WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Friday, 18 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

BPK Bekerja

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Modul Konsolidasi Tingkatkan Kualitas LHP LKPP

by Admin 1 09/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengembangkan modul konsolidasi untuk penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Keberadaan modul konsolidasi ini tak hanya mengefisienkan proses penyusunan, tapi juga dapat meningkatkan kualitas LHP LKPP.

Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi mengatakan, ada beberapa hal yang mendorong BPK untuk mengembangkan modul konsolidasi ini. Pertama, untuk mengefisienkan proses konsolidasi output seluruh tahapan dalam pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN. Jika dulu proses konsolidasi dilakukan secara manual menggunakan aplikasi Excel, maka saat ini proses konsolidasi dilakukan secara otomatis melalui modul konsolidasi. “Proses ini juga dapat meminimalkan kemungkinan kesalahan dalam proses konsolidasi,” kata Laode, beberapa waktu lalu.

Tujuan kedua, kata dia, untuk meningkatkan transparansi pelaksanaan pemeriksaan. Dengan adanya modul konsolidasi, tahapan pemeriksaan LKKL dan LKBUN dapat dimonitor setiap saat progres dan hasilnya. “Ini secara tidak langsung akan mendorong peningkatan kualitas pemeriksaan di tingkat LKKL dan LKBUN,” katanya.

Laode menjelaskan, hasil konsolidasi temuan yang disampaikan pada modul konsolidasi merupakan temuan yang telah divalidasi tim pemeriksa LKKL, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, proses naik atau turunnya temuan dari lembar temuan pemeriksaan (LTP), KHP, hingga LHP terekam jelas dalam modul konsolidasi, baik temuan tersebut dihapus maupun diubah oleh tim pemeriksa LKKL. Dengan adanya modul konsolidasi tersebut, ujar dia, LHP LKPP akan terbantu dan terjaga kualitasnya.

Ia menekankan, konsolidasi yang digunakan dalam proses pemeriksaan LKPP penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pemeriksaan BPK. Kemudian, untuk menggabungkan temuan sejenis dan menjadi benchmark bagi pemeriksaan berikutnya serta memberikan rekomendasi yang tepat dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat untuk mencapai tujuan negara.

“Modul konsoldasi memang dikembangkan untuk kebutuhan internal BPK, tidak dapat diakses oleh pihak di luar BPK. Namun demikian, dengan adanya modul konsolidasi ini diharapkan dapat lebih meyakinkan stakeholders bahwa pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN telah melalui suatu proses yang transparan. Dengan demikian diharapkan kepercayaan stakeholders terhadap kualitas hasil pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN semakin meningkat,” kata Laode.

09/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Kembangkan Modul Konsolidasi LKPP

by Admin 1 08/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengembangkan modul konsolidasi untuk penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi mengatakan, modul konsolidasi merupakan tools yang dikembangkan untuk membantu proses konsolidasi output dari seluruh tahapan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).

“Proses input dan output pemeriksaan dilakukan seluruh tim pemeriksa LKKL dan LKBUN dan melalui proses validasi berjenjang sampai dengan level penanggung jawab pemeriksaan,” kata Laode kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Laode menejelaskan, pada tahap perencanaan pemeriksaan, tim pemeriksa LKKL dan LKBUN akan memasukkan hasil penilaian risiko dan materialitas tahap perencanaan. Di tahap pelaksanaan pemeriksaan, tim pemeriksa LKKL dan LKBUN akan menginput laporan perkembangan pemeriksaan setiap pekan, materialitas tahap perencanaan, memperbarui hasil penilaian risiko, temuan pemeriksaan, dan hasil pelaksanaan tripartit.

Kemudian pada tahap pelaksanaan pemeriksaan,  tim pemeriksa melakukan validasi atas LKKL/LKBUN unaudited untuk melihat apakah LKKL/LKBUN unaudited yang disampaikan oleh entitas kepada BPK untuk diperiksa telah sesuai dengan database yang membentuk LKKL/LKBUN unaudited tersebut.

