WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Thursday, 14 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

SLIDER

Sebuah ekskavator sedang bekerja di areal terdampak lumpur Sidoarjo. (Foto: Youtube Aljazeera English)
BeritaSLIDER

Pengelolaan Piutang Rp1,91 Triliun Dana Lapindo Belum Memadai

by Achmad Anshari 23/12/2020
written by Achmad Anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar pemerintah terus berkoordinasi dengan Kejaksaan dalam menyelesaikan permasalahan piutang dana lumpur Lapindo yang masih macet.

Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.

“Melanjutkan koordinasi dengan Kejaksaan dalam menyelesaikan piutang dana antisipasi lumpur Sidoarjo secara lebih terukur dan menyusun rencana penyelesaian (roadmap) piutang penanggulangan lumpur Sidoarjo dan menyetorkan pengembalian piutang yang diperoleh ke kas negara,” demikian ungkap rekomendasi tersebut.

LHP BPK mengungkap permasalahan bermula ketika Pemerintah Republik Indonesia pada 10 Juli 2015 memberikan pinjaman kepada Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya lewat perjanjian bernomor PRJ-16/MK.01/2015.

Pinjaman itu terealisasi sebesar Rp 773,38 miliar dan berlaku selama 4 tahun, dengan tanggal jatuh tempo pengembalian 10 Juli 2019. Bunga disepakati 4,8% per tahun ditambah klausul denda yang menyatakan “apabila tidak dapat mengembalikan sesuai jadwal dan/atau melunasi pinjaman pada akhir perjanjian dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per mil) per hari dari nilai pinjaman”.

Pinjaman itu merupakan dana talangan (bail out) pemerintah kepada Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayar ganti rugi berupa pembelian tanah dan bangunan kepada warga korban luapan lumpur Sidoarjo.

Namun, BPK menemukan piutang itu mulai macet. Sampai tanggal jatuh tempo sesuai perjanjian, yaitu 10 Juli 2019, piutang belum lunas. Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya hanya pernah sekali melakukan pengembalian, yaitu pada 20 Desember 2018, sebesar Rp5 miliar.

Per 31 Desember 2019, piutang itu terus bertambah terutama karena klausul denda per hari, hingga menjadi Rp773,38 miliar (pokok piutang), Rp163,95 miliar (bunga), dan Rp981,42 miliar (denda), dengan nilai total mencapai Rp1,91 triliun.

Ketidaktepatan waktu Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya melunasi utang sebelum jatuh tempo menyebabkan denda per hari terus bergulir hingga nilai denda sudah melampaui pokok piutang.

LHP BPK juga mengungkap berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.06/2017, sebuah piutang diklasifikasikan kurang lancar apabila piutang tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo sampai satu tahun setelah jatuh tempo.

Piutang atas Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya sudah melampui satu tahun sejak jatuh tempo hingga termasuk piutang tidak lancar.

Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan agar pemerintah tetap melanjutkan koordinasi dengan Kejaksaan terkait dengan penagihan dan juga melakukan penyisihan piutang dan penilaian jaminan atas dana talangan tersebut. (Hms)

23/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana pemberian bantuan (Sumber: Youtube Kemensos).
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

5 Instansi Bermasalah Menyalurkan Bansos Rp3,3 Triliun

by Achmad Anshari 21/12/2020
written by Achmad Anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah dalam penyaluran dan realisasi dana bantuan sosial (bansos) oleh 5 kementerian/lembaga (K/L) dengan nilai total Rp3,3 triliun.

Temuan itu muncul dalam dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020. “Permasalahan dalam penyaluran dan penggunaan dana bansos,” demikian ungkap LHP BPK.

Lima lembaga itu adalah Kementerian Sosial Rp1,73 triliun, Kementerian Agama Rp729,19 miliar, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Rp661,05 miliar, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp153,30 miliar, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp35,76 miliar,

Di Kementerian Sosial, audit BPK antara lain menemukan dari total dana bansos Rp1,73 triliun, Rp1,2 triliun masih mengendap di rekening penampungan K/L, lalu Rp306,62 miliar mengendap di rekening pihak ketiga, dan Rp150,94 miliar mengendap di rekening pihak ketiga tetapi belum dapat dijelaskan.

