WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 19 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

BPK Bekerja

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPKP Usul Implementasi SIPD Bertahap, Mengapa?

by Admin 1 06/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan mendukung implementasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang diluncurkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Dadang Kurnia menyarankan agar implementasi sistem informasi berbasis digital tersebut dilakukan secara bertahap.

Sebagai aplikasi yang relatif baru diperkenalkan kepada pemerintah daerah, SIPD masih memunculkan sejumlah kendala teknis. Menurut Dadang, agar pemda tetap dapat menjalankan pengelolaan keuangan daerah, maka BPKP akan mendampingi dengan mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen Daerah (Simda) yang sudah lebih dulu dikembangkan.

“Karena tidak berjalannya pengelolaan keuangan daerah maka akan mengganggu jalannya pemerintahan dan pembangunan di daerah,” ujar Dadang kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Dadang mengatakan, BPKP pun telah berkoordinasi dengan Kemendagri dalam pengembangan SIPD. Menurut BPKP, pengembangan sistem informasi dilaksanakan melalui proses uji coba, piloting, implementasi secara bertahap, sampai akhirnya apabila sudah stabil, sistem dapat dipakai secara penuh.

Terkait dengan pembangunan sistem informasi pemerintah daerah berbasis daring, BPKP juga telah memperkenalkan aplikasi Simda. Pengembangan Simda dilakukan melalui proses panjang dan telah melalui berbagai perubahan regulasi.

Simda dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk mengelola keuangan dan kinerja mulai dari perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, dan kinerja. BPKP membangun Simda untuk membantu tak hanya pemda, tetapi juga stakeholders lain, seperti Kementerian Keuangan, LKPP, Kementerian Dalam Negeri, termasuk juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika akan melakukan e-audit.

Sistem informasi yang dibangun BPKP tersebut mencakup mulai dari perencanaan hingga pengelolaan kinerja. Dadang menyampaikan, dari 542 pemda di seluruh Indonesia terdapat 485 pemda yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Tahun Anggaran 2019 dari BPK. Dari jumlah itu, sebanyak 395 pemda atau 81,44 persen adalah pengguna Simda.

Pada akhir Desember 2020, pengguna Simda Keuangan untuk pengelolaan keuangan 2020 mencapai 396 pemda. Seiring dengan kewajiban pemda menggunakan SIPD, pemanfaatan Simda menurun pada 2021. Namun, karena menghadapai permasalahan dalam penyusunan anggaran dan penatausahaan keuangan, sebanyak 327 pemda masih mengimplementasikan Simda Keuangan hingga 28 Februari 2021.

Ini Harapan Kemendagri Soal SIPD

Dadang menekankan, tujuan BPKP mengembangkan Simda adalah memperkuat sistem pengendalian intern (SPI). Dengan adanya penerapan sistem informasi berbasis digital maka semua transaksi akan terkendali oleh sistem. 

Interkoneksi antara sistem informasi ini sangat penting supaya ada skema pengecekan dan pengendalian. “Termasuk apabila sudah terkoneksi CMS siapa yang memberikan otorisasi itu bisa ditelusuri secara digital,” ujarnya.

Simda juga sudah membantu BPK dalam melaksanakan audit berbasis daring atau e-audit. Menurut Dadang, audit transaksi keuangan pun bisa dilaksanakan melalui SIMDA.

06/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

LFAR Bantu Pemda Capai Sasaran RPJMD

by Admin 1 05/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyambut baik rencana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan menerapkan Long Form Audit Report (LFAR) di seluruh pemerintah provinsi pada tahun ini. Menurut Gubernur Kaltim Isran Noor, LFAR dapat membantu pemda dalam mencapai sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

LFAR digagas untuk memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan. Melalui LFAR, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang turut memperhatikan penekanan pada aspek-aspek kinerja yang dicapai entitas di dalam periode pemeriksaan.

Isran Noor mengatakan, Pemprov Kaltim sangat sependapat dan mendukung BPK atas diterapkannya konsep LFAR dalam pelaksanaan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dengan adanya pemeriksaan laporan keuangan yang turut dilengkapi dengan pemeriksaan kinerja, kata dia, rekomendasi yang dihasilkan bukan hanya bertujuan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan yang lebih baik, transparan, dan akuntabel. 

