WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 23 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Berbagi Pengalaman Pemeriksaan Polusi Udara

by Admin 1 17/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berbagi pengalaman pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2019. Hal itu disampaikan BPK kepada the Supreme Audit Office of Republic of Poland (NIK) dalam seminar bilateral virtual bertema “Audit atas Polusi Udara”, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, pada kesempatan tersebut NIK Polandia menceritakan pengalaman pemeriksaan polusi udara yang dilakukan bersama 17 negara anggota European Organization of Supreme Audit Institutions (EUROSAI).

Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam sambutannya menjelaskan, pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemprov DKI Jakarta merupakan bagian dari upaya BPK dalam memberikan nilai tambah pemeriksaan bagi para pemangku kepentingan melalui “Long Form Audit Report” (LFAR).

Melalui LFAR, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan pemeriksaan kinerja pada periode yang sama. Laporan yang dihasilkan adalah gabungan dari laporan pemeriksaan keuangan dan laporan pemeriksaan kinerja. Dengan demikian, selain memberikan opini atas laporan keuangan, BPK juga memberikan penilaian atas keberhasilan atau ketidakberhasilan instansi pemerintah dalam merancang dan melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

“BPK sudah dihadapkan oleh kebutuhan yang ada di Ibu Kota Jakarta, yaitu agar Jakarta dapat melakukan pengukuran kualitas udara dan mengatasi kondisi kualitas udara yang tidak baik,” kata Ketua BPK dalam sambutannya. 

Ketua BPK menambahkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, jumlah hari dengan kondisi kualitas udara tidak baik di Jakarta mencapai setengah tahun. Sementara, Pemprov DKI Jakarta memiliki kewenangan terbatas untuk menerapkan peraturan terkait dengan pengendalian kualitas udara dengan adanya kota-kota satelit yang memiliki kualitas udara yang lebih rendah.

Kendati demikian, kata Ketua BPK, Pemprov DKI telah membuat peta jalan terkait pengurangan emisi gas rumah kaca untuk memastikan adanya udara yang bersih bagi semua warga di kawasan Jabodetabek.  “Masyarakat di Jakarta pun sebetulnya sudah merespons baik upaya-upaya untuk mencapai kualitas udara yang baik, seperti dengan mengecek emisi kendaraan dan penggunaan transportasi publik,” kata Ketua BPK.

Sementara itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota V BPK Bahrullah Akbar dalam paparannya menjelaskan,  proyek percontohan LFAR telah dilaksanakan di lima Kantor Perwakilan BPK yang berada di bawah Auditorat Keuangan Negara (AKN) V. Pemeriksaan pencemaran udara dari transportasi darat di DKI Jakarta merupakan salah satunya.

Melalui pemeriksaan ini, BPK telah mengidentifikasi potensi utama permasalahan yang ada sehingga dapat merumuskan rekomendasi yang berguna untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan memberikan dampak bagi masyarakat.

Seminar bilateral yang diikuti sekitar 90 peserta ini turut dihadiri Presiden NIK Marian Banas. Marian Banas dalam sambutannya menyampaikan apresiasi BPK yang telah menyelenggarakan seminar terkait audit polusi udara ini. Ia berharap hubungan kedua SAI yang sangat aktif dapat pula meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Polandia.

17/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
BeritaBerita TerpopulerOpini

Pemeriksaan Investigatif BPK Mendorong Upaya Pemberantasan Korupsi

by Admin 1 15/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Rr Maharani AW, Pegawai BPK

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon yang berupaya melemahkan kewenangan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK melalui Putusan Nomor 54/PUU XVII/2019 pada 26 Oktober 2020. MK berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan a quo. Selain itu, meskipun para pemohon memiliki kedudukan hukum quod  non, MK berpendapat bahwa gugatan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Hal tersebut  menunjukkan bahwa MK menegaskan kembali PDTT merupakan wewenang konstitusional BPK sesuai  amanat Undang-Undang 15/2004 dan UU Nomor 15/2006.

Pemohon yang mengajukan gugatan adalah Ahmad Redi (dosen dari Universitas  Tarumanagara), Muhammad Ilham Hermawan (dosen Universitas Pancasila), dan Kexia Goutama (mahasiwa). Dosen-dosen tersebut kemudian digantikan oleh Ibnu Sina Chandranegara (dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta) dan Auliya Khasanofa (Universitas Muhammadiyah Tangerang).  Gugatan tersebut diajukan para pemohon dengan alasan kewenangan PDTT merupakan inkonstitusional, dapat dijadikan sebagai instrumen penyalahgunaan dengan tendensi kepentingan (potensi abuse of power), serta frasa “tujuan tertentu” tidak memiliki kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan.

Dalam gugatan MK tersebut, para pemohon juga mengaitkan penyimpangan yang dilakukan “oknum” BPK dengan kredibilitas BPK secara “instansi”. Padahal jika berbicara “oknum”,  penyimpangan juga sering terjadi di instansi lain. Karena itu seharusnya yang perlu disoroti adalah kredibilitas oknum tersebut bukan kredibilitas instansinya. Seringkali BPK juga menemukan penyimpangan yang dilakukan oknum di sebuah instansi yang diperiksanya. Maka yang bertanggung jawab adalah oknum tersebut dan yang disorot oleh masyarakat adalah oknum tersebut.

Pada gugatan MK tersebut, para pemohon juga mengajukan alasan bahwa “sudah mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP) namun mengapa tetap dilakukan PDTT?”

Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat awam sering berkutat dengan pertanyaan “sudah WTP dari BPK namun mengapa masih ada korupsi?”. Bahkan dari instansi yang telah diperiksa BPK juga terkadang berbangga diri dengan opini WTP dan berpuas diri seolah tidak ada lagi fraud ketika memperoleh WTP. Perlu disadari bahwa opini WTP berarti memiliki reputation risk yang melekat di situ. Namun bagaimanapun juga, reputation risk merupakan tantangan yang dihadapi BPK dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Maka BPK perlu sering melakukan edukasi ke masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Masyarakat perlu sering diingatkan bahwa opini WTP berasal dari pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas laporan keuangan) dan hal tersebut merupakan jenis pemeriksaan yang berbeda dengan PDTT. Masing-masing juga memiliki tujuan pemeriksaan yang berbeda. Perbedaan antara tiga jenis pemeriksaan di BPK dapat dilihat dari tabel berikut ini:

NoJenis  PemeriksaanTujuan spesifik  (sumber : SPKN, 2017)Keterangan
1Pemeriksaan  keuanganUntuk memperoleh keyakinan memadai sehingga pemeriksa mampu memberikan opini bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, atas kesesuaian dengan standar akuntansi, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.Ada 4 opini yang diberikan oleh BPK: WTP, WDP, Tidak Wajar, Tidak Memberikan Pendapat
2Pemeriksaan  kinerjaUntuk menguji dan menilai aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas, serta aspek kinerja lainnya atas suatu hal pokok yang diperiksa dengan maksud untuk memberikan rekomendasi yang dapat mendorong ke arah perbaikan.Terdapat kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas serta rekomendasi dalam pemeriksaan kinerja
3PDTTPDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. PDTT bentuk pemeriksaan  kepatuhan bertujuan untuk menilai hal pokok yang diperiksa  sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Sedangkan PDTT bentuk pemeriksaan investigatif bertujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.Hasil pemeriksaan berbentuk kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. Khusus PDTT berbentuk investigatif, pemeriksa tidak memberikan rekomendasi.
Tiga jenis pemeriksaan di BPK.

Tiga jenis pemeriksaan dalam tabel tersebut masing-masing memiliki peran penting yang  berbeda dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dari tabel tersebut, dapat dipahami bahwa antara opini yang dikeluarkan dalam pemeriksaan keuangan dan kesimpulan dalam pemeriksaan investigatif merupakan dua hal yang berbeda. Jadi opini WTP (dalam hal ini berasal dari pemeriksaan atas laporan keuangan) bukan merupakan standar atau jaminan bahwa di sebuah instansi tersebut bebas dari penyimpangan atau pelanggaran. Akan tetapi opini tersebut diberikan berdasarkan tingkat kewajaran atas penyajian laporan keuangan.

Meskipun pemeriksaan keuangan, kinerja dan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan seperti yang telah dijelaskan pada tabel di atas memiliki tujuan pemeriksaan yang berbeda. Seringkali hasil pemeriksaan yang diperoleh menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana dan/atau kerugian negara/daerah.

Perlu dipahami bahwa BPK tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan sebuah penyimpangan sebagai tindak pidana. Akan tetapi, BPK memiliki kewenangan untuk menetapkan kerugian negara/daerah. Maka ketika ditemukan adanya unsur pidana dalam pemeriksaan, sesuai pasal 8 ayat (3) UU 15/2006, BPK menyampaikan ke instansi yang berwenang. Dalam hal ini pejabat penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. Penyimpangan tersebut yang kemudian didalami oleh instansi penegak hukum dan seringkali dimintakan ke BPK untuk dilakukan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif.

Pemeriksaan investigatif hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang memadai. Sumber predikasi yang memadai dapat diperoleh dari informasi pihak internal maupun eksternal BPK, permintaan dari instansi penegak hukum, serta temuan pemeriksaan yang berindikasi kecurangan. Akan tetapi sumber tersebut diuji kelayakannya terlebih dahulu sebelum dapat dijadikan sebagai predikasi.

Seringkali instansi penegak hukum tidak hanya meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif dalam membangun konstruksi kasus yang terindikasi pidana korupsi. Namun juga terkait penghitungan kerugian negara.

BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum seperti yang diamanatkan pada pasal 10 UU Nomor 15/2006. Dalam melakukan penghitungan kerugian negara, BPK tidak hanya serta merta menerima bukti-bukti yang disampaikan oleh instansi penegak hukum. Namun juga dilakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara secara independen.

Kerugian negara yang dihitung tersebut harus merupakan kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya. Dalam hal ini bukan merupakan potensi kerugian, asumsi, perkiraan, serta bukan merupakan kelalaian administrasi. Untuk memperoleh bukti bahwa kerugian negara yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang disengaja, maka perlu dilakukan prosedur pemeriksaan investigatif. Prosedur dalam pemeriksaan investigatif dirancang khusus sebagai upaya penguatan pemberantasan korupsi dengan menerapkan standar pemeriksaan keuangan negara yang memadai.

Sebagai upaya nyata dalam mendukung pemberantasan korupsi, BPK pun telah mendirikan Auditorat Utama Investigasi tahun 2016. Auditorat ini mempunyai tugas khusus melakukan pemeriksaan investigatif. Pada periode 2017 sd 30 Juni 2020, BPK telah menyampaikan 22 laporan hasil pemeriksaan investigatif (PI) dengan nilai indikasi kerugian negara/daerah sebesar Rp8,70 triliun dan 238 laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara (PKN) dengan nilai kerugian negara/daerah sebesar Rp29,10 triliun kepada instansi yang berwenang.

