WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Monday, 18 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

Subsidi listrik (Ilustrasi/sumber: pexels-pok rie)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Bagaimana BPK Memastikan Ketepatan Subsidi Listrik?

by Admin 1 24/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Setiap tahun, pemerintah menggelontorkan anggaran hingga puluhan triliun rupiah untuk subsidi listrik. Subsidi diberikan guna meringankan beban masyarakat yang kurang mampu dalam membayar tagihan listrik. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai lembaga pemeriksa negara, pun terus mengawal agar anggaran subsidi direalisasikan secara tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat waktu.

Auditor Utama Keuangan Negara VII R Aryo Seto Bomantari mengatakan, pemeriksaan subsidi listrik sangat penting dilakukan. Dari sisi nilai, jumlah anggaran subsidi listrik cukup besar. Dalam APBN 2020, misalnya, belanja subsidi listrik sebesar Rp54,8 triliun atau 2,15 persen dari total anggaran belanja Rp2.540,4 triliun.

Nilai anggaran ini relatif tidak berbeda jauh dalam lima tahun terakhir. “Belanja subsidi energi, salah satunya belanja subsidi listrik, memiliki porsi terbesar dalam total belanja subsidi,” kata Aryo kepada //Warta Pemeriksa//, beberapa waktu lalu.

Aryo mengatakan, PT PLN (Persero) melaporkan bahwa realisasi pendapatan dari subsidi listrik tahun 2019 sebesar Rp51,7 triliun atau 15,8 persen dari total penjualan tenaga listrik Rp328 triliun. Dana kompensasi tahun 2019 yang diterima PLN dari pemerintah juga cukup signifikan, yaitu mencapai Rp22,2 triliun. Secara nilai, kata dia, pemeriksaan subsidi listrik tentu penting bagi pemerintah maupun bagi PLN.

“Bagi masyarakat Indonesia, yang saat ini sebagai besar merupakan pengguna layanan listrik PT PLN (Persero), keberadaan subsidi listrik tentu mempengaruhi nilai pengeluaran mereka untuk memperoleh tenaga listrik,” katanya.

Selain itu, nilai subsidi listrik yang mencapai 15,8 persen dari penerimaan PT (PLN) Persero tentu akan mempengaruhi kemampuan PLN (Persero) dalam menghasilkan tenaga listrik yang cukup dan berkualitas. Kesinambungan penyediaan tenaga listrik tentu juga bergantung dari pembayaran subsidi listrik dari pemerintah.

Secara umum, kata Aryo, BPK melalui pemeriksaan yang dilakukan ingin memastikan bahwa subsidi listrik telah direalisasikan secara tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat waktu. “Pada akhirnya, sebagaimana realisasi belanja pada umumnya, BPK ingin memastikan bahwa realisasi belanja subsidi listrik dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan tenaga listrik yang terjangkau, berkualitas, dan berkesinambungan,” ujar Aryo.

24/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Siap Hand-over Pemeriksaan IAEA

by Admin 1 21/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bersiap melakukan hand-over pemeriksaan pemeriksaan terhadap International Atomic Energy Agency (IAEA). Untuk itu, tim pemeriksa BPK telah mempersiapkan dengan baik dokumen-dokumen pemeriksaan, antara lain kertas kerja pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan. Termasuk di dalamnya monitoring tindak lanjut rekomendasi BPK.  

Hal tersebut disampaikan Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk tahun anggaran 2020. Kesempatan itu dilakukan saat mengikuti Programme and Budget Committee (PBC) Meeting of IAEA yang digelar para 4 Mei 2021. Ini merupakan kali kedua PBC meeting dilakukan secara virtual karena pandemik Covid-19. 

Ketua BPK menjelaskan bahwa tahun depan merupakan kesempatan terakhir BPK menjadi pemeriksa eksternal IAEA. Karenanya, BPK tetap berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik untuk meningkatkan akuntabilitas IAEA dan pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan.

Dia menambahkan, karena tahun depan merupakan kesempatan terakhir, BPK mempersiapkan hand-over pemeriksaan pada pemeriksa eksternal selanjutnya. Hal ini berdasarkan ISA 300 tentang Planning an Audit of Financial Statements.

Pemeriksaan atas IAEA juga disebutkan akan direviu oleh Inspektorat Utama (Itama) BPK. Hal ini untuk keperluan hand-over dan untuk memperoleh keyakinan mutu (quality assurance) bahwa pemeriksaan BPK telah dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan ISA dan ISSAI. Persiapan reviu oleh Itama akan mulai dilaksanakan pada tahun ini.

Dalam pertemuan ini, Ketua BPK juga menyampaikan keyakinan bahwa tujuan pemeriksaan dapat dicapai meskipun pemeriksaan dilakukan secara remote. Pemeriksaan TA 2020 merupakan pelaksanaan tahun kelima. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pemeriksaan meliputi pemeriksaan keuangan dan kinerja atas IAEA.

Pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan IAEA bebas dari salah saji baik karena error maupun fraud. Serta telah disusun sesuai dengan the International Public Sector Accounting Standards (IPSAS). Sedangkan, pemeriksaan kinerja bertujuan untuk menilai efektivitas manajemen di IAEA.

Pada pemeriksaan kinerja TA 2020, objek pemeriksaan adalah Sustainable Intensification of Livestock Production Systems, Sustainable Control of Major Insect Pests, Radioisotope Production and Radiation Technology, and Incident and Emergency Preparedness and Response so as to improve IAEA’s service to Member States.

Pemeriksaan keuangan dan kinerja TA 2020 memang dilaksanakan secara remote. Akan tetapi, BPK tetap patuh pada International Standards on Auditing (ISA) dan the International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI).

Selain Ketua, delegasi BPK yang menghadiri pertemuan ini adalah Wakil Ketua Agus Joko Pramono, Penanggung Jawab Pemeriksaan Bahtiar Arif, Wakil Penanggung Jawab Pemeriksaan R Yudi Ramdan Budiman, Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti, selaku Pengendali teknis Pemeriksaan Kinerja I Gede Sudi Adnyana, Pengendali Teknis Pemeriksaan Keuangan Cipto Nugroho, dan Kepala Bagian KSI Kusuma Ayu Rusnasanti.

21/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Di Garis Pantai Bengkulu Utara
BeritaBerita TerpopulerBPK Bekerja

Pertahankan WTP, Ini Permasalahan yang Harus Ditindaklanjuti Pemkab Bengkulu Utara

by Admin 1 20/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Bengkulu memaparkan beberapa permasalahan yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Utara. Hal itu disampaikan Plh Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bengkulu, Muhammad Hidayat pada saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Kabupaten Bengkulu Utara TA 2020 di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, Kamis (15/4/2021).

Permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti tersebut terkait sistem pengendalian dan kepatuhan pemda terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Beberapa permasalahannya antara lain, pertama, pengelolaan dan penatausahaan pendapatan pajak daerah pada Kabupaten Bengkulu Utara tidak tertib. Kedua, realisasi belanja pegawai tidak sesuai ketentuan dan terdapat kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan.

Ketiga, realisasi belanja barang dan jasa pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkulu Utara belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Keempat, realisasi belanja modal atas lima paket pekerjaan peningkatan jalan pada dinas pekerjaan umum dan penataan ruang kelebihan pembayaran sebesar Rp395,48 juta. Kelima, pengelolaan kas di bendahara dana bos tidak tertib. Keenam, pengamanan dan penatausahaan aset tetap tanah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara belum sepenuhnya memadai.

Dalam pidatonya, Plh Kepala Perwakilan menyampaikan, pemeriksaan keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan. Meski demikian, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, maka tetap harus diungkap dalam LHP. Khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara.   

Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, hal ini mungkin mempengaruhi opini atau mungkin juga tidak mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan. Dengan demikian opini yang diberikan oleh BPK, termasuk opini wajar tanpa pengecualian (WTP) merupakan pernyataan profesional BPK mengenai “kewajaran” laporan keuangan. Bukan merupakan “jaminan” tidak adanya fraud yang ditemui ataupun kemungkinan timbulnya fraud pada kemudian hari. Hal ini perlu disampaikan, mengingat masih banyak terjadinya kesalahpahaman oleh sebagian kalangan mengenai makna opini BPK.

Plh Kepala Perwakilan juga meminta kepada bupati dan jajarannya untuk wajib menindaklanjuti rekomendasi atas laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. “BPK berharap agar LKPD yang telah diaudit ini, tidak hanya digunakan sebagai sarana pertanggungjawaban (akuntabilitas). Melainkan digunakan pula sebagai informasi untuk pengambilan keputusan keuangan (penganggaran) serta mendorong dan memotivasi pemda untuk terus memperbaiki pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,” kata Muhammad.

Pada kesempatan itu, BPK Perwakilan Bengkulu juga memaparkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara kembali meraih opini WTP. Dengan demikian, tercatat empat kali berturut-turut laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara mendapat opini WTP dari BPK, yaitu sejak Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2017.

“Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK, termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, maka BPK memberikan opini atas LKPD Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara TA 2020 dengan opini WTP,” jelas Muhammad.

Bupati Bengkulu Utara, Mian, dan Ketua DPRD Bengkulu Utara, Sonti Bakhara, yang menerima langsung LHP menyambut gembira atas kembali diraihnya opini WTP dari BPK. “Kami segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara menyambut gembira opini WTP dari BPK dan akan menjadikan ini sebagai penyemangat kami untuk terus meningkatkan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah”, ucap Mian.

“Mempertahankan WTP merupakan sesuatu yang butuh komitmen kuat dan kerja keras semua pihak dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara dapat mempertahankannya. Kami di jajaran DPRD akan terus bekerja sama dengan pemda terutama dalam hal tupoksi kami, yaitu dalam bidang pengawasan”, tambah Sonti.

20/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Corpu Bakal Dikembangkan untuk Eksternal

by Admin 1 19/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengembangkan inisiatif strategis dalam pengembangan human capital atau sumber daya manusia (SDM). Pada awal April, BPK meningkatkan kapasitas Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN) menjadi BPK Corporate University (BPK Corpu).

Ke depannya, produk-produk yang dihasilkan oleh BPK Corpu tidak hanya dimanfaatkan oleh pihak internal BPK saja, melainkan juga pihak eksternal BPK. Terkait hal tersebut, BPK merencanakan agar pada 2023 BPK Corpu dapat menjadi world-class corporate university yang unggul secara global dalam forum Global Council of Corporate Universities (Global CCU).

