengikuti kompetisi Green Vision Award tahun ini dengan mengusung tema “Performance Audit of Clean Energy a Green Vision of BPK in Assessing the Effectiveness of Clean Energy Policies for Greener Tomorrow”.

Artikel ini menggambarkan kontribusi BPK terhadap mitigasi perubahan iklim melalui audit terkait energi dan rekomendasinya. Poin yang dibahas mencakup koherensi strategis BPK terhadap SDGs dalam perencanaan dan pelaksanaan audit lingkungan hidup, overview hasil audit terkait energi bersih yang dilakukan BPK.

Selain itu, membahas inovasi metode audit dan penerapan teknologi ketika melakukan audit dan menjelaskan tentang partisipasi BPK dalam kegiatan yang diadakan oleh ASOSAI WGEA.

Tahun ini, Green Vision Award diikuti oleh 3 SAI, yaitu Indonesia, Maldives, dan Filipina. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Juri, BPK berhasil memenangkan award ini.

05/09/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

Tidak Patah Semangat, Pemenang TTS Ini Akhirnya Bisa Selesaikan Semua Soal

by Achmad Anshari 01/09/2023
written by Achmad Anshari

Euis, seorang ASN di Instansi Pusat tidak menyangka bahwa dirinya menjadi salah satu pemenang dari Kuis TTS Warta Pemeriksa Edisi 7 tahun 2023. Dihubungi oleh redaksi, ia menyampaikan bahwa ia mengetahui kuis ini dari Instagram Warta Pemeriksa yang ia follow. 

“Pertanyaan paling sulit menurut saya, peran SAI dalam pencapaian SDG,” ujarnya. Tidak patah semangat, ia akhirnya menemukan jawaban di artikel pada website yang dikelola BPK. Ia juga menyampaikan harapannya mengenai Warta Pemeriksa agar tetap memberikan informasi-informasi yang bermanfaat untuk pembaca. Ia juga berharap BPK selalu meningkatkan kinerja dalam mengawal terwujudnya tata kelola keuangan negara yg berkualitas.

Berdasarkan pengundian yang dilakukan oleh redaksi pada Rabu (30/8), inilah daftar lengkap pemenang TTS Warta Pemeriksa Edisi 7 Tahun 2023: 

Euis Nur Fatimah- 0877xxxxxxxx

Ernawati-0853xxxxxxxx

Mochammad Nafi’uddin- 088xxxxxxxx

Nurul Hikmah- 0895xxxxxxxx

Asri Nur Utami- ‘0895xxxxxxxx

Selamat kepada para pemenang. Hadiah akan segera dikirim oleh redaksi ke nomor E-Wallet yang telah diberikan oleh peserta saat mendaftarkan diri.

Terus baca Warta Pemeriksa Digital. Ikuti TTS edisi selanjutnya.

01/09/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaFeaturedSLIDER

Pesan Transformasi untuk BPK

by Admin 30/08/2023
written by Admin

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2023 Agus Joko Pramono menekankan pentingnya bagi BPK untuk terus melakukan transformasi diri. Agus lalu menyampaikan kata-kata dari penyair sufi, Jalaluddin Rumi yang berbunyi “Yesterday i was smart, i want to change. But now, iam wise. Iam changing myself.”

Menurutnya, sejak 2013, kutipan dari Rumi itu sangat cocok menggambarkan semangat yang dimilikinya untuk memberikan perubahan di BPK. Bagi Agus, BPK memiliki peran penting bagi bangsa ini demi mencapai tujuan bernegara.

“Pada 2013, saya sudah berpikir bahwa BPK akan menjadi katalisator dalam pengelolaan keuangan negara,” ungkap Agus dalam acara Focus Group Discussion Penguatan Kapasitas Kelembagaan BPK yang digelar pada Juli 2023.

