WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Wednesday, 27 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

Pengecekan Fisik Masjid di Fakfak
BeritaBerita Foto

Pengecekan Fisik Masjid di Fakfak

by Admin 1 21/01/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK Perwakilan Papua Barat melakukan pengecekan fisik di Kabupaten Fakfak, Papua Barat untuk Tahun Anggaran 2017.  Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap sebuah masjid yang berada di pelosok daerah.

21/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Perkuat Profesionalisme SDM, BPK Kembangkan Corporate University

by Admin 1 21/01/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Untuk meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mengembangkan corporate university. Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, corporate university BPK akan menggabungkan sebuah sistem yang memungkinkan pegawai BPK melakukan proses pembelajaran tanpa dibatasi ruang dan waktu.

“Tahun ini sudah mulai persiapannya dan timnya akan kita bentuk. Saya berharap di pertengahan tahun ini kita sudah punya kerangkanya akan seperti apa,” ungkap Agung kepada Warta Pemeriksa di Jakarta, Rabu (13/1).

Agung mengatakan, Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara akan menjadi leading sector program tersebut. Tentunya Badiklat PKN akan didukung oleh seluruh Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) dan penunjang pendukung lainnya.

Saat ini tengah disiapkan modul pembelajaran dan evaluasi untuk mendukung program tersebut. Menurut Agung, perlu dilakukan identifikasi kebutuhan pegawai untuk melaksanakan tugasnya dalam konteks pencapaian tujuan organisasi.

Agung menekankan, upaya peningkatan kapasitas SDM tersebut tidak hanya terkait dengan kemampuan audit. Menurutnya, kemampuan non-audit seperti kemahiran berbahasa asing juga menjadi hal yang penting. “Karena BPK ke depan adalah BPK yang memiliki kiprah internasional,” ujarnya.

Dengan berhasil terlibat dalam penyusunan standar audit internasional maupun menjadi auditor eksternal dari lembaga seperti International Atomic Energy Agency (IAEA) dan International Maritime Organization (IMO), kiprah internasional BPK semakin kuat. Sehingga, ujar Agung, kemampuan komunikasi dalam audit tersebut menjadi semakin penting.

Agung mengatakan, seiring adanya transformasi digital, pembelajaran bisa dilaksanakan meski pemeriksa berada di berbagai daerah di Indonesia. Kendati demikian, terdapat bagian-bagian tertentu yang masih membutuhkan pendidikan secara tatap muka langsung, seperti pendidikan leadership.

Menurut Agung, dalam membentuk insan solidarity maker ataupun orang yang mampu memberikan inisiatif perlu ada kelas yang memiliki interaksi sosial. Agung mengakui, hal itu masih sulit dilaksanakan terutama dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Namun, kata Agung, upaya pengembangan kompetensi tersebut tetap diperlukan guna membentuk pola kerja sama maupun team building. “Ini akan melengkapi dan meningkatkan kualitas dari proses bisnis yang ada terkait dengan education and training di BPK,” ujar Agung.

21/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan BPK di daerah
BeritaBerita Foto

Cek Fisik Jalan Setapak Dana Desa Hanga Hanga

by Admin 1 20/01/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK Perwakilan Sulteng untuk pertama kalinya melakukan pemeriksaan dana desa. Satu di antara daerah yang dikunjungi adalah Kabupaten Banggai. Pemeriksaan fisik dilakukan pada salah satu infrastruktur pendukung di Desa Hanga Hanga yang dibiayai Dana Desa Tagub Anggaran 2017. Tampak dalam foto tim pemeriksa melakukan pengukuran fisik pekerjaan didampingi perangkat desa.

20/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Harus Makin Tangguh dan Kreatif

by Admin 1 20/01/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan, BPK kini menghadapi tantangan berupa dunia yang semakin dipenuhi ketidakpastian. Oleh karena itu, BPK harus mampu merespons situasi yang sangat dinamis tersebut dengan menjadi organisasi yang semakin tangguh tapi sekaligus kreatif dalam menjawab tantangan.