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang mendorong Badiklat PKN bertransformasi menjadi BPK Corpu. Pertama, agar perkembangan SDM semakin sejalan dengan rencana strategis organisasi. “BPK Corpu menawarkan solusi agar seluruh pembelajaran dan pembimbingan terarah sesuai dengan tujuan organisasi,” kata Ketua BPK dalam acara peresmian BPK Corpu, beberapa waktu lalu.

Kedua, kata dia, BPK Corpu menyediakan proses bisnis pengembangan SDM yang lebih aplikatif, relevan, mudah diakses, dan berdampak tinggi. Ketiga, BPK Corpu menciptakan learning organization atau organisasi yang terus belajar dan menciptakan pengetahuan yang dibutuhkan dalam pengembangan organisasi.

Pengembangan BPK Corpu juga tidak terlepas dari terlaksananya kerja sama dengan partner strategis BPK, yaitu aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), kantor akuntan publik (KAP), lembaga diklat kementerian/lembaga/pemda, supreme audit institution (SAI) negara lain, lembaga profesi, dan perguruan tinggi.

19/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Masuki Era Disrupsi dengan BPK Corpu

by Admin 1 18/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengembangkan inisiatif strategis dalam pengembangan human capital atau sumber daya manusia (SDM). Hal ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN) dengan menerapkan prinsip-prinsip corporate university. Tujuannya, untuk mengakselerasi pencapaian visi 2020-2024, yaitu “Menjadi lembaga pemeriksa terpercaya yang berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat untuk mencapai tujuan negara”.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, kebutuhan formasi pegawai di BPK masih jauh dari ideal. Memang di satu sisi, terjadi peningkatan kompetensi di satu sisi untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Akan tetapi di sisi lain, prosesnya berpotensi mengurangi kapasitas organisasi untuk melaksanakan tugas yang lain.

Oleh karena itu, kata dia, dibutuhkan terobosan baru. Dengan begitu, upaya peningkatan kompetensi dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi tidak mengurangi kapasitas organisasi dalam menjalankan perannya.

“Apalagi sebagai organisasi, BPK perlu memperbarui pengetahuan menjadi salah satu cara untuk mampu bertahan dalam era disrupsi sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi,” kata Ketua BPK dalam acara Peluncuran BPK Corporate University (BPK Corpu) di Badiklat PKN di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hal tersebut mendorong terbentuknya gerakan organisasi pembelajar (learning organization), yaitu organisasi yang dapat mengembangkan kemampuannya untuk senantiasa menyesuaikan diri dan merespons kebutuhan organisasi. Dalam hal ini, yaitu terkait dengan upaya pengembangan sumber daya manusia, khususnya kompetensi dalam pemeriksaan/audit dan komunikasi audit.

Pola pembelajaran diselaraskan antara apa yang dipelajari dalam pelatihan dan yang dibutuhkan oleh organisasi. Program pelatihan juga difokuskan untuk memberikan peningkatan kinerja organisasi secara nyata. Kemudian partisipasi peserta pembelajaran dikembangkan dengan menerapkan metode pembelajaran melalui pola penugasan dan pembimbingan dengan lebih fleksibel dan accessible.

 “Pengembangan SDM utamanya diarahkan untuk peningkatan kompetensi pelaksana BPK, khususnya terkait dengan kompetensi dalam pemeriksaan/audit dan komunikasi audit,” kata Ketua BPK.

18/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK-ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Menghadapi Pandemi, BPK-ANAO Bahas Kualitas Audit

by Admin 1 17/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Australian National Audit Office (ANAO) menyelenggarakan quality assurance discussion dengan mengambil tema “Review of Financial Audit in a Pandemic Situation”, beberapa waktu lalu. Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual tersebut merupakan bagian dari implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan ANAO tahun 2021 di bidang quality assurance yang telah berlangsung sejak 2011.

Tujuan penyelenggaraan diskusi adalah untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, khususnya dalam pelaksanaan reviu atas kualitas pemeriksaan keuangan selama masa pandemi Covid-19 yang berfokus pada penerapan hot dan cold QA review. Selain itu, peserta mendiskusikan bagaimana melaksanakan proses reviu yang berkualitas dengan mempertimbangkan dampak dari situasi pandemi atas risiko dan materialitas pada pemeriksaan keuangan.

Diskusi ini digelar untuk memberikan beragam masukan dan insight bagi para peserta terkait peningkatan efektivitas proses penjaminan mutu pemeriksaan guna menjaga dan meningkatkan kualitas pemeriksaan. Kegiatan diskusi dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama merupakan sesi pemaparan dari kedua SAI dan sesi kedua merupakan diskusi dan tanya jawab.

Paparan pertama disampaikan Prima Liza, kepala Bidang Penjaminan Mutu Pemeriksaan Keuangan III – Inspektorat Utama BPK dengan tema “Hot Review on Financial Audit”. Prima memaparkan perkembangan hasil observasi hot review penjaminan mutu pemeriksaan BPK yang sedang berlangsung beserta temuan sementara yang diperoleh dari reviu atas 14 tim pemeriksaan keuangan tahun 2021.

Selanjutnya, paparan kedua disampaikan oleh Group Executive Director of Professional Services and Relationships Group (PSRG) ANAO, Jane Meade dan Executive Director, Professional Services and Relationships Group (PSRG) ANAO, Amelia Pomery. Mereka membahas dua topik utama, yaitu “The Impact of the Pandemic on Risk and Materiality of the Financial Audit” dan “Implementation of Hot And Cold Reviews in Financial Audits”.

Beberapa hal yang dipaparkan ANAO adalah mengenai respons mereka terhadap dampak dari pandemi, khususnya dalam pembuatan program penjaminan mutu pemeriksaan dengan memetakan area risiko dan materialitas akun. Selain itu, ANAO membahas mengenai detail perbedaan hot dan cold QA review yang meliputi perbedaan tujuan, jenis audit yang direviu, ruang lingkup, metodologi dan program pengujian, waktu pelaksanaan, jenis temuan, dan pemeringkatan temuan.

Kegiatan ini dimoderatori oleh Senior Advisor ANAO untuk BPK, Kristian Gage. Sementara itu, sambutan pembukaan diampaikan oleh Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif. Adapun kata pembukaan disampaikan Inspektur Utama BPK I Nyoman Wara dan Group Executive Director of Professional Services and Relationships Group (PSRG) ANAO Jane Meade.

Diskusi ini turut dihadiri Inspektur PKMP Rita Amelia, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Selvia Vivi Devianti, serta pejabat dan seluruh reviewer dari Inspektorat PKMP dan Biro Humas dan Kerja sama Internasional. Sebagai tindak lanjut atas diskusi tersebut, BPK dan ANAO akan kembali menyelenggarakan diskusi berikutnya pada Juni 2021 dengan topik “Peninjauan atas laporan keuangan The Australian Securities and Investment Commission (ASIC)”. ASIC merupakan lembaga yang melakukan pemeriksaan tahunan audit keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntan publik di Australia untuk mempromosikan peningkatan dan pemeliharaan kualitas audit.

17/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Laporan Keuangan Pemerintah Federal AS tahun 2020
BeritaBerita TerpopulerOpini

Penyajian Informasi Beban Penanganan Pandemi Covid, Posisi Utang, dan Keberlangsungan Fiskal Pada LK 2020 Pemerintah Federal AS

by Admin 1 12/05/2021
written by Admin 1

Oleh: Wahyudi, Kasubaud IV BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pada 25 Maret 2021, US Department of Treasury merilis Laporan Keuangan Pemerintah Federal AS tahun 2020 yang telah diaudit oleh US Government Accountability Office (GAO). Laporan Keuangan (LK) tersebut menyajikan gambaran umum komprehensif posisi dan hasil keuangan Pemerintah Federal AS, termasuk efek dari respons terhadap kondisi pandemi Covid-19 dan program dukungan senilai 2,6 triliun dolar AS bantuan langsung kepada warga, sektor, negara bagian dan pihak-pihak yang terdampak.

LK juga menyajikan tren jangka panjang utama yang memengaruhi keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah AS. LK menyajikan dua laporan, yaitu Accrual-based Financial Statement dan Sustainability Financial Statements. Seperti 22 tahun terakhir, GAO mengeluarkan opini disclaimer (TMP) atas Accrual-based Financial Statement  TA 2020 disebabkan kelemahan material tertentu dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan dan batasan lain pada lingkup pemeriksaan. GAO juga mengeluarkan opini disclaimer atas Sustainability Financial Statements karena ketidakpastian signifikan terkait pencapaian pengurangan yang diproyeksikan dalam pertumbuhan biaya Medicare dan batasan tertentu lainnya.

Accrual-based Financial Statement TA 2020 melaporkan biaya operasional bersih (net operating cost) akrual berjumlah 3,8 triliun dolar AS (ekuivalen Rp55.100 triliun, pada asumsi kurs rata-rata 1 dolar AS= Rp14.500). Defisit anggaran (cash-basis) dolar AS 3,1 triliun (ekuivalen Rp44.950 triliun). Selisih 696,9 miliar dolar AS antara defisit anggaran dan net operating costs sebagian besar disebabkan biaya yang masih harus dibayar, terutama terkait peningkatan perkiraan kewajiban actuarial, peningkatan piutang pajak, dan lain-lain.

Defisit anggaran tersebut meningkat 2,1 triliun dolar AS (218,2%) dari defisit 984 miliar dolar AS pada tahun 2019, dan net operating cost meningkat 2,4 triliun dolar AS (164,7%) dari 1,446 triliun dolar AS tahun 2019. Selama TA 2020, utang federal yang dimiliki publik meningkat 25 persen menjadi 21,1 triliun dolar AS (ekuivalen Rp305.950 triliun). Total aset 2020 sebesar 6,0 triliun dolar AS jika dibandingkan dengan total kewajiban 32,7 triliun dolar AS, maka terdapat posisi bersih ekuitas negatif sebesar 26,8 triliun dolar AS (ekuivalen negatif Rp388.600 triliun).

Sustainability Financial Statements menyajikan SLTFP (Statements of Long-Term Fiscal Projections) terkait present value (PV) pengeluaran non-bunga termasuk jaminan sosial, Medicare, Medicaid, pertahanan, dan pendidikan, dan lain-lain selama 75 tahun ke depan yang diproyeksikan melebihi PV total penerimaan sebesar 79,5 triliun dolar AS. Disajikan pula Statements of Social Insurance (SOSI) terkait PV pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial dan perawatan kesehatan dan program asuransi sosial diproyeksikan melebihi PV pendapatan asuransi sosial sekitar 65,5 triliun dolar AS. Untuk mencegah peningkatan rasio utang terhadap PDB selama periode dimaksud, diperlukan langkah pengurangan belanja non-bunga dan peningkatan penerimaan rata-rata 5,4 persen dari PDB. Fiscal gap sebesar minus 5,4% menggambarkan 30,2 persen dari PV penerimaan dan 23,8 persen dari PV belanja non-bunga dalam kurun 75 tahun ke depan.

