WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 23 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

Anggota II/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pelaksanaan APBN 2021 Masih akan Penuh Tantangan

by Admin 1 02/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Anggota II/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang mengatakan, pengelolaan fiskal pemerintah masih akan menjadi tantangan besar sepanjang 2021. Dalam postur APBN 2021, defisit APBN diperkirakan akan mencapai 5,7 persen dari PDB.

“Meskipun besaran defisit tersebut lebih kecil dibandingkan proyeksi APBN 2020 yang sebesar 6,34 persen, hal itu menunjukkan bahwa 2021 masih akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam mengelola kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian global yang masih mungkin terjadi di tahun 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19,” ujar Pius dalam arahannya pada Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK 2020, Senin (7/12). 

Pada 2021, pemerintah juga kembali menganggarkan biaya Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp356,5 triliun. Angka itu terdiri atas anggaran di sektor kesehatan senilai Rp25,4 triliun, perlindungan sosial senilai Rp110,2 triliun, sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) senilai Rp136,7 triliun, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) senilai Rp48,8 triliun, korporasi senilai Rp14,9 triliun, dan insentif usaha senilai Rp20,4 triliun.

“APBN Tahun 2021 yang telah diputuskan bersama antara presiden dan DPR perlu kita kawal terus pelaksanaannya melalui pemeriksaan yang berkualitas dengan memperhatikan isu strategis yang menjadi perhatian masyarakat atau pemangku kepentingan,” kata Pius.

Oleh karena itu, Pius berharap agar Raker Pelaksana BPK 2020 dapat menghasilkan rancangan arah dan strategi pemeriksaan yang jelas dan konkrit ke depannya, khususnya pemeriksaan yang akan dilaksanakan pada 2021.

Dalam Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) II 2021, akan dilaksanakan 21 pemeriksaan laporan keuangan. Hal itu antara lain pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) di bawah naungan AKN II, dan laporan keuangan badan lainnya seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Selain pemeriksaan laporan keuangan, AKN II juga akan melaksanakan tujuh pemeriksaan kinerja dan 10 pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).

Untuk menjalankan tugas pemeriksaan LKPP 2020, Pius mengarahkan agar dilakukan penilaian risiko lebih mendalam, khususnya terkait dengan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Selain itu, Pius juga meminta integrasi hasil pemeriksaan Covid-19 dalam proses penilaian risiko serta melakukan analisis dampak perubahan peraturan perundang-undangan selama 2020.

Pius juga mengarahkan para pemeriksa untuk meningkatkan koordinasi agar pelaksanaan pemeriksaan LKPP dapat sesuai jadwal. “Komunikasi yang efektif dengan pihak entitas selama proses pemeriksaan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai dasar BPK,” ujar Pius.

Terkait dengan pemeriksaan di masa pandemi, Pius berpesan kepada pemeriksa untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan serta memastikan efektivitas prosedur alternatif.

Selain itu, pemeriksa juga diminta mendokumentasikan seluruh bukti-bukti pemeriksaan, termasuk yang diperoleh melalui pemanfaatan teknologi informasi (TI) dan media komunikasi digital.

02/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ingin Semakin Mendunia

by Admin 1 01/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertekad untuk terus meningkatkan kiprah dan perannya di dunia internasional. Selain dengan menjadi pemeriksa eksternal lembaga internasional, BPK juga ingin terus berkontribusi dalam agenda yang disepakati negara-negara di dunia.

Terkait capaian di lingkup internasional, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, BPK telah mendapatkan kepercayaan sebagai pemeriksa eksternal International Atomic Energy Agency (IAEA) pada periode 2016-2021. BPK juga dipercaya menjadi pemeriksa eksternal Internal Anti Corruption Academy (IACA) pada periode 2015-2016 serta 2018-2020.