“Tapi juga diperoleh rekomendasi berkaitan dengan upaya untuk mencapai sasaran dalam RPJMD Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur secara lebih ekonomis, efisien dan efektif,” kata Isran Noor dalam wawancara tertulis kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

“Dari pelaksanaan atas rekomendasi tersebut diharapkan dapat tercapai dan terlaksana peningkatan kinerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,” kata dia menambahkan.

BPK akan Perluas Penerapan LFAR

Pada 2020, LFAR telah diterapkan secara piloting untuk LKPD di lima provinsi, yaitu di Pemprov DKI, Pemprov Aceh, Pemprov Lampung, Pemprov Banten, dan Pemprov Jawa Timur. Topik pemeriksaan kinerja di lima daerah tersebut berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing entitas.

Di Provinsi Banten, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penanggulangan bencana tahap prabencana tahun anggaran 2019 yang hasilnya belum efektif. Di Provinsi Lampung, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemda untuk mencapai target kemantapan jalan dalam mendukung pergerakan orang dan barang tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif.

Di Provinsi Jawa Timur, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan tahun anggaran 2019 yang hasilnya cukup efektif. Sementara di Aceh, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana otsus tahun anggaran 2019 yang hasilnya kurang efektif. Sedangkan di DKI Jakarta, pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat hasilnya masih perlu ditingkatkan.

05/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Sungai Citarum (Sumber: www.setkab.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pemerintah Belum Efektif Cegah Tinja Cemari Citarum, Ini Penjelasan BPK

by Admin 1 04/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, salah satu permasalahan dalam menurunnya kualitas air Sungai Citarum adalah adanya sumber pencemar dari buangan air limbah domestik rumah tangga yang masuk ke dalam badan sungai. Berdasarkan hasil kajian perhitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) KLHK pada 2016, diketahui total beban pencemar Biochemical Oxygen Demand (BOD) dari domestik memberikan kontribusi sebesar 301.068,40 kg per jam atau 62,16 persen dari seluruh beban pencemaran air di DAS Citarum.

BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Efektivitas Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum TA 2016-semester I 2018 pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta (Pusat) dan Provinsi Jawa Barat. Pemeriksaan kinerja ini dilakukan sehubungan dengan sedang dilaksanakannya upaya pengendalian pencemaran di DAS Citarum, khususnya setelah pemerintah membentuk tim Percepatan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum.

Dari pemeriksaan tersebut, diketahui untuk mengurangi pencemaran yang berasal dari limbah cair domestik, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah dengan membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) untuk mengolah air limbah domestik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pembangunan sarana pengelolaan air limbah yang dikelola oleh Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman (PSPLP)Kementerian PUPR berupa air limbah permukiman diketahui bahwa program/kegiatan yang dilaksanakan melalui satker PSPLPJawa Barat berupa pembangunan IPLT dan IPAL komunal tidak secara langsung bertujuan untuk menurunkan tingkat pencemaran di DAS Citarum. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan supaya menjadi stimulan atau pilot project agar diduplikasi oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan yang sama menggunakan anggaran pemerintah daerah masing-masing.

“Namun, tujuan agar pemerintah daerah melakukan duplikasi tersebut belum berhasil karena masing-masing pemerintah daerah belum menyediakan anggaran yang memadai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkontribusi terhadap penurunan pencemaran limbah domestik, mengingat lingkup pekerjaan sanitasi yang luas, antara lain meliputi pembangunan di bidang pengelolaan drainase, pengelolaan persampahan, penyediaan air minum, dan pengelolaan limbah cair,” ungkap BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Pengendalian Pencemaran DAS Citarum TA 2016-Semester I 2018.

Masyarakat saat ini masih banyak menggunakan saluran drainase sebagai pembuangan limbah (grey water). Sedangkan, prasarana pengolahan lumpur tinja (black water) yang paling banyak digunakan adalah septic tank dan cubluk (on site system). Sistem setempat (on site system) merupakan sistem pengolahan limbah dimana fasilitas intalasi pengolahan berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki dapat berupa septic tank, cubluk, dan plengsengan.