Adapun ringkasan data keuangan dimaksud adalah sebagai berikut:

Efek Pandemi terhadap Posisi Keuangan

Sejak dinyatakan sebagai keadaan darurat nasional AS awal Maret 2020, Kongres mengesahkan serangkaian CARES Act untuk mengurangi beban keuangan pada warga negara dan lembaga terkait, meminimalkan kerugian bisnis dan pekerjaan, serta meningkatkan likuiditas sistem keuangan AS. Adapun pendanaan untuk program pemulihan dampak pandemi Covid sebesar 2,6 triliun dolar AS terdiri dari skema, pertama, 670,3 miliar dolar AS Paycheck Protection Program bagi usaha kecil untuk mempertahankan karyawan (tidak di-PHK) melalui pengampunan hutang (loan forgiveness) pada pengeluaran untuk payroll, benefit costs, bunga hipotek, sewa, dan utilitas.

Kedua, 500 miliar dolar AS Economic Stabilization and Assistance to Severely Distressed Sectors of the U.S. Economy, berupa penyediaan pinjaman langsung dan jaminan pinjaman untuk berbagai bisnis dan pemerintah negara bagian dan local. Ketiga Unemployment Insurance 394,3 miliar dolar AS berupa skema dukungan untuk memperluas kemampuan negara bagian menyediakan kompensasi bagi pekerja yang terkena dampak pandemik.

Keempat, Economic Impact Payment 282 miliar dolar AS insentif pajak berupa pemberian kredit pajak yang dapat dikembalikan, recovery rebate, termasuk penangguhan pembayaran bagian perusahaan atas Social Security taxes hingga Desember 2020. Kelima, Public Health and Social Services Emergency Fund 231,7 miliar dolar AS untuk dukungan penggantian dana kepada entitas penyedia layanan kesehatan atas biaya atau pendapatan yang hilang yang disebabkan dampak pandemi, dan dukungan untuk pengembangan dan pembelian vaksin, perawatan, pengujian, dan perlengkapan medis.

Keenam, Coronavirus Relief sebesar 150 miliar dolar AS bantuan kepada negara bagian, lokal, dan tribal pemerintah suku untuk pengeluaran terkait pandemic. Ketujuh, 405,3 miliar dolar AS program pendanaan lainnya kepada lembaga dan program lain untuk bantuan sistem transportasi, lembaga pendidikan, dan dana bantuan bencana.

Adapun jumlah alokasi anggaran (appropriation), jumlah yang segera harus dicairkan (obligations incurred) dan jumlah yang telah disalurkan (gross outlays) per instansi/kementerian adalah sebagai berikut:

Berikut ini adalah detail anggaran dan distribusi kementerian dari program dimaksud:

  • US Treasury Department menerima alokasi 975,0 miliar dolar AS. Jumlah ini termasuk 500 miliar dolar AS subsidi kredit investasi dan pinjaman untuk mendukung bisnis, negara bagian, dan kota yang mengalami kerugian akibat pandemi. Per 30 September 2020, US Treasury memiliki 107,9 miliar dolar AS investasi ekuitas pada special purpose vehicle (SPV) yang didirikan untuk meningkatkan likuiditas sistem keuangan AS. Kerugian bersih dari investasi SPV sebesar 4,5 miliar dolar AS masuk dalam net cost dari US Treasury. Pendanaan ini termasuk 32 miliar dolar AS bantuan kepada maskapai penerbangan dan vendornya untuk dukungan penggajian kepada pekerja penerbangan selama pandemi. Net cost termasuk 28,2 miliar dolar AS terkait dukungan ini.
  • Alokasi Small Business Administration (SBA) 751,8 miliar dolar AS untuk program Economic Injury Disaster Loan berupa pinjaman kepada pemilik usaha kecil. Piutang pinjaman SBA meningkat 182,9 miliar dolar AS terutama dari program ini, dengan net cost 5,4 miliar dolar AS.
  • Alokasi pada Department of Labor (DOL) 394,3 miliar dolar AS termasuk untuk program FPUC (Federal Pandemic Unemployment Compensation) berupa tambahan tunjangan pengangguran mingguan 600 dolar AS), program PUA (Pandemic Unemployment Assistance) berupa tunjangan sementara bagi individu yang tidak memenuhi syarat tunjangan reguler atau jaminan konvensional pengangguran), program Pandemic Emergency Unemployment Compensation (klaim manfaat tambahan), program Kompensasi Jangka Pendek (alternatif selain PHK bagi pemberi kerja). Net cost terkait tunjangan pengangguran ini berjumlah 352,2 miliar dolar AS.
  • Department of Health and Human Services (HHS) menangani 250,4 miliar dolar AS untuk PHSSEF (Public Health and Social Services Emergency Fund) guna membantu entitas penyedia layanan kesehatan dengan kompensasi biaya terkait perawatan kesehatan atau hilangnya pendapatan terkait pandemi; pinjaman dan hibah untuk usaha kecil, penyedia layanan kesehatan dan rumah sakit; dan pengujian Covid-19. Net cost HHS meningkat 115,2 miliar dolar AS terutama dari peningkatan PHSSEF. HHS juga memberikan uang muka program penanganan pandemi sebagai uang muka di neraca 103,6 miliar dolar AS.
  • Department of Agriculture (USDA) menerima alokasi 73,2 miliar dolar AS untuk program pangan domestik termasuk Program Gizi Anak, Supplemental Nutrition Assistance Program, dan Program Emergency Food Assistance. Net cost USDA meningkat 49,9 dolar AS untuk kegiatan ini.
  • Department of Homeland Security (DHS) menerima alokasi tambahan 45,9 miliar dolar AS, untuk respons dan pemulihan bencana besar domestik dan keadaan darurat yang mengganggu sumber daya negara bagian, terutama kompensasi hilangnya gaji kepada individu dan anggota komunitas kesukuan. Kenaikan net cost 49,7 miliar dolar AS di DHS terutama disebabkan oleh aktifitas penanganan ini.
  • Department of Transportation (DOT) menerima 36,0 miliar dolar AS untuk pemeliharaan dan kelanjutan operasional dan bisnis sistem transportasi dalam menanggapi pandemi, termasuk Hibah Bantuan untuk Bandara dari Administrasi Penerbangan Federal. Net cost DOT meningkat 22,5 miliar dolar AS untuk aktivitas penanganan ini.
  • Department of Education (DOE) menerima alokasi 31,0 miliar dolar AS program hibah pendidikan, termasuk untuk mendanai perubahan kontrak penundaan pembayaran pendidikan siswa dan fasilitas penangguhan pinjaman pendidikan lainnya.
  • Department of Veteran Affairs (VA) menerima alokasi 19,6 miliar dolar AS. Sebesar 18,6 miliar dolar AS digunakan untuk program layanan medis, TI, dan Medical Community Care. Pendanaan juga digunakan untuk akses para veteran memiliki ke peralatan telehealth dan perumahan darurat serta bantuan pencegahan tunawisma bagi keluarga veteran yang berpenghasilan sangat rendah. Kenaikan biaya kotor 21,6 miliar dolar AS di VA terutama disebabkan aktivitas ini.
  • Department of Housing and Urban Affairs (HUD) mendapat alokasi 12,4 miliar dolar AS untuk Program Perencanaan dan Pengembangan Komunitas, Perumahan penduduk asli Indian; dan Perumahan untuk Lansia dan Penyandang Disabilitas. Disediakan juga moratorium sementara penyitaan bagi hipotek yang dijamin pemerintah dan hak menahan pembayaran pinjaman bagi pemilik rumah yang mengalami kesulitan keuangan. HUD telah mencairkan 2,3 miliar dolar AS dari jumlah yang dialokasikan.

Posisi Utang Pemerintah

Utang pemerintah federal yang dipegang publik terdiri dari Marketable securities (Treasury bills, Treasury notes, Treasury bonds), Nonmarketable securities, Agency securities dan utang bunga yang masih harus dibayar. Publik terdiri dari individu, perusahaan, pemerintah negara bagian dan lokal, Federal Reserve Banks, pemerintah asing, dan entitas lain di luar pemerintah federal. Sesuai Public Debt Act tahun 1941, Kongres dan Presiden menetapkan plafon batas Treasury debt obligations sebesar 65 miliar dolar AS untuk satu waktu.

Akan tetapi, Kongres dan Presiden menangguhkan batas utang hingga 31 Juli 2021. Setiap tahun, triliunan dolar utang jatuh tempo dan diterbitkan utang baru menggantikannya. Pada TA 2020, pinjaman baru mencapai 19,0 triliun dolar AS, dan pembayaran utang jatuh tempo 14,8 triliun dolar AS. Utang federal yang dipegang/ dimiliki publik meningkat 4,2 triliun dolar AS (25 persen) menjadi 21,1 triliun dolar AS (ekuivalen Rp305.950 triliun). Saat ini posisi utang federal yang seharusnya tunduk pada batas tersebut berjumlah 26,92 triliun dolar AS (ekuivalen Rp390.340 triliun). Posisi utang ini diukur dari persentase dari PDB. Rasio utang tersebut mencapai 100 persen dari PDB pada akhir TA 2020 (bandingkan dengan rasio 79 persen pada akhir TA 2019). Padahal sejak 1940, rata-rata rasio hutang terhadap PDB adalah 48 persen.

Keberlangsungan Fiskal

Proyeksi fiskal jangka panjang pada Sustainability Financial Statements didasarkan pada asumsi ekonomi yang digunakan pada laporan Social Security Trustees dan digunakan pada data per 1 Januari 2020, sebelum terjadinya penurunan ekonomi. Saat ini, manajemen tidak dapat memperkirakan secara wajar potensi dampak pandemi Covid-19 pada proyeksi atau upaya sustainability lainnya yang mungkin signifikan. Asumsi ekonomi dan demografis yang tidak mencerminkan efek pandemi Covid-19, meningkatkan ketidakpastian proyeksi fiskal jangka panjang tahun ini.