Sedangkan pada tahap pelaporan, tim pemeriksa LKKL dan LKBUN akan memasukkan temuan pemeriksaan pada tahap Konsep Hasil Pemeriksaan (KHP) dan LHP serta opini masing-masing LKKL/LKBUN. Pada tahap ini, tim pemeriksa LKKL dan LKBUN juga akan melakukan validasi atas LKKL/LKBUN audited untuk melihat apakah LKKL/LKBUN audited yang disampaikan oleh entitas kepada BPK telah sesuai dengan database yang membentuk LKKL/LKBUN audited tersebut.

Laode mengatakan, keberadaan modul konsolidasi ini sangat membantu proses konsolidasi dalam pemeriksaan LKPP. Sebelum ada modul konsolidasi, kata dia, temuan pemeriksan dari tim pemeriksa LKKL dan LKBUN digabungkan secara manual oleh tim pemeriksa LKPP.

“Tetapi dengan adanya modul konsolidasi, tim pemeriksa LKPP sekarang tinggal menarik data temuan pemeriksaan yang telah dimasukkan tim pemeriksa LKKL/LKBUN ke dalam modul konsolidasi untuk selanjutnya dianalisis untuk menjadi temuan pemeriksaan tingkat LKPP,” ujar dia.

08/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Rumah susun (Sumber: pu.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Permasalahan Terkait Penyediaan Rumah Susun

by Admin 1 07/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan tahun 2018-semester I 2020. Pemeriksaan itu dilakukan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menyimpulkan permasalahan signifikan yang ditemukan BPK berdampak terhadap keberhasilan usaha program Penyediaan Rumah Susun Layak Huni dan Berkelanjutan.

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi dapat mengganggu keberhasilan usaha meningkatkan penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan. Hal itu antara lain kebijakan dan regulasi dari setiap level pemerintahan belum sepenuhnya mendukung penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan.

BPK menyebut, kebijakan terkait penyediaan rumah susun belum dilengkapi peraturan pelaksanaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan masih terdapat peraturan-peraturan dalam penyelenggaraan rumah susun yang tidak sinkron antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Hal itu kemudian mengakibatkan tidak tercapainya target sasaran yang telah ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 untuk penyediaan rumah susun sewa bagi rumah tangga Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri PUPR untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal sinkronisasi atas UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Permen PUPR Nomor 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung, dan Permendagri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan mengungkapkan 13 temuan yang memuat 16 permasalahan ketidakefektifan.

07/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Program Indonesia Pintar (Sumber: Kemdikbud.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK: PIP Kemendikbud Sesuai Kriteria, Kecuali…

by Admin 1 06/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan Program Indonesia Pintar (PIP) periode tahun anggaran 2018-2020 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan PIP pada Kemendikbud telah sesuai kriteria dengan pengecualian.

“Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas pengelolaan PIP mengungkapkan tujuh temuan yang memuat 23 permasalahan,” tulis BPK.

Permasalahan tersebut meliputi 20 kelemahan sistem pengendalian intern, dua permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp33 juta, dan satu permasalahan terkait aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E) senilai Rp2,86 triliun.

BPK mengungkapkan, permasalahan signifikan yang ditemukan dalam pengelolaan PIP pada Kemendikbud antara lain perencanaan PIP belum dilaksanakan secara memadai karena data pokok pendidikan (dapodik) yang digunakan sebagai sumber data pengusulan calon penerima tidak andal. Sementara itu, Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan NIK belum digunakan sebagai acuan untuk pemberian bantuan.

Akibatnya, peserta didik pemilik KIP dan/atau yang berasal dari keluarga peserta PKH/KKS sebanyak 2,45 juta siswa kehilangan kesempatan karena tidak diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP.

