WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Friday, 18 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

BPK Bekerja

Kemenkop UKM (sumber: setkab.go.id)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penyaluran BPUM Rp1 Triliun belum Sesuai Kriteria, Ini Rekomendasi BPK

by Admin 1 27/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap penyaluran bantuan produktif untuk usaha mikro (BPUM) di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan terhadap program Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK mencatat, pengusulan calon penerima bantuan tidak didukung dengan data yang lengkap dan belum sepenuhnya diverifikasi kebenarannya. Selain itu, penetapan penerima BPUM tidak berdasarkan pengisian data yang lengkap.

“Terdapat penerima BPUM yang tidak sesuai dengan kriteria sebagai penerima BPUM sebanyak 418.947 dengan total nilai penyaluran sebesar Rp1,00 triliun,” ungkap BPK.

BPK memerinci, sebanyak 56 penerima BPUM berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri. Kemudian, sebanyak 2.413 penerima bantuan dengan NIK yang sama, menerima bantuan lebih dari satu kali.

Sebanyak 29.060 penerima BPUM bukan usaha mikro, sebanyak 144.802 penerima BPUM sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya, dan sebanyak 25.912 penerima BPUM sedang menerima kredit atau pinjaman KUR.

Selain itu, sebanyak 207.771 penerima memiliki NIK yang tidak sesuai dengan database Dukcapil dan sebanyak 8.933 penerima sudah meninggal dunia. Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri Koperasi dan UKM untuk merencanakan kegiatan BPUM secara maksimal.

“Melakukan evaluasi, penyempurnaan, dan revisi atas peraturan Menteri Koperasi dan UKM serta petunjuk pelaksanaan penyaluran BPUM dengan mempertimbangkan sistem pengendalian intern atas mekanisme validasi data usaha mikro yang memadai, dan menyelesaikan penyaluran BPUM yang tidak sesuai dengan kriteria penerima BPUM.”

27/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Bakamla
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Tak Lagi Disclaimer, Ini Kiat Bakamla Raih WTP

by Admin 1 26/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia bersyukur karena Bakamla akhirnya meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2020. Sebelumnya, Bakamla selama empat tahun terakhir selalu mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (TMP) atau disclaimer.

Menurut dia, salah satu kunci perbaikan kualitas laporan keuangan yang diraih Bakamla adalah keseriusan menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. “Kami menindaklanjuti segala rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dan memperbaikinya dengan serius,” katanya saat mengikuti penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada 12 pimpinan K/L di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) I BPK, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, opini WTP yang diraih juga tak lepas dari dukungan dan koordinasi tanpa henti yang dilakukan dengan BPK. Kepala Bakamla menuturkan, pihaknya selalu mengevaluasi temuan pemeriksaan BPK dan mendiskusikannya secara berkala.

Langkah lainnya yang dilakukan Bakamla, kata dia, adalah mengubah pola pikir personel bahwa meningkatkan kualitas opini laporan keuangan adalah hal yang mungkin dilakukan.

“Sejumlah langkah itu yang menjadi kunci kami untuk mendapatkan opini WTP. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran di BPK, karena atas rekomendasi, arahan, dan diskusi-diskusi, Bakamla dapat memperbaiki opini laporan keuangan,” katanya.

Ia mengatakan, Bakamla berkomitmen untuk terus meningkatkan kinerja dan bersama-sama mencari solusi terbaik atas permasalahan yang ditemui. Ia pun menegaskan Bakamla akan berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan opini WTP.

26/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wow, Tiga Entitas Naik Kelas Jadi WTP

by Admin 1 25/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sebanyak tiga entitas di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ‘naik kelas’ dengan meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan (LK) Tahun Anggaran 2020. Ketiga entitas tersebut adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla), Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK Hendra Susanto mengatakan, pada pemeriksaan LK Tahun 2019, ketiga kementerian/lembaga (K/L) tersebut belum meraih opini WTP. Bakamla meraih opini tidak menyatakan pendapat (TMP)/disclaimer, sedangkan KPU dan BSSN mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP).

“Alhamdulillah, opini seluruh LKKL tahun anggaran 2020 di lingkungan AKN I yang berjumlah 20 LKKL telah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian,” kata Hendra dalam acara penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada 12 pimpinan K/L, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hendra mengatakan, prestasi tersebut pantas dibanggakan dan perlu mendapatkan apresiasi. Ia menekankan, opini WTP bukan merupakan hadiah dari BPK, melainkan hasil kerja keras seluruh jajaran K/L dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara.