Sedangkan, sistem terpusat (off site system), merupakan suatu pengolahan air limbah dengan menggunakan jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk selanjutnya diolah.

Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum

Beberapa wilayah permukiman di DAS Citarum dan sekitarnya melakukan pengolahan air limbahnya dengan sistem setempat (on site). Untuk kebutuhan pengolahan limbah domestik sistem on site tersebut, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah antara lain berupa pembangunan sarana prasarana pengolahan air limbah domestik seperti IPAL Komunal dan MCK beserta septic tank.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah Kabupaten/Kota pada DAS Citarum juga tidak mempunyai program kegiatan yang langsung menyentuh sumber limbah domestik. Anggaran yang berhubungan dengan pengelolaan limbah domestik pada DLH sebagian besar dalam bentuk pemantauan dan pengawasan kualitas air limbah di bagian hilir, seperti pengolahan limbah domestik secara off site. Di lain pihak, hanya sebagian kecil anggaran yang dialokasikan untuk pemantauan dan pengawasan terkait pengolahan air limbah domestik secara on site.

“Usaha untuk meminimalisasi air limbah domestik, khususnya grey water seharusnya bisa dilakukan mulai dari bagian hulu di mana sumber limbah tersebut dihasilkan (on site). Sehingga, pada saat dibuang ke badan air atau dialirkan ke saluran IPAL Komunal Terpusat akan lebih aman,” tulis BPK.

04/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Peta wilayah sungai Citarum (Sumber: www.sda.pu.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum Belum Efektif

by Admin 1 03/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Efektivitas Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum TA 2016-semester I 2018 pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta (Pusat) dan Provinsi Jawa Barat. Pemeriksaan kinerja ini dilakukan sehubungan dengan sedang dilaksanakannya upaya pengendalian pencemaran di DAS Citarum, khususnya setelah pemerintah membentuk tim Percepatan Pengendalian Pencemaran DAS Citarum.

Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan, pengelolaan pengendalian pencemaran di DAS Citarum belum sepenuhnya efektif dalam melakukan pengendalian pencemaran DAS Citarum sesuai kewenangannya. Selain itu, belum sepenuhnya efektif dalam memperbaiki kualitas DAS Citarum melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) untuk meningkatkan kualitas air Sungai Citarum sesuai rentang kelas air yang ditetapkan.

Ada lima temuan signifikan yang disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pengendalian Pencemaran DAS Citarum TA 2016-Semester I 2018.

Pertama, kegiatan pengendalian pencemaran air di DAS Citarum belum didasarkan pada perencanaan yang komprehensif dan terpadu. Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran air di DAS Citarum, baik yang tergabung dalam Program Citarum Harum maupun yang dilakukan secara individu oleh masing-masing instansi, masih terdapat kelemahan yang ditemukan dalam tahap perencanaan.

BPK mendapati belum terdapatnya rencana aksi atas Program Citarum Harum yang terintegrasi dengan dokumen perencanaan masing-masing instansi yang dilengkapi dengan sasaran yang akan dicapai dan indikator keberhasilan kegiatan. Kemudian, pemerintah kabupaten/kota di DAS Citarum sebagai pelaksana kebijakan di tingkat daerah belum dilibatkan dalam struktur organisasi Citarum Harum.

Selain itu, penganggaran kegiatan RHL belum berorientasi pada upaya pemulihan lahan kritis. “Kelemahan pada tahap perencanaan tersebut menyebabkan kegiatan pengendalian pencemaran di DAS Citarum belum efektif menurunkan tingkat pencemaran air,” demikian disampaikan BPK dalam LHP.

Temuan signfikan kedua adalah peran antarsektor dalam pengelolaan DAS Citarum belum terkoordinasi dengan baik. Ketiga, aktivitas pengendalian pencemaran air belum memadai untuk menjamin kualitas air berada pada rentang kelas air yang telah ditetapkan. Berdasarkan kajian dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementerian LHK, diketahui bahwa pencemar utama Sungai Citarum adalah limbah domestik, limbah industri, limbah peternakan, dan limbah perikanan.

