WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 16 August 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

Admin 1

Admin 1

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Air Bersih, Ini Rekomendasi BPK untuk Anies Baswedan

by Admin 1 19/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas penyediaan air bersih TA 2019 dan semester I TA 2020 pada Pemprov DKI Jakarta dan instansi terkait lainnya. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, masih terdapat perbedaan (gap) antara kondisi dan kriteria atas upaya Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan air bersih di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

BPK menilai, apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi, akan mengganggu keberhasilan upaya Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan air bersih di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, BPK mencatat, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan upaya di antaranya telah menginisiasi penyusunan Grand Design Air Minum dan Air Limbah DKI Jakarta sebagai masukan bagi penyusunan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018–2022.

Hal itu untuk meningkatkan akses air minum perpipaan dan mengurangi penggunaan air tanah, terutama di wilayah dengan kualitas air tanah buruk, serta menyediakan sistem layanan air minum aman dengan teknologi yang tepat dan berkelanjutan di kawasan khusus.

Permasalahan yang ditemukan antara lain penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Provinsi DKI Jakarta oleh PAM Jaya belum berlandaskan rencana induk SPAM (RISPAM) dan kebijakan dan strategi (Jakstra) SPAM Provinsi seperti yang diamanatkan dalam PP Nomor 122 tahun 2015 tentang SPAM. Akibatnya, target pemenuhan cakupan pelayanan dan penyediaan air bersih yang dicanangkan oleh Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya sampai 2022 dan setelahnya berpotensi tidak tercapai.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki strategi untuk mengurangi persentase air tidak berekening atau non-revenue water (NRW). Rencana aksi tersebut sangat diperlukan untuk mencapai target penurunan NRW sesuai agenda Sustainable Development Goals atau SDGs. Akibatnya, potensi hilangnya penerimaan penjualan air dari kebocoran air tidak berekening (NRW) tidak diselesaikan.

BPK pun merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar menyusun dan menetapkan RISPAM serta Jakstra SPAM yang berpedoman pada PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

BPK juga meminta gubernur DKI Jakarta untuk menyusun dan menetapkan strategi serta program kegiatan untuk mengurangi presentase NRW secara terintegrasi ke dalam RISPAM, Jakstra penyelenggaraan SPAM Provinsi, dan kegiatan strategis daerah. Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan air bersih mengungkapkan dua temuan yang memuat dua permasalahan ketidakefektifan.

19/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ssstt… Ketua BPK Ingatkan Pemerintah, Soal Apa?

by Admin 1 18/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Meningkatnya pembiayaan dan defisit anggaran pada masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang diminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk diperhatikan pemerintah. Hal ini juga telah disampaikan dalam laporan hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, hasil reviu atas Kesinambungan Fiskal menunjukkan bahwa pemerintah telah menyusun analisis keberlanjutan fiskal jangka panjang atau long term fiscal sustainability report (LTFS) yang mempertimbangkan skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian.

Hal pertama yang perlu mendapat perhatian adalah tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta penerimaan negara. “Sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” kata Ketua BPK saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6).

Ketua BPK melanjutkan, pengelolaan risiko fiskal pemerintah juga belum memperhitungkan beban fiskal terkait kewajiban program pensiun jangka panjang, kewajiban dari putusan hukum yang sudah incraht, kewajiban penjaminan sosial, kewajiban kontingensi dari BUMN, dan risiko kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

Ketiga, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang, dan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. “Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah. Di samping itu, mulai 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen,” ucap Ketua BPK.

Ketua BPK menambahkan, hal yang juga perlu diperhatikan adalah indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Ketua BPK memerinci, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

Kemudian, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen. Terakhir, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.

“Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen, melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen,” kata Ketua BPK.

18/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Soal Rekomendasi BPK, Ini Permintaan Presiden

by Admin 1 16/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah akan sangat memperhatikan rekomendasi-rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Termasuk mengenai pengelolaan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal tersebut disampaikan Presiden dalam acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6). Penyerahan LKPP dilakukan berbarengan dengan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.

Presiden dalam kesempatan tersebut mengatakan, pandemi Covid-19 membutuhkan langkah extraordinary. Hal itu salah satunya dilakukan dengan menaikkan batas defisit APBN. Kendati demikian, Presiden menekankan bahwa defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman, dilaksanakan secara responsif, mendukung kebijakan countercyclical, dan akselerasi pemulihan sosial-ekonomi. 