Kepercayaan tersebut berlanjut dengan terpilihnya BPK sebagai pemeriksa eksternal pada International Maritime Organization (IMO) untuk periode 2020-2023. “BPK juga sangat aktif dalam INTOSAI (Organisasi Lembaga Pemeriksa Sedunia), khususnya INTOSAI Development Initiative (IDI) dimana BPK mendapat kepercayaan untuk menjadi salah satu penggeraknya dan pemrakarasa kegiatan pemeriksaan,” kata Ketua BPK dalam upacara HUT BPK ke-74, Selasa (19/1).

Ketua BPK menambahkan, BPK bahkan telah memiliki peran signifikan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya di Komite Audit PBB atau Independent Audit Advisory Committee (IAAC). Salah satu pimpinan IAAC berasal dari BPK.

Pimpinan IAAC dari BPK yang dimaksud adalah Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono. Agus terpilih sebagai Wakil Ketua IAAC dalam pertemuan IAAC pada 8-11 Desember 2020 yang digelar secara virtual. “Ke depan BPK akan terus meningkatkan peran internasionalnya, termasuk rencana menjadi pemeriksa eksternal PBB (UN BOA),” kata Ketua BPK.

Menurut Ketua BPK, kiprah dan peran BPK di dunia internasional semakin membuktikan kualitas dan kapasitas pemeriksa BPK yang sangat tinggi. “Terkait agenda internasional, BPK juga aktif terlibat dengan berbagai peran penting dalam berbagai kegiatan lembaga internasional, termasuk implementasi Sustainable Development Goals (SDGs),” katanya.

01/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK-Otsus Papua
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Masukan BPK untuk Meningkatkan SDM di Papua

by Admin 1 26/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – BPK menyampaikan Pendapat kepada pemerintah terkait Pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada Provinsi Papua dan Papua Barat. Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Harry Azhar Azis mengatakan, pada tahun ini Otsus di Papua dan Papua Barat akan berakhir.

Terkait dengan itu, kata dia, salah satu isi Pendapat BPK yakni mengusulkan agar pemerintah melanjutkan pelaksanaan Otsus Papua dan Papua Barat.

“Karena kalau dilihat dari indikator kesejahteraan, seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), rasio gini, angka pengangguran, dan angka kemiskinan di Papua itu masih tinggi dibandingkan rata-rata Indonesia,” ungkap Harry kepada Warta Pemeriksa, Kamis (11/2).

Meski dilanjutkan, menurut Harry, perlu dilakukan perbaikan pelaksanaan program otsus untuk memberikan dampak yang lebih baik ke masyarakat Papua dan Papua Barat. Harry menyampaikan, beberapa persoalan di Papua harus menjadi sorotan utama dalam program otsus, seperti pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Dia menyampaikan, biaya transportasi di Papua sangat tinggi karena keterbatasan infrastruktur. “Kita menganggap infrastruktur sebagai suatu sektor yang strategis untuk ditingkatkan dengan dana otsus,” ujarnya.

Selain itu, BPK juga berpendapat agar pemerintah membangun Balai Latihan Kerja (BLK) untuk mencetak tenaga kerja terampil. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bidang infrastruktur fisik, khususnya prasarana transportasi jalan dan jembatan. Selanjutnya secara bertahap dapat dikembangkan pada bidang lainnya, antara lain pendidikan dan kesehatan.

Harry mengatakan, hal ini juga menjadi kebijakan di sektor pendidikan Indonesia yang menekankan pendidikan vokasi. Dia meyakini, peningkatan modal manusia akan lebih penting dibandingkan hanya mengucurkan modal uang.

“Keterampilan dan pendidikan yang memadai akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Rata-rata tingkat kesejahteraan itu meningkat seiring dengan keterampilan penduduknya,” ujar Harry.

26/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Harry Azhar Azis
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPJS Kesehatan Raih Surplus Arus Kas, Ini Tanggapan BPK

by Admin 1 25/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Anggota VI/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Harry Azhar Azis mengatakan, BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini antara lain melalui fasilitas kesehatan dan memperbaiki pengelolaan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

Surplus arus kas yang berhasil ditorehkan pada 2020 diharapkan dapat menjadi modal penting untuk memperbaiki kinerja ke depan. “Pemerintah telah menyusun Peta Jalan JKN 2012-2019 dengan menetapkan delapan sasaran yang akan dicapai pada 2019. Namun, sasaran tersebut belum sepenuhnya tercapai,” ujar Harry kepada Warta Pemeriksa, Kamis (11/2).