“Selain itu, terdapat penyaluran dana PIP kepada siswa minimal sebanyak 5,36 juta siswa atau sebesar Rp2,86 triliun tidak tepat sasaran karena diberikan kepada siswa yang tidak layak/tidak diusulkan menerima,” ungkap BPK.

BPK merekomendasikan kepada Kemendikbud untuk melakukan verifikasi dan validasi isian dapodik dari satuan pendidikan dalam rangka pengelolaan PIP serta melakukan pembersihan dan perbaikan data sesuai ketentuan tata kelola data yang berlaku. Kemendikbud juga perlu memiliki prosedur standar bagi operator dapodik untuk mengusulkan penerima PIP, menggunakan NISN dan NIK sebagai acuan pemberian bantuan, serta mempertanggungjawabkan penyaluran PIP kepada siswa yang tidak layak dan belum dicairkan dengan menyetorkan kembali ke kas negara.

06/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
IHPS II 2020
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Isi IHPS II 2020 yang Dikeluarkan BPK

by Admin 1 05/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020.  Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 5.070 temuan yang memuat 6.970 permasalahan sebesar Rp16,62 triliun.

Seperti dikutip dari ringkasan eksekutif IHPS II 2020, sebanyak 6.970 permasalahan tersebut mencakup 1.956 (28 persen) permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 2.026 (29 persen) permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp12,64 triliun, dan 2.988 (43 persen) permasalahan ketidakhemaatan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp3,98 triliun.

Atas permasalahan yang ditemukan, BPK memberikan 13.363 rekomendasi kepada para pemangku kepentingan. Salah satu rekomendasi itu adalah meminta pimpinan terkait agar menarik kelebihan pembayaran atau menetapkan dan memungut kekurangan penerimaan serta menyetorkannya ke kas negara/daerah/perusahaan.

Rekomendasi juga diberikan BPK kepada Menteri Sosial terkait data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).  BPK meminta Mensos berkoordinasi dengan pihak terkait untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan pemda dalam proses pendataan, verifikasi, dan validasi DTKS yang dilaksanakan oleh pemda. Selain itu, Mensos diminta memfasilitasi pemda dalam melakukan pemadanan DTKS dengan nomor induk kependudukan (NIK), serta melakukan evaluasi terhadap pemutakhiran DTKS yang dilaksanakan pemda.

Selain itu, rekomendasi antara lain ditujukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan mengenai benih lobster. BPK merekomendasikan agar Menteri Kelautan dan Perikanan menginstruksikan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan melakukan pengkajian potensi benih bening lobster pada seluruh wilayah pengelolaan perikanan negara sebagai dasar penetapan kuota dan alokasi benih bening lobster.

Terhadap rekomendasi yang disampaikan BPK, beberapa pejabat entitas telah menindaklanjuti, antara lain, dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp156,49 miliar atau (1,2 persen) dari nilai permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial sebesar Rp12,64 triliun.

Dengan menindaklanjuti rekomendasi BPK, diharapkan pengendalian intern yang dilakukan pemerintah/perusahaan menjadi semakin efektif, program/kegiatan dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efektif, dan efisien, kerugian segera dapat dipulihkan/dicegah, serta penerimaan negara/daerah/perusahaan dapat ditingkatkan. Dengan demikian, tata kelola keuangan negara dan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara.

05/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Rakyat miskin (Ilustrasi/sumber: freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Karena Alasan Ini Keluarga Miskin Kehilangan Kesempatan Dapat Bantuan

by Admin 1 02/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan pengelolaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) pada Kementerian Sosial. Hal ini terkait dengan ketepatan penyaluran bantuan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK mengungkapkan, DTKS Penetapan Januari 2020 tidak valid. Secara terperinci, terdapat nomor identitas kependudukan (NIK) tidak valid sebanyak 10.922.479 anggota rumah tangga (ART), nomor kartu keluarga (KK) tidak valid sebanyak 16.373.682 ART, nama kosong sebanyak 5.702 ART serta NIK ganda sebanyak 86.465 ART.