Selain itu, tegas Presiden, defisit dikelola secara hati-hati, kredibel, dan terukur.  “Saya juga meminta para menteri, para kepala lembaga, dan kepala daerah, agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan,” kata Presiden.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP 2020, terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun. SiLPA tersebut terdapat karena realisasi pembiayaan melebihi realisasi defisit anggaran.

Defisit anggaran tahun 2020 tercatat sebesar Rp947,70 triliun atau 6,14 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kendati demikian, realisasi pembiayaan tahun 2020 mencapai Rp1.193,29 triliun. Jumlah itu setara 125,91 persen dari nilai defisit anggaran.

Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dan pembiayaan luar negeri sebesar Rp1.225,99 triliun. Hal tersebut menandakan bahwa  pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit.

16/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Suasana sidang paripurna penyerahan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini 6 Permasalahan LKPP Terkait Penanganan Covid-19

by Admin 1 13/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 turut memuat pemeriksaan mengenai penanganan pandemi Covid-19. Ada sedikitnya enam permasalahan yang ditemukan BPK.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, sesuai amanat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah terkait penanganan Covid-19 dilaporkan pemerintah dalam LKPP.

“Sejalan dengan ketentuan tersebut, BPK pada pemeriksaan LKPP Tahun 2020 telah melakukan serangkaian prosedur pemeriksaan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menangani Covid-19,” kata Agung saat menyampaikan LHP LKPP 2020 dan IHPS II 2020 di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6).

Agung menjelaskan, dari hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020, terdapat sejumlah permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, permasalahan mengenai kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

Beberapa permasalahan terkait program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), antara lain, mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun. Kemudian, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

Contoh permasalahan lainnya adalah pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

Berikut adalah sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK dalam LKPP 2020:

1. Permasalahan terkait program PC-PEN: 

a. Mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP belum disusun.

b. Realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 minimal sebesar Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

c. Pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

d. Penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program, sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun.

e. Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

f. Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN Tahun 2020 yang dilanjutkan pada tahun 2021.

2. Permasalahan yang tidak terkait program PC-PEN:

a. Pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp21,57 triliun dan 8,26 juta dolar AS serta kewajiban negara minimal sebesar Rp16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual, serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp1,75 triliun.

b. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.

c. Realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa Dana Abadi Penelitian, Kebudayaan, dan Perguruan Tinggi sebesar Rp8,99 triliun dititipkan pada Rekening Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.

d. Penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak belum memadai.

e. Terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pendanaan pengadaan tanah PSN oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) BPKP.

 f. Pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.

13/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Presiden Joko Widodo (kiri) saat Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6).
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Presiden: WTP Bukan Tujuan Akhir

by Admin 1 12/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah berkomitmen untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19. Jokowi pun bersyukur karena LKPP Tahun 2020 meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Meski demikian, Presiden menegaskan WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan negara.

Hal tersebut disampaikan Presiden dalam acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6) pagi. Penyerahan LKPP dilakukan berbarengan dengan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.

Presiden pun memberikan apresiasi dan penghargaan kepada BPK karena telah melaksanakan pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020 dengan tepat waktu, meskipun di tengah berbagai keterbatasan aktivitas dan mobilitas akibat pandemi. “Dan alhamdulillah opininya adalah wajar tanpa pengecualian. WTP merupakan pencapaian yang baik di tahun yang berat,” kata Presiden.

Presiden mengatakan, opini WTP atas LKPP 2020 merupakan WTP kelima yang diraih pemerintah berturut-turut sejak tahun 2016. “Namun, predikat WTP bukanlah tujuan akhir, karena kita ingin mempergunakan uang rakyat dengan sebaik-baiknya, dikelola dengan transparan dan akuntabel,” tegas Presiden.

Presiden juga ingin kualitas belanja pemerintah semakin baik dan semakin tepat sasaran. Selain itu, setiap rupiah yang dibelanjakan harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Indonesia masih berada dalam situasi yang extraordinary yang harus direspons dengan kebijakan yang cepat, tepat. “Juga membutuhkan kesamaan frekuensi di semua tataran lembaga negara, jajaran pemerintah pusat sampai pemerintah daerah,” ujar Presiden.

Sejak pandemi Covid-19 muncul di tahun 2020, kata Presiden, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah extraordinary, termasuk dengan perubahan APBN. Pemerintah melakukan refocusing dan realokasi anggaran di seluruh jenjang pemerintahan dan memberi ruang relaksasi defisit APBN agar dapat diperlebar di atas tiga persen selama tiga tahun.