Harry mengatakan, BPK telah mengawal peta jalan JKN dengan melakukan pemeriksaan selama periode 2015-2019. Akan tetapi, permasalahan yang ditemukan terkait penyelenggaraan program JKN belum terselesaikan hingga saat ini.

Untuk itu, BPK memberikan Pendapat terkait pengelolaan penyelenggaraan program JKN sebagai alternatif solusi bagi pemerintah dalam memperbaiki pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pendapat BPK memuat hasil kajian atas aspek kepesertaan, pelayanan, dan pendanaan yang memengaruhi belum optimalnya pengelolaan penyelenggaraan program JKN.

Selama periode 2015-2019, BPK menemukan sejumlah permasalahan terkait penyelenggaraan program JKN. Akan tetapi, permasalahan itu belum terselesaikan hingga saat ini dan di antaranya bahkan terdapat temuan berulang.

Harry mengatakan, keberhasilan program JKN tidak hanya berada di tangan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Akan tetapi membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, seperti kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, dan institusi swasta.

“Pemerintah telah berproses dalam rangka menuntaskan rekomendasi-rekomendasi BPK. Namun mengingat permasalahn yang diungkapkan BPK memerlukan koordinasi lintas sektoral, maka hal ini memerlukan peran lebih dari stakeholders,” ungkap Harry.

Harry mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan sudah memiliki modal penting dengan pencapaian surplus arus kas pada 2020 senilai Rp18,7 triliun. Karenanya, kepengurusan BPJS Kesehatan selanjutnya harus bisa memetakan titik-titik lemah agar dapat diperbaiki.

Harry mengungkapkan, salah satu tugas penting negara adalah memastikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. “Tidak boleh ada penduduk Indonesia satu pun yang sakit kemudian karena ketiadaan uang dibiarkan mati,” tegas Harry.

25/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Seluruh Perwakilan BPK Terapkan Pemeriksaan dengan Format LFAR

by Admin 1 24/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melaksanakan pemeriksaan dengan pendekatan “Long Form Audit Report” (LFAR) di seluruh perwakilan daerah pada semester I 2021. Hal ini melanjutkan proyek percontohan pada pemeriksaan semester I tahun lalu yang dilaksanakan pada lima provinsi.

Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bahrullah Akbar menyampaikan, penyampaian hasil pemeriksaan dengan LFAR adalah upaya meningkatkan nilai tambah pemeriksaan BPK.

“Pemikiran ini tidak ujug-ujug muncul, tapi memang ada best practices-nya,” ujar Bahrullah kepada Warta Pemeriksa, Kamis (11/2).

Dalam format LFAR, pemeriksaan laporan keuangan entitas akan dilengkapi dengan pemeriksaan kinerja. Pada tahun lalu, BPK telah menggunakan skema itu pada pemeriksaan di Aceh, Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

Bahrullah menyampaikan, BPK saat ini tengah berupaya meningkatkan jumlah pemeriksaan kinerja. Berdasarkan salah satu hasil peer review dari NIK Polandia, BPK dinilai masih kurang dalam melaksanakan pemeriksaan kinerja. Selain itu, perolehan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2019 telah mencapai 90 persen. “Apabila semua sudah mendapatkan WTP maka mau apalagi kita selanjutnya?” ungkap Bahrullah.

Bahrullah menyampaikan, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), terdapat tiga buku, yakni mengenai opini, sistem pengendalian intern (SPI), dan kepatuhan. Buku mengenai SPI dan kepatuhan disebutnya bisa dijadikan satu. Sementara, dalam buku ketiga dapat dilaporkan certain area of the performance atau kinerja.

Menurut dia, skema LFAR akan diterapkan di seluruh Perwakilan BPK untuk tingkat provinsi. Meski belum menyeluruh hingga ke level pemerintahan kabupaten/kota, Bahrullah menilai, upaya ini sudah menunjukkan arah perkembangan yang positif. “Saya kira dengan ini kita sudah on the right track,” ungkapnya.