Kegiatan tersebut sekaligus menjadi momen formal terakhir Agus di hadapan pegawai sebelum akhirnya meninggalkan posisi Anggota BPK. Lahir pada 1972, Agus Joko Pramono terlahir dari keluarga sederhana. Bapaknya bekerja di Pertamina Bagian Inspeksi. Tegas dan jujur, itulah gambaran sang bapak yang memberi contoh langsung pada anak-anaknya. Agus pun dilarang menggunakan barang fasilitas kantor yang digunakan untuk bekerja.

“Orang tua saya percaya bahwa setiap orang sudah punya haknya masing-masing. Kalau mengambil punya orang, pasti akan ada yang berkurang dari kita, karena sudah ada porsinya masing-masing,” ujar Agus.

Bekal integritas tersebut lantas membawa Agus membaktikan diri di BPK. Agus mengikuti rangkaian fit and proper test di Komisi XI DPR pada 2013 dan kemudian terpilih menjadi Anggota BPK. Dalam proses uji kepatutan dan kelayakan itu, Agus menyampaikan pemikirannya bahwa BPK dapat menjadi katalisator dalam pengelolaan keuangan negara.

“Apabila BPK bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana amanat UUD 1945, maka BPK akan mempercepat proses perbaikan yang ada di dalam pengelolaan keuangan negara itu sendiri,” ungkapnya.

Agus mengatakan, BPK merupakan bagian besar dalam tujuan bernegara seperti telah dituangkan dalam pembukaan UUD 1945. Dia menjelaskan, dalam proses mencapai tujuan bernegara maka diperlukan lembaga negara yang melakukan sejumlah kegiatan pembangunan. Lembaga negara ini pun diberikan uang dan akan dilaporkan.

“Jadi, apabila kegiatan ini dilaksanakan dalam konteks pelaksanaan pengelolaan keuangan dan kita dapatkan temuan dalam pengelolaan keuangan itu berarti kita sedang memperbaiki proses pencapaian tujuan bernegara. Inilah asal muasal cara berpikirnya. Jadi erat sekali peran kita dalam pencapaian tujuan bernegara,” kata Agus.

Salah satu terobosan yang didorong Agus adalah pembentukan Digital Enterprise Architecture (DNA) BPK. Sistem itu menggambarkan hubungan antara proses bisnis,

data, aplikasi, teknologi, dan keamanan termasuk implementasi arsitekturnya. Dari sisi aplikasi, BPK juga sudah membangun berbagai sistem untuk mendukung rancangan proses bisnis di DNA yang mengedepankan interoperabilitas dan integrasi data.

Sistem ini menjadi dasar pengembangan organisasi BPK ke depan, di mana DNA menggambarkan hubungan antara proses bisnis, rencana strategis, data, aplikasi, infrastruktur teknologi, sampai dengan implementasi arsitekturnya. Diharapkan ke depan, organisasi BPK bersifat tidak statis, sehingga lebih agile dan resilience dalam merespons perubahan kondisi lingkungan yang dinamis.

BPK juga kemudian mengembangkan otomasi pemeriksaan dengan BPK Big Data Analytics (Bidics). Agus mengatakan, proses kerja BPK beberapa waktu lalu masih didominasi dengan proses manual. Lucunya, kata Agus, pekerjaan atau data yang sudah dikerjakan dalam sistem informasi justru dicetak dalam bentuk fisik untuk dianalisa secara manual dan dihitung secara manual.

“Akhirnya apa? Habis waktu, habis tenaga. Bidics ini dikembangkan untuk mengeliminasi pekerjaan manual dalam pemeriksaan,” ujarnya.

Agus berharap, ke depannya BPK bisa menjadi IT driven organization. Mimpi Agus lainnya adalah BPK dapat semakin berkiprah di tingkat global.

Salah satunya adalah BPK menjadi Ketua INTOSAI, sebuah organisasi dunia yang beranggotakan lembaga-lembaga audit negara dari seluruh dunia. Agus menekankan, untuk bisa mencapai mimpi itu diperlukan proses panjang dan berkelanjutan. Menurutnya, pengalaman BPK dalam berbagai panggung dunia akan menjadi modal penting untuk mencapai posisi tertinggi di INTOSAI.