“Pelebaran defisit harus kita lakukan mengingat kebutuhan belanja negara makin meningkat untuk penanganan kesehatan dan perekonomian, pada saat pendapatan negara mengalami penurunan. Kita juga mendorong berbagai lembaga negara melakukan sharing the pain, menghadapi pandemi dengan semangat kebersamaan, menanggung beban bersama, seperti burden sharing yang dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI).

Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, Presiden mengaku bersyukur karena Indonesia mampu menangani peningkatan belanja kesehatan dan menjaga ekonomi Indonesia dari berbagai tekanan. Meskipun ekonomi sempat mengalami kontraksi dalam sebesar minus 5,32 persen pada kuartal II 2020, namun pada kuartal-kuartal selanjutnya kontraksi terus mengecil. “Ekonomi Indonesia tumbuh membaik, pada kuartal I-2021 kita berada di minus 0,74 persen,” ucap Presiden.

12/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK Bekerja

Pimpinan BPK-ANAO Berdialog Terkait Covid-19

by Admin 1 10/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertukar cerita dengan pimpinan Australian National Audit Office (ANAO). Pembahasan antara lain mengenai respons supreme audit institution dalam menghadapi tantangan yang dihadapi pada masa pandemi Covid-19.

Bertajuk Senior Management Dialogue, acara ini membahas beberapa isu. Beberapa di antaranya yaitu mengenai perkembangan (update) kasus Covid-19 di Indonesia dan Australia. Kemudian tanggapan kebijakan pemerintah masing-masing negara, dampak pandemi terhadap operasional dan kinerja SAI, pendekatan SAI dalam menanggapi pandemi, serta mengenai inisiatif BPK dalam membentuk SAI-20 untuk mendukung G-20.

Dalam kesempatan itu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan mengenai perkembangan Covid-19 di Indonesia. Termasuk juga pendekatan BPK dari perspektif strategis untuk merespons pandemi. Dijelaskan, BPK dengan sigap melaksanakan pemeriksaan terhadap penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemeriksaan dilakukan dalam rangka menilai efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pengelolaan serta akuntabilitas keuangan negara dalam keadaan darurat pandemi.

Dalam paparan selanjutnya, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menjelaskan mengenai seputar dampak Covid-19 terhadap operasional dan kinerja BPK selama setahun ke belakang. Agus menceritakan bagaimana BPK dengan cepat mengeluarkan regulasi formal internal, protokol dan panduan kesehatan bagi seluruh pegawai, penguatan kapasitas TI, serta perbaikan metodologi pemeriksaan.

Sementara itu, Auditor General ANAO Grant Hehir menyambung paparan mengenai respons ANAO. Beberapa di antaranya, yakni pada awal pandemi, ANAO memperkenalkan jeda satu bulan dalam program audit kinerja untuk memungkinkan entitas menyesuaikan diri dengan cara kerja baru dan mengelola respons Covid-19 mereka.

Grant Hehir turut menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan pada cara bekerja di ANAO. Dari Maret 2020, yaitu ketika Australia melakukan penguncian skala besar, sebagian besar staf bekerja dari jarak jauh. ANAO juga beroperasi dengan mengurangi kehadiran di kantor sejak saat itu hingga awal 2021 sesuai dengan anjuran protokol kesehatan dari pemerintah. Selain itu, ANAO juga menyesuakan metodologi pemeriksaannya dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Kesempatan tersebut juga digunakan BPK untuk menyampaikan inisiatif pembentukan SAI-20 untuk mendukung G-20. Gayung bersambut, Grant Hehir menyambut baik serta mendukung upaya yang dilakukan oleh BPK terkait inisiatif pembentukan SAI-20. Dikatakan, hal itu sejalan dengan upaya mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Senior Management Dialogue merupakan dialog tingkat tinggi pertama antara BPK dan ANAO yang dilakukan secara virtual pada 2021. Dialog ini dibuat sebagai respons BPK dan ANAO dalam menghadapi tantangan situasi pandemi agar terus dapat menjalankan program komunikasi dan diskusi antarpimpinan SAI.

Acara dimoderatori langsung oleh Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif dan Senior Advisor ANAO Kristian Gage. Turut hadir pula Kepala Direktorat Utama Revbang B Dwita Pradana, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional, Kepala Biro SDM, Kepala Biro TI, dan R Yudi Ramdan Budiman. Sementara itu, Grant Hehir didampingi oleh Group Executive Director-Professsional Services and Relationships Group ANAO, Jane Meade.