Auditor Utama Pemeriksaan Keuangan Negara (Tortama) V BPK Akhsanul Khaq menjelaskan, pada tahun lalu pemeriksaan dengan pendekatan LFAR dilaksanakan dengan tema terkait pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Aceh, Lampung, dan Jawa Timur. Kemudian, pemeriksaan kinerja dengan tema terkait penanganan bencana dilaksanakan di Banten. “Kemudian di DKI Jakarta yang memang menjadi perhatian publik adalah pengendalian pencemaran udara,” ungkap Akhsanul.

Pada tahun ini, seluruh perwakilan, baik di wilayah barat maupun timur, akan melakukan pemeriksaan dengan pendekatan LFAR. Tema-tema pemeriksaan yang dipilih nantinya diharapkan berkaitan dengan perhatian publik. Selain itu, tema pemeriksaan juga perlu dikaitkan dengan target pembangunan jangka menengah daerah tersebut.

Akun-akun signifikan dalam laporan keuangan seperti aset juga bisa menjadi sorotan. “Terkait pelayanan publik dan program utama masing-masing Pemda yang sifatnya khas juga bisa menjadi pertimbangan,” ujarnya.

24/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Karyawan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Rajawali Nusindo (PT RN) sedang menurunkan barang (foto: www.rni.co.id).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Ungkap Sederet Masalah di PT RNI Holding

by Admin 1 23/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Holding kurang efektif dalam melakukan fungsi pengendalian pengelolaan keuangan dan aset. Hal itu merupakan hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas PT RNI Holding dalam melaksanakan fungsi pengendalian pengelolaan keuangan dan aset pada 2017, 2018, dan 2019 (semester I).

Pemeriksaan itu dilaksanakan pada PT RNI (Persero) dan instansi terkait di DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Hasil pemeriksaan atas efektivitas pelaksanaan fungsi pengendalian keuangan dan aset pada PT RNI Holding mengungkapkan 21 temuan yang memuat 20 permasalahan ketidakefektifan dan satu permasalahan kerugian yang terjadi di perusahaan sebesar Rp16,8 miliar.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2020, BPK menyampaikan bahwa Divisi Pengendalian Usaha Non Agro PT RNI Holding belum melakukan monitoring dan evaluasi piutang dan persediaan pada anak perusahaan secara optimal. Hal itu antara lain karena PT Rajawali Nusindo (PT RN) telah melakukan putus kontrak dengan beberapa pihak ketiga sejak 2017.

Namun, masih terdapat saldo piutang kepada pihak ketiga bersangkutan tersebut per 30 Juni 2019 sebesar Rp30,91 miliar dan persediaan terkait pada 24 Cabang PT RN per 30 Juni 2019 sebesar Rp30,27 miliar.

Kemudian, persediaan milik pihak ketiga pada PT Gabungan Import Eksport Bali (PT GIEB)—salah satu anak perusahaan PT RNI Holding—per 30 Juni 2019 sebesar Rp13,08 miliar belum terjual. Hal tersebut mengakibatkan piutang PT RN kepada pihak ketiga atas proses buy back barang-barang fast moving berpotensi tidak tertagih sebesar Rp30,91 miliar. Kemudian piutang PT GIEB kepada pihak ketiga atas pengambilan kembali stok fast moving berpotensi tidak tertagih sebesar Rp100 juta, dan persediaan pada PT RN dan PT GIEB per 30 November 2019 sebesar Rp43,36 miliar berpotensi rusak dan menambah beban penjualan anak perusahaan bersangkutan dan PT RNI Holding.

Fungsi pengendalian PT RNI Holding dalam pemberian pinjaman kepada anak perusahaan juga belum memadai. Hasil pemeriksaan pada 11 anak perusahaan menunjukkan bahwa PT RNI Holding tidak memiliki kecukupan dana untuk memberikan pinjaman kepada anak perusahaan yang pada semester I tahun 2019 menunjukkan nilai sebesar Rp2,57 triliun.

