WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Monday, 18 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

AKN III BPK Soroti Tujuh Entitas

by Admin 1 07/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Auditorat Keuangan Negara (AKN) III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaruh perhatian khusus kepada tujuh entitas. Ketujuh entitas tersebut adalah Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Mahkamah Agung (MA).

Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Bambang Pamungkas mengatakan, tujuh kementerian dan lembaga (K/L) tersebut perlu mendapat perhatian khusus karena mengacu pada hasil pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2020.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara yang dapat berpengaruh terhadap opini laporan keuangan pemerintah pusat,” kata Bambang kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Dari tujuh entitas tersebut, ujar Bambang, Kemensos dan Kemenkominfo termasuk entitas yang dapat digolongkan paling signifikan terhadap pengelolaan keuangan negara. Signifikansi itu ditinjau dari segi dampaknya terhadap pengelolaan keuangan negara dengan tolok ukur nilai, kepentingan publik, akuntabilitas, dan transparansi, serta dikaitkan dengan kondisi secara umum yang terjadi di Indonesia.

Kedua entitas tersebut saat ini memiliki signifikansi dampak antara lain mengenai besarnya nilai anggaran yang dikelola, tanggung jawab atas pelaksanaan program kerja yang menyangkut kehidupan masyarakat secara luas, serta isu-isu yang menyangkut penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum.

Terkait Kemensos, Bambang menyebut kementerian tersebut memiliki peran penting dalam penanganan dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat pandemi Covid-19. Bambang menguraikan, program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) difokuskan pada enam sektor dengan alokasi total dana mencapai Rp695,2 triliun. Perinciannya, anggaran untuk kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp203,91 triliun, insentif usaha sebesar Rp120,61 triliun, UMKM sebesar Rp123,46 triliun, sektoral K/L dan pemda sebesar Rp 106,05 triliun, dan pembiayaan korporasi sebesar Rp 53,57 triliun.

Dari alokasi dana untuk sektor perlindungan sosial, K/L yang menangani program/kegiatannya beserta besaran dananya yaitu Kemensos 61,1 persen, Kemenko Perekonomian 9,8 persen, Kemenkeu (BUN)3,4 persen, Kemenaker 8,6 persen, Kemendikbud 1,5 persen, dan Kemendes PDTT 15,6 persen.

Dengan demikian, Kementerian Sosial memiliki persentase terbesar dalam pengelolaan dana sektor perlindungan sosial yaitu sebesar Rp124,5 triliun. Adapun bentuk realisasi kegiatan dalam rangka PC-PEN yaitu antara lain program Keluarga Harapan, Sembako (BNPT), paket sembako Jabodetabek, bansos tunai non-Jabodetabek, bansos tunai penerima kartu sembako, bansos beras penerima PKH. Lingkup realisasi kegiatan tersebut berskala besar meliputi seluruh wilayah Indonesia.

“Dari hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) atas Penanganan Pandemi Covid-19 pada Kementerian Sosial, menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Hasil pemeriksaan DTT yang dilakukan BPK tersebut, diperdalam ketika BPK melakukan Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Sosial Tahun Anggaran 2020,” katanya.

07/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Beberapa Rekomendasi BPK untuk Badan Atom Internasional

by Admin 1 04/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap Badan Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) untuk tahun anggaran 2020. Hal tersebut dilakukan saat mengikuti Programme and Budget Committee (PBC) Meeting of IAEA yang digelar para 4 Mei 2021. Ini merupakan kali kedua PBC meeting dilakukan secara virtual karena pandemik Covid-19.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, LK IAEA mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) selama lima tahun berturut-turut. Akan tetapi, tentunya terdapat beberapa rekomendasi untuk perbaikan. Pada pemeriksaan TA 2020, BPK memberikan 21 rekomendasi.

Beberapa rekomendasi dalam pemeriksaan keuangan antara lain, terkait dengan defisit kas, Project Inventories In-Transit to Counterparts, konsultan dan tenaga ahli, mekanisme pendanaan untuk After Service Health Insurance (ASHI), dan penyelesaian draf kerangka pengendalian internal. Sedangkan rekomendasi untuk pemeriksaan kinerja TA 2020 yaitu terkait Emergency Preparedness and Response (EPR). Direkomendasikan bahwa IAEA harus memperluas cakupan dan kerja sama dalam mempromosikan EPR Information Management System (EPRIMS).

BPK juga memahami bahwa IAEA saat ini sudah berupaya untuk menghimpun assessed contributions dari negara-negara anggota. Apalagi pandemi Covid-19 juga telah mempengaruhi kontribusi yang berhasil terkumpul. Dalam pemeriksaan kinerja, BPK juga menghargai bahwa IAEA telah secara efektif mengelola program-programnya.