Selain PI dan PKN,  BPK juga telah melaksanakan 226 kasus pemberian keterangan ahli pada tahap persidangan. Banyak kasus besar yang ditangani BPK dalam pemeriksaan investigatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif telah memberikan hasil nyata yang memiliki peran penting dalam upaya mendorong pemberantasan korupsi.

15/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerOpiniSuara Publik

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

by Admin 1 12/03/2021
written by Admin 1

Oleh: Setyawan, Pegawai BPK Perwakilan Provinsi Jateng

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sejak didirikan pada 1 Januari 1947, Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) Indonesia mengemban tugas yang jelas, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan kekhasan kedudukan dan kewenangannya, BPK mustahil dilepaskan dari agenda besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam konteks pencegahan korupsi di Indonesia, apa yang bisa dilakukan BPK?

Tanpa debat panjang, kita sepakat menyebut korupsi sebagai salah satu masalah utama Indonesia saat ini. Cukuplah sesekali menyimak berita di televisi, membuka lembar koran atau berselancar di internet, kita akan gampang menemukan berita tentang korupsi di berbagai wilayah negeri ini. Seperti menegaskan pepatah lama, ‘mati satu, tumbuh seribu’. Yang lebih membuat miris, diam-diam kita sama-sama paham, kasus-kasus yang terungkap di media itu sekadar puncak-puncak gunung es dari seluruh persoalan yang ada.

Cerita terbaru adalah heboh penangkapan dua menteri di Kabinet Indonesia Maju. Pada Rabu (25/11/20) Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap terkait kebijakan ekspor benih lobster. Tak lama kemudian, giliran Menteri Sosial Juliari P Batubara menyusul. Pada Minggu (06/12/20), Juliari ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa bansos penanganan pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini seolah ayunan godam yang mengguncang kepercayaan rakyat terhadap pejabat negerinya. Benar-benar terasa tak masuk akal karena kasus ini muncul justru saat Indonesia kelimpungan menghadapi wabah dan sebagian besar rakyat sedang didera susah. Lebih-lebih terasa biadab, sebab korupsi itu justru menyasar anggaran bantuan untuk golongan paling rentan akibat pandemi Covid-19.

Tertangkapnya dua menteri ini jadi ironi besar jelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2020 sengaja mengusung tema Pulih dengan Integritas (“Recover with Integrity”). Tema tersebut dipilih untuk mengampanyekan pesan penerapan langkah-langkah mitigasi korupsi yang efektif demi pemulihan pandemi yang lebih baik. Dengan pesan itu pula, PBB menekankan pemulihan pascapandemi Covid-19 hanya dapat dicapai berbekal integritas (www.kompas.com, 08/12/2020).

Sejak mula, pada dirinya sendiri, korupsi memang melekat pada sesuatu yang nista. Korupsi berakar pada kata berbahasa Latin ‘corruptio’ (kata benda) yang berarti ‘hal merusak, hal membuat busuk, pembusukan, kerusakan, kemerosotan’ atau ‘corrumpere’ (kata kerja) yang berarti  menghancurkan, merusak, membusukkan, mencemarkan, memerosotkan (Priyono, Herry B, 2018).

Definisi tentang korupsi (dan perilaku korup) memiliki percabangan dan berkembang menyesuaikan waktu dan konteks. Perilaku yang bisa dikategorikan sebagai ‘korup’ pun beragam sepanjang sejarah manusia. Namun dari beragam definisi yang ada, kita tahu, tak pernah ada kebaikan dari laku korup. Karenanya wajar kalau pada setiap zaman dan tata peradaban korupsi menjadi musuh bersama setiap elemen pemerintah maupun masyarakat. Tak terkecuali bagi BPK.

Seusai undang-undang, BPK adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang berewenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di Indonesia. Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Memperhatikan kewenangan BPK tersebut, sejak mula, mustahil melepaskan BPK dari kerja besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Posisinya sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara – tidak bisa tidak – menempatkan BPK sebagai salah satu motor dalam perang melawan korupsi.

Di Indonesia sendiri, tren perang melawan korupsi tampaknya mengarah pada pengutamaan upaya pencegahan. Hal itu setidaknya terungkap dari pernyataan presiden dan ketua KPK, dua entitas politik dan pemerintahan yang bisa dikata paling menentukan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini.

Presiden Joko Widodo, pada Desember 2019, mengatakan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia perlu dievaluasi. Menurutnya, penindakan itu perlu, tapi yang terpenting justru harus pembangunan sistem (www.tirto.id, 09/12/20). Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Firli mengatakan bahwa arah pemberantasan korupsi ke depan akan lebih mengutamakan pencegahan dan perbaikan sistem, sembari melakukan pendidikan masyarakat dan tetap melakukan penindakan (www.mediaindonesia.com, 19/11/20).

Sebagai salah poros utama perang melawan korupsi di Indonesia, BPK tentu tak bisa lepas dari arus besar ini. Idealnya, dengan segala kewenangannya, BPK sebisa mungkin berperan mencegah atau mengurangi terjadinya korupsi melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan.

Masalahnya, pemeriksaan BPK memang lebih banyak bersifat post-audit atau pemeriksaan yang dilakukan setelah sebuah aktivitas atau kegiatan atau transaksi berlangsung. Untuk kasus pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah misalnya, yang merupakan pemeriksaan paling utama yang dimandatkan undang-undang, pemeriksaan dilaksanakan setelah laporan keuangan pemerintah selesai disusun oleh pemerintah. Kondisi ini lebih sering memposisikan BPK sebagai penyelesai masalah daripada pencegah.