Fiscal-gap measure mengukur seberapa besar defisit primer (non-interest spending vs receipts) harus dikurangi selama 75 tahun ke depan agar kebijakan fiskal sustainable. Perkiraan kesenjangan fiskal pada tahun 2020 adalah 5,4 persen dari PDB (dibandingkan dengan 3,8 persen untuk 2019). Perkiraan ini menyimpulkan bahwa membuat kebijakan fiskal berkelanjutan selama 75 tahun ke depan akan membutuhkan beberapa kombinasi pengurangan pengeluaran dan peningkatan penerimaan setara dengan rata-rata 5,4 persen dari PDB selama 75 tahun ke depan.

Kesenjangan fiskal ini adalah 30,2 persen dari present value (PV) penerimaan dan 23,8 persen dari belanja non-bunga PV dalam kurun 75 tahun. Rasio utang terhadap PDB pemerintah diperkirakan akan meningkat selama periode proyeksi 75 tahun dan seterusnya, jika kebijakan saat ini dipertahankan. Proyeksi menyimpulkan bahwa kebijakan saat ini tidak sustainable. Jika perubahan dalam kebijakan fiskal segera tidak dilaksanakan sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan jika perubahan kebijakan tersebut tidak diterapkan lebih awal, maka perubahan yang diperlukan pada pendapatan dan/atau pengeluaran semakin kecil untuk mengembalikan ke jalur fiskal yang sustainable.

GAO merekomendasikan rencana fiskal jangka panjang memperhitungkan aturan dan target fiskal, seperti target rasio utang terhadap PDB. Kongres harus menyelaraskannya dengan anggaran tahunan untuk penyusunan strategi yang konsisten. Akan tetapi, GAO juga memberi rekomendasi agar Kongres mempertimbangkan pendekatan alternatif terhadap atas utang saat ini. Karena batas utang bukan aturan fiscal, namun merupakan batasan pada otoritas keuangan untuk meminjam guna mendanai keputusan yang telah ditetapkan oleh Kongres dan Presiden.

Kombinasi dari likuiditas, kedalaman, dan keamanan pasar surat utang pemerintah AS yang tidak tertandingi di pasar global membuat surat utang pemerintah AS menjadi investasi unik dan penting bagi investor. Banyak investor rela menerima imbal hasil rendah karena menganggap surat utang ini sebagai salah satu aset teraman di dunia. Pembatasan utang pemerintah akan mengancam kepercayaan investor pada surat utang Pemerintah AS. Ketidakpastian batas utang akan dinaikkan atau ditangguhkan akan menyebabkan peningkatan biaya pinjaman dan mengganggu pasar surat utang pemerintah federal AS.

Kesimpulan

Pendanaan program pemulihan dampak pandemi Covid TA 2020 berjumlah 2,6 triliun dolar AS untuk 7 program pada 11 instansi/kementerian. Defisit anggaran TA 2020 adalah 3,1 triliun dolar AS. Posisi utang federal berjumlah 26,92 triliun dolar AS, dan rasio utang federal mencapai 100 persen dari PDB. Total aset 6,0 triliun dolar AS dan kewajiban 32,7 triliun dolar AS, sehingga posisi bersih ekuitas negatif sebesar 26,8 triliun dolar AS.

Present value (PV) pengeluaran non-bunga selama 75 tahun ke depan diproyeksikan melebihi PV total penerimaan 79,5 triliun dolar AS. PV pengeluaran Jaminan Sosial dan Perawatan Kesehatan dan program asuransi sosial diproyeksikan melebihi PV pendapatan asuransi sosial 65,5 triliun dolar AS. Diperlukan pengurangan belanja non-bunga dan peningkatan penerimaan rata-rata 5,4 persen dari PDB. Fiscal gap sebesar minus 5,4% menggambarkan 30,2 persen dari PV penerimaan dan 23,8 persen dari PV belanja non-bunga dalam kurun dimaksud. Proyeksi menyimpulkan bahwa kebijakan saat ini tidak sustainable.

GAO mengeluarkan opini disclaimer atas Sustainability Financial Statements disebabkan ketidakpastian signifikan pada asumsi yang dipergunakan manajemen, termasuk perkiraan dampak potensial dari pandemi Covid-19 sehingga laporan keuangan mungkin tidak menyajikan secara wajar, dalam semua hal material, informasi tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di AS.

Sumber: https://www.fiscal.treasury.gov/reports-statements/financial-report/current-report.html

 
12/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Susun Sustainability Report Perdana, Ini Alasannya

by Admin 1 11/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menerbitkan sustainability report untuk pertama kali pada tahun ini. Laporan tersebut merupakan bentuk komitmen BPK dalam memberikan contoh kepada lembaga lain dalam pencapaian target-target Sustainability Development Goals (SDGs).

Anggota Tim Penyusun Sustainability Report BPK, Tjokorda Gde Budi Kusuma menjelaskan, penerbitan sustainability report di dunia muncul seiring dengan kesadaran bahwa indikator ekonomi tidak bisa menjadi satu-satunya ukuran kemajuan suatu negara. Ini karena dalam kemajuan ekonomi juga terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatikan, seperti aspek lingkungan dan sosial.

Dari hal itu kemudian muncul kerangka berpikir triple bottom line yang mengutamakan people, planet, dan profit. Sehingga, perusahaan-perusahaan tidak lagi hanya mencari keuntungan tapi juga memperhatikan dua aspek lainnya.

“Kemudian, muncullah kata sustainability. Artinya, ketika kita melakukan kegiatan harus juga memikirkan tiga dimensi yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan,” kata Tjokorda kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Konsep keseimbangan alam, lingkungan, dan ekonomi ini kemudian mencapai puncaknya ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melahirkan Sustainable Development Goals (SDGs). Dari perkembangan itu kemudian muncul konsep integrated report. Sehingga, perusahaan atau organisasi itu tidak hanya melaporkan akuntabilitas finansial tapi juga tanggung jawab sosial maupun lingkungannya.

Di Indonesia, kata Tjokorda, telah terbit Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 /POJK.03/2017 yang mewajibkan LJK, emiten, dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keberlanjutan selain laporan keuangannya.

Dalam isu-isu SDGs, Tjokorda mengatakan, BPK sangat aktif terlibat hingga ke level global. Khusus di isu lingkungan, BPK aktif bergabung dalam INTOSAI Working Group on Environmental Audit (WGEA). Bahkan, BPK sempat menjadi ketua INTOSAI WGEA.

Untuk laporan edisi perdana tersebut, fokusnya adalah bagaimana BPK menyesuaikan cara kerja di tengah pandemi Covid-19. Menurut Tjokorda, dari sisi lingkungan, pandemi justru mempercepat pencapaian SDGs. “Misalnya, karena dipaksa bekerja daring, maka penggunaan kertas juga semakin sedikit. Kemudian, pemakaian listrik di kantor menjadi lebih hemat,” kata Tjokorda.

Selain itu, laporan yang disusun juga akan menyoroti capaian pemeriksaan yang signifikan dari sisi ekonomi. Dia menjelaskan, kontribusi BPK bersifat indirect impact. Artinya, ketika rekomendasi BPK diimplementasikan maka akan terjadi penghematan fiskal. Apabila rekomendasinya terkait kepatuhan maka kerugian negara yang terjadi bisa dipulihkan.

“Kemudian, saat pandemi Covid-19 ini BPK juga mengawal langsung pemanfaatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujarnya.

Tjokorda optimistis, dengan adanya sustainability report, BPK dapat mempertegas komitmen dalam mendorong pencapaian SDGs di entitas yang diperiksa BPK. Dia menilai, langkah itu pun menjadi salah satu wujud BPK dalam memberikan contoh kepada lembaga lain di Indonesia.

“Ini juga sesuai dengan SAI Performance Measurement Framework (PMF). Salah satunya, bagaimana suatu SAI itu memberikan dampak dari hasil auditnya. Dengan sustainability report ini, bisa menjadi bukti bahwa aktivitas BPK itu berdampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan,” ujarnya.

11/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Siap Catat Rekor dengan Terbitkan Sustainability Report Perdana

by Admin 1 10/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sebagai salah satu supreme audit institution (SAI) yang memiliki perhatian tinggi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menyusun sustainability report untuk pertama kalinya. Upaya ini merupakan wujud langkah konkret BPK untuk menjadi contoh bagi organisasi lain dalam pencapaian target SDGs.

Anggota Tim Penyusun Sustainability Report BPK, Tjokorda Gde Budi Kusuma menyampaikan, terdapat empat pendekatan untuk mengawal pelaksanaan SDGs. Tiga pendekatan pertama yakni BPK melakukan audit kesiapan, audit kinerja, dan audit akuntabilitas di semua lapisan. Sementara, terdapat pendekatan keempat yakni menjadi role model.

“Artinya, BPK tidak hanya mengaudit institusi lain tapi BPK sendiri juga menjadi contoh dalam mencapai target-target SDGs,” ungkap Tjokorda kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu. 

Tjokorda mengatakan, BPK berupaya melengkapi peran itu dengan mencoba membuat sustainability report. BPK pun membuat laporan aktivitas organisasi dalam setahun dan merangkum capaian apa saja yang telah dilakukan BPK dalam pencapaian target SDGs.

Contohnya, kata Tjokorda, terkait konsep eco-office dan smart office di BPK untuk mendukung implementasi SDGs Tujuan 12. Tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung jawab, dengan adanya kebijakan pengurangan pencetakan dokumen. BPK telah berhasil secara signifikan dalam meminimalisasi penggunaan kertas. Hal ini dapat terjadi dengan adanya bantuan sistem teknologi informasi dalam pelaksanaan proses bisnis di BPK.

Selain isu lingkungan terdapat isu sosial yang juga disoroti seperti kesetaraan gender dalam pekerjaan. Secara ekonomi, ungkap Tjokorda, laporan itu juga mengulas seberapa besar dampak rekomendasi BPK terhadap penghematan dan pengembalian kerugian negara.

Pekerjaan ini pun menjadi catatan rekor tersendiri bagi BPK. “BPK masih berpeluang untuk menjadi SAI yang pertama menerbitkan sustainability report di dunia. Semoga inisiatif pertama ini bisa menjadi contoh yang baik,” ujarnya.

Tjokorda mengatakan, sustainability report BPK tengah dalam proses finalisasi. “Mudah-mudahan lancar, apalagi karena ini menjadi yang pertama. Terlebih lagi, sumber daya yang ada juga cukup terbatas,” ujar Tjokorda.