Di Kementerian Agama, BPK mendapati 1 juta siswa penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) belum melakukan aktivasi rekening hingga dana Rp648 miliar masih mengendap di rekening bank penyalur.

Temuan lain berupa dana PIP Madrasah dan Pondok Pesantren Tahun 2018 sebesar Rp74,66 miliar yang tidak diaktivasi penerima tetapi belum dikembalikan ke kas negara.

Di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BPK menemukan antara lain dana bansos tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya belum dipertanggungjawabkan dengan nilai Rp140,95 miliar.

Kemudian proyek pembangunan rumah dalam rangka rehabilitasi dengan dana hibah luar negeri Rp235,53 miliar yang belum didukung pertanggungjawaban belanja, lalu proyek water bombing pemadaman kebakaran hutan yang menimbulkan kelebihan pembayaran Rp137,57 juta dan pemborosan Rp32,53 miliar.

Di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, pemeriksaan BPK antara lain menemukan keterlambatan penyaluran bantuan Bidikmisi sebesar Rp150,37 miliar dan bantuan Bidikmisi salah sasaran Rp2,58 miliar karena mengalir ke mahasiswa berstatus non-aktif.

Sedang di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, antara lain pencairan dana tahun anggaran 2017 sebesar Rp20,87 miliar setelah tanggal pengembalian ke kas negara, dan dana Program Indonesia Pintar (PIP) 2017 yang belum diaktivasi penerima dan harus dipertanggungjawabkan Rp10,21 miliar.

Atas berbagai permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar menginstruksikan kepada menteri/pimpinan lembaga untuk menyelesaikan pertanggungjawaban dan meminta APIP K/L melakukan pengawaan atas penyimpangan belanja. (Hms)

21/12/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

BPK Selenggarakan Training Of Quality Assurance (QA) And Quality Control (QC) Bagi Sao Laos

by apriyana 12/10/2020
written by apriyana

Dalam rangka implementasi Action Plan kerja sama bilateral tahun 2020 antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan State Audit Organizations Lao People’s Democratic Republic (SAO Laos), BPK menyelenggarakan Training of Quality Assurance (QA) and Quality Control (QC) on Writing of Audit Recommendations pada tanggal 6 s.d. 8 Oktober 2020 secara virtual.

Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas auditor SAO Laos dalam QA dan QC sesuai dengan praktik yang ada di BPK. Pelatihan diikuti oleh 30 orang pemeriksa SAO Laos yang berasal dari berbagai level mulai dari level director hingga teknis.

Dalam sambutannya saat membuka pelatihan ini Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menyampaikan bahwa untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, Lembaga Pemeriksa/ Supreme Audit Institutions (SAI) harus memberikan hasil audit yang bernilai dan bermanfaat bagi masyarakat, dimana QA dan QC merupakan prasyarat mendasar.

“Dalam masa pandemi Covid-19, kualitas hasil pemeriksaan dituntut untuk tetap tinggi sebagaimana sebelumnya. Oleh karena itu beliau menekankan bahwa QA dan QC memiliki peran penting dalam memastikan tingginya kualitas hasil pemeriksaan meski dalam situasi yang sulit dan terbatas. Untuk itu, diperlukan adaptasi dan prosedur alternatif,” jelas Wakil Ketua BPK.

Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN) Ida Sundari dalam laporanya mengatakan bahwa, BPK menyambut baik diadakannya pelatihan ini sebagai bagian dari program training internasional Badiklat PKN.

“Untuk menyelenggrakan pelatihan ini, Badiklat PKN telah menyiapkan kurikulum dan pengajar-pengajar yang memiliki keahlian dalam bidang QA dan QC,” ujar Kepala Badiklat PKN.

Selajutnya, Sekretaris Jenderal BPK, Bahtiar Arif dalam sambutannya menyebutkan perkembangan kerja sama bilateral kedua SAI yang telah berlangsung sejak ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) pada tahun 2015. Berbagai kergiatan yang telah dilakukan diantaranya adalah high level visits, seminar bilateral, secondment dan pelatihan (training). Training ini merupakan komitmen BPK untuk membantu pengembangan kapasitas pemeriksa SAO Laos.