Hingga saat ini, BPK telah memberikan 79 rekomendasi. Dalam pemeriksaan selama ini, tim pemeriksa BPK selalu memantau tindak lanjut rekomendasi. Tercatat dalam pemantauan atas rekomendasi periode 2016–2019, 56 rekomendasi telah ditindaklanjuti.

Jumlah itu sekitar 70,89% dari total rekomendasi. BPK memberikan apresiasi atas pencapaian ini dan mengharapkan rekomendasi-rekomendasi itu menjadi stimulus untuk meningkatkan pengendalian internal, akuntabilitas, dan transparansi IAEA.

Selain Ketua, delegasi BPK yang menghadiri pertemuan ini adalah Wakil Ketua Agus Joko Pramono, Penanggung Jawab Pemeriksaan Bahtiar Arif, Wakil Penanggung Jawab Pemeriksaan R Yudi Ramdan Budiman, Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti, selaku Pengendali teknis Pemeriksaan Kinerja I Gede Sudi Adnyana, Pengendali Teknis Pemeriksaan Keuangan Cipto Nugroho, dan Kepala Bagian KSI Kusuma Ayu Rusnasanti.

04/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Sustainability Report Wujud Komitmen BPK Tegakkan Akuntabilitas

by Admin 1 03/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sebagai salah satu supreme audit institution (SAI) yang memiliki perhatian tinggi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyusun sustainability report (SR) untuk pertama kalinya. 

Kepala Bagian Kerja Sama Internasional Kusuma Ayu Rusnasanti menyampaikan, konsep sustainability report atau laporan berkelanjutan yang dibuat BPK telah selesai disusun dan dalam proses validasi. BPK menargetkan dapat memublikasikan SR pada akhir April atau awal Mei 2021. Kusuma Ayu menekankan, SR merupakan salah satu wujud komitmen BPK untuk terus menggaungkan akuntabilitas. 

Ia menjelaskan, SR adalah laporan yang menunjukkan kebermanfaatan BPK bagi para stakeholders dalam mendukung keberlanjutan (sustainability). SR merangkai kegiatan-kegiatan BPK sesuai standar pengungkapan dan pelaporan Global Reporting Index (GRI). Peran aktif BPK dalam kegiatan yang berkaitan dengan aspek perekonomian (GRI 200), kelestarian lingkungan (GRI 300), dan kesejahteraan sosial (GRI 400) akan tertuang pada laporan keberlanjutan ini.

“SR ini merupakan bentuk akuntabilitas dan transparansi BPK terhadap publik. SR pertama BPK ini menggunakan pendekatan “Core”, yaitu menampilkan indeks-indeks tertentu sesuai ketersediaan data yang dimiliki,” kata Kusuma Ayu kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan, sesuai dengan tema SR Tahun 2020 dan Laporan Tahunan BPK 2020: “Accountability for All”, BPK menyadari bahwa prinsip akuntabilitas tidak hanya penting bagi BPK, tapi juga untuk seluruh stakeholders terkait. Akuntabilitas merupakan prinsip yang harus menjadi nilai dalam pengelolaan keuangan negara karena bukan sekadar slogan atau kewajiban. Akan tetapi cita-cita agar masyarakat dan para pemangku kepentingan dari segala lapisan memahami arti penting akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. 

Hal tersebut sejalan dengan visi yang telah ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan pada Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024: “Menjadi Lembaga Pemeriksa Tepercaya yang Berperan Aktif dalam Mewujudkan Tata Kelola Keuangan Negara yang Berkualitas dan Bermanfaat untuk Mencapai Tujuan Negara.” Bagi BPK, tegas dia, akuntabilitas bukan sekadar pemahaman bagi masyarakat umum, tetapi juga penting untuk pengelola keuangan negara. 

“Dengan prinsip Akuntabilitas untuk Semua, dalam pendekatan SR BPK berharap prinsip ini dapat merambah ke segala aspek, tidak hanya ke aspek ekonomi, tetapi juga meliputi aspek lingkungan dan sosial yang menjadi perhatian dalam sustainability report,” katanya. 

Dengan adanya perhatian pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan sesuai pendekatan SR, BPK diharapkan mulai memiliki program kerja dan prioritas yang berkelanjutan dan mengedepankan manfaat bagi stakeholders untuk ketiga aspek tersebut sebagai perluasan pelaksanaan mandat BPK. 

“Sehingga proses bisnis dan kegiatan BPK dapat menghasilkan kegiatan-kegiatan yang berdampak bagi stakeholders maupun masyarakat,” ujar Kusuma Ayu.