Dalam sesi penutup, Kristian Gage dan Bahtiar Arif menyampaikan bahwa kegiatan Senior Management Dialogue antara BPK dan ANAO akan dilanjutkan dengan dua sesi berikutnya, beberapa pekan mendatang. Dua sesi mendatang akan melakukan diskusi strategis tentang “Peran Audit SAI dalam Lingkungan Pasca-Pandemi” dan “Memahami dan Menanggapi dampak Covid-19 terhadap Aspek SDM pada SAI”.

10/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP 2020 kepada DPR RI, Selasa (22/6)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Wow, Meski Pandemi, Pemerintah Pertahankan Opini WTP

by Admin 1 09/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2020. Meski ditemukan sejumlah permasalahan signifikan, namun hal itu tidak memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP 2020 kepada DPR RI, Selasa (22/6), menjelaskan, pemeriksaan LKPP bertujuan memberikan opini atas kewajaran LKPP dengan memperhatikan empat hal. Keempat hal tersebut adalah kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

Untuk mendukung pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020 tersebut, BPK melaksanakan pemeriksaan atas 86 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) dan satu laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN), termasuk pemeriksaan pada tingkat kuasa pengguna anggaran BUN dan badan usaha operator belanja subsidi.

Agung memerinci, ada dua kementerian/lembaga (K/L) yang meraih opini wajar dengan pengecualian (WDP). Sisanya, sebanyak 84 LKKL dan LKBUN meraih opini WTP. “Dari hasil pemeriksaan atas LKPP sebagai konsolidasi dari 86 LKKL dan 1 LKBUN tahun 2020 menunjukkan bahwa LKPP telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, sehingga opininya adalah wajar tanpa pengecualian (WTP),” kata Agung dalam sambutannya.

Pemeriksaan atas LKPP tahun 2020 merupakan pemeriksaan tahun kedua yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Agung bersyukur karena dalam kondisi yang sulit saat ini, pemeriksaan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. “Dan tentu saja memenuhi standar pemeriksaan keuangan negara,” katanya.

LKPP merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) oleh pemerintah pusat. Pertanggungjawaban tersebut meliputi tujuh komponen laporan keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam pernyataan resminya pada Selasa (22/6) mengatakan, opini WTP yang diberikan BPK atas LKPP 2020 merupakan yang kelima kalinya berturut turut sejak LKPP tahun 2016 dan merupakan pencapaian opini tertinggi. Bagi pemerintah, opini WTP atas LKPP merupakan hal yang sangat penting.

“Selain untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat atas pengelolaan keuangan negara, opini WTP juga menjadi bukti bahwa keuangan negara telah dikelola secara profesional, pruden, transparan, dan akuntabel,” demikian pernyataan Kemenkeu.

09/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Ketua BPK Agung Firman Sampurna
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Jaring Masukan dari Para Menteri, Ada Apa?

by Admin 1 06/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menggelar webinar berseri sebagai bagian dari inisiatif dalam penyusunan foresight pada Selasa (15/6). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan dari tiga seri webinar. Webinar seri I yang telah diselenggarakan pada 27 April 2021 dengan menghadirkan 19 narasumber dari unsur praktisi, akademisi, profesi, pelaku usaha dan pengamat di berbagai sektor untuk memahami dampak dan proyeksi di bidang masing-masing pada masa dan pascapandemi Covid-19.

Webinar dengan tema “Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pascapandemi COVID-19” itu mengundang para menteri dan pimpinan lembaga yang merupakan otoritas dan pengambil kebijakan penting di sektor perekonomian, fiskal, moneter, jasa keuangan, kesehatan, pendidikan dan teknologi, perencanaan pembangunan nasional, badan usaha milik negara (BUMN), serta sosial.

“Hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman bagaimana respons dan strategi pemerintah dalam menghadapi masa dan pascapandemi Covid-19 ke depan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi,” ungkap Ketua BPK Agung Firman Sampurna ketika memberikan sambutan.

Webinar ini menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai pembicara kunci. Kemudian, dalam panel diskusi terdapat pembicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan Menteri BUMN Erick Thohir.