Sementara itu, Vice President SAO Laos, Bounphone Vanhnachit, dalam sambutannya menyampaikan bahwa training ini merupakan kesempatan besar bagi auditor SAO Laos untuk dapat memperoleh pengetahuan baru dan memahami lebih dalam mengenai QA dan QC terutama dalam penulisan rekomendasi audit yang ada di BPK. Lebih lanjut, Ia mengharapkan dukungan BPK dalam pelaksanaan pelatihan ini maupun dalam kegiatan-kegiatan kerja sama bilateral selanjutnya.

Dalam pelatihan ini, peserta akan belajar tentang metode QA dan QC di yang ada di BPK, unit-unit yang bertanggung jawab dan pemangku kepentingan terkait pengembangan TI, standar QC dan prosedur audit, serta pembelajaran dari pengalaman. Melalui pelatihan ini diharapkan peserta dapat berperan aktif dalam diskusi dan mencapai hasil training yang diharapkan. Selain itu, diharapkan training ini tidak hanya akan meningkatkan kapasitas peserta dalam QA dan QC tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kerja sama bilateral yang telah terjalin oleh kedua SAI.

12/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
FeaturedSLIDERSuara Publik

Audit BPK Pintu Masuk Pemulihan Aset

by klara.ransingin 12/10/2020
written by klara.ransingin

Oleh Sabir Laluhu, Wartawan Koran Sindo (Juara III Lomba Karya Jurnalistik BPK 2020 Kategori Berita)

http://Koran Sindo, edisi Kamis 12 Maret 2020, halaman 3. https://nasional.sindonews.com/read/1553131/13/kasus-jiwasraya-audit-bpk-pintu-masuk-maksimalkan-pemulihan-aset-1583925184

JAKARTA – Sejumlah kalangan menilai hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus dugaan korupsi saham dan reksadana PT Asuransi Jiwasraya(Persero) bisa menjadi pintu masuk untuk tindakan pemulihan aset (asset recovery) secara maksimal.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengatakan, setelah keluarnya hasil audit BPK terhadap dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), maka semua pihak baik penegak hukum maupun publik bisa melihat begitu nyata dan besarnya kerugian negara yang mencapai Rp16,81triliun.

Menurut dia, nilai kerugian negara dengan kategori total lost jelas bukan angka perkiraan lagi. Selepas audit tersebut diterima Kejaksaan Agung, maka yang paling penting adalah melakukan upaya pemulihan aset atau asset recovery. Upaya pemulihan aset tersebut mencakup proses penyitaan hingga nanti dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Bagi Sahroni, nilai pemulihan aset tersebut harus sama dan setara dengan nilai kerugian Rp16,81triliun. “Sehingga, Kejaksaan Agung sudah harus bertindak cepat melakukan proses hukum dan sebisa mungkin mengembalikan kerugian negara. Pengembalian kerugian negara untuk pemulihan aset mesti sama dengan nilai kerugian negara Rp16, 81 triliun. Jadi, hasil audit BPK bisa jadi pintu masuk memaksimalkan pemulihan aset dengan dasar atas kerugian tersebut,” ujar Sahroni di Jakarta kemarin.

Bendahara Umum DPP Partai NasDem ini mengatakan, audit BPK tersebut juga jelas mengurai aliran dana dari mana ke pihak mana dan berapa jumlahnya. Karena itu, sebagai bagian dari upaya pemulihan aset, maka Kejagung harus serius dan terus mengejar siapa saja pihak penerima aliran dana tersebut. Jika telah dipastikan dan ditemukan, maka penyitaan harus dilakukan.

“Pihak penerima dan berapa angkanya ini yang harus Kejaksaan kejar. Nama-namanya jelas, asetnya juga ada, bisa dilakukan penyitaan,” tandasnya.

Sebelumnya Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menggelar konferensi pers terkait hasil audit investigatif BPK atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan perkembangan penanganan kasus, di Gedung Kejaksaan Agung, Senin (9/3).