03/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menara Petronas yang menjadi salah satu objek wisata di Malaysia (Sumber: Youtube).
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

Ingin Datangkan 30 Juta Turis Asing, Ini Masalah yang Ditemukan Malaysia

by Admin 1 02/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia berbagi pengalaman dan memaparkan hasil temuan pemeriksaan bidang pariwisata kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Paparan disampaikan oleh Deputy Director of Performance Audit Sector JAN Malaysia Sharizal Sarul Zaman. Dia menjelaskan paparannya dengan fokus pada program promosi untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara di Malaysia.

Seperti diketahui sektor pariwisata merupakan salah satu area yang terdampak secara signifikan akibat merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Berbagai strategi promosi dan adaptasi untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata ini tengah dilakukan oleh berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia dan Malaysia.

Karenanya, BPK dan JAN Malaysia menyelenggarakan Pertemuan Teknis ke-20 sesi I untuk membahas Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pengembangan Pariwisata, beberapa waktu lalu. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan pada pertemuan teknis sebelumnya di Kuala Lumpur, Malaysia pada 4-5 November 2019.

Pada kesempatan ini, Sharizal menjelaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Malaysia merupakan tanggung jawab dari Ministry of Tourism, Arts, and Culture (Motac). Melalui agensinya, Tourism Malaysia atau Malaysia Tourism Promotion Board (MTPB) dan Malaysia Convention and Exhibition Bureau (MyCEB), Malaysia mengusung tagline “Malaysia Truly Asia”. Mereka pun gencar melaksanakan program promosi untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara positif.

Dijelaskan bahwa Pemerintah Malaysia telah mengucurkan dana sebesar 796.55 juta ringgit selama 2016-2018 untuk mempromosikan pariwisata dengan menggelar berbagai eksibisi dan pameran internasional. Pada 2020, pemerintah telah menargetkan kedatangan 30 juta turis asing dan penerimaan negara sebesar 100 juta ringgit.

Pemerintah bahkan telah mencanangkan program tahun 2020 sebagai “Visit Malaysia Year”. Tujuannya, untuk memperluas cakupan dan mendorong kedatangan turis asing serta meningkatkan penerimaan negara. Sayangnya, pandemi Covid-19 yang merebak pada awal 2020 menyebabkan target tersebut tidak tercapai.

Dalam pemaparannya, JAN Malaysia mengungkapkan beberapa temuan pemeriksaan terkait pariwisata. Temuan itu antara lain adanya pengeluaran yang melebihi alokasi yang telah dianggarkan, kewajiban yang muncul akibat kampanye periklanan yang tidak direncanakan dengan baik, program promosi pariwisata yang telah direncanakan namun tidak terlaksana, pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan tanpa anggaran yang cukup, pemeliharaan data yang tidak memadai, serta pengadaan barang dan jasa publik yang tidak sesuai ketentuan. 

Dalam diskusi, JAN Malaysia juga memaparkan risiko pemeriksaan yang teridentifikasi. Risiko tersebut antara lain sistem yang belum dinilai, proses pengadaan yang masih lemah atau belum direncanakan, dan tidak sinkronnya data kunjungan wisatawan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga terkait sebagai akibat dari kurangnya koordinasi antarlembaga.

Dalam hal penggunaan teknologi informasi (TI) dalam bidang pariwisata, entitas pemeriksaan yaitu Motac dan Departemen Imigrasi memiliki sistem yang berbeda. Motac memiliki data terkait wisatawan yang akan datang ke Malaysia dari berbagai sumber. Di lain pihak, Departemen Imigrasi memiliki data riil wisatawan yang mengunjungi Malaysia.

Terkait hal itu, tantangannya adalah, terdapat begitu banyak data yang harus dianalisis, dibandingkan, dan didapatkan hasilnya. Sehingga pemeriksa harus berpikir teknis dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi permasalahan terkait validitas data dan penggunaan sistem TI.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul tersebut, JAN Malaysia menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Malaysia. Rekomendasinya antara lain Motac perlu berkoordinasi dan memonitor aktivitas-aktivitas pariwisata yang melibatkan banyak pihak (Tourism Malaysia, MyCEB, Departemen Imigrasi) untuk memastikan alokasi dana yang diterima telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan program.

Kemudian, good governance harus diterapkan dalam manajemen dan keuangan dengan mematuhi peraturan perundangan yang ada. Rekomendasi selanjutnya, tindakan yang diperlukan harus diambil untuk mengatasi kelalaian petugas dalam mematuhi peraturan terkait finansial dan pengadaan. Terakhir, pengendalian internal harus lebih ditegakkan. 

Selain itu, disepakati juga pembahasan dua topik lain, yaitu Pemeriksaan atas Implementasi SDGs mengenai Energi Terbarukan dan Pemeriksaan atas Tata Kelola BUMN dalam Pembangunan Infrastruktur.  

Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual ini dibuka oleh Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Selvia Vivi Devianti dan diikuti oleh tim pemeriksa yang menangani bidang pariwisata dari AKN III, V, dan VI. Sementara itu, peserta dari JAN Malaysia dipimpin oleh Raftah Ibrahim, director of Performance Audit Sector.

Dalam sambutannya, Kepala Biro Humas dan KSI menekankan pentingnya manfaat kerja sama antara BPK dan JAN Malaysia untuk mendorong pemerintah kedua negara menerapkan strategi yang efektif. Tujuannya, untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang sempat lumpuh akibat pandemi Covid-19.

Kegiatan pertemuan teknis merupakan agenda tahunan implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan JAN Malaysia. Kegiatan ini diselenggarakan dalam format seminar untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam berbagai bidang pemeriksaan.

Melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan dengan JAN Malaysia ini, BPK dapat memperoleh pembelajaran dan gambaran mengenai fokus pemeriksaan dan hal-hal yang perlu menjadi perhatian. Dengan begitu pemeriksaan yang dilakukan dapat memberikan manfaat optimal bagi pemerintah dan secara efektif menumbuhkan kembali pariwisata Indonesia.

Untuk agenda selanjutnya, dalam Pertemuan Teknis ke-20 ini BPK dan JAN Malaysia akan membahas topik tentang Pemeriksaan atas Implementasi SDGs mengenai Energi Terbarukan, dan Pemeriksaan atas Tata Kelola BUMN dalam Pembangunan Infrastruktur. Kedua topik ini akan dikupas lebih lanjut secara virtual dalam pertemuan sesi berikutnya pada 9 Juni 2021.

02/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Pemeriksaan Penambang Ilegal di Kawasan Terlarang
BeritaBPK BekerjaSLIDER

BPK Beri PR untuk BUMD Migas Jateng, Apa Saja?

by Admin 1 01/06/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Provinsi Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas (migas) di Indonesia. Se­jumlah badan usaha milik dae­rah (BUMD) pun telah dibentuk untuk ikut terlibat dalam pengelolaan wilayah kerja migas.

Melihat pentingnya peran BUMD migas terhadap pereko­nomian daerah, Badan Peme­riksa Keuangan (BPK) melalui BPK Perwakilan turut mengawal dan memeriksa perusa­haan daerah di bidang migas. Pemeriksaan itu salah satunya dilakukan BPK Perwakilan Jawa Tengah (Jateng).

Kepala Perwakilan BPK Jateng Ayub Amali mengatakan, pihaknya pada semester II 2020 melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap BUMD migas yang selama ini kurang menjadi perhatian. Pemeriksaan dilakukan terhadap PT Sarana Patra Hulu Cepu (PT SPHC) dan PT Blora Pa­tragas Hulu (BPH). 

Tujuan utama pemeriksaan ini adalah menilai kepatuhan terhadap keten­tuan­-ketentuan terkait dengan pengeloalaan participacing interest (PI) dan terkait pengelolaan operasional perusahaan. “Pemeriksaan ini diharapkan dapat me­ningkatkan pengelolaan operasional dari BUMD­-BUMD sehingga dapat bermanfaat bagi daerah, paling tidak untuk penerimaan daerah, khususnya di Jateng dan Kabupaten Blora. Hasil pemeriksaan sudah disampaikan kepada DPRD Provinsi Jateng dan Kabupaten Blora pada awal Januari 2021,” kata Ayub kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Sebagai informasi, PT SPHC merupakan BUMD yang ikut berperan dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Blok Cepu melalui PI 10 persen bersama mitra Blok Cepu yang terdiri atas ExxonMobil Cepu Ltd (45%), Pertamina EP Cepu (45%), PT Asri Dharma Sejahtera, Kab Bojonegoro (4,48%), PT Petrogas Jatim Utama Cendana, Provinsi Jawa Timur (2,24%), dan PT Blora Patragas Hu­lu, Kab Blora (2,18%).

Ayub menyampaikan, ada sejumlah per­masalahan yang ditemukan BPK dalam peme­riksaan BUMD migas. Beberapa di antaranya adalah mengenai perekrutan sumber daya ma­nusia (SDM), pengelolaan dana di perusahaan, kegiatan investasi, kerja sama dengan mitra investasi, dan beberapa hal lainnya yang dinilai masih belum sesuai ketentuan.

“Hal utama untuk perbaikan adalah me­ningkatkan kualitas SDM sejak dari fase pere­krutan. Lalu, membentuk ketentuan­-ketentuan yang mengatur pengelolaan keuangan yang lebih baik, lebih detail, sehingga seluruh ke­bijakan ada ketentuan­-ketentuannya sebagai panduan dalam menjalankan operasional.”