Kegiatan pengendalian pencemaran dari masingmasing limbah tersebut yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum optimal karena masih ditemukan kelemahan, antara lain, sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik dan sampah belum memadai. Lalu, pengawasan atas industri yang mengeluarkan limbah ke Sungai Citarum belum didukung dengan sumber daya manusia dan database industri yang memadai. Selain itu, belum terdapat kajian mengenai daya dukung waduk sebagai dasar regulasi terkait KJA dan belum terdapat mekanisme inventarisasi jumlah ternak dan pemanfaatan limbah ternak.

Adapun temuan signifikan keempat adalah upaya pengendalian pencemaran air di DAS Citarum belum dimonitor dan dievaluasi secara berkesinambungan. Hal ini karena Sekretariat Satgas Citarum Harum yang baru dibentuk belum berjalan secara optimal. Sehingga, kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan baru sebatas penyampaian laporan harian informal perkembangan kegiatan dari para Dansektor kepada Asisten Teritorial Kodam III/Siliwangi, yang kemudian diteruskan kepada Gubernur Jawa Barat dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Berikut merupakan rekomendasi BPK kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

  1. Dalam rangka meningkatkan perencanaan, agar melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah untuk menyusun perencanaan pengendalian pencemaran secara terpadu dalam program Citarum Harum.
  2. Dalam rangka meningkatkan peran antarsektor, agar berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat untuk mensinergikan program/kegiatan dari forum yang sudah ada untuk mendukung gerakan Citarum Harum dalam bentuk rencana aksi.
  3. Dalam rangka meningkatkan aktivitas pengendalian pencemaran air, agar melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait untuk membangun dan memelihara sarana dan prasarana pengolahan air limbah domestik dengan memanfaatkan sumber dana APBN/APBD maupun non APBN/APBD. Berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat dan bupati/wali kota di wilayah DAS Citarum dalam rangka percepatan penetapan peraturan jabatan fungsional PPLHD di masing-masing daerah. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman, Gubernur Jawa Barat, Bupati Purwakarta, Bupati Cianjur, dan Bupati Bandung Barat dan pelaksana operasional waduk dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah DAS Citarum dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal peternakan dengan memanfaatkan dana APBN/APBD.
  4. Dalam rangka meningkatkan monitoring dan evaluasi, agar berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman selaku Ketua Tim Pengarah Citarum Harum dan Gubernur Jawa Barat selaku Komandan Satgas Citarum Harum untuk menyusun mekanisme pemantauan dan evaluasi terpadu atas kegiatan pengendalian pencemaran DAS Citarum serta instrumen untuk mengukur pencapaian keberhasilan kegiatan tersebut.
03/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Bhima Yudhistira (sumber: indef.or.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Reviu Kemandirian Fiskal BPK Ungkap Alasan Pemda Kurang Inovatif

by Admin 1 30/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2018 dan 2019. Laporan itu menjadi laporan tambahan dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2019. Dari reviu tersebut, BPK menilai, sebagian besar pemerintah daerah belum mandiri.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyampaikan, terdapat sejumlah faktor yang membuat pemerintah daerah (pemda) masih belum mandiri secara fiskal. Hal itu antara lain, terdapat ketergantungan beberapa pemda terhadap kegiatan usaha berbasis komoditas dan pengolahan primer.

“Kondisi penerimaan daerah sangat bergantung dari fluktuasi harga komoditas global. Ini membuat ketidakpastian dalam perencanaan anggaran khususnya di luar Jawa,” ujar Bhima ketika dihubungi Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Selain itu, menurut Bhima, pemda khususnya daerah pemekaran baru memiliki porsi belanja pegawai dan belanja barang yang sangat tinggi. Bahkan komponen belanja tersebut bisa mencapai lebih dari 80 persen terhadap total pagu belanja. Hal itu kemudian membuat ruang fiskal daerah menjadi semakin sempit.

Bhima juga menyoroti adanya kesenjangan kualitas SDM di tingkat pemda sehingga dalam tahap perencanaan anggaran cenderung berulang setiap tahun. “Sehingga, kurang ada inovasi,” ungkap Bhima.