BPK juga menemukan, database pemantauan pinjaman PT RNI Holding kepada anak perusahaan belum disusun secara memadai. Selain itu, deskripsi pekerjaan serta standar operasional dan prosedur (SOP) terkait dengan pengelolaan pinjaman modal kerja/investasi belum mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas penggunaan dana dan batas waktu pembayaran angsuran dan/atau pelunasan pinjaman.

Akibatnya, keputusan pemberian pinjaman kepada anak perusahaan berpotensi mengganggu likuiditas PT RNI Holding dan risiko kegagalan pengembalian pinjaman anak perusahaan yang relatif tinggi.

BPK telah merekomendasikan kepada Direksi PT RNI (Persero) antara lain agar memerintahkan vice president (VP) Keuangan Korporasi dan VP Pengendalian Usaha II berkoordinasi dengan direksi PT RN dan PT GIEB untuk menyusun langkah-langkah strategis penyelesaian piutang dan persediaan serta memantau penyelesaiannya.

BPK juga meminta Direksi PT RNI (Persero) untuk merevisi SOP mengenai Pinjaman Modal Kerja/Investasi Anak Perusahaan dan memerintahkan VP Keuangan Korporasi supaya berkoordinasi dengan VP Akuntansi untuk menyusun database pelaksanaan perjanjian pinjaman PT RNI Holding kepada anak perusahaan secara memadai.

Atas simpulan yang diberikan oleh BPK, direksi PT RNI (Persero) menyampaikan menerima simpulan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK atas penilaian efektivitas PT RNI Holding dalam melaksanakan fungsi pengendalian pengelolaan keuangan dan aset tahun buku 2017, 2018 dan 2019 (semester I) di DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali pada PT RNI (Persero).

Selanjutnya, direksi PT RNI (Persero) akan melakukan tindakan-tindakan perbaikan serta menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan guna meningkatkan efektivitas fungsi pengendalian PT RNI Holding dalam pengelolaan keuangan dan aset.

23/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Reformasi Peran FKTP Solusi Kurangi Defisit DJS Kesehatan

by Admin 1 22/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat pemerintah perlu melakukan reformasi peran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang menjadi garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia. Reformasi FKTP diperlukan untuk mewujudkan kesinambungan kemampuan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sehingga meminimalkan defisit keuangan.

Hal tersebut menjadi salah satu dari enam poin Pendapat BPK terkait aspek pendanaan dalam pengelolaan atas penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Berdasarkan dokumen Pendapat BPK, reformasi peran FKTP bisa dilakukan melalui optimalisasi dana bidang kesehatan dari APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Hal ini juga bertujuan meningkatkan upaya promotif, preventif, dan pola rujukan layanan kesehatan yang ideal.

BPK mengeluarkan Pendapat terkait hal ini karena pelayanan kesehatan yang semestinya dapat dituntaskan pada FKTP, tetapi dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).

Seperti diketahui, pelayanan kesehatan dalam program JKN memang dilakukan secara berjenjang dari tingkat FKTP ke FKRTL, tergantung pada diagnosis penyakit apakah spesialistik atau nonspesialistik. Jika nonspesialistik, cukup ditangani di FKTP.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada 2019, terdapat diagnosis nonspesialistik yang dirujuk FKTP ke FKRTL yang semestinya dapat dituntaskan pengobatannya di tingkat FKTP. Pada tahun 2018, terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP milik pemerintah sebanyak 3.267.074 (20 persen) dari total 16.533.888 rujukan.

Sementara itu, pada tahun yang sama terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP swasta sebanyak 2.031.529 (23 persen) dari total 8.886.283 rujukan. Dari data tersebut, BPK melakukan pemeriksaan secara uji petik pada FKTP milik pemerintah dan swasta dan menemukan 752.658 rujukan nonspesialistik sebesar Rp142,73 miliar yang seharusnya dapat dituntaskan pengobatannya pada FKTP.