Dia menjelaskan, untuk membuat laporan tersebut diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualifikasi Certified Sustainability Report Specialist (CSRS). Di BPK, baru terdapat 16 orang pemilik sertifikasi tersebut. “Tapi dengan dukungan dari Sekretaris Jenderal BPK dan para pimpinan eselon I, semoga bisa lancar. Karena memang dibutuhkan pengumpulan data dan analisis,” ujarnya.

10/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerOpiniSLIDER

LFAR dan Peran Profesi Akuntan Sektor Publik dalam Penguatan Fungsi Pemeriksaan Keuangan Negara

by Admin 1 07/05/2021
written by Admin 1

Oleh: Prof Dr Bahrullah Akbar, MBA, CIPM, CPA, CSFA, CFrA, CGCAE/Anggota V BPK RI

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Long Form Audit Report (LFAR) merupakan pendekatan pemeriksaan yang menggabungkan pemeriksaan keuangan dengan pemeriksaan kinerja agar para pemangku kepentingan dapat memiliki pemahaman komprehensif terkait dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemahaman komprehensif ini tidak hanya memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan saja tetapi juga penilaian atas tingkat keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan rakyat yang dilihat dari aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitasnya, maupun indikator kinerja lain.

Direktorat Litbang BPK RI (2018), istilah LFAR belum didefinisikan secara eksplisit di dalam standar pemeriksaan keuangan baik di Indonesia maupun pada lingkup internasional. Namun, istilah long atau short form report telah disinggung dalam standar pemeriksaan kepatuhan yang tertera dalam the International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 400: “Fundamental Principles of Compliance Auditing”. ISSAI 400 memberikan gambaran umum tentang sifat, unsur, dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan oleh supreme audit institutions (SAI). Berdasarkan ISSAI 400, pelaporan untuk pemeriksaan kepatuhan dapat berbentuk singkat (short form) berupa satu pernyataan tertulis tentang pendapat atas level kepatuhan entitas, atau berbentuk panjang (long form) berupa penjelasan yang rinci dan menyeluruh atas beberapa pertanyaan audit kepatuhan yang spesifik.

Dalam praktik, konsep LFAR telah diimplementasikan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap beberapa lembaga PBB. Salah satu contohnya adalah pemeriksaan atas Badan Atom Dunia atau International Atomic Energy Agency (IAEA) yang dilakukan oleh BPK. Selain melakukan pemeriksaan keuangan, pada periode yang bersamaan, ada tim lain yang melakukan Pemeriksaan Kinerja, sehingga laporan yang dihasilkan adalah gabungan dari Laporan Pemeriksan Keuangan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja.

Pada tahun 2020 BPK telah melaksanakan LFAR pada 5 (lima) perwakilan di Indonesia bagian barat sebagai pilot project dengan beragam tema pemeriksaan kinerja, antara lain; infrastruktur, otonomi khusus, pencegahan bencana, dan pencemaran udara.  LFAR yang telah dilaksanakan oleh BPK pada 2020 menghasilkan laporan yang terdiri dari 4 (empat) buku. Laporan itu terdiri dari Buku I Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah/LHP LKPD tentang Opini; Buku II LHP Sistem Pengendalian Intern; Buku III LHP Kepatuhan, dan ditambah satu Buku IV tentang LHP Kinerja hasil pemeriksaan yang merupakan pelaksaan pilot project di 5 (lima) provinsi.

Selain empat buku LHP tersebut, BPK menyajikan simpulan eksekutif dari Pemeriksaan LKPD dan Kinerja Pemerintah Provinsi yang berupa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) Provinsi di wilayah Barat (lihat Tabel: 1) yang melingkupi seluruh pemeriksaan BPK pada kota dan kabupaten. Dalam LFAR tersebut, BPK menyajikan kesimpulan atas efektifitas pelaksanaan suatu program dan kegiatan oleh suatu entitas, serta kaitannya dengan opini atas Laporan Keuangan yang diperoleh entitas, dalam hal ini pada entitas tingkat provinsi.

Tabel 1

Daftar Pemeriksaan BPK Wilayah Barat pada Provinsi, Kota dan Kabupaten

Pada tingkat provinsi selain keempat buku LHP, BPK memberikan buku IHPD yang memuat profil dan kapasitas daerah dan kebijakan pemeriksaan serta memuat gabungan hasil Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang dilakukan atas tahun bersamaan yang dilakukan oleh BPK Perwakilan setempat, maupun Pemeriksaan Tematik BPK yang dilaksanakan oleh BPK Pusat, terhadap objek pemeriksaan tingkat provinsi, kota, dan kabupaten. Tujuan pemeriksaan LFAR dan memberikan IHPD agar menjadi rujukan kebijakan pemerintah provinsi mencapai tujuan entitas sesuai APBD provinsi dan menginformasikan pelaksaan pertanggungjawaban APBD tingkat kota dan kabupaten. Sehingga, diharapkan pemerintah provinsi mendapat gambaran yang lebih jelas dan rinci tentang hasil-hasil pemeriksaan dalam rangka perbaikan kebijakan serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas.       

Pelaksanaan LFAR dengan 5 (lima) objek pemeriksaan kinerja memberikan masukan IHPD pada tingkat provinsi membawa dampak terjadinya pergeseran paradigma pemeriksaan yang selama ini membedakan pemeriksaan secara parsial dan jenisnya. Hal tersebut yaitu Pemeriksaan Keuangan menghasilkan laporan opini dan Pemeriksaan Kinerja mengeluarkan simpulan dan rekomendasi. Penggabungan dua pemeriksaan ini membutuhkan perubahan mind-set para pemeriksa sektor publik karena pada saat bersamaan harus mampu melakukan Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja yang masing-masing mempunyai filosofi, metodologi, dan pendekatan pemeriksaan yang berbeda.

Profesi akuntan

Profesi akuntan di Indonesia telah berkembang secara dinamis mulai dari zaman Prakolonial hingga era setelah Reformasi. Para akademisi telah membahas profesi akuntan di Indonesia dengan menggunakan beragam kerangka teori. Salah satunya adalah Abdoelkadir (1983) yang menyimpulkan bahwa perkembangan profesi akuntan di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan program pendidikan akuntan yang didukung oleh organisasi donor internasional. Selain itu, Sukoharsono dan Gaffikin (1993) dan Sukoharsono (1995) menggunakan konsep power/knowledge dari Michel Foucault dalam mendalami profesi akuntan di Indonesia yang menyoroti bagaimana profesi akuntan yang pada awalnya didominasi oleh warga negara keturunan asing untuk kemudian didominasi oleh para akuntan pribumi.

Irmawan (2010) menggunakan teori globalisasi dan “historical structure” dari Robert Cox berpendapat bahwa perkembangan profesi akuntan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh-pengaruh kapitalis barat dan dinamika sosio-politik yang terjadi di sepanjang rezim pemerintahan di Indonesia. Lebih lanjut, Irmawan (2010) menyatakan bahwa perkembangan profesi akuntan di Indonesia dimulai pada awal kemerdekaan Indonesia ketika ekspansi kaum kapitalis memiliki pengaruh dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 34 tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan.

Namun demikian, pengaruh kapitalis ini ditentang oleh Sukarno dengan ide-ide sosialis nasionalisnya. Sehingga pada masa pemerintahannya, perkembangan profesi akuntan sedikit melambat. Akan tetapi, pada masa pemerintahan Soeharto, kapitalisme mulai subur berkembang. Profesi akuntan juga tidak begitu berkembang seperti yang diharapkan karena adanya konglomerasi keluarga sehingga akuntabilitas dan transparansi menjadi hal yang kurang signifikan dalam pengambilan keputusan. Perkembangan profesi akuntan menjadi profesi modern seperti saat ini dimulai pada saat Indonesia memasuki masa transisi menuju reformasi. Ketika itu pemerintah tidak dapat menahan pengaruh dan tekanan perkembangan global dan organisasi donor internasional untuk memodernisasi dan mereformasi profesi akuntan.

Berdasarkan studi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan profesi akuntan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan praktik-praktik terbaik global yang dimulai oleh negara-negara maju. Saat ini, implementasi LFAR telah diterapkan oleh para pemeriksa eksternal di lembaga-lembaga di PBB dan oleh negara-negara seperti Australia dan Selandia Baru.

Kerangka Yuridis dan Empiris LFAR

Standar Pemeriksaan Internasional (ISSAI) ISSAI 400 menyatakan bahwa SAI dapat menyajikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dalam bentuk singkat atau panjang. LHP berformat panjang dapat diartikan bahwa sebuah LHP menyajikan jawaban lebih dari satu pertanyaan audit atas kepatuhan yang terkait dengan proses bisnis. LFAR merupakan penyajian laporan untuk menjawab dan menggabungkan secara komprehensif dari pertanyaan Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja pada periode tertentu.

Penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Prestasi Kerja” adalah bentuk akuntabilitas kementerian/lembaga (K/L) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam merealisasikan anggaran berbasis prestasi kerja dalam bentuk program atau kegiatan. BPK memegang tugas strategis untuk memberikan assurance bahwa program dan kegiatan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang diamanatkan dalam ISSAI 12. Jadi, SAI dituntut untuk memberikan nilai tambah dan manfaat bagi rakyat dengan cara “making a difference to the lives of citizens” dengan cara melakukan pemeriksaan yang relevan dengan aspirasi masyarakat, parlemen, dan pemangku kepentingan lainnya.

Untuk menunjang tugas BPK sebagai SAI, BPK memiliki kebebasan untuk menentukan isi laporan pemeriksaan seperti yang diatur dalam Principle 1 Point 6 ISSAI 1200. Dengan demikian, inisiatif BPK untuk berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dengan memasukkan komponen pemeriksaan kinerja ke dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan (LK) yang merupakan kewajiban BPK sebagai anggota lembaga pemeriksa internasional, lihat Practice Note to ISSAI 1200 Overall Objectives of Independent Auditor and Conduct of an Audit in Accordance with International Standards on Auditing.

Untuk dapat memasukan elemen pemeriksaan kinerja dalam LHP atas LK, perlu dikaji lebih jauh bagaimana mengukur istilah “prestasi kerja” K/L dan SKPD. Termasuk bagaimana menyinkronisasikan dengan opini atas kewajaran yang diberikan BPK atas LK K/L dan SKPD. Maksud dari klausa “prestasi kerja” yang tercantum dalam Penjelasan UU Nomor 17 tahun 2003 pada dasarnya adalah “prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran”. Dengan kata lain, “prestasi kerja” dapat ditafsirkan sebagai keberhasilan instansi dalam merealisasikan anggaran berbasis kinerja. Oleh karena itu, penilaian atau pengukuran terhadap “prestasi kerja” adalah suatu bentuk pengukuran akuntabilitas kinerja K/L atau SKPD. Caranya, dengan menilai capaian output dan sasaran strategis K/L, pemda atau SKPD, yang outcome-nya secara langsung maupun tidak langsung, dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dari setiap uang yang dianggarkan.