Ruang fiskal yang sempit juga ditambah dengan kekakuan penggunaan dana transfer daerah dari pusat. Menurut Bhima, dengan serangkaian ketentuan yang ada, ruang bagi pemda untuk melakukan penyesuaian penggunaan anggaran semakin terbatas.

Hal itu juga mengakibatkan pemda semakin sulit berinovasi. Padahal, sejumlah pemda perlu mendesain insentif yang menarik agar dunia usaha di daerahnya bisa bergerak.

Atas permasalahan itu, Bhima menyarankan perlu ada perbaikan sistem. Salah satunya, yakni dengan pembatasan belanja yang sifatnya birokrasi dan fokus pada ruang pemda untuk memberikan stimulus kepada pelaku usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kemudian, peningkatan SDM juga perlu dilakukan dengan mengoptimalkan pendampingan dari pemerintah pusat.

Bhima juga menyarankan revisi regulasi yang mempersulit pemda dalam menyusun program kegiatan di daerah. “Evaluasi serta revisi Permendagri 90/2019 dan pemutakhirannya yang mengatur sangat ketat kode dan nomenklatur program,” ujar Bhima.

Reviu kemandirian fiskal daerah adalah salah satu komponen dari reviu atas desentralisasi fiskal. Reviu desentralisasi fiskal terdiri dari kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif. Tahun ini yang digunakan baru kriteria kuantitatif, yakni indeks kemandirian fiskal daerah (IKFD). Reviu kemandirian fiskal daerah dilakukan mencakup seluruh pemerintah daerah dengan empat level penilaian, yakni belum mandiri, mandiri, menuju kemandirian, mandiri, hingga sangat mandiri.

Dari 542 pemerintah daerah, untuk tingkat nasional hanya satu daerah yang berhasil mencapai level sangat mandiri yakni kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan IKFD mencapai 0,8347, yang berarti 83,47 persen belanja daerah didanai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri (PAD). Indeks tersebut lebih tinggi dibandingkan Kota Bandung dengan IKF 0,4024 dan bahkan lebih tinggi dari Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kapasitas fiskal terbesar di antara seluruh daerah di Indonesia, dengan IKF sebesar 0,7107.

30/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Sumber: Laman resmi Kemendagri)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Mendagri Berharap Pemeriksaan LKPD Ungkap Refocusing Pemda

by Admin 1 29/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2020. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berharap, pemeriksaan yang dilakukan BPK dapat memberikan gambaran mengenai seberapa jauh pemda melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.

Mendagri menyampaikan, sejak 2020 sampai saat ini Indonesia masih berada pada masa pandemik Covid-19. Pemerintah pun disebutnya telah berupaya keras  melakukan pemulihan ekonomi nasional.

Ia mengatakan, salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional adalah melakukan refocusing dan realokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan penanganan dampak ekonomi lainnya.

“Sehingga saya berharap BPK dapat melakukan pemeriksaan dan pengujian yang dapat meyakinkan, apakah pemda telah benar-benar melakukan refocusing dan realokasi APBD secara memadai dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Harapannya tentu, value for money dari setiap belanja pemerintah benar-benar dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional,” kata Mendagri dalam wawancara tertulis kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Mendagri pun berharap pemerintah dan BPK bisa menciptakan harmonisasi antara creating value dan protecting value atau harmonisasi antara “pedal gas dan rem”. Pemerintah, kata dia, harus berani menginjak “pedal gas” agar penanganan Covid-19 bisa ditangani secara tepat dan cepat. Di sisi lain, BPK bisa benar-benar berfungsi sebagai protecting value yang menahan laju apabila terdapat penyimpangan atas penanganan Covid-19.

“Tentu kita tidak berharap pemerintah dan BPK sama-sama menginjak “pedal gas”. Karena tidak akan ada yang mengontrol atas penanganan Covid-19. Hal yang sama tidak boleh juga terjadi apabila pemerintah dan BPK sama-sama menginjak “rem” karena kekhawatiran adanya penyimpangan Covid-19 yang berlebihan yang pada akhirnya penanganannya tidak berjalan dengan baik,” ujar dia.