Peran BPK

Meski demikian, memperhatikan aspek-aspek kelembagaan dan kewenangan BPK dalam hal pemeriksaan, setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan agar BPK bisa lebih mengoptimalkan perannya memerangi korupsi di Indonesia, khususnya dalam konteks pencegahan korupsi.

Pertama, tetap menjaga profesionalisme para pemeriksa. Tak mungkin membersihkan lantai dengan sapu yang kotor. Nilai-nilai dasar BPK, yaitu integritas, independensi, dan profesionalisme, harus selalu dipegang teguh saat bertugas. Penegakan aturan dan kode etik juga jadi tuntutan yang tak bisa dihindarkan. Selain itu, kesadaran untuk bekerja sesuai standar, peraturan, dan kecakapan profesi juga harus ditekankan pada semua pemeriksa. Dengan begitu BPK lebih bisa jadi pemecah masalah, bukan penambah masalah.

Kedua, mengubahmindset tentang temuan pemeriksaan. Selama ini, harus diakui, publik seolah lebih mengapresiasi kerja BPK ketika ada temuan-temuan pemeriksaan yang sarat dengan angka-angka fantastis. Ketika laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan (LK) pemerintah dirilis misalnya, masyarakat dan media cenderung memperhatikan buku tiga (berisi temuan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan) dibanding buku dua (berisi temuan-temuan atas Sistem Pengendalian Intern/SPI). Temuan terkait SPI seolah kalah ‘seksi’ dibanding temuan-temuan kepatuhan, yang biasanya memang lekat dengan rekomendasi berupa pengembalian ke kas negara/daerah.

Ironisnya, anggapan semacam ini kadang diamini para pemeriksa BPK sendiri. Pemeriksaan terasa kurang ‘wah’ ketika tidak menghasilkan temuan yang berkorelasi dengan pengembalian ke kas daerah/negara. Padahal, dalam konteks perbaikan sistem tata kelola keuangan pemerintah, temuan-temuan atas SPI inilah yang justru berpotensi memberikan dampak perbaikan yang lebih sistemik dan berjangka panjang, yang tentu tak bisa diabaikan dalam upaya pencegahan korupsi.  

Ketiga, mulai memperkuat pemeriksaan kinerja. Lepas dari tetap utamanya pemeriksaan keuangan, BPK bisa mulai menambah sumber daya untuk pemeriksaan-pemeriksaan kinerja. Berbeda dengan pemeriksaan jenis lainnya, pemeriksaan kinerja bertujuan menguji dan menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan/atau efektivitas, serta aspek kinerja lain atas suatu hal pokok yang diperiksa. Muaranya adalah rekomendasi yang dapat mendorong ke arah perbaikan.

Pemeriksaan ini akan bermanfaat dalam kontek penyempurnaan sistem dan pencegahan terulangnya risiko-risiko buruk pada masa depan. Penguatan pemeriksaan atas kinerja bisa jadi salah satu sumbangsih BPK dalam memerangi korupsi, terutama dari sisi pencegahan korupsi.

Korupsi memang jenis kejahatan luar biasa dan karenanya memerlukan kerja tak biasa untuk mencegah dan memeranginya. Tak pernah mudah, tapi juga bukan tak mungkin dilakukan. Dengan kesungguhan, profesionalisme, dan konsistensi, kiranya BPK akan lebih mampu mengoptimalkan perannya. Demi Indonesia yang lebih membanggakan dan demi hari depan yang lebih menggembirakan.

12/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Bahrullah Akbar
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Periksa Program Penyediaan Rumah untuk Masyarakat Miskin di DKI

by Admin 1 11/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Anggota V/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK Bahrullah Akbar mengatakan, BPK akan melakukan pemeriksaan kinerja penyediaan rumah untuk masyarakat miskin tahun anggaran 2020 pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemeriksaan kinerja tersebut merupakan bentuk konsistensi BPK dalam menerapkan konsep pemeriksaan “Long Form Audit Report” (LFAR).

Hal tersebut disampaikan Bahrullah dalam kegiatan “Entry Meeting” Pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja Penyediaan Rumah untuk Masyarakat Miskin Tahun Anggaran 2020 pada Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan yang digelar pada Senin (15/2) tersebut turut dihadiri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Bahrullah menjelaskan, BPK dalam pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2019 telah memperkenalkan konsep pemeriksaan LFAR. “LFAR merupakan konsep pemeriksaan keuangan yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kinerja yang akan mengevaluasi atau memberikan penekanan pada aspek kinerja tertentu,” kata Bahrullah dalam sambutannya.

Konsep LFAR mengacu pada International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) No.12 yang diterbitkan International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) tentang “The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions-Making a Difference to the Lives of Citizens”. Barullah menjelaskan, ISSAI No 12 menyatakan bahwa lembaga pemeriksa harus bisa memberikan nilai tambah dan manfaat kepada masyarakat. Sebagai salah satu anggota INTOSAI, kata Bahrullah, BPK perlu turut serta menerapkan prinsip tersebut melalui fungsinya sebagai lembaga pemeriksa tertinggi di Indonesia.

“Dengan pendekatan LFAR, BPK berharap tidak hanya memberikan simpulan pemeriksaan Laporan keuangan berupa opini saja, tetapi juga dapat memberikan informasi terkait gambaran kinerja pada isu tertentu yang menjadi perhatian publik, sehingga publik mendapatkan suatu informasi yang lebih utuh,” katanya.

Ia menceritakan, pada pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2019, BPK telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan pengendalian pencemaran udara. BPK pun sudah berbagi pengalaman mengenai hasil pemeriksaan tersebut dengan BPK Polandia (NIK).