Aspek output dan outcome dari program atau kegiatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akuntabilitas publik pemerintahan yang diatur dalam Perpres Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dengan adanya SAKIP, pengukuran elemen kinerja dalam LHP atas LK seharusnya mengacu pada SAKIP sebagai indikator kinerja pelayanan (service performance). Bukan berdasarkan indikator kinerja keuangan (financial performance). Karena, kinerja keuangan tidak berkaitan erat dengan kesejahteraan rakyat. Sehingga tidak disarankan untuk mengukur kinerja K/L dan pemda dengan menggunakan indikator kinerja keuangan, seperti rasio laporan keuangan, pencapaian target keuangan di CALK, dan analisis tren lainnya, serta analisis pertumbuhan akun-akun di laporan keuangan.

Direktorat Litbang BPK (2018), mengindentifikasi kendala-kendala yang dihadapi BPK jika mengacu pada SAKIP untuk memasukkan aspek kinerja pada LHP atas Laporan Keuangan K/L dan pemda, seperti:

  1. Belum adanya ketentuan pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang mengatur penggabungan aspek kinerja pada LK instansi pemerintah;
  2. Belum adanya ketentuan yang mengharuskan K/L dan SKPD untuk menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kepada BPK;
  3. Ketidaksinkronan waktu penyampaian LAKIP dan LK;
  4. Tidak adanya sumber daya BPK yang memadai untuk memeriksa LAKIP;

Memenuhi amanat UU Nomor 17 Tahun 2003, BPK dapat tetap mengacu kepada SAKIP untuk mengukur aspek kinerja. Berdasarkan pertimbangan bahwa terlepas dari kendala-kendala di atas, BPK dapat menentukan isi laporan pemeriksaan dengan menggabungkan aspek kinerja ke dalam LHP atas LK. Selain itu, dapat dilaksanakan dengan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pihak yang diperiksa. BPK dapat menilai seluruh atau hanya mereviu sebagian program atau kegiatan dalam LAKIP, yang mendapat perhatian lebih dari rakyat dan pemangku kepentingan lain. Hal ini sesuai dengan ISSAI 12, SAI diharapkan dapat memberikan manfaat kepada rakyat dengan cara memeriksa isu-isu yang menjadi tantangan bagi kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Dalam tataran praktis, BPK dapat mereviu LAKIP hanya atas program-program yang menjadi pusat perhatian masyarakat dan parlemen. Seperti program-program yang sering diberitakan di media masa, media sosial, maupun yang sering muncul di diskursus antarmasyarakat. Pemilihan program yang direviu dapat dilakukan dengan melakukan, misalnya, analisis matrix. Pendekatan ini menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat, kesinambungan lingkungan dan perhatian parlemen. Untuk mewujudkan pendekatan ini BPK dapat mengacu pada variabel-variabel yang ada pada indeks kesejahteraan rakyat yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan indeks kualitas lingkungan hidup yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Landasan hukum merupakan landasan paling kuat dalam pengejawantahan praktik administrasi publik. Berdasarkan studi komparasi yang dilakukan oleh Direktorat Litbang BPK (2018), SAI Selandia Baru telah mengaplikasikan model pelaporan kinerja dalam hasil pemeriksaan laporan keuangannya. Sejak 1989, Selandia Baru mengamanatkan adanya pelaporan informasi kinerja dalam laporan keuangan melalui Undang-Undang Keuangan Publik mereka (Public Finance Act 1989). Indonesia dan Selandia Baru sama-sama memiliki landasan kuat untuk “memaksa” pemerintahan di kedua negara untuk mencantumkan informasi kinerja/prestasi kerja dalam pelaporan keuangannya. Walaupun telah memiliki undang-undang yang mengamanatkan adanya informasi kinerja dalam pelaporan keuangan sejak 1989, Selandia Baru baru mengeluarkan standar akuntansi pada tahun 2017 atau 28 tahun kemudian. Jika Indonesia mampu mengeluarkan standar akuntansi mengenai kinerja instansi pemerintah dalam waktu dekat terkait integrated dan/atau comprehensive audit pada sektor publik, maka Indonesia tentu akan dinilai mampu membuat lompatan kemajuan yang luar biasa dalam bidang pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.

Konsep dan Implementasi LFAR

Mandat BPK melaksanakan pemeriksaan atas  pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang mencakup Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu berdasarkan amanat pasal 23E ayat (1) UUD Tahun 1945 dan dituangkan lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara jo Pasal 6 ayat (3) UU BPK Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah LK telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan Keuangan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Pencapaian opini WTP setiap tahun membaik dan meningkat dari opini WTP tahun 2018 sebanyak 443 (82%) dan tahun 2019 menjadi 485 (0%). Sedangkan menurut ISSAI 200, Pemeriksaan Kinerja merupakan jenis pemeriksaan atas Efisiensi dan Efektivitas Kegiatan, Program Organisasi Pemerintah, dengan memperhatikan aspek ekonomi (3E), dengan tujuan untuk mendorong ke arah perbaikan. 

LFAR dalam konteks pemeriksaan komprehensif (comprehensive audit) dan/atau integrative audit adalah penggabungan Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja yang dilaksanakan pada saat bersamaan dan pada periode yang sama. Tujuannya untuk memberikan opini atas Laporan Keuangan dan memberikan penilaian atas kinerja entitas atas aspek 3E. Menurut kajian Litbang BPK (2018), ada 2 (dua) syarat pelaporan keuangan untuk memenuhi amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara terkait informasi kinerja layanan, yaitu adanya pelaporan informasi kinerja layanan entitas. Dalam hal ini, seharusnya tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan adanya standar akuntansi mengenai pelaporan informasi kinerja demi keseragaman bentuk dan isi. Jika dua syarat tersebut terpenuhi maka dapat memberikan nilai tambah berupa informasi pencapaian kinerja pemerintah dalam mengelola dana publik. LRA tidak hanya berisi realisasi penyerapan anggaran semata, tetapi juga pencapaian kinerja/prestasi kerja atas penggunaan anggaran tersebut.

Pada praktiknya, bentuk dan isi LRA yang berisi pencapaian kinerja/prestasi kerja dalam bentuk keluaran (output), hasil (outcome), efisiensi dan efektivitas belum diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 2 (PSAP 02) tentang LRA Berbasis Kas. Selain itu, PSAP 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang merupakan sarana penyajian dan pengungkapan segala informasi yang dibutuhkan oleh pengguna untuk memahami laporan keuangan, ternyata juga belum memberikan pengaturan yang menekankan pada pencapaian kinerja organisasi.

Oleh karena standar dan peraturan LFAR secara eksplisit belum ditetapkan, menurut Litbang BPK (2018) terdapat beberapa alternatif penerapan yaitu, yang pertama, mempertajam pengujian atas kecukupan pengungkapan dalam CaLK. Pengungkapan yang memadai yang menjadi salah satu kriteria dalam opini audit sesuai dengan ketentuan dalam PSAP 04 yang mengatur tentang CaLK dapat memasukkan informasi tentang kebijakan fiskal dan ekonomi makro, serta ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target tersebut. Mayoritas entitas pelaporan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, belum mengungkapkan informasi pencapaian target program/kegiatan dalam laporan keuangan baik atas tahun anggaran berjalan maupun pencapaian periode sebelumnya secara lengkap dan komprehensif.  

Jika dalam CaLK tersebut telah disajikan informasi, BPK dapat melakukan pengujian validitas atas keandalan data yang disajikan untuk kemudian dinilai prestasi kerjanya. Apakah telah mencapai hasil keluaran yang direncanakan (outcome) dari output anggaran yang dibelanjakan dan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat atas program-program atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sepanjang tahun pelaporan.

Alternatif kedua adalah penekanan aspek kinerja terutama terhadap permasalahan yang menjadi temuan berulang atau berlarut-larut penyelesaiannya. Entitas yang belum memperoleh opini WTP, pemeriksaan dapat diarahkan pada hal-hal yang menyebabkan pengecualian pada opini LK untuk perbaikan opini tahun berikutnya. Di lain pihak, entitas yang sudah memperoleh opini WTP, pemeriksaan ditujukan untuk peningkatan 3E untuk sektor-sektor yang perlu dibenahi yang tujuannya dapat meningkatkan kinerja entitas secara keseluruhan. Alternatif ketiga adalah penekanan aspek kinerja pada pencapaian target program/kegiatan utama entitas atau penilaian atas indikator kinerja utama dari entitas tersebut seperti tidak tercapainya suatu output tertentu, tidak efektifnya suatu kegiatan, atau pemborosan atau inefisiensi terkait pencapaian target program/kegiatan utama entitas.

Alternatif keempat adalah penekanan aspek kinerja berdasarkan isu tematik lokal (BPK Perwakilan Provinsi). Tematik dapat bersifat lokal dengan tema-tema tertentu di pada lingkup Perwakilan BPK yang menjadi Sasaran Objek Pemeriksaan (obrik) entitas ataupun perhatian publik dan bervariasi di antara entitas SKPD atau organisasi perangkat daerah (OPD). Tema-tema lokal ini dapat menjadi pilihan area kunci kinerja atau menjadi subject matter yang dinilai oleh tim pemeriksaan keuangan tentang hal-hal yang menjadi tema pemeriksaan kinerja paralel dengan Pemeriksaan Keuangan. Contoh pemilihan tematik, yaitu jika suatu provinsi sedang memiliki program prioritas pengembangan pariwisata dan lingkungan hidup, maka tim tersebut dapat berfokus pada tema pengembangan pariwisata dan lingkungan hidup dalam menilai aspek kinerja entitas.

Implementasi LFAR

International Organization of Sumpreme Audit Institutions (INTOSAI) telah menetapkan International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 12 tentang The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions-making a difference to the lives of citizens. ISSAI Nomor 12 menyatakan bahwa lembaga pemeriksa harus bisa memberikan nilai tambah dan manfaat kepada masyarakat. Sebagai salah satu anggota INTOSAI, BPK perlu turut serta menerapkan prinsip tersebut melalui fungsinya sebagai lembaga pemeriksa tertinggi di Indonesia. BPK perlu mengembangkan pemeriksaan Laporan Keuangan yang memperhatikan/menekankan aspek kinerja yang dicapai oleh pemerintah daerah (pemda). Dengan begitu pemda diharapkan tidak hanya mengejar opini WTP terkait penyajian laporan keuangan saja, tetapi juga mendorong peningkatan kinerja.