Terkait tiga entitas yang naik kelas menjadi WTP, Hendra mengatakan BPK bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memberikan bimbingan/konsultasi/asistensi kepada K/L bersangkutan. “BPK juga melakukan pemeriksaan tambahan berupa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan pemeriksaan interim pada K/L dimaksud yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak dilakukan,” ujar dia.

Hendra menambahkan, upaya tersebut merupakan bentuk perhatian BPK kepada K/L agar termotivasi untuk memperbaiki tata kelola dan pelaporan keuangannya. “Allhamdulillah, perbaikan tata kelola dan pelaporan keuangan itu terwujud, sehingga opini atas laporan keuangan Bakamla, BSSN, dan KPU tahun 2020 meningkat menjadi WTP,” ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Hendra juga menekankan bahwa tugas BPK tidak berhenti setelah LHP atas laporan keuangan entitas diserahkan, tetapi akan berlanjut hingga entitas menindaklanjuti seluruh hasil pemeriksaannya. Dengan demikian, komitmen entitas untuk mewujudkan akuntabilitas tidak hanya diukur dari opini laporan keuangan, tetapi juga dari komitmennya untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK.

25/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Program kartu Prakerja (sumber: prakerja.go.id).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Permasalahan dalam Penyaluran Dana Kartu Prakerja

by Admin 1 24/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap penyaluran dana Program Kartu Prakerja pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bagian dari pemeriksaan terhadap program Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Hasil pemeriksaan atas proses dan dokumen penagihan, pembayaran, serta penyaluran dana program Kartu Prakerja menunjukkan, nilai yang dibayarkan kepada platform digital dan lembaga pelatihan tidak didasarkan atas pelatihan yang benar-benar diikuti oleh peserta Kartu Prakerja. 

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, hal ini berdampak pada pencapaian tujuan program Kartu Prakerja karena terdapat biaya pelatihan yang telah dibayarkan namun pelatihan tersebut tidak diikuti oleh peserta atau status pelatihan tersebut belum selesai sampai posisi 31 Desember 2020 senilai Rp125,93 miliar. “Realisasi belanja tidak dapat menggambarkan realisasi penyaluran yang sesungguhnya kepada penerima akhir,” ungkap BPK.

BPK merekomendasikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk memerintahkan Ketua Komite Cipta Kerja agar meninjau kembali ketentuan dalam Permenko Perekonomian Nomor 11 tahun 2020 mengenai pembayaran pelatihan agar selaras dengan tujuan program dan efektivitas pengelolaan keuangan negara.

Selain itu, direktur eksekutif manajemen pelaksana program Kartu Prakerja pada Kemenko Bidang Perekonomian juga perlu memastikan nilai riil yang layak dibayarkan dengan memerhatikan biaya yang telah dikeluarkan oleh lembaga pelatihan dan platform digital untuk masing-masing pelatihan.

24/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Bagaimana BPK Melakukan Pemeriksaan Investigasi Pekerjaan Konstruksi?

by Admin 1 23/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan perhatian besar terhadap berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal itu sejalan dengan fokus pemerintah saat ini yang sedang gencar membangun infrastruktur di berbagai wilayah.

BPK pun berkontribusi dengan melaksanakan pemeriksaan baik melalui pemeriksaan reguler maupun pemeriksaan investigasi. “BPK juga concern karena BPK memiliki tugas memeriksa pengelolaan keuangan negara, maka kita hadir di situ,” ujar pemeriksa di Auditorat Utama Investigasi BPK, Ni Ketut Susilawati dalam Virtual Discussion Series: Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi dalam Pemeriksaan yang diselenggarakan oleh Komunitas Investigasi Auditorat Investigasi Keuangan Negara Pusat, beberapa waktu lalu.

Auditor forensik yang akrab disapa Susi itu menjelaskan, BPK telah memberikan panduan dalam pemeriksaan konstruksi atau infrastruktur. Hal itu untuk memberikan suatu pemahaman yang sama di antara anggota tim pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan.

Secara umum, pengujian fisik dalam pemeriksaan infrastuktur dimulai dengan tahapan persiapan. Dalam tahapan itu, dilakukan pengumpulan dan analisis data awal.