“Kondisi ini berdampak pada peningkatan biaya pelayanan pada FKRTL yang harus ditanggung oleh DJS kesehatan,” demikian dinyatakan BPK dalam dokumen Pendapat BPK terkait Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN.

Selain itu, terdapat beban biaya manfaat yang harus ditanggung DJS Kesehatan pada periode 2014-Juni 2019 sebesar Rp126,97 miliar. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada Juli 2019 baru menetapkan 821 kode diagnosis atas 144 penyakit sebagai diagnosis nonspesialistik, yang pada periode sebelumnya (2014-Juni 2019) baru menetapkan 153 kode diagnosis nonspesialistik atas 144 penyakit.

22/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Menguji Konsistensi DJP terhadap Wajib Pajak

by Admin 1 19/02/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki mandat untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK tak hanya mengawal penggunaan uang negara, tapi juga penerimaan negara, termasuk penerimaan pajak.

Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi mengatakan, sistem pajak pada dasarnya menganut self assesment, yakni wajib pajak (WP) menghitung dan melaporkan sendiri kewajibannya. Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki data profil sejauh mana WP individu atau badan mengikuti aturan yang berlaku.

 â€œKarena WP itu bisa dibuat profil, misalnya DJP itu mengetahui profil WP yang salah hitung ataupun tidak patuh. BPK mempelajari data yang dibuat oleh DJP dan secara sampling melihat hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan petugas pajak,” kata Laode saat berbincang dengan Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, dalam pemeriksaan dan sampling yang diambil oleh BPK, fokus BPK adalah pada konsistensi dari petugas pajak kepada WP berdasarkan aturan yang ada. Sebelum BPK melakukan pemeriksaan, akan ditentukan dahulu sektor usaha yang akan diperiksa, misalnya sektor usaha kelapa sawit atau batu bara.

Penentuan sektor usaha yang akan menjadi sampling pemeriksaan dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain isu yang berkembang di masyarakat atau analisis kenaikan atau penurunan penerimaan pajak pada sektor usaha tertentu. Setelah ditentukan sektor usaha yang akan diperiksa sebagai sampling, kemudian ditentukan Kantor Wilayah, Kantor Pelayanan Pajak, dan WP terkait berdasarkan data hasil pemeriksaan pajak yang sebelumnya telah dilakukan petugas pajak.

Selanjutnya BPK akan melihat apakah terdapat perlakukan yang sama untuk hal yang sama terhadap masing-masing WP tersebut antarkantor pelayanan pajak dengan memperhatikan aturan yang ada. Dengan kata lain, BPK melihat konsistensi perlakuan petugas pajak kepada WP.

“Misalnya WP ini melanggar suatu ketentuan, lalu wajib pajak lain melanggar ketentuan yang sama, BPK melihat apakah perlakuannya sama atau tidak oleh petugas pajak, dan kalau berbeda apa penyebabnya. Jadi tidak melihat individu-individu, tapi memperhatikan konsistensi di berbagai pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pajak,” ujar Laode,

Laode menambahkan, DJP memiliki kantor yang tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki risiko untuk tidak konsisten. “Misalnya, kantor pajak di Jakarta memperlakukan WP yang melanggar ketentuan A, apakah sama perlakuan petugas pajaknya dengan kantor pajak di Surabaya. Walau WP-nya beda dan petugas pajaknya berbeda juga, tetapi ketentuan yang dilanggar sama,” ujar dia.

Begitu juga yang terkait dengan restitusi pajak. BPK melihat konsistensi dari keputusan DJP terhadap WP. Terutama dalam hal menolak atau menyetujui restitusi pajak. Dalam LKPP 2019, BPK menemukan adanya 5 permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya, DJP tidak segera memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) senilai Rp11,62 triliun, belum menerbitkan SKPKPP senilai Rp72,86 miliar dan USD57.91 ribu serta terlambat menerbitkan SKPKPP senilai Rp6,07 miliar

DJP menyajikan utang kelebihan pembayaran pendapatan (UKPP) atau utang restitusi per 31 Desember 2019 dan 31 Desember 2018 (Audited) masing-masing sebesar sebesar Rp28,14 triliun dan Rp24,60 triliun.Atas kewajiban 2019 tersebut, DJP belum menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), sehingga sampai dengan 31 Desember 2019, utang kelebihan pembayaran pajak tersebut belum dibayarkan kepada WP dan masih tercatat sebagai penerimaan pajak tahun 2019.