“Kita butuh BPK yang tangguh sekaligus tetap kreatif dan pada saat yang sama luwes dan lincah menghadapi situasi,” ujar Agung kepada Warta Pemeriksa di Jakarta, Rabu (13/1).

Agung mengatakan, hal itu menjadi pokok utama bahasan dalam Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK 2020 yang digelar pada 7-8 Desember 2020 lalu. Raker tersebut mengusung tema “Mencapai BPK yang Tangguh dan Terpercaya dalam Menghadapi Tantangan Baru”.

Menurut Agung, saat ini seluruh masyarakat dunia tengah menghadapi era yang penuh dengan volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA). Oleh karena itu, BPK perlu memiliki kemampuan untuk merespons hal tersebut. Salah satu hal yang menjadi pegangan penting BPK adalah INTOSAI P12 yang memuat mengenai “The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions”.

“Bahwasanya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia tidak sekadar kerjanya melakukan fungsi oversight, yaitu melakukan audit. Akan tetapi juga harus memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan,” ujar Agung.

Menurut Agung, dengan adanya tantangan tersebut, BPK harus mampu menyiapkan organisasi baik secara kelembagaan maupun personal. BPK harus tangguh sekaligus memiliki kemampuan beradaptasi sekaligus berakselerasi.

Salah satu langkah konkret yang telah diterapkan BPK, kata Agung, yakni respons terhadap pandemi Covid-19. BPK segera menanggapi situasi tersebut dengan membuat panduan pemeriksaan dalam kondisi pandemi.

Hal kemudian memuat langkah-langkah pengujian alternatif sehingga BPK tetap bisa melaksanakan tugas wajibnya dengan kualitas yang baik.

Sementara itu untuk mewujudkan BPK yang terpercaya, Agung mengatakan, BPK akan terus mengusung nilai-nilai dasarnya, yakni integritas, independensi, dan profesionalisme. Dengan tiga nilai dasar tersebut, diharapkan BPK dapat memiliki kapasitas dan kredibilitas yang baik dalam rangka mendukung dan mewujudkan tata kelola keuangan negara yang transparan serta akuntabel dalam upaya mencapai tujuan negara.

20/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

Mencari Formulasi Defisit Anggaran

by Admin 1 18/01/2021
written by Admin 1

Oleh: Agus Joko Pramono, Wakil Ketua BPK

Kita selama ini kerap dihadapkan pada perdebatan mengenai jumlah defisit anggaran yang layak dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Perdebatan ini terjadi karena jumlah defisit erat kaitannya dengan pembiayaan yang harus diambil pemerintah.

Dalam konteks membangun negara, defisit merupakan hal wajar. Hampir semua negara meng­alaminya. Defisit terjadi apabila pendapatan negara lebih kecil dari belanja yang akan dieksekusi. Suatu negara menetapkan defisit karena ada manfaat lebih besar yang bisa diperoleh dari ang­garan belanja, misalnya untuk menunjang pembangunan, sementara pendapatan negara tidak mencukupi kebutuhan.

Perhitungan defisit dibuat untuk menjaga kestabilan ekonomi makro. Juga untuk menghasilkan kinerja fiskal yang sehat dan berkesinambungan. Bukan hanya sehat pada satu atau dua masa, tapi sehat secara berkesinambungan karena ada kaitannya dengan kemampuan membayar. Untuk itulah pemerintah melakukan pengendalian jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD, serta jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Berapa angka defisit yang tepat?

Defisit biasanya dibiayai dari utang. Karena ada utang yang ditarik, maka terbentuklah akumulasi jumlah utang. Oleh karena itu, selain defisit tahunan, akumulasi utang juga dikendalikan. Dengan begitu, ada dua hal yang dikendalikan: jumlah defisit anggaran dan jumlah total utang untuk menutup defisit.

Lalu, berapa angka defisit yang tepat? Sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN dibatasi maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sedang­kan jumlah pinjaman pemerintah pusat dibatasi maksimal 60 persen dari PDB.