29/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Mantapkan Strategi Keragaman dan Inklusi di Lingkungan Kerja

by Admin 1 28/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantapkan penerapan strategi diversity and inclusion (DI) atau keragaman dan inklusi di lingkungan kerja. Komitmen itu disampaikan BPK setelah menggelar diskusi virtual dengan The Australian National Audit Office (ANAO) menggelar diskusi virtual mengenai keragaman dan inklusi pada sektor publik.

Diskusi yang digelar pada Februari 2021 itu bertujuan untuk saling berbagi pengetahuan dan wawasan serta mendiskusikan manfaat dan tantangan dalam menerapkan strategi keberagaman dan inklusi dalam lingkungan yang dinamis.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari kegiatan tersebut, Biro SDM BPK akan melakukan diskusi internal untuk membahas strategi DI. Strategi DI sebenarnya telah dilaksanakan oleh BPK, namun belum ditetapkan melalui suatu kebijakan khusus.

Hal yang penting lainnya untuk dilakukan adalah bagaimana menekankan pentingnya DI bagi organisasi BPK kepada pimpinan dan top management. Kemudian, Biro SDM, Biro Humas dan KSI serta ANAO akan menjadwalkan diskusi lanjutan apabila diperlukan untuk membahas hal-hal yang masih perlu diklarifikasi dari ANAO maupun Prospera.

Sementara, Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti mengharapkan Biro SDM dapat mendokumentasikan strategi DI yang ada di BPK dan dapat menjadi bahan untuk disampaikan kepada pihak eksternal, dalam rangka eksternalisasi kapasitas BPK. Dengan demikian, BPK diharapkan akan menjadi trendsetter dalam menerapkan strategi DI di level instansi/institusi nasional

Diskusi mengenai DI, antara lain, dihadiri Kristian Gage, senior advisor ANAO untuk BPK. Sedangkan dari pihak BPK dihadiri Kepala Biro SDM Dadang Ahmad Rifa’i dan pejabat Biro SDM lainnya. Selain itu, dihadiri Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti beserta pejabat dan staf Biro Humas dan KSI. Diskusi turut dihadiri pewakilan dari Prospera (Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian)

ANAO dalam pemaparannya menjelaskan bahwa, Diversity Council of Australia mendefinisikan keragaman (diversity) sebagai perbedaan unik antara orang-orang dalam cara mereka mengidentifikasi yang dapat membentuk cara dalam memandang dan mempersepsikan dunia dan tempat kerja mereka. Selain itu, terkait bagaimana cara orang lain memandang dan memperlakukan mereka. Hal tersebut dapat terkait dengan identitas sosial, yaitu suku, agama, orientasi seksual, gender, sosial ekonomi, dan lainnya.

Sementara, kamus Oxford mendefinisikan inklusi sebagai praktik atau kebijakan yang memberikan akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya bagi orang-orang yang mungkin akan dikucilkan atau dipinggirkan, seperti mereka yang memiliki cacat fisik atau mental, dan anggota kelompok minoritas lainnya. Inklusi di tempat kerja akan tercapai ketika beragam orang merasa bahwa diri mereka dihormati, terhubung dan merasa diterima, dapat berkontribusi kepada organisasi, dan memiliki progres dalam kariernya.

28/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK-ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kinerja dan Produktivitas yang Lebih Besar dengan Keragaman dan Inklusi

by Admin 1 27/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan The Australian National Audit Office (ANAO) menggelar diskusi virtual mengenai keragaman dan inklusi pada sektor publik. Diskusi yang digelar pada Februari 2021 itu bertujuan untuk saling berbagi pengetahuan dan wawasan serta mendiskusikan manfaat dan tantangan dalam menerapkan strategi keberagaman dan inklusi dalam lingkungan yang dinamis.

Dari pihak ANAO, diskuti antara lain dihadiri Kristian Gage, senior advisor ANAO untuk BPK. Sedangkan dari pihak BPK dihadiri Kepala Biro SDM Dadang Ahmad Rifa’i dan peja[1]bat Biro SDM lainnya. Selain itu, dihadiri Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti beserta pejabat dan staf Biro Humas dan KSI. Diskusi turut dihadiri pewakilan dari Prospera (Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian)

ANAO dalam pemaparannya menjelaskan bahwa, Diversity Council of Australia mendefinisikan keragaman (diversity) sebagai perbedaan unik antara orang-orang dalam cara mereka mengidentifikasi yang dapat membentuk cara dalam memandang dan mempersepsikan dunia dan tempat kerja mereka. Selain itu, terkait bagaimana cara orang lain memandang dan memperlakukan mereka. Hal tersebut dapat terkait dengan identitas sosial, yaitu suku, agama, orientasi seksual, gender, sosial ekonomi, dan lainnya.