Agus mengatakan, masih banyak hal yang dilakukan BPK ke depan. Dia mengaku sudah melakukan yang terbaik dan tidak ada penyesalan sama sekali dalam sepuluh tahun terakhir berkiprah di BPK.

“Saya berusaha mengerjakan apa yang saya pahami dengan pengetahuan yang saya miliki untuk mencapai apa yang ada di BPK sekarang. Tidak perfect, tapi menjadi milestone,” ungkapnya.

30/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

Bagaimana Forensik Digital Menunjang Pemeriksaan BPK?

by Achmad Anshari 28/08/2023
written by Achmad Anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menerapkan forensik digital untuk menunjang proses pemeriksaan sejak 2015. Pada saat itu, forensik digital sudah mulai diterapkan oleh auditor yang menguasai metodologi dengan peralatan yang masih sangat terbatas. 

Auditor Utama Investigasi BPK Hery Subowo mengatakan, pada saat awal terbentuknya Auditorat Utama Investigasi (AUI) 2017-2018, laboratorium forensik digital mulai dibangun. Forensik digital mulai diterapkan untuk mendukung pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian negara di AUI. 

Setelah itu, pada 2019 hingga 2020 berbagai perangkat lunak terkait forensik digital disiapkan dan pada saat itulah forensik digital mulai meningkat frekuensinya di AUI. “Kontribusi forensik digital menjadi sangat signifikan dalam menunjang keberhasilan pemeriksaan investigatif dan penghitungan kerugian negara,” kata Hery kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini. 

Dia menjelaskan, PI/PKN pada kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri juga sudah memanfaatkan forensik digital tersebut. Karena kontribusi signifikan itulah AUI secara intensif berupaya terus meningkatkan kapasitas forensik digital. Untuk SDM auditor, AUI melakukannya melalui diklat, focus group discussion (FGD) atau knowledge transfer forum (KTF).

Selain itu, sarpras dan peralatan juga terus ditingkatkan. Panduan pelaksanaan forensik digital juga telah disusun dan disempurnakan. Saat ini, BPK telah memiliki task force untuk pengelolaan laboratorium forensik digital di bawah AUI. 

Hery menambahkan, BPK pada tahun ini berencana untuk mengajukan akreditasi Laboratorium Forensik Digital (Labdigifor) BPK ke Komite Akreditasi Nasional (KAN). Akreditasi Laboratorium Forensik Digital merupakan implementasi dari Renstra BPK 2020-2024. 

Dalam rangka meningkatkan kualitas pemeriksaan secara strategis, antisipatif, dan responsif, BPK mengembangkan Inisiatif Strategis (IS). Hal ini antara lain, peningkatan peran BPK dalam pemberantasan korupsi melalui pengembangan sistem pencegahan berdasarkan hasil pemeriksaan keuangan negara.

Salah satu program dalam IS tersebut adalah peningkatan kapasitas pemeriksaan investigatif melalui penyempurnaan laboratorium forensik digital di BPK. Penyempurnaan tersebut dilaksanakan melalui akreditasi kelembagaan, pembaruan lisensi perangkat, penambahan sertifikasi auditor, peningkatan sarana prasarana serta penyempurnaan metodologi forensik digital.

Hery mengatakan, kegiatan forensik digital di BPK perlu dilakukan untuk memastikan penerapan best practice dan standar forensik digital. Standar yang harus dipatuhi seperti ISO/IEC 17025:2017 tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, ISO/IEC 27037:2012 Petunjuk Identifikasi, Koleksi, Akuisisi, dan Preservasi Bukti Digital, dan ISO/IEC 27043/2015 tentang Teknologi Informasi-Teknik Keamanan-Prinsip dan Investigasi Insiden.