Kemudian, pelaksanaan kegiatan pendataan, verifikasi, dan validasi oleh pemda belum memadai. BPK mencatat, terdapat 47 kabupaten/kota yang belum pernah melakukan finalisasi data untuk penetapan DTKS serta kegiatan verifikasi dan validasi hanya dilakukan pada sebagian kecil data dalam DTKS.

Penetapan basis data terpadu (BDT)/DTKS tahun 2020 tidak memperhatikan seluruh kriteria kemiskinan yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial. Sebanyak lima kriteria kemiskinan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 146 Tahun 2013 tidak diterapkan dalam kegiatan pendataan serta verifikasi dan validasi. Kemudian, data dalam DTKS Penetapan Januari 2020 tidak memenuhi kriteria kemiskinan yang telah ditetapkan.

BPK juga menemukan permasalahan penyaluran bantuan pada Kementerian Sosial. Hal itu yakni data identitas penerima bantuan sosial (bansos) PKH berupa NIK ganda pada setiap tahap/bulan penyaluran bansos sebanyak 748.505 KPM dengan nilai penyaluran sebesar Rp240,98 miliar.

Kemudian, terdapat KPM bermasalah yang masih ditetapkan sebagai KPM PKH dan disalurkan bansosnya pada 2020 sebesar Rp273,29 miliar. Terdapat KPM PKH yang sudah tidak berhak menerima bansos karena status non-eligible dan masih dibayarkan sampai September 2020 sebesar Rp58,92 miliar.

Sebanyak 499.290 KPM PKH belum memanfaatkan bansos sebesar Rp495,87 miliar. Bansos Program Sembako disalurkan kepada 593.163 KPM yang memiliki NIK ganda dan 2.087.911 KPM yang memiliki NIK tidak valid.

Bansos Program Sembako disalurkan kepada 1.035.331 KPM ganda identik dan 569.093 KPM ganda dalam keluarga serta belum seluruhnya dikembalikan ke kas negara.

Kemudian, penyaluran bantuan sosial tunai (BST) tidak sesuai dengan ketentuan sebanyak 289.838 KPM, karena terdapat KPM penerima BST lebih dari satu dalam satu keluarga, memiliki NIK ganda, dan telah menerima bantuan lain seperti bansos PKH dan Program Sembako.

“Permasalahan tersebut mengakibatkan penyaluran bantuan kepada KPM tidak tepat sasaran dan menghilangkan kesempatan keluarga miskin dan rentan lain untuk menerima bantuan sehingga tujuan Program PC-PEN berisiko tidak tercapai,” ungkap BPK.

02/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana pemberian bantuan (Sumber: Youtube Kemensos).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Dana Bantuan yang Belum Tersalurkan

by Admin 1 01/07/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Untuk menekan dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah meluncurkan sejumlah program bantuan terhadap masyarakat. Dalam pemeriksaannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa dalam pengelolaan bantuan pada Kementerian Sosial (Kemensos) terdapat saldo realisasi bantuan Program Sembako yang tidak dimanfaatkan oleh 1,61 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp821,09 miliar.

“Realisasi bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) atas 96.483 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak dapat didistribusikan kepada KPM sebesar Rp91,34 miliar dan belum disetorkan ke kas negara,” ungkap BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020.

Sebanyak 959.003 KKS tidak dapat didistribusikan kepada KPM bantuan Program Sembako dan saldo yang ada di dalam KKS tersebut belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp519,32 miliar. Sisa dana bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp51,71 miliar belum disetor ke kas negara.

Permasalahan tersebut mengakibatkan dana bantuan Program Sembako masih disimpan di rekening penyalur dan belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp821,09 miliar sehingga tidak dapat segera dimanfaatkan secara optimal.