Kemudian, mengenai identitas profesional (profesi, pendidikan, pengalaman kerja, level organisasi, dan lainnya). Keragaman di tempat kerja berarti sebuah organisasi, seperti ANAO atau BPK, mempekerjakan sekelompok orang yang mencerminkan masyarakat dimana organisasi itu berada dan beroperasi.

Sementara, kamus Oxford mendefinisikan inklusi sebagai praktik atau kebijakan yang memberikan akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya bagi orang-orang yang mungkin akan dikucilkan atau dipinggirkan, seperti mereka yang memiliki cacat fisik atau mental, dan anggota kelompok minoritas lainnya. Inklusi di tempat kerja akan tercapai ketika beragam orang merasa bahwa diri mereka dihormati, terhubung dan merasa diterima, dapat berkontribusi kepada organisasi, dan memiliki progres dalam kariernya.

Saat ini, diversity and inclusion (DI) sudah diterapkan di ANAO. Menurut ANAO, ada banyak manfaat yang bisa didapat dari penerapan DI. Manfaat pertama berupa akses yang lebih besar untuk pegawai-pegawai berbakat. Kedua, kinerja dan produktivitas pegawai yang lebih besar. Selain itu, risiko diskriminasi dan pelecehan yang lebih rendah di tempat kerja, pemikiran yang lebih inovatif dan lebih sedikit groupthink, serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan staf.

Dari perspektif layanan publik, DI akan memberikan manfaat untuk menjaga nilai-nilai utama/dasar, meningkatkan efektivitas kebijakan, meningkatkan kulitas layanan publik, dan meningkatkan mobilitas sosial.

Diskusi berjalan sangat menarik. Ada banyak pertanyaan yang diajukan peserta dari BPK kepada ANAO maupun tim Prospera. Sebagai bentuk tindak lanjut dari kegiatan ini, Biro SDM akan melakukan diskusi internal untuk membahas strategi DI.

27/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Diperiksa BPK, Ini Harapan IMO

by Admin 1 26/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memulai kiprahnya sebagai pemeriksa eksternal International Maritime Organization (IMO) atau Organisasi Maritim Internasional periode 2020-2023. Pada Selasa (2/3), BPK pun melaksanakan entry meeting atau taklimat awal atas laporan keuangan IMO tahun anggaran 2020 yang digelar secara virtual. Sedangkan dua hari setelahnya, tim pemeriksa IMO melakukan courtesy call secara virtual dengan Sekretaris Jenderal IMO Kitack Lim beserta jajaran manajemen IMO.

Kitack Lim dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi dan harapannya terhadap pemeriksaan yang akan dilakukan BPK. Dia berharap laporan hasil pemeriksaan yang disampaikan BPK akan membantu IMO dalam meningkatkan akuntabilitas dan kualitasnya sebagai organisasi internasional yang berada di bawah PBB.

Selain itu, dia juga berharap hasil pemeriksaan BPK juga dapat meningkatkan kepercayaan para negara anggota dan pemangku kepentingan terhadap hasil kerja IMO.

Pemeriksaan atas laporan keuangan IMO dilaksanakan selama empat pekan, yaitu pada pada 1-26 Maret 2021. Sedangkan opini atas laporan keuangan tersebut dijadwalkan diserahkan kepada IMO pada 7 Mei 2021 bersamaan dengan penyampaian Long Form Audit Report (LFAR).

Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif dalam kegiatan entry meeting menyampaikan enam poin utama terkait pemeriksaan BPK atas IMO, yaitu mengenai tujuan pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, jadwal pemeriksaan, susunan tim pemeriksa terbaru, proses pemeriksaan jarak jauh yang disebabkan pandemi Covid-19, serta status terkini terkait proses pemeriksaan yang telah dilakukan.