BPK secara resmi merilis dan menyampaikan hasil perhitungan kerugian negara atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Secara keseluruhan BPK menyebutkan terjadi kerugian negara Rp16,81 triliun. Angka ini terbagi menjadi kerugian negara pada investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara pada investasi reksa dana sebesar Rp12,16triliun.

Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, ditemukan adanya tindakan melawan hukum atas kebijakan investasi yang dilakukan Jiwasraya dilakukan kurun 10 tahun, sejak 2008 sampai 2018. Perbuatan melawan hukum dilakukan sepanjang 2014 sampai 2018.

Anggota BPK Achsanul Qosasi menyatakan, secara umum hasil audit investigatif BPK atas dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencakup nilai kerugian negara total lost Rp16,81 triliun, perbuatan melawan hukum, rentang waktu perbuatan, hingga siapa saja pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum tersebut. Seluruh konstruksinya, lanjutnya, telah diserahkan dan disampaikan BPK ke Kejagung.

Namun dia menolak mengungkap identitas pihak-pihak selain enam orang tersangka yang telah ditetapkan Kejagung sebagaimana dalam hasil audit investigatif. “Konstruksinya sudah disampaikan ke Kejagung. BPK tak boleh menjelaskannya karena masih dalam proses hukum. Untuk tersangka adalah urusan penyidik di Kejaksaan Agung,” ungkap Achsanul.

Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15/2006 tentang BPK jelas sekali tertuang bahwa BPK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerugian negara. Ketika kasus telah ada atau sedang ditangani aparat penegak hukum, termasuk kasus Jiwasraya yang ditangani Kejagung, maka menjadi hak dan kewenangan Kejagung untuk kemudian melakukan penyitaan aset.

Karenanya, Achsanul mengatakan, barang sitaan menjadi kewenangan aparat penegak hukum termasuk Kejagung yang sedang menangani kasus Jiwasraya. Di sisi lain, dia menggariskan, hasil audit investigatif BPK yang telah diserahkan ke Kejagung menjadi pintu masuk untuk memaksimalkan pemulihan aset atas hasil kerugian negara Rp16,18 triliun.

“Betul, hasil audit tersebut bisa jadi pintu masuk atau pijakan agar Kejagung memaksimal tindakan dan upaya pemulihan aset. Asset settlement (asset recovery) bisa dilakukan, dan itu pun menjadi wewenang Kejaksaan dan hakim nanti di pengadilan,” ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menyatakan, hingga saat ini Kejagung telah menyita berbagai jenis aset yang diduga milik enam orang tersangka dengan total mencapai Rp13,1triliun.

Hari membenarkan, dari nilai aset tersebut sebagian besar yang disita merupakan milik tersangka Benny Tjokrosaputro selaku komisaris sekaligus direktur utama PT Hanson International dengan nilai sekitar Rp11triliun.

12/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDER

Menuju Kemandirian Anggaran

by apriyana 09/10/2020
written by apriyana

Independensi anggaran jadi salah satu temuan yang sering muncul saat pelaksanaan peer review atas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh lembaga pemeriksa negara lain. BPK dianggap belum independen dalam hal anggaran karena masih harus bergantung terhadap Kementerian Keuangan. Padahal, kemandirian anggaran amat penting untuk menunjang fungsi pemeriksaan.

Atas dasar itulah BPK sedang mengupayakan agar memiliki kemandirian dalam hal anggaran. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan, hal tersebut jadi salah satu poin dari revisi UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang BPK. Revisi UU BPK bahkan telah ditetapkan sebagai program legislasi nasional (prolegnas) dan berada pada nomor urut 45.

“Salah satu revisi itu terkait anggaran. Ini bukan sesuatu yang didasari oleh keinginan, tapi kebutuhan untuk menjamin pelaksanaan tugas BPK, yaitu pemeriksaan. Hampir setiap peer review, salah satu yang jadi sorotan di kita adalah soal independensi di bidang anggaran. Saya pikir ini sesuatu yang masuk akal untuk dibicarakan,” kata Agung saat berbincang dengan Warta Pemeriksa di kantor pusat BPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Pria berdarah Palembang tersebut menambahkan, ada beberapa opsi bentuk independensi anggaran yang sedang dikaji dan didiskusikan. Salah satu formulasinya, penganggaran tetap melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Akan tetapi, BPK bisa mengajukan anggaran secara langsung kepada DPR seperti yang dilakukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Mekanisme yang sama kita harapkan dapat diterapkan kepada kita,” Agung berharap.