“Akreditasi nantinya akan memastikan bahwa laboratorium forensik digital BPK RI comply dengan standar tata kelola sehingga menjamin mutu, keandalan, dan kompetensi dari layanan Labdigifor BPK,” ujar Hery. 

Hery menambahkan, output forensik digital yang terakreditasi akan memberikan nilai tambah dalam pengungkapan suatu kasus yang akan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan BPK. Pada akhirnya, kepercayaan pengguna jasa juga akan lebih meningkat atas hasil pengujian Labdigifor BPK.

Terkait persiapan akreditasi Labdigifor, BPK saat ini telah memiliki ruangan laboratorium yang cukup representatif. Ruangan ini memfasilitasi alur proses penanganan barang bukti dari penerimaan (reception), pembongkaran (disassemble), akuisisi (processing) hingga dilakukan analisa (analysis). Di sini juga dibedakan penangangan jenis barang bukti yang berbentuk komputer (PC) dan gadget. 

Di samping itu, ruangan ini juga meningkatkan keamanan berlapis sejak reception room hingga ruang khusus untuk menyimpan barang bukti (evidence storage) dan perangkat forensik digital (tool storage). Untuk mempermudah koordinasi, penanganan Labdigifor juga dilengkapi dengan meeting and presentation area.

“Kami juga sedang mengembangkan Laboratorium Management Information System untuk membantu administrasi barang bukti, pengelolaan perangkat, serta penatausahaan hasil output yang lebih akuntanbel dan mudah ditelusuri,” kata dia. 

Pada akhir februari 2023, kata dia, Labdigifor BPK RI juga telah mengikuti uji profisiensi yang diselenggarakan oleh Asosisasi Forensik Digital Indonesia (AFDI). “Alhamdulillah, hasil unjuk kerja laboratorium forensik digital BPK RI pada bidang komputer dan handphone mendapat predikat sangat baik. Kami juga sudah menyelesaikan audit internal untuk mengevaluasi kesesuaian SOP dengan standar ISO dan kepatuhan terhadap SOP tersebut dalam pengelolaan Labdigifor,” katanya. 

Dalam mengembangkan lab forensik digital, BPK bekerja sama dengan praktisi dan akademisi forensik digital dari Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII, dan Puslabfor Bareskrim Polri, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Selain itu, BPK bekerja sama dengan Laboratorium Forensik Digital Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Badan Standarisasi Nasional, Komite Akreditasi Nasional. 

“Auditor kami juga menjadi member aktif di Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI). Kerja sama tersebut dalam bentuk FGD, KTF, dan in house training dengan berbagai pakar dan praktisi serta studi banding dan benchmarking ke laboratorium forensik digital pada Institusi lain,” ujar Hery. 

Saat ini, Labdigifor BPK RI masih fokus pada pemenuhan permintaan layanan pengujian dari internal BPK RI. Baik untuk keperluan mendukung pemeriksaan investigatif maupun tugas lainnya. Jumlah personel labdigifor saat ini masih terbatas, sehingga tidak akan mampu melayani seluruh pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK. Sehingga, pemenuhan layanan sesuai dengan skala prioritas, urgensi, dan kebutuhan.

“Ke depan nanti dengan perolehan akreditasi labdigifor, kami juga berencana untuk melayani pihak di luar BPK. Untuk itu kami sedang berupaya memperbanyak personel labdigifor baru yang memiliki passion dan skill di bidang digifor,” ujarnya. 

Untuk menjaring talenta melalui pengenalan forensik digital, auditor AUI secara rutin memberikan sharing session dalam KTF atau menjadi narasumber dalam diklat teknis terkait pemanfaatan forensik digital dalam pemeriksaan BPK.

Hery mengatakan, meskipun nanti Labdigifor BPK telah memiliki personel, peralatan, dan perangkat lunak yang dibutuhkan dalam pelaksanaan forensik digital, BPK tidak boleh cepat berpuas diri. BPK harus selalu melakukan dan continous improvement mengikuti perkembangan teknologi.