Untuk pemeriksaan Laporan Keuangan dengan model LFAR yang dilaksanakan oleh Auditor Keuangan Negara V untuk tahun anggaran atas LK Pemda 2019 menggunakan model pendekatan penekanan atas aspek kinerja terhadap pencapaian target program/kegiatan entitas OPD. Pemeriksaan ini tidak mengukur overall kinerja pemda. Pendekatan ini diambil dengan pertimbangan upaya pencapaian target program/kegiatan utama tertentu (certain area) yang dapat dianggap mewakili populasi dan merefleksikan pencapaian program/kegiatan sebagian dan/atau keseluruhan.

Implementasi pemeriksaan dengan pendekatan LFAR di BPK telah dilaksanakan tahun 2020 dalam bentuk pilot project yang dilaksanakan pada 5 (lima) kantor perwakilan BPK, yaitu Aceh, Lampung, Banten, DKI, dan Jawa Timur. Dengan demikian pemeriksaan atas LKPD pada 5 (lima) daerah tersebut disertai dengan pemeriksaan kinerja pada area tertentu. BPK selain memberikan opini atas Laporan Keuangan. Pada saat yang bersamaan, BPK juga memberikan penilaian atas keberhasilan atau ketidakefektifan pemda dalam merancang dan melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak pada pengukuran peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Topik pemeriksaan ditentukan dengan kriteria adalah program utama/prioritas entitas. Setelah program utama/prioritas entitas sudah diperoleh, selanjutnya dilakukan pemilihan topik pemeriksaan dengan mempertimbangkan jumlah anggaran yang dikelola/materialitas keuangan, kepentingan publik/masyarakat, auditabilitas, dan dampak terhadap lingkungan. Hasil proses pemilihan topik pemeriksaan tersebut adalah untuk BPK Perwakilan Provinsi Aceh, Lampung, dan Jawa Timur dengan topik pemeriksaan infrastruktur. Kemudian DKI Jakarta dengan topik pemeriksaan lingkungan dan Banten dengan topik pemeriksaan penanggulangan bencana alam.

Pemeriksaan LKPD dengan dengan penekanan aspek kinerja pada 5 (lima) entitas menunjukkan hasil pemeriksaan sebagai berikut:

  • Pemerintah Aceh

Laporan Keuangan Pemerintah Aceh tahun 2019 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sementara hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana otonomi khusus (otsus) tahun anggaran (TA) 2019 menyimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh masih kurang efektif dalam mencapai target program pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana otsus TA 2019.

  • Provinsi Lampung

Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2019 memperoleh opini WTP. Sementara hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah untuk mencapai target kemantapan jalan dalam mendukung pergerakan orang dan barang tahun 2019 menyimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung kurang efektif dalam mencapai target kemantapan jalan untuk mendukung pergerakan orang dan barang tahun 2019.

  • Provinsi Banten

Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2019 memperoleh opini WTP. Sementara hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan penanggulangan bencana tahap prabencana tahun anggaran (TA) 2019 menyimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Banten belum efektif dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana tahap prabencana TA 2019.

  • Provinsi DKI Jakarta

Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 memperoleh opini WTP. Sementara hasil pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat tahun anggaran 2019 menyimpulkan bahwa upaya Pemprov DKI Jakarta untuk melaksanakan pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi darat masih perlu ditingkatkan.

  • Provinsi Jawa Timur

Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 memperoleh Opini WTP. Sementara hasil pemeriksaan kinerja atas Efektivitas Program Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan TA 2019 menyimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur cukup efektif dalam mencapai target kemantapan jalan TA 2019.

Hasil pemeriksaan LKPD dengan penekanan aspek kinerja pada 5 (lima) entitas pilot project menunjukkan bahwa sebagian besar hasil pemeriksaan LKPD tidak berkorelasi positif dengan hasil Pemeriksaan kinerja. Dari lima entitas sebagai pilot project, LKPD memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Akan tetapi penilaian atas kinerja atas pelaksanaan program/kegiatan prioritas pemerintah daerah belum efektif.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa melalui pemeriksaan dan pelaporan dengan model pendekatan aspek kinerja pada area tertentu, BPK dapat memberikan penilaian secara lebih utuh mengenai kualitas pelaporan keuangan dan penggunaan keuangannya. Selain itu, pembaca laporan BPK juga mendapat simpulan yang lebih lengkap dan dapat lebih dipahami secara komprehensif oleh para pemangku kepentingan. Sehingga menjadi lebih akurat sebagai dasar dalam pengambilan keputusan atau dalam menyusun perencanaan.

Manfaat LFAR

Penerapan LFAR sangat dirasakan manfaatnya oleh para stakeholders karena opini WTP tidak semata-mata dijadikan patokan keberhasilan pemerintah. Akan tetapi juga dari aspek efektivitas, efisiensi, dan ekonomis penggunaan keuangannya. LFAR diharapkan mengurangi kecenderungan kepala daerah atau pimpinan entitas menjadikan opini WTP sebagai tolok ukur utama keberhasilan. LFAR secara langsung atau tidak langsung mengkonfirmasikan antara pelaporan keuangan dengan pencapaian kinerja.

Menurut Solikin (2006), Informasi Kinerja yang disampaikan kepada publik merupakan pertanggungjawaban penerima amanat kepada pemberi amanat yang dapat digunakan untuk perbaikan kinerja pemerintah. Selama ini LK hanya berfokus pada hal-hal keuangan saja, bukan pada pencapaian outcome atau yang membawa dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Oleh karena itu, pengukuran kinerja kuantitatif yang bersifat non-keuangan menjadi sangat penting. Seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam “Government and Results ACT of 1993″ (GPRA). Di situ jelas, terdapat satu saja laporan akuntabilitas yang mencakup informasi program dan informasi keuangan serta ukuran-ukuran kinerja yang dapat menggambarkan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi. Sebagai perbandingan, menurut Christensen & Yoshimi (2001), negara bagian New South Wales (NSW) di Australia menggunakan data dalam pelaporan SEA (service efforts and accomplishments) yang menghubungkan antara Laporan Kinerja dengan siklus anggaran dan menggunakannya sebagai dasar perencanaan. Pelaporan SEA mencakup pelaporan efficiency, outcomes, dan inputs.

Lebih lanjut, Parry (2000) menyebutkan bahwa pemeriksaan atas komponen keuangan dan kinerja yang terintegrasi memberikan manfaat dengan meningkatnya transparansi, akuntabilitas dan kredibilitas hasil audit.  Institut of Internal Auditors (2012) menjelaskan bahwa pendekatan audit terintegrasi dapat meningkatkan kredibilitas audit internal, peningkatan cakupan pemeriksaan, peningkatan pelaporan dan penilaian risiko, serta perencanaan pemeriksaan yang lebih efektif.

Dwiputrianti (2011) menyebutkan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) berpengaruh dalam tata kelola keuangan negara. LHP yang dihasilkan bermanfaat untuk menilai hasil kinerja, output, manfaat, dan dampak organisasi sektor publik baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang dalam meningkatkan perekonomian negara. Laporan Pemeriksaan memberikan informasi yang berguna dalam menilai efisiensi dan efektivitas program negara. Laporan juga membantu para pemangku kepentingan dalam lebih memahami hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK dan fungsinya dalam akuntabilitas publik. Informasi yang disajikan oleh pemeriksa dalam laporan audit LFAR sangat dibutuhkan oleh entitas dalam mengambil langkah untuk mengurangi gap yang terjadi dan juga untuk pengambilan keputusan (Dobija, Cieślak, Iwuć, 2016).

Perubahan Pendekatan Pemeriksaan dengan LFAR

Secara umum LFAR merupakan laporan pemeriksaan yang menggabungkan Hasil Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja. Dalam praktiknya, pelaksanaan pemeriksaan setidaknya dibatasi sumber daya yang ada yang dapat berupa waktu, biaya, dan/atau tenaga kerja. Oleh karena itu, pemeriksaan untuk menghasilkan LFAR juga memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda. Pendekatan tersebut bisa dilihat dari beberapa sisi:

  • Pertimbangan lingkup dalam menghasilkan LFAR

Leclerc et al (1996) menyebutkan bahwa secara umum dalam suatu pemeriksaan, pemeriksa perlu mempertimbangkan lingkup yang merujuk pada keluasan dan kedalaman pemeriksaan, tingkat assurance yang diinginkan yang merujuk pada keyakinan pemeriksa akan ketepatan opini yang disajikan dalam laporan, dan ambang signifikansi ditetapkan yang merujuk pada keputusan pemeriksa untuk memilih mana yang akan dimuat dalam laporan. Demikian halnya dengan pemeriksaan yang menghasilkan LFAR. Memang belum ada bentuk laporan baku dari LFAR. Tetapi selain memuat opini laporan keuangan, LFAR juga memuat opini/penilaian atas program/kegiatan prioritas suatu entitas. Oleh karena itu, untuk menghasilkan LFAR yang bagus perlu mempertimbangkan ketiga ukuran tersebut terutama lingkup pemeriksaan.

Salah satu kajian Direktorat Litbang (2018) memuat alternatif-alternatif solusi dalam penerapan LFAR, di antaranya adalah tematik lokal. Penerapan LFAR dengan pendekatan ini merupakan salah satu wujud dari pembatasan lingkup. Sesuai dengan namanya, tematik lokal adalah tema-tema pemeriksaan yang diangkat oleh kantor perwakilan BPK sesuai dengan konteks atau sasaran entitas atau perhatian publik dari setiap daerah. Tema-tema lokal ini dapat menjadi area kinerja yang dinilai oleh tim pemeriksa LKPD di kantor perwakilan. 

Sebagai contoh, suatu provinsi memiliki program prioritas pengembangan pariwisata. Kantor BPK Perwakilan provinsi tersebut dapat berfokus pada tema pengembangan pariwisata dalam menilai aspek kinerja dalam pemeriksaan keuangan atas pemerintah provinsi tersebut.  Tim pemeriksa dapat menganalisis kondisi penganggaran yang dilakukan satuan kerja terkait apakah mereka telah menganggarkan kegiatan untuk menyukseskan program utama dari entitas. Selanjutnya tim dapat menelaah apakah realisasi dari kegiatan yang telah dilakukan sepanjang tahun relevan dan berkontribusi bagi pencapaian sasaran pengembangan pariwisata. Hal ini sekaligus menjadi bentuk pengujian apakah anggaran berbasis kinerja memang benar-benar telah diaplikasikan oleh provinsi tersebut.