Ayub berharap pemeriksaan yang dilakukan BPK dapat mendorong perbaikan tata kelola BUMD migas. Sehingga, BUMD migas dapat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya pemeriksaan ini, Ayub juga berharap pemerintah daerah menjadi lebih terbuka, lebih perhatian, dan bisa membimbing BUMD untuk meningkatkan kinerjanya.

“Dengan begitu, laporan kami bermanfaat. Jangan karena BUMD kecil, tapi tidak diperha­tikan. Padahal mereka berpotensi menjadi sum­ber penerimaan daerah. Seperti kita ketahui, penerimaan dari participating interest cukup besar, sehingga penerimaan itu bisa menjadi dividen bagi daerah. Intinya, harus dikelola dengan lebih baik lagi.” 

01/06/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK menggunakan big data analytics dalam pemeriksaan LKPP tahun 2020 (Ilustrasi).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Manfaatkan Big Data, Ini Cerita BPK kepada ANAO

by Admin 1 31/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA –  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berbagi pengalaman terkait penggunaan big data dalam pemeriksaan kepada Australian National Audit Office (ANAO). Hal tersebut dilakukan saat keduanya menyelenggarakan IT knowledge sharing dengan tema “How data is shaping the roles of the SAI to enhance audit efficiency, especially in the pandemic situation” secara virtual, beberapa waktu lalu.

Tujuan penyelenggaraan diskusi adalah saling berbagi wawasan, pembelajaran, pengetahuan, dan pengalaman. Khususnya dalam implementasi pendekatan information technology (IT) audit kontemporer dan penggunaan analisis data untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan keuangan, kinerja, dan pemeriksaan tujuan tertentu. Termasuk penggunaan data untuk menguji dan mengidentifikasi risiko serta analisis.

Pada kesempatan itu, Pranoto, kepala Biro Teknologi Informasi menjelaskan pemaparan dengan tema “Implementation of Big Data Analytics (Bidics)”. Pranoto memaparkan perjalanan panjang BPK dalam mengimplementasikan IT audit dari data centric ke analytics centric. Penjelasan dimulai dari pengenalan e-audit pada 2010-214, pengembangan e-auditee pada 2015-2019, dan pengembangan big data analytics yang sedang dilaksanakan pada periode 2020-2024.

Penjelasan disampaikan dengan lengkap beserta proses bisnis, sumber daya yang terlibat sebagai tim analisis data, dan kesempatan serta tantangan yang dihadapi BPK dalam implementasi big data analytics.

Selanjutnya paparan disampaikan oleh Acting Senior Executive Director SADA, Lesa Craswell, Acting Executive Director SADA, Xiaoyan Lu, dan Senior Director, Data Analytics, Benjamin Siddans yang menyampaikan pemaparan berjudul “Data Analytics in the ANAO and a Case Study”. Terdapat empat topik utama yang disampaikan, yaitu pemaparan ringkasan perjalanan ANAO periode 2018-2021 dalam mengimplementasikan data analytic.

Termasuk pencapaian yang telah diperoleh, penggunaan analisis data untuk pemeriksaan kinerja, penyampaian studi kasus dalam penghitungan kembali penerimaan, dan strategi SADA dalam tiga tahun mendatang dalam upaya mengoptimalkaan kontribusinya membantu proses pemeriksaan dan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan di ANAO.

Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual tersebut merupakan kegiatan diskusi ketiga yang menjadi bagian dari implementasi kerja sama bilateral antara BPK dan ANAO di bidang IT. Program ini secara intensif dimulai dengan pelaksanaan study visit tim BPK ke ANAO pada Februari 2019. Kemudian dilanjutkan dengan IT knowledge sharing sesi pertama dan kedua pada Juli dan Agustus 2020.

Sebagai tindak lanjut atas diskusi tersebut, BPK dan ANAO akan kembali menyelenggarakan diskusi keempat pada bulan Juni 2021. Topik yang diangkat nanti yaitu “The Supreme Audit Institution and The Cyber Resilience of Goverment”.

31/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Covid-19 (Ilustrasi/Sumber: freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Indonesia Hadapi Pandemi, BPK Justru Lebih Inovatif

by Admin 1 28/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Tortama KN II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Laode Nusriadi menjelaskan, pandemi Covid-19 justru menuntut lembaga untuk lebih inovatif dalam mengembangkan prosedur pemeriksaan alternatif. Misalnya melakukan prosedur pemeriksaan fisik hasil pekerjaan dan prosedur konfirmasi/permintaan keterangan dengan memanfaatkan bantuan teknologi informasi.

Mulai dari video call, Zoom Meeting, Geographical Information System (GIS), dan media komunikasi lainnya. Jika ternyata harus untuk datang ke lokasi auditee atau lokasi pelaksanaan satu pekerjaan, maka tim pemeriksa harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

“Sebagai panduan bagi seluruh tim pemeriksa, pada pertengahan 2020, Ditama Revbang juga telah menerbitkan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Keuangan pada Masa Darurat. Di situ dijelaskan berbabagi macam prosedur alternatif yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan pada masa pandemi Covid-19,” kata Laode, beberapa waktu lalu.