Sebab, pengelolaan Labdigifor yang terakreditasi memerlukan dukungan sumber daya baik infrastruktur dan personel, serta tata kelola organisasi. 

Dia menambahkan, software maupun hardware forensik digital perlu diperbarui secara berkala agar tetap dapat menangani produk/teknologi versi terkini. Selain itu, personel harus terus melakukan riset, pendidikan dan pelatihan terkait forensik digital yang terus berkembang.

Organisasi labdigifor pun harus agile dan tidak kaku mengikuti kebutuhan dan perkembangan zaman. Harapan saya, tugas pokok dan fungsi pelaksanaan forensik digital dapat diakomodasi dalam struktur organisasi BPK yang definitif. â€œUntuk itu kami juga harus terus meningkatkan komunikasi, koordinasi sinergi, dan kolaborasi dengan stakeholder baik di internal BPK maupun pengguna layanan digifor eksternal, agar proses akreditasi ini berjalan lancar dan sukses.”

28/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

Menelusuri Fraud dengan Forensik Digital

by Achmad Anshari 25/08/2023
written by Achmad Anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pemanfaatan teknologi informasi telah merambah ke berbagai sektor, tak terkecuali di sektor publik atau pemerintahan. Pengelolaan data keuangan negara oleh pemerintah bergeser dari data konvensional berbentuk dokumen kertas menjadi dokumen digital. Meski mempermudah pengolahan data, pemanfaatan teknologi informasi memunculkan banyak risiko. 

Auditor Utama Investigasi Hery Subowo menjelaskan, salah satu risiko tersebut adalah computer crime dalam bentuk akses ilegal ke dalam sistem, pencurian data elektronik, hingga pemalsuan data atau dokumen penting melalui internet. “Selain itu, korupsi dan pencucian uang semakin mudah dilakukan dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu untuk merencanakan, melaksanakan, dan menyimpan hasil kejahatan (computer related crime),” kata Hery kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Hery menegaskan, BPK sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan teknologi informasi berikut risiko yang dihadapi dalam pemeriksaan. “Kita tahu bahwa fraud is hidden. Ada banyak cara untuk menyembunyikan fraud termasuk dengan menggunakan teknologi informasi,” katanya. 

Oleh karena itu, pemeriksa perlu menggali tidak hanya bukti konvensional, tetapi juga bukti non-konvensional seperti bukti elektronik dan/atau bukti digital. Permasalahannya, data digital atau data elektronik bersifat rentan terhadap perubahan/pemusnahan. 

Maka, penanganan atas bukti tersebut harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk menjaga integritas bukti digital, sesuai dengan international best practices. Untuk itulah BPK perlu menerapkan teknik pemeriksaan dengan menggunakan keahlian forensik digital.

Hery menjelaskan, forensik digital merupakan cabang ilmu forensik yang fokus pada investigasi dan pengungkapan bukti digital untuk membantu dalam pemeriksaan suatu kejadian atau insiden. Lingkup forensik digital mulai dari identifikasi, koleksi, akuisisi, preservasi, analisis, interpretasi, hingga pelaporan pemberian keterangan ahli.

Dalam forensik digital, pemeriksa terlebih dahulu menentukan bukti digital apa yang akan menjadi target dan prosedur apa yang relevan untuk menangani bukti tersebut. Setelah itu, perangkat yang memuat bukti digital tersebut dilepas dari lokasi aslinya untuk dilakukan akuisisi dan analisis. 

Selanjutnya, bukti digital diamankan untuk melindungi integritas bukti dan memastikan kebermanfaatan dalam investigasi. Akuisisi menghasilkan salinan bukti digital serta dokumentasi atas metode yang digunakan dan kegiatan yang dilaksanakan. 