Kemudian, tim pemeriksa BPK melakukan koordinasi dengan entitas yang diperiksa terkait paket, jadwal, dan lokasi serta metode pengujian fisik yang akan dilakukan. Setelah ada kesepakatan, maka akan dibuat berita acara. Kemudian, pemeriksaan fisik dilakukan dan dituangkan kembali dalam berita acara hasil pemeriksaan fisik. Berita acara tersebut juga ditandatangani oleh para pihak seperti pemeriksa, kontraktor, dan konsultan pengawas.

Untuk pemeriksaan investigasi (PI), Susi menjelaskan, terdapat tahapan praperencanaan PI atau penelaahan informasi awal. Hal ini dilakukan sebelum proses perencanaan PI dan penghitungan kerugian negara (PKN) yang bertujuan untuk menetapkan alasan yang cukup kuat dan akurat sehingga PI maupun PKN dapat dilaksanakan dengan objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Apabila dalam penelaahan informasi awal atau di praperencanaan itu kita menemukan adanya penyimpangan atau alasan penyimpangan yang terindikasi berkaitan dengan tindak pidana maka kita lanjutkan dengan pemeriksaan investigasi dalam rangka mengungkap penyimpangan indikasi tindak pidana tersebut,” ungkap Susi.

Dalam pemeriksaan tersebut, nantinya akan menghasilkan output berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) investigasi yang memuat kesimpulan adanya penyimpangan yang berindikasi kepada tindak pidana. Laporan ini kemudian diserahkan kepada instansi yang berwenang atau aparat penegak hukum (APH) guna ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan.

Untuk pemeriksaan investigasi dengan tujuan menghitung kerugian negara, umumnya BPK diminta oleh APH. Prosesnya, ujar Susi, APH bersurat kepada BPK untuk melakukan PKN dan biasanya hal ini sudah dalam proses penyidikan. Dari permintaan tersebut, apabila memang informasinya sudah cukup untuk dilaksanakan penghitungan kerugian negara, maka dapat dilanjutkan.

“Output-nya adalah LHP PKN yang akan menjadi dasar bagi ahli BPK untuk memberikan keterangan ahli di pengadilan,” ujarnya.

Susi mengatakan, terdapat perbedaan proses pengujian fisik pada pemeriksaan investigasi dan pemeriksaan investigasi dalam rangka penghitungan kerugian negara. Susi menjelaskan, dalam pemeriksaan investigasi, tim pemeriksa akan mencari tenaga ahli yang kompeten, independen, dan bersedia bekerja untuk BPK.

Sementara, dalam penghitungan kerugian negara, umumnya, tenaga ahli sudah disediakan oleh penyidik. Sehingga, informasi maupun data yang digunakan dalam pemeriksaan diperoleh dari penyidik.

Tim pemeriksa tetap akan ikut hadir di lapangan ketika tenaga ahli melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah guna meyakini pemeriksaan fisik yang dilakukan ahli itu sudah memadai bagi pemeriksa dalam proses PKN.

Meski secara prinsip, tim pemeriksa BPK tidak melakukan pengujian fisik, tapi tim tetap hadir untuk menyaksikan bagaimana ahli melakukan pengujian fisik. Ini juga akan membantu BPK di persidangan untuk memberikan keyakinan kepada hakim.

“Kalau di investigasi itu kita dalam melakukan pengujian fisik itu kita menggunakan ahli karena ini kaitannya dengan memberikan keyakinan kepada hakim di pengadilan nantinya,” ujar Susi.

Susi mengatakan, BPK perlu memberikan keyakinan kepada hakim dengan melibatkan tenaga ahli yang kompeten. Sementara itu, BPK akan memberikan keterangan ahli sebagai penghitung kerugian negara. Tenaga ahli itu bisa berasal dari akademisi, praktisi, maupun asosiasi profesi.

Susi mengakui, dengan menggunakan tenaga ahli, di satu sisi tim pemeriksa lebih tenang karena ada orang lain yang melakukan pemeriksaan fisik tersebut. Terlebih lagi, secara kompetensi, tenaga ahli itu dapat memberikan hasil pemeriksaan yang meyakinkan. Namun di sisi lain, tim pemeriksa BPK tetap harus memiliki pemahaman yang kuat atas pekerjaan yang diserahkan kepada tenaga ahli tersebut.

Susi menekankan, sebagai pemeriksa tetap harus bertanggung jawab secara penuh atas laporan dari tenaga ahli. Ini karena laporan dari ahli akan kita gunakan dalam proses penghitungan kerugian negara. “LHP PKN itu adalah output BPK jadi kita harus bisa memastikan pekerjaan ahli itu sudah memadai untuk memenuhi tujuan pemeriksaan kita,” ujarnya.