“Pada tahun anggaran 2020 ini, kami akan lakukan pemeriksaan atas upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam menyediakan rumah untuk masyarakat kurang mampu yang menjadi salah satu program Pemerintah DKI Jakarta,” kata Bahrullah.

11/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kirimkan Pendapat ke Pemerintah, BPK Perkuat Peran Foresight

by Admin 1 10/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus berupaya mendorong peningkatan peran dari oversight dan insight menuju foresight. Hal ini sejalan dengan penetapan Rencana Strategis (Renstra) BPK Tahun 2020-2024 yang mengusung visi “Menjadi Lembaga Pemeriksa Tepercaya yang Berperan Aktif dalam Mewujudkan Tata Kelola Keuangan Negara yang Berkualitas dan Bermanfaat untuk Mencapai Tujuan Negara”.

Seiring dengan itu, BPK juga akan melakukan transformasi digital menuju BPK 4.0. “Peran ini sangat penting untuk menunjukkan signifikansi BPK dalam menjaga dan meningkatkan kualitas tata kelola keuangan negara sesuai dengan INTOSAI Principle 12 yaitu value and benefits of supreme audit institutions-making difference of the lives of citizens  atau nilai dan manfaat lembaga pemeriksa negara yang membuat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara lebih baik,” ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam sambutan Upacara Peringatan HUT ke-74 BPK pada Selasa (19/1).

Sebagai salah satu upaya menuju peran foresight, BPK telah menyampaikan Pendapat BPK kepada pemerintah. Menurut Agung, BPK terus melengkapi peran oversight yang dilakukan melalui pemeriksaan BPK dan semakin memperkuat peran insight dengan memberikan pendapat untuk perbaikan tata kelola keuangan negara secara sistemik.”

Bertepatan dengan HUT ke-74, BPK menyampaikan Pendapat mengenai Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Sosial. “BPK sangat concern dan mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar hidup layak di bidang kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendapat BPK ini akan membantu penguatan aspek strategis dan perbaikan sistemik tata kelola program jaminan kesehatan sosial,” kata Agung.

Kemudian, BPK juga menyampaikan pendapat mengenai Pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada Provinsi Papua dan Papua Barat. “BPK mendukung keberlanjutan program otsus yang segera berakhir tahun ini, dengan memberikan insight untuk peningkatan efektivitas pencapaian tujuan program otsus pada masa mendatang,” ujarnya.

10/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Sustainable Development Goals (SDGs)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Peran BPK Mengelola Pemeriksaan SDGs di Dunia

by Admin 1 09/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus melebarkan sayap dalam kegiatan internasional dengan mengirimkan insan-insan terbaiknya. Salah satunya, yakni Yudi Ramdan Budiman yang telah menyelesaikan secondment di INTOSAI Development Initiative (IDI) sebagai manager capacity development SDGs.

Sejak Mei 2018, Yudi pun meninggalkan Tanah Air untuk bertugas di Oslo, Norwegia selama tiga tahun. Dari tugas itu, Yudi mengumpulkan banyak pengalaman yang dapat dikembangkan untuk kemajuan BPK ke depan. Yudi mengatakan, tugasnya sebagai seorang manajer yakni mengelola semua inisiatif terkait peningkatan kapasitas pemeriksaan terkait isu “Sustainable Development Goals” (SDGs). Yudi pun harus merangkul 140 supreme audit institution (SAI) dari berbagai negara di dunia.

Inisiatif yang menjadi tanggung jawabnya antara lain advokasi dan promosi pemeriksaan SDGs. Yudi harus merancang berbagai kegiatan yang memberikan pemahaman kepada berbagai pihak baik di kalangan komunitas SAI dan di luar komunitas tentang Agenda 2030 dan SDGs serta pemeriksaan SDGs.

Kemudian, Yudi mengelola penyusunan panduan pemeriksaan SDGs dan publikasi hasil pemeriksaan SDGs yang akan menjadi rujukan SAI dalam pemeriksaan SDGs. Terakhir, adalah memfasilitasi Cooperative Audit Pemeriksaan SDGs yang dilaksanakan oleh SAI.

“Selain itu, saya juga terlibat dengan inisiatif lainnya, seperti SAI PMF, implementasi ISSAI, serta kerja sama IDI dan BPK. Hampir sebagian besar memang terkait dengan pemeriksaan SDGs,” ungkap Yudi kepada Warta Pemeriksa, Senin (1/2).

Yudi menyampaikan, selama tiga tahun, telah berpartisipasi dalam 17 pertemuan baik di tingkat global, regional, maupun nasional. Pertemuan internasional antara lain SAI Leadership and Stakeholder di markas besar yang dihadiri pimpinan SAI lebih dari 70 negara.

Selain itu, terdapat pertemuan dengan organisasi regional ARABOSAI, ASOSAI, dan ASEANSAI yang juga menjadi bagian dari advokasi pemeriksaan SDGs. Promosi peranan SAI juga dilaksanakan pada acara internasional lainnya yang melibatkan berbagai organisasi terkait SDGs, seperti World Bank, UNDESA, CEPA, IISD, OECD, UNESCAP, dan UNECA.

Kontribusi lainnya yang ditelurkan oleh Yudi adalah menyusun dua panduan pemeriksaan SDGs yaitu Audit Guidance of SDG Preparedness Audit dan IDI’s SDG Audit Model (ISAM). Kedua panduan tersebut sudah diunggah di situs resmi IDI dan tersedia dalam empat bahasa. Sudah banyak SAI yang menggunakan panduan tersebut untuk memeriksa pelaksanaan SDGs pada masing-masing negara.