BPK juga sedang mempelajari model yang diterapkan lembaga pemeriksa (SAI) negara lain. Menurut Agung, SAI Selandia Baru bisa dijadikan benchmark. SAI Selandia Baru diketahui memiliki badan layanan umum (BLU) yang bisa melakukan pemeriksaan terhadap entitas di luar entitas yang wajib diperiksa. “Dan dibayar,” kata Agung.

Berdasarkan bukti-bukti empiris, kata Agung, kemampuan pemeriksa BPK lebih unggul dari banyak SAI lainnya. “Jadi, kenapa kita tidak bisa memiliki operasi yang seperti mereka, melakukan pemeriksaan terhadap entitas swasta. Teman-teman di sini dididik dengan baik. Punya pengalaman dan dibekali bermacam sertifikasi,” kata Agung.

Menurut Agung, apa yang diterapkan SAI Selandia Baru bisa dijadikan salah satu pilihan. Namun demikian, ia mengakui BPK belum melakukan kajian secara menyeluruh terkait itu.

Di negara lain seperti Rusia, penganggaran untuk SAI dilakukan melalui mekanisme yang sama seperti di Indonesia. Bedanya, di sana tidak pernah ada perdebatan mengenai alokasi anggaran. “Kalau ada kebutuhan yang disampaikan BPK-nya, mereka pasti diberikan dan langsung dipenuhi,” ujarnya.

Ia menegaskan, independensi anggaran sebetulnya juga bertujuan memperbaiki tata kelola keuangan negara secara keseluruhan. Dan yang pasti, kata Agung, independensi anggaran tidak berarti mengesampingkan prinsip akuntabilitas.

“BPK ingin anggaran lebih independen, bukan berarti kami tidak diawasi. Akuntabilitasnya tetap ada karena mekanisme pengawasan tetap ada. Tapi pada intinya, kita ingin tugas kita yang begitu berat setiap tahun itu dijamin oleh anggaran yang memadai,” kata Agung.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono dalam kesempatan terpisah mengatakan, kemandirian anggaran sangat krusial. Sebab, kegiatan pemeriksaan memerlukan pendanaan.

Ia mengungkapkan, turunnya anggaran pemeriksaan BPK pada tahun ini pun berdampak pada kegiatan pemeriksaan. BPK terpaksa mengurangi jumlah pemeriksaan. “Kita harus mengatur dan memilih pemeriksaan mana yang akan dijalankan dan tidak. Padahal seharusnya BPK memiliki keleluasaan,” kata Agus.

Agus sangat berharap BPK bisa lebih independen dalam hal anggaran. Apalagi, BPK yang mandiri merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Agus, setidaknya ada dua cara yang bisa diterapkan untuk mewujudkan kemandirian anggaran BPK. Cara pertama, dengan memperbesar anggaran untuk BPK. Kedua, dengan meletakkan anggaran pemeriksaan di entitas yang akan diperiksa BPK.

“Kita berharap ada bentuk pemroporsian anggaran tertentu yang memang berdasarkan mandat BPK. Kalau anggaran diturunkan, maka proses pemeriksaan akan melemah. Padahal, hanya BPK yang mempunyai mandat pemeriksaan yang sangat kuat di republik ini yang bisa memaksa, bisa memidanakan pihak-pihak yang tidak mau diperiksa.”

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, wacana independensi BPK sejalan dengan arah peningkatan profesionalitas lembaga negara saat ini. Menurut Doli, rekrutmen pegawai dan penganggaran BPK semestinya dilakukan secara mandiri untuk mewujudkan fungsi kerja sama dan koordinasi yang seimbang.