Setelah itu, pemeriksa mencari, mengungkap, dan mengekstraksi serta menginterpretasikan bukti digital yang relevan dengan indikasi kasus yang sedang diinvestigasi. Informasi yang diperoleh dari analisis dan eksaminasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk laporan yang terstruktur, objektif, dan terperinci, untuk disampaikan kepada pihak yang meminta. 

Pemeriksa juga dapat memberikan keterangan mengenai hasil forensik digital dalam proses penyidikan dan/atau peradilan berdasarkan permintaan instansi yang berwenang. Hery menegaskan, BPK dan pemeriksa BPK memiliki kewenangan yang kuat dalam melaksanakan forensik digital. 

Kewenangan itu ditegaskan dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam pasal 10 beleid tersebut dijelaskan, pemeriksa dapat mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya.

Kemudian, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2017, khususnya Kerangka Konseptual di Paragraf 37, mempertegas bahwa bentuk bukti pemeriksaan bisa bermacam-macam, antara lain transaksi elektronik, dan komunikasi elektronik dengan pihak di luar entitas yang diperiksa. “Metode yang digunakan dalam pemerolehan bukti pun beragam sesuai kebutuhan dan kewenangan pemeriksa,” ujar Hery.

BPK Ungkap Kerugian Negara/Daerah Senilai Rp52,87 Triliun

Pengaturan ini memberi opsi untuk perolehan bukti digital/elektronik melalui penerapan forensik digital. Di antara jenis pemeriksaan di BPK yang memerlukan forensik digital adalah pemeriksaan investigatif (PI) termasuk penghitungan kerugian negara (PKN). Penerapan forensik digital dilakukan dalam rangka penegakan hukum dan pembuktian di persidangan. 

Bukti dalam PI dan PKN perlu dipersiapkan untuk menjadi atau diselaraskan dengan alat bukti hukum. Dalam hal ini terkait alat bukti hukum digital/elektronis telah diatur dalam UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

“Jadi, BPK dapat menerapkan forensik digital untuk memperoleh, menganalisis dan mengevaluasi bukti digital/elektronis. Penerapan ini akan menghasilkan bukti audit yang dapat mendukung alat bukti hukum yang sah dalam hukum acara di Indonesia. Tentunya hal ini bisa diimplementasikan jika digunakan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya,” kata Hery. 

25/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Hasil Pemeriksaan BPK Jadi Acuan DPD

by Admin 1 22/08/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengapresiasi hasil pemeriksaan dan rekomendasi yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada kementerian/lembaga, termasuk bagi DPD. Wakil Ketua DPD Nono Sampono menegaskan, hasil pemeriksaan BPK menjadi bahan bagi DPD untuk melaksanakan fungsi pengawasan.

Pemeriksaan BPK juga bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara. Hal tersebut disampaikan Nono dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2022 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS II) 2022 kepada DPD RI, di Jakarta, 22 Juni 2023.

“Terkait hal ini DPD menghormati dan mengucapkan terima kasih atas hasil audit kinerja yang telah dilaksanakan oleh BPK. Semoga hasil audit kinerja ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas kinerja DPD RI pada masa mendatang.”

Nono dalam kesempatan tersebut menyinggung mengenai tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh para entitas. Sesuai laporan BPK dalam IHPS II 2022, terdapat kerugian negara/daerah yang telah ditetapkan selama periode 2005-2022 sebesar Rp4,93 triliun. Kerugian negara/daerah pada pemerintah daerah tercatat sebesar Rp3,69 triliun (75 persen).

Jumlah itu terbesar dari total kerugian dengan status telah ditetapkan sepanjang periode 2005-2022. Adapun total kerugian negara pada pemerintah pusat, BUMN, dan BUMD secara berturut-turut sebesar Rp1,10 triliun (22 persen), Rp 121,77 miliar (2 persen) dan Rp 12,76 miliar (1 persen).