Selain itu, sisa dana bantuan sosial PKH atas 96.483 KKS sebesar Rp91,34 miliar tidak tersalurkan karena KKS tidak terdistribusi dan belum disetorkan ke kas negara. Penyaluran bantuan Program Sembako pun tidak optimal dan sisa dana bantuan Program Sembako sebesar Rp519,32 miliar tidak segera disetor ke kas negara. Saldo BST yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp51,71 miliar tidak dapat segera dimanfaatkan.

Terkait permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Sosial agar menginstruksikan jajarannya untuk melaksanakan pengawasan atas penyaluran bantuan Program Sembako dan BST secara memadai. Hal ini untuk memastikan pelaksanaan penyaluran telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BPK juga meminta Mensos melakukan validasi dan pemutakhiran by name by address (BNBA) secara lebih optimal sebagai dasar penetapan keputusan KPM PKH dan data bayar, serta melakukan penelitian atas KKS yang tidak terdistribusi agar himpunan bank milik negara (Himbara) dapat segera melakukan penonaktifan. Selain itu, Mensos juga perlu memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) masing-masing untuk meminta Himbara segera menyetorkan dana bantuan Program Sembako atas KKS yang tidak terdistribusi.

01/07/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Pengembangan SIPD Belum Sesuai Standar

by Admin 1 30/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government tahun 2019-semester I 2020 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan, upaya yang dilakukan oleh Kemendagri masih kurang efektif dalam penerapan SPBE tahun 2019-semester I 2020.

Hal tersebut ditunjukkan dengan masih adanya sejumlah permasalahan yang diungkapkan BPK melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020. Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah perencanaan dan pembangunan perangkat lunak Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) belum sesuai dengan standar pengelolaan manajemen proyek pengembangan sistem informasi yang baik. Hal itu karena tidak didasarkan hasil evaluasi dan analisa kebutuhan serta tidak mengikuti tahapan yang sesuai standar.

“Selain itu, portal layanan SIPD belum menyediakan fitur yang lengkap sesuai ketentuan dan kebutuhan pemda, belum memiliki application control yang memadai, serta tidak memiliki kemampuan integrasi atau interoperabilitas dengan sistem yang dimiliki pemda,” ungkap BPK.

Hal tersebut kemudian berakibat pada tidak terukurnya ketepatan waktu penyelesaian dan tingkat keberhasilan pembangunan, pengembangan, dan implementasi SIPD baik per subsistem maupun perangkat lunak secara keseluruhan.

Perangkat lunak SIPD juga belum sepenuhnya sesuai kebutuhan proses bisnis, belum tervalidasi keandalannya, tidak dapat segera dioperasikan dengan efektif, dan berpotensi tidak sesuai dengan konsep keterpaduan SPBE secara nasional. Selain itu, terdapat risiko terjadinya kegagalan perangkat lunak SIPD dalam mengintegrasikan data dan informasi pengelolaan keuangan daerah.

30/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
IHPS II 2020
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penerapan e-Government Kurang Efektif, Ini Saran BPK untuk Mendagri

by Admin 1 29/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government tahun 2019 semester I 2020 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan, upaya yang dilakukan oleh Kemendagri masih kurang efektif dalam penerapan SPBE tahun 2019-semester I 2020.

Hal tersebut ditunjukkan dengan masih adanya sejumlah permasalahan yang diungkapkan BPK melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020. Terkait permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada menteri dalam negeri (mendagri) agar menginstruksikan kepada sekretaris jenderal Kemendagri untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) selaku ketua Tim Koordinasi SPBE Nasional dalam menyusun dan menetapkan regulasi penerapan SPBE pada Kemendagri dan pemda.

BPK juga meminta mendagri untuk melakukan penyusunan dan penetapan rancangan grand design TIK atau arsitektur SPBE, peta rencana SPBE, dan proses bisnis SPBE Kemendagri serta pemda agar menjadi salah satu program dan kegiatan prioritas dalam renstra maupun anggaran tahunan Kemendagri.