“Kalau sekarang satu lembaga negara dengan lembaga negara lain, yang satu itu men-support kan justru seolah-olah menjadi subordinatnya. Padahal tidak perlu bergantung satu sama lain,” kata Doli kepada Warta Pemeriksa.

Doli mengatakan, BPK saat ini perlu mempersiapkan langkah-langkah untuk mewujudkan kemandirian tersebut, termasuk menyiapkan sistem atau pola kerjanya.

Doli juga menyarankan BPK untuk mencari benchmark dari lembaga negara lain yang saat ini sudah berhasil independen. “Bisa dilihat bagaimana mereka membangun sistem itu,” kata Doli.

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto juga mendukung independensi SDM dan anggaran BPK. Dito mengatakan, BPK merupakan lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Menurut Dito, independensi BPK sejalan dengan ketentuan perundang-undangan. “Ke depan, kami mendukung upaya-upaya independensi yang sedang disusun BPK,” kata Dito kepada Warta Pemeriksa, Kamis (13/2).

Dito menjelaskan, BPK wajib memeriksa pemerintah dan lembaga negara lainnya terkait pengelolaan keuangan negara. “Ini sangat diperlukan dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Dito.

Menurut Dito, kriteria bebas, mandiri, dan profesional berarti BPK merupakan lembaga yang berdiri terpisah dari pemerintah. Dia mengatakan, berdasarkan beleid tersebut, BPK tidak memiliki hubungan atasan atau bawahan dengan pemerintah.

09/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita TerpopulerSLIDER

BPK Pertajam Pemeriksaan

by klara.ransingin 09/10/2020
written by klara.ransingin

BPK akan meningkatkan fokus pada 2020 ke akun-akun berisiko tinggi baik di level kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki visi menjadi lembaga pemeriksa tepercaya yang berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat untuk mencapai tujuan negara. Sejalan dengan visi baru tersebut, BPK siap mempertajam pemeriksaannya.

“Kita akan back to standard. Kita akan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan secara tajam terhadap berbagai hal,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna.

Ihwal penajaman pemeriksaan telah disampaikan Agung dalam rapat koordinasi pelaksana pada Desember 2019 atau dua bulan setelah ia terpilih sebagai Ketua BPK. Agung mengatakan, BPK akan mening­atkan fokus perhatian pemeriksaan pada 2020 ke akun-akun berisiko tinggi baik di level kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Fokus tersebut yakni terhadap pinjaman daerah, belanja bantuan sosial dan hibah, belanja modal, dan manajemen kas.

Terkait dengan pinjaman daerah, selain prosedur-prosedur standar yang sudah umum dilakukan, pemeriksa perlu mencermati variasi praktik pinjaman daerah yang lain. “Jangan hanya berpedoman pada definisi formal pinjaman saja. Contoh variasi lain dari pinjaman daerah adalah pemerintah melakukan suatu pekerjaan yang belum dianggarkan pada tahun berjalan, kemudian diakui sebagai pinjaman pada tahun mendatang,” kata Agung.

Akun berikutnya yang perlu diperhatikan, kata Agung, adalah belanja hibah dan bantuan sosial (bansos). Hal itu terutama perlu dicermati dengan adanya Pemilu serentak di tahun anggaran 2019. Asersi laporan keuangan yang paling signifikan untuk akun belanja hibah dan bansos adalah asersi keterjadian bahwa transaksi benar telah terjadi dan berkaitan dengan entitas.

“Pemeriksa perlu memastikan bahwa pemberian hibah dan bansos tidak dilakukan secara terus menerus kepada pihak yang sama, dokumen pertanggungjawaban lengkap, dan memberikan nilai manfaat bagi Pemerintah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakat­an,” kata Agung.

Terkait belanja modal, Agung menyampaikan, uji petik tidak harus selalu diarahkan pada belanja modal bernilai besar. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk menutup peluang fraud pada proyek belanja modal bernilai rendah.

BPK juga akan meningkatkan fokus perhatian terhadap manajemen kas. Agung mengatakan, sama halnya dengan belanja modal, seluruh asersi laporan keuangan terkait akun kas, penting untuk dicermati pemeriksa.