23/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Soroti Kelemahan Pemantauan Limbah B3 di KLHK

by Admin 1 20/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan kinerja atas efektivitas pemantauan pengelolaan dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) tahun 2017-2020. Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta instansi terkait lainnya.

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan, apabila permasalahan dalam hal regulasi dan kebijakan, kelembagaan dan sumber daya, pelaksanaan pemantauan pengelolaan dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3, serta monitoring dan evaluasi tidak segera diatasi maka dapat memengaruhi efektivitas kegiatan pemantauan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dalam mencapai target program meningkatnya kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.

BPK menemukan, perencanaan strategis dalam kegiatan pemantauan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 belum lengkap, terpadu, sinergi dan jelas untuk memitigasi dampak buruk kepada manusia dan lingkungan. Hal itu di antaranya, belum tersedianya seluruh data limbah B3 dan data penghasil limbah B3 sebagai dasar pelaksanaan pemantauan. Selain itu, belum digunakannya data lahan terkontaminasi limbah B3 yang telah terinventarisasi dan teridentifikasi sebagai dasar pelaksanaan pemulihan.

“Akibatnya, terdapat potensi adanya limbah B3 yang tidak terkelola dan terdapat lahan terkontaminasi limbah B3 yang tidak dapat dipulihkan secara optimal sehingga berdampak negatif kepada masyarakat dan lingkungan,” ungkap BPK.

BPK pun merekomendasikan kepada Menteri LHK untuk berkoordinasi dengan instansi terkait penghasil limbah B3 seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian ESDM, dan pemerintah daerah untuk menyusun kajian terkait peran dan fungsi masing-masing instansi dalam mengindentifikasikan dan memantau semua limbah B3 dan penghasil limbah B3 di semua sektor. Kajian tersebut dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan mekanisme pemantauan pengelolaan limbah B3 yang menyeluruh, terintegrasi, fokus, dan berkelanjutan.

20/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Air Bersih, Ini Rekomendasi BPK untuk Anies Baswedan

by Admin 1 19/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas penyediaan air bersih TA 2019 dan semester I TA 2020 pada Pemprov DKI Jakarta dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, masih terdapat perbedaan (gap) antara kondisi dan kriteria atas upaya Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan air bersih di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

BPK menilai, apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi, akan mengganggu keberhasilan upaya Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan air bersih di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK mencatat, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan upaya di antaranya telah menginisiasi penyusunan Grand Design Air Minum dan Air Limbah DKI Jakarta sebagai masukan bagi penyusunan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018–2022.

Hal itu untuk meningkatkan akses air minum perpipaan dan mengurangi penggunaan air tanah, terutama di wilayah dengan kualitas air tanah buruk, serta menyediakan sistem layanan air minum aman dengan teknologi yang tepat dan berkelanjutan di kawasan khusus.

Permasalahan yang ditemukan antara lain penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Provinsi DKI Jakarta oleh PAM Jaya belum berlandaskan rencana induk SPAM (RISPAM) dan kebijakan dan strategi (Jakstra) SPAM Provinsi seperti yang diamanatkan dalam PP Nomor 122 tahun 2015 tentang SPAM. Akibatnya, target pemenuhan cakupan pelayanan dan penyediaan air bersih yang dicanangkan oleh Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya sampai 2022 dan setelahnya berpotensi tidak tercapai.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki strategi untuk mengurangi persentase air tidak berekening atau non-revenue water (NRW). Rencana aksi tersebut sangat diperlukan untuk mencapai target penurunan NRW sesuai agenda Sustainable Development Goals atau SDGs. Akibatnya, potensi hilangnya penerimaan penjualan air dari kebocoran air tidak berekening (NRW) tidak diselesaikan.

BPK pun merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar menyusun dan menetapkan RISPAM serta Jakstra SPAM yang berpedoman pada PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

BPK juga meminta gubernur DKI Jakarta untuk menyusun dan menetapkan strategi serta program kegiatan untuk mengurangi presentase NRW secara terintegrasi ke dalam RISPAM, Jakstra penyelenggaraan SPAM Provinsi, dan kegiatan strategis daerah. Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan air bersih mengungkapkan dua temuan yang memuat dua permasalahan ketidakefektifan.