“Selain itu, saya membantu penyusunan  publikasi kompilasi hasil pemeriksaan SDGs yang dluncurkan di markas PBB pada Juli 2019 yang berjudul ‘Are Nations Prepared for Implementation of the 2030 Agenda’,” ujar Yudi.

Kegiatan lain yang menantang adalah memfasilitasi dua cooperative audit yaitu “Cooperative Audit of SDG Preparedness Audit” dan “Cooperative Audit of SDG Implementation”. Setidaknya ada sekitar 120 tim pemeriksa dari berbagai SAI yang diberi bantuan mulai penyiapan materi pelatihan, penyelenggaraan e-learning course, sampai dengan dukungan proses pemeriksaan SDGs-nya.

Kegiatan lain adalah terlibat dengan inisiatif SAI PMF dan implementasi ISSAI yang diusung oleh IDI. “Selain itu, yang terkait dengan BPK saya terlibat prakarsa kerja sama strategis antara BPK dan IDI yang berhasil ditandatangani pada September 2019. Kerja sama ini memberikan kesempatan bagi BPK untuk menjalin pengembangan kapasitas untuk kedua belah pihak,” ujarnya.

Yudi mengatakan, salah satu tantangan dalam pekerjaannya adalah mengkolaborasikan seluruh pihak terkait. Dia mencontohkan, ketika menyusun ISAM, terdapat berbagai ahli dari lembaga internasional serta SAI untuk mematangkan panduan tersebut.

Yudi menjelaskan, kompleksitas dalam menyusun panduan itu relatif cukup tinggi. Hal ini karena terdapat cara pandang berbeda-beda dari berbagai pihak. “SAI saja ada yang besar dan kecil. Bentuk SAI di luar sana juga bermacam-macam. Kompleksitas itu kemudian membantu memberikan pemahaman yang komprehensif agar kita bisa melayani klien dalam hal ini SAI dari semua negara,” ujar Yudi.

Yudi mengatakan, untuk membuat model pemeriksaan untuk level global tidak bisa terlalu canggih dan tidak bisa juga terlalu sederhana. Panduan itu harus berada di tengah-tengah sehingga ketika diterapkan bisa diterima oleh SAI seluruh dunia.

Yudi menyampaikan, pengalaman BPK dalam menangani permasalahan di sektor publik turut mendukungnya menghadapi tantangan tersebut. Setelah berkiprah lebih dari 25 tahun, Yudi merekam berbagai permasalahan yang pernah dihadapi BPK.

“Pengalaman BPK dalam menangani permasalahan di sektor publik itu menjadi referensi utama saya ketika saya mengidentifikasi permasalahan dan pemeriksaan apa yang harus pas untuk hal itu,” ujarnya.

ISAM kemudian telah diluncurkan pada Maret 2020 untuk menjadi pedoman bagi seluruh SAI di dunia dalam pemeriksaan SDGs.

09/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Sampaikan Poin-Poin Utama Pemeriksaan IMO

by Admin 1 08/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan taklimat awal (entry meeting) pemeriksaan atas Laporan Keuangan Universitas Maritim Dunia (World Maritime University/WMU) dan Institut Hukum Maritim Internasional (International Maritime Law Institute/IMLI) Tahun Anggaran (TA) 2020. Entry meeting dilaksanakan secara terpisah pada Senin (1/2).

Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini merupakan bagian dari penugasan BPK sebagai pemeriksa eksternal Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) periode 2020-2023.

Pada entry meeting dengan manajemen WMU, Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif yang juga berperan sebagai Penanggung Jawab Pemeriksaan BPK atas IMO TA 2020, menyampaikan lima poin utama terkait pemeriksaan BPK atas WMU. Pertama, mengenai rencana pemeriksaan yang meliputi ruang lingkup, tujuan, proses pemeriksaan, mekanisme komunikasi jarak jauh, tanggung jawab those charge with governance (TCWG), serta tanggung jawab tim pemeriksa dan pihak manajemen. 

Adapun poin lain yang disampaikan adalah mengenai hal-hal yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan jarak jauh,  jadwal pemeriksaan, permasalahan yang mungkin akan dihadapi selama pemeriksaan, dan rencana pemeriksaan atas Hibah dari Nippon Foundation.

Presiden WMU Cleopatra Doumbia-Henry menyambut baik BPK sebagai pemeriksa eksternal untuk melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan WMU TA 2020. Doumbia berharap hasil pemeriksaan BPK dapat menggambarkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan WMU secara menyeluruh, sehingga dapat dijadikan masukan bagi peningkatan tata kelola di WMU.

Terkait dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan, Doumbia menyampaikan komitmennya untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan tim pemeriksa eksternal. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan WMU dilaksanakan selama dua pekan pada 1-12 Februari 2021. Opini atas laporan keuangan tersebut dijadwalkan akan diserahkan bersamaan dengan penyampaian “Long Form Audit Report” kepada Sekretaris Jenderal IMO pada 12 Maret 2021.

Pada hari yang sama, BPK juga melaksanakan entry meeting dengan manajemen IMLI yang dipimpin langsung oleh Direktur IMLI David Joseph Attard. Seperti halnya paparan dengan WMU, Bahtiar Arif juga menyampaikan beberapa poin terkait pemeriksaan BPK atas IMLI, meliputi rencana pemeriksaan.

Bahtiar menegaskan, meskipun pemeriksaan dilaksanakan secara virtual, hal ini tidak akan memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan BPK. Sebab, pemeriksaan yang dilakukan tetap berdasarkan International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) dan International Standard on Auditing (ISA). BPK pun akan menjaga independensinya. Jika dalam pelaksanaannya ditemukan masalah dan kendala, tim pemeriksa akan segera berkomunikasi dengan manajemen IMLI.