Selain pengujian pengendalian dan pengujian substantif yang rutin dilaksanakan pemeriksa, ada satu prosedur khusus yang perlu diterapkan untuk pemeriksaan tahun 2020.

“Pelaksanaan cash opname secara mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada entitas. Hal ini dilakukan untuk benar-benar mencapai tujuan utama dari cash opname tersebut, yaitu untuk melihat kualitas manajemen kas yang diterapkan oleh entitas,” kata Agung.

Pada bidang nonpemeriksaan, BPK akan melanjutkan implementasi Supreme Audit Institution Performance Measurement Framework (SAI PMF) yang telah dimulai tahun lalu. Agung berharap, SAI PMF dapat dilembagakan sebagai perangkat penilaian kinerja kelembagaan BPK. Salah satu aspek yang ada dalam SAI PMF adalah komunikasi. Pimpinan BPK saat ini telah menetapkan slogan “Akuntabilitas untuk Semua” atau “Accountability for All”. Hal ini dimaksudkan agar publik semakin memahami arti penting akuntabilitas keuangan negara.

 

“Saya mengharapkan slogan ini dapat diwujudkan, melalui berbagai kegiatan,” kata Agung.

09/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pencemaran udara (Ilustrasi).
BeritaSLIDER

BPK Inisiasi LFAR

by Achmad Anshari 09/10/2020
written by Achmad Anshari

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menginisiasi Long Form Audit Report (LFAR) sebagai implementasi ISSAI 12 tentang Value and Benefit of SAI’s untuk memberikan nilai tambah pemeriksaan, terutama ke pemerintah daerah.

Anggota V BPK Bahrullah Akbar mengatakan peer review SAI Polandia menyebut alokasi audit kinerja di BPK masih kurang. Pemeriksa BPK lebih banyak diterjunkan untuk menggarap pemeriksaan laporan keuangan pada semester I dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pada semester II.

“Pemeriksaan laporan keuangan sudah menunjukkan perkembangan signifikan yang semakin baik ditandai dengan capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian berbagai pemda. Dengan demikian, kami perlu lagi memberikan nilai tambah,” ujar Bahrullah di Jakarta, …

Bahrullah mengatakan inisiasi LFAR di lingkungan AKN V terinspirasi dari permintaan pemeriksaan International Atomic Energy Agency (IAEA) ke BPK. Lembaga atom dunia tersebut meminta BPK tak hanya memeriksa laporan keuangan tapi juga melakukan pemeriksaan kinerja.

Sebagai proyek percontohan, AKN V telah memulai implementasi LFAR dalam pemeriksaan lima pemerintah provinsi yaitu Aceh, Lampung, Banten, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Topik pemeriksaan kinerja di 5 daerah tersebut berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi masing-masing entitas.

Di Banten, BPK melakukan pemeriksaan atas efektivitas penanggulangan bencana tahap prabencana 2019 yang hasilnya belum efektif. Di Lampung, BPK melakukan pemeriksaan atas efektivitas pemda mencapai target kemantapan jalan yang hasilnya juga kurang efektif.

Di Jawa Timur, BPK melakukan pemeriksaan atas efektivitas pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan yang hasilnya cukup efektif. Sementara di Aceh BPK melakukan pemeriksaan atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur yang hasilnya kurang efektif.

Adapun pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat di DKI Jakarta hasilnya masih perlu ditingkatkan. “LFAR akan terus diperluas ke daerah lain di Indonesia,” pungkas Bahrullah.

Pada kesempatan sama, Kepala Perwakilan BPK Provinsi DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo mengatakan semangat LFAR adalah agar BPK bisa memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada stakeholder. Manfaat itu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan yang tepat guna dan tepat sasaran.

Menurut Pemut, isu isu pencemaran udara di Jakarta sudah menjadi isu lama namun terindikasi masih dikerjakan secara sektoral. “Kami ingin mengetahui, apakah DKI Jakarta memiliki desain besar terkait pengendalian pencemaran udara. Ternyata itu kelemahan mendasarnya,” ujar Pemut.