Meskipun begitu, dia menegaskan, prosedur pemeriksaan tidak memengaruhi penentuan materialitas dalam pemeriksaan LK. Sebaliknya, penentuan materalitas yang akan berdampak pada prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh tim pemeriksa.

Penentuan materalitas tersebut sangat dipengaruhi hasil penilaian tim pemeriksa atas risiko penyajian laporan keuangan. Penentuan materialitas tersebut, khususnya materialitas di level akun, selanjutnya akan mempengaruhi strategi pemeriksaan atas akun-akun yang akan diperiksa. Antara lain terkait ukuran sampel dan prosedur pemeriksaannya.

Contohnya, sebut Laode, jika menetapkan risiko salah saji akun kas “Tinggi” dan nilai materialitas level akun “Rendah”, maka tim pemeriksa harus mengambil sampel yang besar dan prosedur pengujian yang mendalam terhadap akun kas.

“Yang menjadi tantangan masa pandemi ini adalah bagaimana tim pemeriksa merancang prosedur pemeriksaan alternatif untuk menguji akun kas tersebut. Misalnya dengan melakukan cash opname dengan memanfaatkan bantuan teknologi informasi,” papar dia.

Menurut Laode, tuntutan untuk merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan alternatif ini tentunya berdampak pada pola kerja tim pemeriksa. Saat ini, tim pemeriksa dituntut untuk memanfaatkan teknologi informasi seoptimal mungkin dalam melaksanakan sebagian besar prosedur pemeriksaannya.

Perubahan pola kerja ini juga terjadi dalam proses komunikasi yang lebih banyak dilakukan melalui media komunikasi elektronik. Mulai dari komunikasi antarpersonil dalam tim pemeriksa mapun dengan pihak auditee dan lainnya yang terkait dengan pemeriksaan.

28/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Covid-19 (Ilustrasi) Sumber: Freepik
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Meski Pandemi, Tapi Kualitas LKPP Terus Meningkat

by Admin 1 27/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pandemi Covid-19 tidak membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menurunkan kualitas hasil pemeriksaan. Melihat data yang ada, kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari tahun ke tahun malah terus meningkat.

Tortama KN II BPK Laode Nusriadi menjelaskan, sejak BPK pertama kali memberikan opini atas LKPP pada 2005, yaitu atas LKPP tahun 2004, kualitas LKPP terus meningkat. Untuk LKPP tahun 2004 sampai dengan LKPP tahun 2008, BPK memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP).

Opini LKPP mengalami peningkatan sejak LKPP tahun 2009 yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP). Opini WDP ini diberikan BPK sampai dengan LKPP tahun 2015. Selanjutnya sejak LKPP tahun 2016 sampai dengan LKPP tahun 2019, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Peningkatan opini LKPP ini tidak terlepas dari kualitas LKKL dan LKBUN. Jumlah LKKL dan LKBUN terus meningkat, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Pada pemeriksaan LKPP tahun 2015, jumlah LKKL dan LKBUN yang memperoleh opini WTP hanya 56 LKKL/LKBUN. Angka itu meningkat menjadi 74 pada pemeriksaan LKPP tahun 2016, 80 di pemeriksaan LKPP tahun 2017, 82 di pemeriksaan LKPP tahun 2018, dan 85 di pemeriksaan LKPP tahun 2019.

“Untuk LKPP Tahun 2019, meskipun masih ada LKKL yang tidak memperoleh opini WTP tetapi dampaknya terhadap LKPP tidak material, sehingga tidak mempengaruhi kualitas LKPP secara keseluruhan,” papar dia.

Laode menjelaskan, peningkatan itu juga tidak lepas dari konsep “Risk Based Audit” (RAB) yang digunakan BPK. Penerapan konsep ini dalam pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN antara lain dilakukan dengan membagi entitas pelaporan menjadi dua kelompok besar, yaitu kementerian/lembaga signifikan dan nonsignifikan.

Penentuan ini mempertimbangkan faktor signifikansi dan tingkat risiko masing-masing kementerian/lembaga yang meliputi (a) nilai aset tetap, (b) total penerimaan, (c) total belanja, (d) jumlah satuan kerja, (e) opini 5 (lima) tahun terakhir, dan (6) temuan pemeriksaaan yang terkonsolidasi ke dalam temuan LKPP tahun sebelumnya.

Permasalahan atau opini kementerian/lembaga signifikan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap opini LKPP. Contohnya, untuk Kementerian PUPR yang memiliki proporsi nilai aset tetap yang signifikan terhadap nilai aset tetap di LKPP.