Berdasarkan catatan BPK, tingkat penyelesaian ganti kerugian negara/daerah dengan status telah ditetapkan melalui pengangsuran, pelunasan, dan penghapusan pada pemerintah pusat sebesar 67 persen, pemerintah daerah 63 persen, BUMN 35 persen, dan BUMD 23 persen.

Data tersebut,kata dia, menunjukkan pemerintah pusat memiliki persentase ganti rugi keuangan negara yang paling tinggi. Sesuai amanah konstitusi dan perintah undang-undang, hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK RI menjadi bahan bagi DPD untuk melaksanakan fungsi pengawasan.

“Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, DPD meminta perhatian serius pemerintah pusat dan pemda untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara,” kata Nono.

Serahkan IHPS ke DPD, Ini Paparan Ketua BPK Soal Kemiskinan di Daerah

Nono dalam pidato sambutannya juga menyinggung soal hasil pemeriksaan kinerja yang dilakukan BPK terhadap DPD. Nono mengatakan, BPK menemukan beberapa hal terkait mekanisme kinerja DPD. Beberapa temuan itu adalah penginputan data aspirasi masyarakat daerah yang diperoleh pada masa sidang dan penetapan tema pengawasan dinilai BPK belum sepenuhnya memadai.

“Terkait hal ini DPD menghormati dan mengucapkan terima kasih atas hasil audit kinerja yang telah dilaksanakan oleh BPK. Semoga hasil audit kinerja ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas kinerja DPD RI pada masa mendatang,” kata Nono.

Nono pun berharap BPK dapat terus memperkuat fungsi pemeriksaan. Menurut dia, hal ini juga telah disampaikan kepada BPK dalam hasil pertimbangan DPD pada sidang paripurna keenam yang digelar pada 9 Desember 2022.

Nono menjelaskan, DPD dalam pertimbangan tersebut merekomendasikan BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap lembaga yang terdapat temuan-temuan dengan nominal yang signifikan terkait laporan penanganan pandemi Covid-19. Kemudian, DPD meminta BPK merekomendasikan kepada pemerintah untuk membuat suatu sistem tunggal penyajian laporan keuangan negara sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, kata dia, DPD meminta BPK agar BPK Perwakilan Provinsi diberikan kewenangan dalam mengaudit program kerja pemerintah yang berada di daerah, yang anggarannya berasal dari APBN. “Kewenangan ini penting agar pemeriksaan program-program nasional yang berada di daerah bisa  dilaksanakan dengan cepat dan tepat. Dalam kaitan ini DPD meminta BPK pusat menambah SDM di perwakilan provinsi,” kata dia.

Adapun rekomendasi lainnya adalah mendorong penguatan fungsi BPK melalui perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. “Terhadap rekomendasi tersebut, DPD meminta BPK untuk memberi perhatian serta menindaklanjutinya,” ujar dia.

BPK Alami Banyak Kemajuan? Ini Kata Ketua DPD

Terkait hasil pemeriksaan, Nono meminta agar berbagai laporan dan catatan yang telah disampaikan BPK untuk ditindaklanjuti oleh seluruh anggota dan alat kelengkapan DPD. Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam bersinergi dengan pemerintah daerah. Khususnya dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK demi perbaikan dan terwujudnya tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.

“Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas konsistensi kerja sama selama ini. Semoga Tuhan meridhoi setiap langkah kerja BPK dan DPD RI. Semoga kerja sama ini dapat terjalin lebih baik, sehingga memberikan dampak luas bagi masyarakat,” katanya.

22/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Direktur Utama PT Pertamina Persero Nicke Widyawati (Sumber: Instagram)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Transisi Energi Penuh Tantangan, Pengawasan BPK Dibutuhkan

by Admin 1 15/08/2023
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Direktur Utama PT Pertamina Persero Nicke Widyawati menyatakan, mengubah semua aktivitas ke arah energi baru terbarukan (EBT) tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak tantangan yang dihadapi, termasuk soal tata kelola.

Di sinilah peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting agar berbagai program transisi energi bisa dijalankan sesuai dengan ketentuan.