Sementara, Director of Administrative Divisionof IMO Arsenio Dominguez menyatakan menyambut baik BPK sebagai pemeriksa eksternal untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan IMO TA 2020. Dominguez berharap hasil pemeriksaan BPK dapat menggambarkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan IMO secara menyeluruh, termasuk juga laporan keuangan audited atas WMU dan IMLI yang menjadi bagian dari laporan keuangan konsolidasi IMO.

26/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Achsanul Khaq
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Cara BPK Menjaga Kualitas Pemeriksaan pada Masa Pandemi

by Admin 1 23/04/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memulai pemeriksaan laporan keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) tahun anggaran 2020. Berbeda dengan sebelumnya, pemeriksaan tak hanya dilakukan secara serentak, tapi juga dilakukan secara sistematis oleh seluruh satuan kerja (satker). 

BPK pun menjamin kualitas hasil pemeriksaan tetap terjaga dengan adanya prosedur alternatif pemeriksaan pada masa pandemi Covid-19. Auditor Utama Keuangan Negara V Akhsanul Khaq menjelaskan, pemeriksaan laporan keuangan biasanya memang dilakukan secara serentak. Namun, saat ini, pemeriksaan benar-benar dilakukan secara sistematis. 

Ia mencontohkan, di kelompok kerja (pokja) LKPP kini ada satu tim khusus yang menangani persoalan yang memiliki keterkaitan antara LKPP dengan LKPD. Dengan adanya tim khusus tersebut, kata dia, Auditorat Keuangan Negara (AKN) II sebagai leading sector pemeriksaan LKPP, selalu berkoordinasi dengan AKN V maupun AKN VI terkait beberapa persoalan, antara lain mengenai hibah dan transfer daerah.

“Jadi, sekarang dilakukan secara sistematis dengan tujuan bagaimana mengaitkan antara pemeriksaan LKPP dan LKPD,” kata Akhsanul saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, Jumat (5/3).

Terkait prosedur pemeriksaan, Akhsanul mengatakan BPK telah mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) melalui Keputusan BPK Nomor 4 Tahun 2020. Juknis itu pada intinya mengatur mengenai prinsip-prinsip untuk tetap menjaga kualitas pemeriksaan.

Ia mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 memang menuntut adanya metode-metode baru dalam proses pemeriksaan. Kegiatan-kegiatan dalam tahapan pemeriksaan yang biasanya dilakukan secara tatap muka, kini lebih banyak digelar secara virtual. 

Akhsanul menambahkan, pemeriksaan fisik bahkan juga bisa dilaksanakan secara daring. Dalam hal pemeriksaan aset gedung, misalnya, pemeriksa bisa menggunakan GPS untuk memastikan keberadaan lokasi gedung tersebut. Kemudian, pemeriksa juga bisa melakukan video call dengan entitas yang diperiksa guna melihat secara virtual gedung tersebut. “Jadi, ada perwakilan dari entitas yang masuk ke dalam gedung dan memperlihatkan ruang-ruang yang ada melalui video call tersebut,” kata dia.

Akhsanul memastikan, prosedur alternatif yang diterapkan dalam pemeriksaan tak berpengaruh terhadap aspek materialitas. Sebab, pemeriksaan tetap mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). BPK tetap harus memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan yang diperiksa telah disajikan secara wajar atau tidak dalam semua hal yang material.

“Artinya, dalam kondisi pandemi Covid-19, soal materialitas itu tetap harus diperhatikan. Pemeriksaan laporan keuangan mengacu pada empat hal, yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” kata dia.

Kualitas hasil pemeriksaan pun dipastikan tetap terjaga. Proses quality assurance dan quality control tetap dijalankan yang salah satunya dilakukan melalui aplikasi bernama SiAP, yaitu Sistem Aplikasi Pemeriksaan. Akhsanul menjelaskan, SiAP merupakan salah satu bentuk digitalisasi dokumen pemeriksaan. Kertas kerja pemeriksaan yang sebelumnya dalam bentuk fisik, didigitalkan dan bisa diakses secara berjenjang oleh anggota tim, ketua tim, pengendali teknis, hingga penanggung jawab pemeriksaan. 

23/04/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id