Jika terjadi permasalahan pada aset tetap yang berdampak opini LK Kementerian PUPR, tentunya dapat berdampak pula terhadap opini LKPP. Tetapi permasalahan di tingkat LKKL tidak serta merta berdampak terhadap opini LKPP. Ini karena adanya perbedaaan tingkat dan nilai materialitas antara level LKKL/LKBUN dengan LKPP.

“Karena dapat memiliki dampak yang besar terhadap opini LKPP, maka proses pemeriksaan atas LKKL signifikan terus dikawal oleh Pokja Pemeriksaan LKPP. Mulai dari perencanaan, pelaksananaan, hingga pelaporan hasil pemeriksaan. Itama juga terlibat dalan mengawal proses pemeriksaan LKKL signifikan tersebut melalui proses hot review,” papar dia.

27/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Masuki Tahun Kedua Pandemi, BPK Lebih Siap

by Admin 1 26/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Ini menjadi tahun kedua sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan dan diumumkan pada Maret 2020. Terkait itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan lebih siap dalam menjalankan pemeriksaan pada masa pandemi.

“Pada tahap perencanaan pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2020 ini, kita relatif sudah lebih siap dengan risiko-risiko yang dapat mempengaruhi proses pemeriksaan kita. Baik risiko yang berasal dari internal maupun eksternal BPK,” ujar Tortama KN II BPK Laode Nusriadi, beberapa waktu lalu.

BPK, kata dia, saat ini sedang melakukan pemeriksaan serentak atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2020. Secara umum, pelaksanaannya relatif sama dengan pemeriksaan tahun sebelumnya yang sudah berada dalam kondisi pandemi.

Hanya saja ada sedikit perbedaan. Laode menjelaskan, perbedaan khususnya pada tahap perencanaan pemeriksaan. Perencanaan pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN Tahun 2019 dilakukan saat masih dalam kondisi normal. “Pada tahapan itu kita sama sekali belum mengetahui akan terjadi pandemi Covid-19. Sehingga kita belum mengantisipasi risiko-risiko yang akan mempengaruhi tahap pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan,” tambah dia.

Pada tahun ini, BPK pun disebut lebih siap dalam melakukan pemeriksaan pada masa pandemi. Penilaian risiko yang BPK laksanakan pada tahap perencanaan pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN Tahun 2020 sudah mempertimbangkan risiko yang terkait dengan pandemi Covid19. Khususnya risiko yang terkait dengan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan bentuk respons pemerintah terhadap pandemi.

Dia menambahkan, perbedaan signifikan terlihat pada saat awal terjadinya pandemi Covid-19 pada 2020. Kebijakan pemerintah untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan BPK harus ikut menerapkan pola kerja dari rumah (work from home).

Dampaknya, kata dia, BPK tidak dapat melaksanakan beberapa prosedur pemeriksaan standar yang biasa dilakukan. Misalnya melakukan pemeriksaan fisik secara langsung ke lokasi pelaksanaan suatu pekerjaan. Selain itu, juga terjadi kendala komunikasi antara tim pemeriksa dan auditee lantaran tidak dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara fisik.

Memasuki tahun kedua masa pandemi, Laode pun menegaskan bahwa BPK tetap menekankan proses quality control (QC) dan quality assurance (QA) untuk menjaga kualitas hasil pemeriksaan.

“Pandemi ini menuntut peningkatan QC dan QA. Khususnya untuk meyakini bahwa prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan oleh tim pemeriksa telah cukup memadai untuk memberikan opini yang tepat atas laporan keuangan yang kita periksa,” papar dia.

Laode meyakinkan bahwa proses QA dan QC BPK selama pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN sudah berjalan cukup baik. Ini karena sejak pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2019, BPK sudah melibatkan pihak Inspektorat Utama (Itama) untuk melakukan hot review di setiap tahapan pemeriksaan.

Bahkan, lanjut dia, untuk pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2020, sudah dibentuk Tim Penjaminan Mutu Pemeriksaan dalam struktur Pokja Pemeriksaan LKPP yang melibatkan personil dari Itama dan Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Revbang).

Pelaksanaaan QA dan QC dalam pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN juga telah dilaksanakan melalui aplikasi pendukung pemeriksaan, yaitu aplikasi SiAP LK dan modul konsolidasi. Supervisi secara online dan offline juga telah dilakukan oleh seluruh tim pemeriksa.

“Menurut saya, QA dan QC yang telah berjalan cukup baik ini tentunya perlu dikomunikasikan kepada publik sehingga tahu bahwa pada masa pandemi ini BPK tetap berupaya menjaga kualitas hasil pemeriksaannya,” tambah dia.