19/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Peta Indonesia (Ilustrasi)
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

Pandemi tak Halangi BPK Periksa Implementasi SDGs

by Admin 1 18/02/2021
written by Admin 1

Oleh: Pemeriksa Madya BPK Tjokorda Gde Budi Kusuma

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus mengawal program “Sustainable Development Goals” (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Proses pemeriksaan telah memasuki tahapan pemeriksaan implementasi SDGs.

Pandemi Covid-19 yang sedang melanda tak menghalangi BPK untuk tetap melakukan pemeriksaan SDGs. Tak bisa dipungkiri, pandemi memang memunculkan tantangan baru dalam pemeriksaan SDGs. Akan tetapi, BPK sejak lama sebelum adanya pandemi telah memiliki perangkat berupa mobile audit.

Pada saat pemeriksaan SDGs preparedness pada tahun 2018, penggunaan mobile audit belum jadi prioritas. Namun pada saat kondisi pandemi, mobile audit menjadi alat yang sangat relevan. BPK juga menyiapkan portal audit SDGs sebagai bentuk komprehensif dari tools mobile audit.

Selain itu, BPK memanfaatkan teknologi geospasial melalui aplikasi arcGIS dalam melakukan pemeriksaan SDGs. Aplikasi arcGIS merupakan tulang punggung analisis spasial dalam membantu tim pemeriksa. Kegunaannya sangat bervariasi.

Dari sisi dimensi ekonomi, bisa digunakan untuk memeriksa revaluasi aset. Dari sisi dimensi sosial, aplikasi itu bisa digunakan untuk melakukan audit pendidikan. Lalu untuk dimensi lingkungan, digunakan saat memeriksa cetak sawah, audit tambang, audit hutan, hingga audit daerah aliran sungai.

Saat ini, semakin banyak Auditorat Keuangan Negara (AKN) di BPK yang menggunakan aplikasi tersebut untuk membantu proses analisis pemeriksaan. BPK sudah cukup lama menggunakan aplikasi arcGIS. Sejak 2008, aplikasi arcGis digunakan khususnya untuk mengaudit kehutanan, daerah aliran sungai dan pertambangan. Dahulu, aplikasi tersebut memang belum berkembang pesat karena teknologi geospasial dengan citra satelit sangat mahal.

Namun, dengan perkembangan teknologi, khususnya drone, pemetaan kondisi terkini yang dihasilkan bisa digunakan untuk memeriksa cetak sawah, program pemulihan lingkungan di sektor tambang dan hutan dengan biaya yang lebih terjangkau.

Sebagai informasi, BPK saat ini merupakan salah satu lembaga pemeriksa (SAI) yang terdepan dalam mengawal implementasi SDGs, baik di level regional seperti ASEAN maupun global. Sebelumnyam BPK telah menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan SDGs terkait kesiapan SDGs yang mengacu pada VNR (Voluntary National Review) 2017 dan implementasi SDGs yang mengacu VNR 2019. Pemeriksaan SDGs Indonesia oleh BPK diharapkan bisa menjadi acuan SAI lain dalam melakukan pemeriksaan terkait SDGs.

18/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Sustainable Development Goals (SDGs)
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

Cara BPK Mengawal Implemetasi SDGs

by Admin 1 17/02/2021
written by Admin 1

Oleh: Pemeriksa Madya BPK Tjokorda Gde Budi Kusuma

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus mengawal program “Sustainable Development Goals” (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Proses pemeriksaan telah memasuki tahapan pemeriksaan implementasi SDGs.