“Jadi kalau dengan pemahaman yang sama dengan objektif yang sama, tentu BPK bisa membantu bagaimana agar Pertamina Ini sebagai BUMN bisa menjalankan seluruh penugasan tersebut. Pertamina bukan hanya mengejar keuntungan semata, tapi ke public service obligation, ini supaya secara paralel bisa dijalankan dan aman.”

Nicke mengatakan, transisi energi telah menjadi agenda utama banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Salah satu hal yang menjadi tantangan adalah menjalankan transisi energi sambil memenuhi permintaan terhadap kebutuhan energi yang semakin meningkat.

“Kebutuhan akan energi yang semakin meningkat untuk mendorong Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi yang signifikan,” kata Nicke di sela kegiatan “5th meeting of the INTOSAI Working Group on Extractive Industries/WGEI” yang digelar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di Jakarta, Senin (24/7/2023).  INTOSAI WGEI merupakan kelompok kerja organisasi lembaga pemeriksa se-dunia tentang industri ekstraktif.

Nicke menegaskan, kehadiran energi hijau tetap harus dikejar yang pada akhirnya diharapkan dapat membuat Indonesia mencapai ketahanan energi. Artinya, ada dua hal yang dikejar oleh BUMN energi. Pertama, transisi energi untuk menuju ketahanan energi.

Dia mengatakan, energi baru dan terbarukan kedepannya harus tersedia dan bisa diakses seluruh lapisan masyarakat. “Jadi availability dan accessibility ini penting sekali.”

BPK Dorong Perbaikan Subsidi Energi

Hal selanjutnya, energi baru dan terbarukan harus affordable atau harus terjangkau harganya. Oleh karena itu, kata Nicke, Pertamina saat ini melakukan tugas menyiapkan dan mendistribusikan energi, juga melakukan transisi ke energi hijau. Di tengah-tengah proses tersebut, Pertamina sedang melakukan dekarbonisasi untuk mengurangi karbon emisi dari bisnis minyak dan gas.

“Dan dengan semua program ini Pertamina bisa menurunkan karbon emisi sebesar 31 persen, ini angka yang lebih tinggi dari pencapaian nasional. Dan juga di sini Pertamina kemudian bisa menurunkan impor. Karena sebagian besar bisa kita campur dengan sumber daya alam di Indonesia, yaitu bioenergi,” ucap dia.

Untuk mencapai keadaan berkelanjutan ini, menurut Nicke, Pertamina membutuhkan mitra strategis untuk mencapainya. Salah satu mitra itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lewat dukungan BPK, Pertamina bisa menjalankan transisi energi secara aman. Alasannya karena dalam proses transisi energi banyak teknologi baru yang bahkan sifatnya adalah perintis.

Mencermati Tantangan Transisi ke Energi Hijau

“Jadi kalau dengan pemahaman yang sama dengan objektif yang sama, tentu BPK bisa membantu bagaimana agar Pertamina Ini sebagai BUMN bisa menjalankan seluruh penugasan tersebut. Pertamina bukan hanya mengejar keuntungan semata, tapi ke public service obligation, ini supaya secara paralel bisa dijalankan dan aman,” ucap dia.

Akan tetapi, menurut Nicke bila dalam prosesnya ada yang dijalankan di luar aturan, maka ia mendorong untuk dibersihkan bersama. “Tetapi kalau untuk sesuatu yang baru, yang belum ada, tentu kami mohon masukan dari BPK, agar ini regulasinya bisa diimplementasikan sesuai dengan SOP,” ucap dia.

15/08/2023
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam Mengawal Keuangan Negara
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang Andal dan Berbasis Data
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal Kebijakan Ekonomi Biru
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu Strategis Pengawasan Sektor Publik
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam...

    15/08/2025
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang...

    14/08/2025
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas

    13/08/2025
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal...

    12/08/2025
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu...

    11/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id