Menanggapi paparan yang disampaikan, David menyampaikan apresiasinya atas penunjukan BPK sebagai pemeriksa eksternal IMO. Demi kelancaran jalannya pemeriksaan, pihaknya akan sepenuhnya mendukung seluruh proses pemeriksaan yang dilakukan tim pemeriksa BPK, termasuk menyediakan informasi dan data yang diperlukan dan komitmen dari manajemen IMLI untuk melaksanakan pertemuan secara virtual setiap hari selama pemeriksaan berlangsung.

Pemeriksaan atas IMLI dilaksanakan selama sepekan dan laporan keuangan audited disampaikan kepada IMLI dan IMO pada 8 Februari 2021. Sedangkan opini atas laporan keuangan tersebut akan disampaikan pada 19 Maret 2021 bersamaan dengan “Long Form Audit Report” kepada Sekretaris Jenderal IMO.

Selain Sekretaris Jenderal, kedua entry meeting ini dihadiri oleh tim pemeriksa eksternal IMO, yang meliputi Pengendali Teknis, Nanik Rahayu; Pengendali Teknis TI, Pingky Dezar Zulkarnain; Ketua Tim Endra Noviandy; dan para anggota tim, serta Kepala Bagian Kerja Sama Internasional, Kusuma Ayu Rusnasanti.

08/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pendapat BPK-Otsus Papua
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kapasitas Kelembagaan Majelis Rakyat Papua Perlu Diperkuat

by Admin 1 05/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat, pemerintah perlu memperkuat kelembagaan Majelis Rakyat Papua (MRP). Hal ini dilakukan yaitu dengan membentuk instrumen kelembagaan, antara lain Komite Pengawas dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal itu menjadi salah satu bagian dari Pendapat BPK tentang Pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Pendapat BPK tersebut telah diserahkan kepada pemerintah pada Kamis (21/1).

MRP memiliki tugas dan fungsi yang penting dalam pelaksanaan program otsus Papua. MRP merupakan representasi kultural orang asli Papua (OAP). Lembaga ini memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak OAP dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pelaksanakan pengawasan program otsus oleh MRP perlu ditingkatkan. Termasuk pengawasan penggunaan dana otsus. Hal ini dikarenakan MRP belum pernah menerima laporan realisasi penggunaan dana otsus.

Sedangkan menurut Pergub Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi serta Pengawasan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, MRP mempunyai tugas dan fungsi sebagai pengawas eksternal. MRP memiliki peran penting dalam membawa aspirasi OAP terkait dengan penggunaan dana otsus dan melakukan pengawasan atas pengelolaan dana otsus.

Berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, alat kelengkapan MRP terdiri atas pimpinan, kelompok-kelompok kerja, dan Dewan Kehormatan. Terdapat tiga kelompok kerja, yaitu kelompok kerja yang menangani bidang adat, perempuan, dan agama. Dewan Kehormatan berwenang melakukan pertimbangan dan penilaian terhadap anggota MRP.

Dari kelengkapan MRP tersebut diketahui bahwa belum ada unit khusus yang membantu MRP dalam menjalankan pengawasan penggunaan dana otsus. Oleh karena itu, agar MRP dapat melaksanakan tugas dan fungsi lebih optimal, kelembagaan MRP perlu ditambahkan unit khusus yang membantu MRP untuk melakukan pengawasan penggunaan dana otsus.

BPK memandang perlu untuk memberikan pendapat kepada pemerintah agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan untuk keberlanjutan program otsus Papua.

Berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006, BPK dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya.

Pendapat yang diberikan BPK termasuk di antaranya perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Selama periode 2002-2019 pemerintah telah menyalurkan dana otsus sebesar Rp86,45 triliun dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) sebesar Rp28,06 triliun atau total seluruhnya sebesar Rp114,51 triliun.

05/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
Berita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Berupaya Menyelesaikan Sengketa Antar-BUMN

by Admin 1 04/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan berupaya menyelesaikan sengketa atau dispute yang terjadi antar-Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Daniel Lumban Tobing mengatakan, hal itu menjadi salah satu isu strategis dalam pemeriksaan di lingkup Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VII.

“Kadang-kadang antar-BUMN itu terjadi dispute yang berlarut-larut. Padahal kita tahu mereka ini sesama BUMN, satu keluarga, tapi terjadi dispute. Ini kita harapkan dapat diselesaikan melalui pemeriksaan-pemeriksaan kita,” ujar Daniel ketika memberi arahan dalam Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK 2020, Senin (7/12).

Dalam arahannya, Daniel mengatakan, AKN VII juga akan memberikan dukungan terhadap pemeriksaan wajib BPK seperti pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian BUMN dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Seperti diketahui, dalam pemeriksaan LKBUN terdapat sejumlah entitas di bawah naungan AKN VII yang terkait seperti Pertamina mengenai subsidi energi, PLN soal subsidi listrik, dan Pupuk Indonesia holding dalam penyaluran subsidi pupuk.

AKN VII juga akan mendukung pemeriksaan tematik Prioritas Nasional (PN) 1 tentang Ketahanan Ekonomi. Dalam pemeriksaan tematik tersebut, AKN VII akan memeriksa peran bank anggota Himpunan Bank Negara (Himbara).

Selain itu, Daniel menyampaikan, pihaknya juga akan mendukung pemeriksaan Prioritas Nasional (PN) 3 tentang SDM Berkualitas dan Berdaya Saing. Di sektor kesehatan, AKN VII akan melaksanakan pemeriksaan terhadap BUMN farmasi kemudian di sektor pangan akan dilaksanakan pemeriksaan terhadap BUMN pangan seperti Perum Bulog, RNI, maupun PTPN.