  • Pemeriksa harus menguasai subject matter dan bisa menggunakan tenaga ahli

Setiap entitas yang diperiksa memiliki program prioritas yang berbeda-beda. Leclerc et al (1996) menyatakan bahwa dengan beragamnya entitas dengan program prioritas yang berbeda-beda maka akan sangat mungkin pemeriksa dihadapkan pada subject matter yang beragam. Ketika subject matter telah ditentukan, maka pemeriksaan harus didukung oleh pemeriksa yang memahami proses bisnis dari tema tersebut dan dalam kondisi tertentu dapat menggunakan ahli untuk menghasilkan LFAR yang memuat rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti.   

  • Penerapan standar pemeriksaan yang akan dipakai

Pendekatan dalam LFAR mempertimbangkan standar pemeriksaan  yang akan diterapkan. Karena LFAR menerapkan pemeriksaan keuangan dan sekaligus melakukan pemeriksaan kinerja, sehingga diperlukan standar pemeriksaan yang akan diterapkan pada tahapan jenis pemeriksaan dimaksud. ISSAI 400 Compliance auditing in combination with performance auditing poin 26 menyebutkan bahwa ketika pemeriksaan kepatuhan merupakan bagian dari pemeriksaan kinerja, maka kepatuhan dipandang sebagai salah satu aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ketidakpatuhan dapat menjadi penyebab, penjelasan, atau konsekuensi dari keadaan aktivitas yang menjadi subjek pemeriksaan kinerja. Dalam penggabungan pemeriksaan semacam ini, pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesional mereka untuk memutuskan apakah kinerja atau kepatuhan merupakan fokus utama pemeriksaan yang berguna tidak hanya pada entitas saja, melainkan membawa dampak terhadap penggunaan anggaran belanja dan kegiatan terhadap tujuan entitas. Banyak pertanyaan tentang ISSAI 400 terkait dengan definis LFAR yang perlu menjadi pertimbangan kesesuaian pelaksaan pemeriksaan dengan standar pemeriksaan. 

Pengaruh LFAR Terhadap Tugas dan Fungsi Akuntan Sektor Publik

Konsep LFAR Akan mengurangi dikotomi antara Pemeriksaan Keuangan dengan Pemeriksaan Kinerja. Oleh karena itu, akuntan sektor publik perlu memahami dengan baik konsep ini agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan baik. Penggabungan 2 (dua) pemeriksaan ini membutuhkan perubahan mindset para pemeriksa karena masing-masing pemeriksaan memiliki filosofi, metodologi, dan pendekatan yang berbeda. Australian National Audit Office (ANAO), memisahkan fungsi pemeriksaan berdasarkan jenis pemeriksaan. Dalam struktur organisasi, dipisahkan antara yang menangani Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Sehingga terjadi spesialisasi profesi pemeriksa berdasarkan jenis pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan dilakukan oleh pemeriksa yang berlatar belakang akuntan sedangkan pemeriksaan kinerja dapat dilakukan oleh pemeriksa dari berbagai macam latar belakang ilmu dan pendidikan.

Pada kondisi seperti ini, perlu dilakukan penyesuaian yang cukup lama jika ingin menerapkan LFAR karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Pemeriksa Keuangan terhadap pelaksanaan kinerja dan sebaliknya. Namun, spesialisasi seperti ini tidak terjadi di BPK. Mengapa? Karena di BPK, pembagian unit kerja berdasarkan jenis objek pemeriksaan, sehingga setiap pemeriksa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Tentunya selama ini mereka dibekali pengetahuan tentang pemeriksaan keuangan dan pengukuran kinerja organisasi.

Walaupun pemeriksa BPK tidak mengenal pemisahan berdasarkan jenis pemeriksaan dan terbiasa melakukan keduanya, tetapi pemeriksaan tersebut dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan. Penggabungan pemeriksaan keuangan dan kinerja pada saat yang bersamaan tetap diperlukan penyesuaian dan perubahan metode kerja.

Dobija, CieÅ›lak, Iwuć (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa LFAR sangat berdampak terhadap tugas dan fungsi pemeriksa sektor publik. Di antaranya, pertama, pemeriksa lebih banyak membutuhkan informasi atau data tambahan dalam pelaksanaan penugasan pemeriksaan. Ruang dan luas lingkup pemeriksaan menjadi sangat luas karena hasil 2 (dua) tujuan pemeriksaan diintegrasikan menjadi satu laporan audit yang memuat penjelasan yang rinci dan menyeluruh. Kedua, proses penyusunan laporan pemeriksaan membutuhkan waktu (time consume and  time constrain). Ketiga, perubahan ini membawa dampak pada strategi dan perencanaan audit yang disusun dan disiapkan oleh lembaga pemeriksa. Selain di tingkat institusi, di tingkat pemeriksa juga mempunyai dampak. Proses pemeriksaan dilaksanakan lebih lama dari biasanya karena cakupan yang lebih luas dan bukti pemeriksaan yang lebih banyak dalam pelaksanaan pemeriksaan. Keempat, keengganan para pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan LFAR karena akan merasa dibebani pekerjaan tambahan. Semua hal ini harus dimitigasi oleh lembaga pemeriksa.

Perubahan di atas akan mempengaruhi lembaga diklat dan pemeriksa. Termasuk juga para regulator dan standard-setter yang harus mampu membuat standar dan prosedur, guidance, dan pedoman juklak/juknis LFRA. Tujuannya agar para auditor dapat memiliki arah dalam pemeriksaan, menjaga Quality assurance dan quality control. BPK berdasarkan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, pemerintah pusat/pemerintah daerah, lembaga negara lain, Bank Indonesia, badan usaha milik negara (BUMN), badan layanan umum (BLU), badan usaha milik daerah (BUMD), yayasan, dan lembaga atau badan lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

BPK dapat memberikan pendapat kepada pemerintah untuk menambahkan informasi mengenai prestasi kerja atau kinerja layanan masing-masing entitas pelaporan dalam LK yang disusun sebagai langkah awal untuk menerapkan General Purpose Financial Reports (GPFRs) dan pemeriksaan keuangan dengan penekanan pada aspek kinerja. Berdasarkan hal ini, para regulator dan standard-setter di antaranya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Institut Akuntan Indonesia (IAPI), dan Kementerian Keuangan dapat mulai menyusun agenda untuk memasukkan LFAR dalam standar, pedoman, dan panduan yang mereka hasilkan. Sehingga apa yang dilakukan BPK, entitas sektor publik mempunyai kewajiban yang terstruktur dalam pencapaian kinerja atau prestasi kerja. 

Selain itu, IAI sebagai lembaga profesi para akuntan Indonesia dapat melakukan pengembangan kompetensi. Sehingga anggotanya tidak hanya terkait dengan materi dari pemeriksaan keuangan saja, tetapi juga pemeriksaan kinerja. Caranya, dengan mengangkat pemeriksaan kinerja ke dalam tatanan keahlian baru yang disandingkan dengan pemeriksaan keuangan oleh profesi akuntan. Selain lembaga profesi, lembaga pemeriksa perlu mengembangkan metodologi pemeriksaan LFAR sebagai praktik, kompetensi, keahlian, dan ilmu baru sehingga dapat diintegrasikan dengan pengembangan pendidikan pemeriksa secara berkelanjutan. Lembaga pemeriksa perlu mendesain pola perekrutan, pelatihan, dan pengembangan individu para auditornya yang disesuaikan dengan keahlian baru ini.

Kesimpulan dan Saran

Long Form Audit Report (LFAR) merupakan pendekatan pemeriksaan yang menggabungkan pemeriksaan keuangan dengan pemeriksaan kinerja agar para pemangku kepentingan dapat memiliki pemahaman komprehensif terkait dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Walaupun LFAR belum didefinisikan secara eksplisit di dalam standar pemeriksaan keuangan baik di Indonesia maupun lingkup internasional, tetapi konsep LFAR telah diimplementasikan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, SAI Australia, SAI Selandia Baru, dan pemeriksa eksternal beberapa lembaga PBB.

Penerapan LFAR sangat dirasakan manfaatnya oleh para stakaholders karena opini WTP tidak semata-mata dijadikan patokan keberhasilan pemerintah, tetapi juga dari aspek efektivitas, efisiensi, dan ekonomis penggunaan keuangannya. Selain itu, pemeriksaan atas komponen keuangan dan kinerja yang terintegrasi memberikan manfaat dengan meningkatnya transparansi, akuntabilitas dan juga kredibilitas hasil audit. 

LFAR menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma pemeriksaan yang selama ini membedakan secara tegas berdasarkan jenisnya yaitu, pemeriksaan keuangan yang menghasilkan opini dan pemeriksaan kinerja yang mengeluarkan simpulan dan rekomendasi. Penggabungan dua pemeriksaan ini membutuhkan perubahan mindset para pemeriksa karena masing-masing pemeriksaan memiliki filosofi, metodologi, dan pendekatan yang berbeda. Selain itu penerapan LFAR menyebabkan pemeriksa lebih banyak membutuhkan informasi atau data tambahan dalam pelaksanaan penugasan pemeriksaan dan proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan.

Lembaga diklat dan pemeriksa, regulator, dan standard-setter diharapkan dapat duduk bersama merumuskan dan menyusun standar dan prosedur, guidance, serta pedoman juklak/juknis LFRA. Dengan begitu para pemeriksa memiliki arah serta konsisten dalam bekerja secara profesional dan proporsional, due professional care.  Lembaga profesi seperti IAI, IAPI, IPKN, BPKP dan satuan pengawasan internal BUMN/BUMD harus memiliki kolaborasi dalam menyusun kurikulum pendidikan berkelanjutan bagi para pemeriksa eksternal, pemeriksa internal maupun akuntan pada Kantor Akuntan Publik. Tujuannya, agar implementasi LFAR dapat berjalan dengan baik.

07/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam Mengawal Keuangan Negara
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang Andal dan Berbasis Data
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal Kebijakan Ekonomi Biru
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu Strategis Pengawasan Sektor Publik
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam...

    15/08/2025
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang...

    14/08/2025
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas

    13/08/2025
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal...

    12/08/2025
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu...

    11/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id