Untuk pemerintah daerah, defisit APBD dibatasi maksimal 3 persen dari produk regional bruto (PRB) daerah yang bersang­kutan. Adapun jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 persen dari PRB daerah yang bersangkutan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Pendapatan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam pasal 4 beleid tersebut ditetapkan bahwa jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun bersangkutan.

Melalui PP ini, batasan defisit pemerintah pusat dan daerah ditetapkan digabung menjadi 3 persen terhadap PDB. Tujuannya agar defisit anggaran tidak membawa dampak negatif terhadap kestabilan ekonomi makro dalam jangka pendek dan jangka menengah. Selain itu, agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pe­ngelolaan fiskal.

Dengan ketetapan itu, setiap daerah harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) jika ingin membentuk defisit anggaran. Izin itu diajukan untuk meminta persetujuan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD. Setelah itu, Kemendagri berkoordinasi de­ngan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Jumlah kumulatif pinjaman juga diatur dalam pasal 4 PP 23 Tahun 2003. Sama seperti halnya defisit, jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan pemerintah daerah digabung dan dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB. Sehingga, kita sekarang dihadapkan pada satu ukuran standar, ya­itu 3 persen untuk defisit dan 60 persen untuk total utang. Ini pengertian menurut undang-undang kita.

Dalam standar akuntansi internasional, defisit salah satunya diatur dalam International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) 3 tentang “Net Surplus or Deficit for Period, Fundamental Errors, and Changes in Accounting Policies” (Surplus atau Defisit Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi).  Ada dua hal yang dibahas terkait dengan positioning defisit.

Intinya mirip dengan praktik di Indonesia. Perbedaannya, IPSAS mengatakan defisit mau dilihat dari mana, apakah mau dilihat dari cash flow atau dilihat dari laporan operasional (income statement). Jika dilihat dari cash flow, maka defisit betul-betul dilihat dari jumlah kekurangan uang.

Sementara jika dilihat dari income statement yang berbasis akrual, bukan berbasis kas, bisa jadi antara jumlah beban yang dibayarkan dengan uang yang dikeluarkan berbeda. Di dalam konteks ini, IPSAS tidak mendefinisikan secara spesifik. Kita sendiri yang memitigasi. Bahwa, defisit untuk periode tertentu adalah kaitan dengan menjaga akuntabilitas dan positioning dari laporan keuangan.

Meningkatkan value

Perhitungan defisit tentu memiliki tujuan. Bagi Pemerintah Indonesia, ini menjadi suatu burden atau batasan. Pemerintah tidak boleh melewati batasan tersebut. Jika PDB Indonesia sebesar Rp14 ribu triliun, maka batasan defisit 3 persen seperti yang diatur dalam UU adalah sekitar Rp420 triliun. Maka, selisih antara pendapatan dan belanja tidak boleh lebih dari Rp420 triliun.

Perhitungan defisit juga memiliki manfaat dalam bidang perencanaan. Contoh sederhananya, jika kita ingin membangun namun tidak punya uang, kita bisa merencanakan mencari sumber pendanaan untuk menutupi kekurangan uang.

Apakah dengan menjual barang, melakukan pinjaman, kerja sama dengan pihak ketiga, atau yang lainnya. Tapi, yang paling populer tentu adalah melakukan pinjam­an. Jadi, manfaat defisit dalam perencanaan adalah meningkatkan value yang lebih besar daripada resources yang dimiliki. Caranya dengan menyerap sumber pendanaan lain selain yang kita miliki.

Sebenarnya, bagaimana formulasi perhitungan defisit APBN saat ini? APBN menyatakan bahwa pendapatan dikurangi belanja adalah defisit. Metode pencatatan transaksi akuntansi yang digunakan adalah cash basis atau berbasis kas. Artinya, uang yang masuk akan diakui sebagai pendapatan apabila dana benar-benar sudah masuk ke kas negara. Begitu pula dalam hal belanja. Pengeluaran akan diakui sebagai belanja apabila uang sudah keluar.