AKN VII juga turut terlibat dalam pemeriksaan pengelolaan dana penanganan Covid-19. AKN VII akan memeriksa dana operasional, CSR, bina lingkungan, dan dana masyarakat dari BUMN dengan jumlah signifikan seperti Pertamina, PLN, Telkom, dan Himbara.

Selain itu, AKN VII juga akan memeriksa penggunaan dana dari pemerintah pusat melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal itu antara lain terkait program perlindungan sosial berupa diskon listik pada PT PLN (Persero). Kemudian, program bantuan untuk UMKM seperti subsidi bunga pada Himbara, PNM, dan Pegadaian.

Program pembiayaan korporasi dan Penyertaan Modal Negara (PMN) juga akan menjadi sorotan AKN VII.

Untuk mencapai peningkatan kualitas dan manfaat pemeriksaan, Daniel mengungkapkan, personel AKN VII perlu meningkatkan pemahaman atas proses bisnis di tubuh perusahaan pelat merah.

“Ini kita pahami karena tentunya BUMN migas dan pangan pemeriksaannya, fokusnya akan berbeda. Saya harap masing-masing pemeriksa bisa banyak belajar untuk memahami proses bisnis yang sangat berbeda dan sangat spesifik itu,” ungkap Daniel.

Dari pemeriksaan itu, aktivitas inti yang diarahkan Daniel adalah fokus kepada kegiatan yang dapat meningkatkan kinerja keuangan BUMN. “Dengan demikian, maka dapat dicapai peningkatan kualitas dan manfaat hasil pemeriksaan,” ujar Daniel.

04/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK Hendra Susanto
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK akan Periksa Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020

by Admin 1 03/03/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melaksanakan pemeriksaan terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020. Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) I BPK akan mencermati tiga kementerian/lembaga (K/L) terkait pelaksanaan pilkada serentak 2020, yakni Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hal itu menjadi salah satu arahan Anggota I/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK Hendra Susanto dalam Rapat Kerja (Raker) Pelaksana BPK 2020.

“Perencanaan yang memadai berbasis risiko atau risk based audit terutama setelah memperhatikan pemeriksaan interim dan metode penentuan uji petik sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan,” ujar Hendra pada Senin (7/12).

Hendra mengatakan, selain tiga K/L tersebut, AKN I juga akan melakukan pemeriksaan laporan keuangan terhadap tiga K/L signifikan yakni Kementerian Pertahanan, TNI-Polri, dan Kementerian Perhubungan. Menurut Hendra, pemeriksaan terhadap tiga K/L signifikan tersebut perlu mendapatkan perhatian serius karena tingginya risiko pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) 2020, Hendra juga mengarahkan agar dilaksanakan reviu secara uji petik terhadap dampak penerapan kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional terhadap LKKL. Selain itu, reviu juga perlu dilakukan secara memadai terhadap pengendalian umum dan pengendalian aplikasi atas aspek teknologi informasi serta pengujian atas sistem aplikasi penyusunan laporan keuangan.

Hendra juga mengharapkan integrasi hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dan pemeriksaan kinerja dalam pemeriksaan LKKL 2020. Hal ini agar semua aspek yang relevan dapat dipertimbangkan dalam penentuan opini atas laporan keuangan tersebut.

Hendra menyampaikan, pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 banyak mengubah kondisi baik di Indonesia maupun di negara lain. Pemerintah pun melakukan langkah luar biasa atau extraordinary measure dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional dan pemulihan perekonomian.

Dari fenoma itu, menurut Hendra, telah teridentifikasi sejumlah risiko, antara lain risiko strategis berupa tidak tercapainya tujuan kebijakan. Kemudian risiko kepatuhan yaitu risiko pelanggaran terhadap peraturan yang dapat menimbulkan risiko hukum. Lalu risiko kecurangan terkait risiko penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat merugikan keuangan negara.

“Berbagai risiko tersebut juga dapat berdampak terhadap penyajian LKPP, LKKL, LKBUN, maupun LKPD Tahun 2020,” ujarnya.

Pada pemeriksaan keuangan semester I 2020, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2019 berhasil memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Kendati demikian, tiga LKKL di bawah naungan AKN I belum memperoleh opini WTP. Hendra memerinci, terdapat dua LKKL dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dan satu LKKL mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (TMP).

“AKN I menyiapkan langkah penanganan khusus terkait entitas tersebut dengan melakukan pemeriksaan interim dan PDTT. Kami berharap perhatian khusus ini dapat dilakukan tidak hanya kepada tiga K/L yang belum mendapatkan WTP, tapi juga kepada seluruh K/L signifikan mengingat adanya risiko baru akibat pandemi Covid-19,” ungkap Hendra.

03/03/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas 2045
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil Ketua BPK Dorong Penerapan Tata Kelola Kolaboratif
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita Indonesia Emas 2045
  • Seru-Seruan Bareng TTS Warta
  • BPK Manfaatkan Program Hibah untuk Perkuat Audit Kinerja 
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Middle Income Trap, Jalan Terjal Menuju Indonesia Emas...

    21/08/2025
  • Hadiri Forum Risk and Governance Summit 2025, Wakil...

    20/08/2025
  • HUT ke-80 RI, BPK Tegaskan Komitmen Kawal Cita-Cita...

    19/08/2025
  • Seru-Seruan Bareng TTS Warta

    19/08/2025
  • BPK Manfaatkan Program Hibah untuk Perkuat Audit Kinerja 

    19/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id