26/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Yuk Intip Cara BPK Menghitung Kesesuaian Subsidi Listrik

by Admin 1 25/05/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa negara, terus mengawal agar anggaran subsidi listrik direalisasikan secara tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat waktu. Dengan begitu, tujuan subsidi puluhan triliun rupiah dapat benar-benar meringankan beban masyarakat yang kurang mampu dalam membayar tagihan listrik.

Auditor Utama Keuangan Negara VII R Aryo Seto Bomantari menjelaskan, pemeriksaan subsidi listrik yang dilaksanakan AKN VII merupakan pemeriksaan kepatuhan yang dlakukan untuk mendukung pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Karena pemeriksaan ini merupakan dukungan atas pemeriksaan LKBUN dan LKPP, pemeriksaan terinci dilaksanakan pada semester I dan pemeriksaan pendahuluan atau pemeriksaan tahap pertama dilaksanakan pada semester Il tahun sebelumnya. Pemeriksaan tersebut secara umum bertujuan menilai kesesuaian perhitungan subsidi listrik terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Penilaian ini akan menghasilkan nilai subsidi yang seharusnya dibayarkan pemerintah kepada badan usaha, dalam hal ini PLN. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan untuk menilai kepatuhan PLN terhadap Peraturan Pemerintahan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, mulai dari usaha pembangkitan sampai dengan usaha penjualan tenaga listrik. Untuk itu, pemeriksa juga mengevaluasi pengendalian intern dan pelaksanaan good corporate governance di PT PLN.

Dalam menguji kesesuaian perhitungan subsidi listrik, BPK melakukan reviu dan koreksi atas komponen neraca energi, biaya, dan penjualan PLN. Salah satu kriteria yang digunakan untuk melakukan koreksi adalah Peraturan Menteri Keuangan tentang tata cara penyediaan, penghitungan, pembayaran, dan pertanggungjawaban subsidi listrik. “Hal ini untuk memastikan kewajaran nilai subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah kepada PLN,” kata Aryo kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.  

Dia menambahkan, nilai subsidi listrik merupakan selisih antara biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dengan penjualan (tarif) tenaga listrik pada PT PLN. Untuk itu, sasaran pemeriksaan meliputi hal-hal yang membentuk nilai BPP dan nilai penjualan PT PLN.

Dalam menguji BPP, BPK memastikan pengeluaran PLN yang dapat diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan sebagai BPP. BPK juga memastikan jumlah tenaga listrik yang diproduksi dan dicatat dalam neraca energi untuk menghitung BPP per satuan tenaga listrik (kWh). Dalam menguji penjualan, BPK memastikan volume dan nilai rupiah tenaga listrik yang disalurkan kepada pelanggan. Hasil pengujian ini akan menghasilkan nilai wajar BPP maupun penjualan, yang mungkin saja nilainya sama dengan asersi PT PLN (Persero) ataukah berbeda dan memerlukan koreksi.

BPK lebih lanjut akan menentukan nilai subsidi listrik yang dapat dibayarkan pemerintah berdasarkan nilai BPP dan nilai penjualan yang telah diaudit. Sesuai ketentuan, subsidi listrik dibayarkan pemerintah secara bertahap sepanjang tahun berkenaan sesuai dengan asersi dan permintaan PLN.

“Hasil pemeriksaan BPK akan dijadikan dasar untuk menetapkan nilai final subsidi listrik dan mengakui utang/piutang sebagai selisih lebih/kurang subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah,” ujar dia.

BPP dan penjualan yang menjadi dasar penghitungan nilai subsidi listrik hanya yang dialokasikan PLN pada pelanggan golongan tarif subsidi. Secara berkala sesuai ketentuan untuk golongan tarif nonsubsidi, PLN dapat mengajukan penyesuaian tarif yang lama kepada pemerintah untuk ditetapkan menjadi tarif yang baru.

Jika penyesuaian tarif tidak disetujui dan terdapat selisih penjualan antara tarif yang ditetapkan dengan tarif yang seharusnya, maka pemerintah dapat membayarkan dana kompensasi kepada PT PLN (Persero) sebesar selisih nilai penjualan tersebut. Sesuai ketentuan, dalam penugasan pemeriksaan subsidi listrik BPK juga melakukan pengujian terhadap perhitungan penyesuaian tarif nonsubsidi yang dilakukan oleh PLN dan nilai dana kompensasi yang dapat dibayarkan oleh pemerintah.

25/05/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam Mengawal Keuangan Negara
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang Andal dan Berbasis Data
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal Kebijakan Ekonomi Biru
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu Strategis Pengawasan Sektor Publik
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam...

    15/08/2025
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang...

    14/08/2025
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas

    13/08/2025
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal...

    12/08/2025
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu...

    11/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id