Dengan metode cash basis, maka jika ada pembelanjaan terhadap suatu barang dan barang itu sudah dipakai namun belum digunakan, secara definisi itu belum dikategorikan sebagai belanja. Walaupun nilai dari pembelanjaan barang itu sudah digunakan dan dimanfaatkan, pemerintah tidak menganggap itu sebagai belanja karena belum dibayar. Dengan demikian, belanja menjadi unsur yang diskresif, terserah pemerintah. Dampaknya, kontrol terhadap defisit menjadi kurang bermanfaat.

Jika defisit sudah atau akan melewati batasan, pemerintah bisa memutuskan untuk tidak melakukan pembayaran terhadap belanja yang sudah dilakukan. Pembayarannya ditahan terlebih dahulu. Semakin banyak yang ditahan, semakin kecil nilai defisitnya. Ini yang sebenarnya legalize, tapi tidak tepat kemanfaatannya.

Dalam hal pendapatan pun demikian. Seperti diketahui, pemerintah setiap tahun mengembalikan kelebihan pembayaran pajak yang dibayarkan wajib pajak atau restitusi. Kalau kelebihan pajak dikembalikan, maka pendapatan pemerintah akan turun. Oleh karena itu, ada kalanya restitusi ditahan terlebih dahulu dan dibayarkan tahun berikutnya.

Hal itu pula yang membuat restitusi yang belum dibayar dari tahun ke tahun meng­alami peningkatan. Belanja yang belum dibayar dari tahun ke tahun pun naik. Jadi, angka perhitungan nilai defisit menjadi tidak terlalu valid karena ada intervensi.

Kendati demikian, seberapa besar tidak validnya perhitungan nilai defisit belum bisa kita simpulkan, karena kita belum menguantisasi secara formal. Saya pun tidak mau memunculkan perhitungan yang berbeda. Tetapi kalau analisis semata, bukan nilai formal, bisa ditinjau dari jumlah utang yang tidak dibayar. Kita bisa melihat dana bagi hasil (DBH) yang belum dibayar. Itu seharusnya menambah jumlah defisit. Kemudian juga jumlah subsidi yang tidak dibayar.

Agar perhitungan defisit tidak diintervensi, caranya sederhana. Yaitu dengan mengembalikan unsur-unsur yang sudah dimanfaatkan. Unsur yang sudah dipakai tapi belum dibayar, dimasukkan lagi ke dalam unsur defisit. Hal ini yang sebenarnya juga menjadi permintaan BPK. Memasukkan unsur yang belum dibayar menjadi usulan BPK agar perhitungan defisit benar-benar riil.

Saat ini pun ada belanja yang sebenarnya bukan belanja pemerintah pusat, yaitu transfer ke daerah. Pemerintah sebenarnya hanya menggeser bagian dari pendapatannya menjadi pendapatan pemerintah daerah. Dalam teori yang sebenarnya, yang disebut dengan belanja adalah apabila kita mendapatkan manfaat dari resources yang dikorbankan, bukan orang lain yang justru mendapat­kan manfaatnya. Biasanya, positioning dalam hal ini agak berbeda. Namun, untuk menyeragamkan, pemerintah tidak membuat tinjauan khusus terha­dap transfer. Idealnya, perhitungan defisit adalah pendapatan dikurangi jumlah transfer dan belanja dikurangi jumlah transfer.

Kesinambungan fiskal

Perhitungan defisit sejatinya bisa bermanfaat pula dalam pengambilan kebijakan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Untuk memaksimalkan tujuan ini, pemerintah perlu juga meningkatkan mitigasi terhadap defisit daerah. Selama ini, mitigasi itu belum optimal. Penyebabnya, sistem informasi pemerintah daerah berada di bawah Kemendagri. Sementara, yang menjadi bendahara negara adalah Kementerian Keuangan. Belum ada sistem informasi yang secara langsung mewajibkan daerah meminta izin terkait jumlah utang kepada Kemenkeu.

Lalu, apa kaitannya defisit dengan kebutuh­an utang dalam periode yang sama? Logika sederhananya, jumlah defisit akan sama dengan jumlah penambahan utang. Tetapi ternyata tidak demikian. Penambahan utang bisa lebih besar daripada jumlah defisitnya. Sebab, ada utang jatuh tempo yang harus dibayar.