BPK pun menginstruksikan kepada dirjen Bina Keuangan Daerah, dirjen Bina Pembangunan Daerah, dan kepala Pusdatin untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perencanaan, pembangunan, pengembangan, implementasi, integrasi, sosialisasi, bimbingan teknis, dan pendampingan dalam penerapan SIPD.

BPK juga mendorong Kemendagri agar menerapkan kaidah yang baik atau best practices yang berlaku umum dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pengembangan, piloting serta implementasi rekayasa perangkat lunak SIPD.

Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah perencanaan dan pembangunan perangkat lunak Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD)belum sesuai dengan standar pengelolaan manajemen proyek pengembangan sistem informasi yang baik. Hal itu karena tidak didasarkan hasil evaluasi dan analisis kebutuhan serta tidak mengikuti tahapan yang sesuai standar.

“Selain itu, portal layanan SIPD belum menyediakan fitur yang lengkap sesuai ketentuan dan kebutuhan pemda, belum memiliki application control yang memadai, serta tidak memiliki kemampuan integrasi atau interoperabilitas dengan sistem yang dimiliki pemda,” ungkap BPK.

Hal tersebut kemudian berakibat pada tidak terukurnya ketepatan waktu penyelesaian dan tingkat keberhasilan pembangunan, pengembangan, dan implementasi SIPD baik per subsistem maupun perangkat lunak secara keseluruhan.

Perangkat lunak SIPD juga belum sepenuhnya sesuai kebutuhan proses bisnis, belum tervalidasi keandalannya, tidak dapat segera dioperasikan dengan efektif, dan berpotensi tidak sesuai dengan konsep keterpaduan SPBE secara nasional. Selain itu, terdapat risiko terjadinya kegagalan perangkat lunak SIPD dalam mengintegrasikan data dan informasi pengelolaan keuangan daerah.

29/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penerapan e-Government Masih Kurang Efektif

by Admin 1 28/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government tahun 2019-semester I 2020 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan, upaya yang dilakukan oleh Kemendagri masih kurang efektif dalam penerapan SPBE tahun 2019-semester I 2020.

Hal tersebut ditunjukkan dengan masih adanya sejumlah permasalahan yang diungkapkan BPK melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020. Hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas penerapan SPBE mengungkapkan 15 temuan yang memuat 17 permasalahan ketidakefektifan.

Dalam pemeriksaan tersebut, BPK menilai, penguatan regulasi/kebijakan/standar/prosedur yang mendukung percepatan penerapan SPBE pada Kemendagri belum optimal. Hal ini ditunjukan antara lain pada kebijakan penerapan SPBE Kemendagri yang belum seluruhnya ditetapkan.

“Penerapan Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (SIOLA) belum sepenuhnya didukung dengan regulasi dan regulasi yang mengatur tentang pembangunan daerah, keuangan daerah, dan pemerintahan daerah lainnya belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait lainnya,” ungkap BPK dalam IHPS II 2020.

Akibatnya, penerapan SPBE di lingkungan Kemendagri masih bersifat parsial dan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Penerapan layanan administrasi dan konsultasi pada SIOLA belum optimal dan menimbulkan multitafsir dalam penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 70 Tahun 2019, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-3708 Tahun 2020.

Kemendagri juga belum menetapkan rancangan arsitektur, peta rencana, dan proses bisnis SPBE yang menjadi acuan dalam pengembangan dan percepatan penerapan SPBE. Akibatnya, penyelenggaraan SPBE pada Kemendagri belum terintregrasi dan berisiko terjadinya duplikasi pembangunan aplikasi dan layanan SPBE. BPK juga menemukan, rancangan arsitektur SPBE Kemendagri atau grand design teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Kemendagri dan rancangan peta rencana (road map) SPBE Kemendagri belum selaras dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE.

28/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id