Dia menyampaikan, salah satu rekomendasi BPK kepada Pemprov DKI Jakarta adalah membangun peta jalan pengendalian pencemaran udara dan membentuk leading sector. Seperti bermain orkestra, tidak mungkin musiknya bagus kalau satu bermain dangdut, yang satu jazz, dan yang lainnya rock. (rd)

09/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaFeaturedSLIDER

Presiden Apresiasi Kerja Cepat BPK

by super admin 08/10/2020
written by super admin

Presiden Joko Widodo memuji langkah cepat dan cermat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tengah pandemi Covid-19. Khususnya dalam upaya mengawal keuangan negara. Hal tersebut diutarakan Presiden saat menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Jumat, 14 Agustus 2020.

Presiden mengatakan, di tengah berbagai kesulitan teknis selama pandemi Covid-19, BPK secara cepat dan cermat telah memeriksa dan menyampaikan 1.180 laporan hasil pemeriksaan 2019. BPK, kata Presiden, juga memberikan 36.060 rekomendasi kepada pemerintah. “Selain itu, BPK memerintahkan penyetoran ke kas negara senilai Rp1,39 triliun,” kata Presiden.

Presiden menambahkan, tugas internal yang berat tersebut tak lantas mengganggu agenda BPK untuk melanjutkan perannya sebagai pemeriksa eksternal pada badan-badan internasional. “Juga keanggotaannya pada Independent Audit Advisory Committee di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Presiden.

Sebelum Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) digelar, BPK pada 20 Juli menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. LKPP juga diserahkan kepada MPR dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP 2019. Opini tersebut menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN Tahun 2019 dalam laporan keuangan, secara material telah disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan. Opini WTP diberikan kepada LKPP Tahun 2019 berdasarkan hasil pemeriksaan atas 87 LKKL dan 1 LKBUN.

Dari 88 entitas yang diperiksa, sebanyak 84 LKKL dan 1 LKBUN mendapatkan opini WTP. Jumlah entitas yang laporan keuangannya mendapatkan opini WTP meningkat dibandingkan dengan 2018 yang sebanyak 82 entitas. Sebanyak 2 LKKL mendapat opini WDP. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2018 yang sebanyak 4 LKKL. Sedangkan satu LKKL yang meraih opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) pada 2018, kembali meraih opini tersebut pada 2019.

Presiden dalam pidato kenegaraan juga menyatakan bersyukur dan berterima kasih atas dukungan dan kerja cepat dari pimpinan dan anggota lembaga-lembaga negara yang melakukan langkah-langkah //extraordinary// dalam mendukung penanganan krisis dan membajak momentum krisis untuk menjalankan strategi-strategi besar bangsa. Presiden mengatakan, MPR dengan cepat membuat payung program baru “MPR Peduli Covid-19” serta terus melakukan sosialisasi dan aktualisasi Pancasila serta pengkajian sistem ketatanegaraan dan konstitusi.

Kemudian, DPR dengan sangat responsif membahas, menyetujui, dan mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang untuk memberikan payung hukum dalam mengatasi krisis kesehatan dan perekonomian, yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang untuk melandasi penundaan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah.

Agenda-agenda legislasi yang lain juga tetap berjalan efektif, antara lain Pembahasan RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta RUU Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Presiden menambahkan, respons cepat juga dilakukan oleh DPD terhadap permasalahan mendesak yang dihadapi oleh daerah, mulai dari pemberdayaan ekonomi rakyat melalui BUMDes, peningkatan daya saing daerah, dan dukungan penerapan protokol kesehatan dengan menyiapkan 9 RUU usul inisiatif DPD dan beberapa agenda lain sesuai bidang tugas DPD.

08/10/2020
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang Andal dan Berbasis Data
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal Kebijakan Ekonomi Biru
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu Strategis Pengawasan Sektor Publik
  • Soroti Penurunan IPAK, BPK Periksa Strategi Pencegahan Korupsi di KPK
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang...

    14/08/2025
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas

    13/08/2025
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal...

    12/08/2025
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu...

    11/08/2025
  • Soroti Penurunan IPAK, BPK Periksa Strategi Pencegahan Korupsi...

    08/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id