Pemeriksaan implementasi SDGs berpedoman pada INTOSAI Development Initiative SDGs Audit Model (ISAM). Mengacu pada ISAM, maka prioritas pemeriksaan dimulai dari target nasional yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Setelah itu, baru dikaitkan dengan target SDGs di level global. Kendati demikian, Rencana Strategis (Renstra) BPK telah menjadikan target-target pembangunan dalam RPJMN sebagai dasar penyusunannya, maka target yang diperiksa dalam SDGs, bisa searah dengan target yang ada dalam Renstra BPK.

Dalam melakukan pemeriksaan SDGs, BPK menggunakan multistakeholders approach. BPK memeriksa pemerintah, utamanya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai Sekretariat Nasional SDGs dan dilanjutkan ke level Kementerian dan pemda dalam tahap implementasinya. Selain itu, BPK bekerja sama dengan SDGs center yang ada di perguruan tinggi, hingga non-state actors seperti UNDP Indonesia untuk meningkatkan pemahaman SDGs sebagai hal pokok pemeriksaan.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono pernah menyampaikan bahwa audit implementasi SDGs adalah audit implementasi dari serangkaian kebijakan yang berkontribusi pada pencapaian nationally agreed target (target yang disepakati secara nasional) terkait dengan satu atau lebih target SDGs. Audit yang dilakukan ini adalah untuk menyimpulkan hal-hal terkait upaya untuk menuju pencapaian target yang telah disepakati secara nasional.

Kemudian, untuk mengetahui bagaimana kemungkinan target akan dicapai berdasarkan tren saat ini, dan kecukupan target nasional dibandingkan dengan target SDGs yang sesuai. Audit implementasi SDGs dilakukan dengan menggunakan pendekatan whole of government karena BPK perlu menyimpulkan sejauh mana koherensi dan integrasi dalam implementasi kebijakan. Selain itu, pemeriksaan sedapat mungkin mencakup tujuan dan pertanyaan yang memungkinkan pemeriksa untuk menyimpulkan leave no one behind atau tidak ada orang yang tertinggal dalam proses pembangunan.

Sesuai dengan mandat yang dimiliki BPK, pemeriksaan multistakeholder fokus pada pemeriksaan atas upaya pemerintah untuk dapat menjangkau dan melibatkan banyak pemangku kepentingan dalam pengaturan dan pelaksanaan target yang disepakati secara nasional terkait dengan SDGs. Pemeriksa juga dapat memeriksa apakah pemerintah dapat menciptakan kondisi yang baik untuk proses pelibatan, tingkat keterlibatan para pemangku kepentingan, pelibatan pemangku kepentingan yang kritis, dan kecukupan interaksi dalam prosesnya.

Dalam mempertimbangkan kecukupan interaksi, pemeriksa dapat mempertimbangkan apakah terdapat saluran komunikasi yang memungkinkan untuk adanya sistem umpan balik yang terbuka dan jujur; apakah sistem umpan balik dapat diakses dan tidak rumit untuk para pemangku kepentingan, dan apakah sistem umpan balik memungkinkan adanya dialog yang berimbang antar para pihak.

Sebagai informasi, BPK saat ini merupakan salah satu lembaga pemeriksa (SAI) yang terdepan dalam mengawal implementasi SDGs, baik di level regional seperti ASEAN maupun global. Sebelumnya, BPK telah menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan SDGs terkait kesiapan SDGs yang mengacu pada VNR (Voluntary National Review) 2017 dan implementasi SDGs yang mengacu VNR 2019. Pemeriksaan SDGs Indonesia oleh BPK diharapkan bisa menjadi acuan SAI lain dalam melakukan pemeriksaan terkait SDGs.

17/02/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas 2045
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil Ketua BPK Dorong Penerapan Tata Kelola Kolaboratif
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita Indonesia Emas 2045
  • Seru-Seruan Bareng TTS Warta
  • BPK Manfaatkan Program Hibah untuk Perkuat Audit Kinerja 
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas...

    21/08/2025
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil...

    20/08/2025
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita...

    19/08/2025
  • Seru-Seruan Bareng TTS Warta

    19/08/2025
  • BPK Manfaatkan Program Hibah untuk Perkuat Audit Kinerja 

    19/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id