Jadi, kalau batasan defisit sebesar Rp420 triliun, maka utang yang ditarik bisa lebih dari Rp420 triliun karena kita butuh cash untuk membayar utang jatuh tempo. Oleh karena itu, risiko dari jumlah pinjaman juga sangat penting untuk dimitigasi. Sebab, jika seandainya semakin lama jarak antara pendapatan dan belanja semakin besar, maka secara normatif kemampuan kita untuk membayar secara jangka panjang akan berkurang.

Untuk itulah Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia membuat batasan debt service coverage ratio. IMF menetapkan jumlah maksimal pembayaran utang jatuh tempo dan bunga sekitar 36 persen dari pendapatan suatu negara. Sedangkan pembayaran bunganya saja maksimal 10 persen dari pendapatan. Dan, Indonesia sudah melewati batasan itu.

Banyak yang bertanya, mengapa rasio defisit dan jumlah utang dikaitkan dengan PDB? Seperti kita ketahui, PDB secara sederhana adalah nilai dari barang yang diproduksi di suatu negara. Semakin besar PDB, maka semakin besar pajak yang diperoleh. Jika PDB tumbuh, pendapatan negara pun akan naik karena ada unsur penerimaan perpajakan. Atas alasan itulah jumlah utang dikaitkan dengan PDB. Semakin besar PDB, maka semakin besar kemampuan membayar.

Permasalahannya, rasio perpajakan di Indonesia semakin turun. Itu artinya, relasi antara PDB dan kemampuan membayar semakin rendah. Dengan demikian, meningkatnya nilai PDB belum tentu dapat meningkatkan pendapatan negara. Inilah yang terjadi di Indonesia.

Fiscal sustainability report

Merujuk pada data yang disampaikan Kementerian Keuangan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021, rasio perpajakan Indonesia pada 2015 sebesar 10,76 persen terhadap PDB. Pada 2016 turun menjadi 10,36 persen dan turun lagi menjadi 9,89 persen pada 2017. Rasio perpajakan sempat naik menjadi 10,24 persen pada 2018. Namun, pada 2019, kembali turun menjadi 9,76 persen.

Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat fiscal sustainability report dalam jangka panjang dengan membuat proyeksi-proyeksi tertentu, lalu memasukkan unsur defisit dan utang. Dengan lapor­an tersebut, kita akan mengetahui bagaimana kemampuan kita membayar dan menyerap utang. Sehingga, ukurannya tidak hanya mengaitkan dengan PDB.

Hal ini yang belum terlihat secara detail dalam pola perhitungan pemerintah. Dalam laporan itu bisa dibuat bagaimana kondisi APBN selama 30 tahun ke depan. Saat ini, kita lebih merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang hanya lima tahunan.

Yang perlu saya tekankan, pandangan terkait defisit ini tidak ada kaitannya dengan kondisi yang kita hadapi sekarang, yaitu ketika pandemi Covid-19. Saya bicara ini dalam konteks normal. Di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum terlihat ujungnya, kita memang sedang membutuhkan uang. Semua perusahaan terdampak. Hampir semua negara pun defisitnya meningkat. Biarkan pemerintah bekerja untuk memperbaiki perekonomian. BPK sebagai lembaga pemeriksa negara, akan mengawal akuntabilitas dan transparansi setiap kebijakan yang dibuat pemerintah.

18/01/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • BPK Tegaskan Pemeriksaan untuk Akuntabilitas dan Manfaat Nyata
  • Museum BPK, Ruang Belajar Publik yang Hidup dan Inklusif
  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas 2045
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil Ketua BPK Dorong Penerapan Tata Kelola Kolaboratif
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita Indonesia Emas 2045
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • BPK Tegaskan Pemeriksaan untuk Akuntabilitas dan Manfaat Nyata

    27/08/2025
  • Museum BPK, Ruang Belajar Publik yang Hidup dan...

    26/08/2025
  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas...

    21/08/2025
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil...

    20/08/2025
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita...

    19/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id