19/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ssstt… Ketua BPK Ingatkan Pemerintah, Soal Apa?

by Admin 1 18/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Meningkatnya pembiayaan dan defisit anggaran pada masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang diminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk diperhatikan pemerintah. Hal ini juga telah disampaikan dalam laporan hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal menunjukkan bahwa pemerintah telah menyusun analisis keberlanjutan fiskal jangka panjang atau long term fiscal sustainability report (LTFS) yang mempertimbangkan skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian.

Hal pertama yang perlu mendapat perhatian adalah tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta penerimaan negara. “Sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” kata Ketua BPK saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6).

Ketua BPK melanjutkan, pengelolaan risiko fiskal pemerintah juga belum memperhitungkan beban fiskal terkait kewajiban program pensiun jangka panjang, kewajiban dari putusan hukum yang sudah incraht, kewajiban penjaminan sosial, kewajiban kontingensi dari BUMN, dan risiko kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

Ketiga, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang, dan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. “Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah. Di samping itu, mulai 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen,” ucap Ketua BPK.

Ketua BPK menambahkan, hal yang juga perlu diperhatikan adalah indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Ketua BPK memerinci, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Kemudian, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen. Terakhir, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

“Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen, melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen,” kata Ketua BPK.

18/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Rekomendasi BPK, Ini Permintaan Presiden

by Admin 1 16/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah akan sangat memperhatikan rekomendasi-rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Termasuk mengenai pengelolaan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal tersebut disampaikan Presiden dalam acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6). Penyerahan LKPP dilakukan berbarengan dengan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.

Presiden dalam kesempatan tersebut mengatakan, pandemi Covid-19 membutuhkan langkah extraordinary. Hal itu salah satunya dilakukan dengan menaikkan batas defisit APBN. Kendati demikian, Presiden menekankan bahwa defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dilaksanakan secara responsif, mendukung kebijakan countercyclical, dan akselerasi pemulihan sosial-ekonomi. 

Selain itu, tegas Presiden, defisit dikelola secara hati-hati, kredibel, dan terukur.  “Saya juga meminta para menteri, para kepala lembaga, dan kepala daerah, agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan,” kata Presiden.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP 2020, terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun. SiLPA tersebut terdapat karena realisasi pembiayaan melebihi realisasi defisit anggaran.

Defisit anggaran tahun 2020 tercatat sebesar Rp947,70 triliun atau 6,14 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kendati demikian, realisasi pembiayaan tahun 2020 mencapai Rp1.193,29 triliun. Jumlah itu setara 125,91 persen dari nilai defisit anggaran.

Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dan pembiayaan luar negeri sebesar Rp1.225,99 triliun. Hal tersebut menandakan bahwa  pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit.

16/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana sidang paripurna penyerahan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini 6 Permasalahan LKPP Terkait Penanganan Covid-19

by Admin 1 13/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 turut memuat pemeriksaan mengenai penanganan pandemi Covid-19. Ada sedikitnya enam permasalahan yang ditemukan BPK.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, sesuai amanat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah terkait penanganan Covid-19 dilaporkan pemerintah dalam LKPP.

“Sejalan dengan ketentuan tersebut, BPK pada pemeriksaan LKPP Tahun 2020 telah melakukan serangkaian prosedur pemeriksaan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menangani Covid-19,” kata Agung saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).

Agung menjelaskan, dari hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020, terdapat sejumlah permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, permasalahan mengenai kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

Beberapa permasalahan terkait program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), antara lain, mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun. Kemudian, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

Contoh permasalahan lainnya adalah pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

Berikut adalah sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK dalam LKPP 2020:

1. Permasalahan terkait program PC-PEN: 

a. Mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun.

b. Realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

c. Pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

d. Penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program, sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun.

e. Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

f. Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN Tahun 2020 yang dilanjutkan pada tahun 2021.

2. Permasalahan yang tidak terkait program PC-PEN:

a. Pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp21,57 triliun dan 8,26 juta dolar AS serta kewajiban negara minimal sebesar Rp16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual, serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp1,75 triliun.

b. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.

c. Realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa Dana Abadi Penelitian, Kebudayaan, dan Perguruan Tinggi sebesar Rp8,99 triliun dititipkan pada Rekening Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.

d. Penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak belum memadai.

e. Terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pendanaan pengadaan tanah PSN oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) BPKP.

 f. Pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.

13/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id