BPK sebagai supreme audit institution (SAI) telah banyak berkecimpung dalam pekerjaan oversight atau yang bersifat watchdog dan insight untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Untuk melengkapi keduanya, ungkap Agung, BPK perlu melakukan foresight yang memberikan pandangan kepada pemerintah dan legislatif mengenai tantangan dan peluang negara pada masa depan serta berbagai isu kebijakan jangka panjang serta mengidentifikasi tantangan atau risiko sebelum hal tersebut muncul menjadi krisis.

Dalam perkembangannya, foresight sudah banyak dilakukan oleh SAI negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Kanada, Korea Selatan, Polandia, Australia, dan Brasil. Oleh karena itu, BPK pun tengah menyusun foresight berjudul “Indonesia Remade by COVID-19: Scenarios, Opportunities, and Challenges for Resilient Government” atau “Membangun Kembali Indonesia Pasca Pandemi COVID-19: Skenario, Peluang dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh”.

Hal itu guna meningkatkan nilai tambah dan manfaat peran BPK dari oversight, insight, menuju foresight. Agung mengatakan, dengan disusunnya foresight ini, BPK menjadi SAI kedua di Asia setelah Korea Selatan atau yang pertama di Asia Tenggara yang memiliki kemampuan foresight.

Selama enam pekan terakhir, ujar Agung, BPK telah menentukan focal question dan driving forces dalam penyusunan foresight dengan menggunakan scenario planning. Dari 1.350 driving forces yang diidentifikasi, melalui diskusi dan presentasi pakar, BPK telah memilih 139 driving forces dan 26 critical uncertainties. Hal itu kemudian dirumuskan menjadi lima fundamental uncertainties dengan pertanyaan utamanya “Bagaimana kondisi Indonesia lima tahun setelah Covid-19?”.

Saat ini, proses penyusunan foresight BPK memasuki tahapan penentuan dua dari lima fundamental uncertainties untuk dirumuskan menjadi scenario framework dan scenario stories. Diskusi dengan para pemangku kebijakan pemerintah pusat dan daerah dilakukan sebagai bagian dari proses diseminasi dan konfirmasi informasi.

“Saya berharap webinar ini bermanfaat untuk memperluas wawasan kita semua dalam mendukung pencapaian visi dan misi Renstra BPK 2020-2024 dan membangun budaya accountability for all, akuntabilitas untuk semua,” ujar Agung.

06/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Menkeu Sri Mulyani
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Menkeu Apresiasi Peran Foresight BPK

by Admin 1 05/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengapresiasi tekad Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menjalankan peran foresight. Menurut Sri, menjalankan peran foresight merupakan langkah yang sangat maju bagi sebuah supreme audit institution (SAI) atau lembaga pemeriksa.

Seperti diketahui, BPK selama ini telah melakukan peran oversight (bersifat watchdog) dan insight (untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah). Melengkapi dua peran itu, SAI perlu melakukan foresight yang memberikan pandangan kepada pemerintah dan legislatif mengenai tantangan dan peluang negara pada masa depan.

BPK pun berinisiatif merumuskan peran foresight untuk membangun kembali Indonesia pascapandemi Covid-19. Inisiatif ini salah satunya diwujudkan melalui kegiatan webinar bertema “Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pascapandemi Covid-19”. Webinar yang menghadirkan narasumber dari kalangan menteri, kepala lembaga, praktisi, pelaku usaha, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya digelar dengan tujuan memahami dampak dan proyeksi pada masa dan pascapandemi Covid-19 di setiap sektor.

Menkeu Sri Mulyani dalam webinar seri kedua yang digelar BPK pada Kamis (15/6) mengatakan, peran foresight yang akan dijalankan BPK sangat penting pada masa pandemi Covid-19 ini. “Kami berterima kasih kepada BPK karena dalam situasi yang luar biasa sangat tak menentu saat ini, selain oversight dan insight, foresight merupakan hal yang sangat penting,” kata Menkeu.

Menkeu menambahkan, pemerintah dan BPK sebagai SAI memang perlu melakukan sinergi untuk melihat tinjauan masa depan secara bersama-sama. “Sehingga, kita akan memiliki konvergensi, sepaham mengenai peluang, tantangan, dan risiko. Selain itu, juga mengenai bagaimana proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan dalam situasi sangat tidak menentu yang sedang kita hadapi atau seluruh dunia hadapi,” kata Menkeu.

Acara yang digelar pada Kamis (15/6) merupakan rangkaian kegiatan dari tiga seri webinar. Dalam webinar ini, BPK menghadirkan banyak  narasumber, yaitu Menko Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua OJK, Menteri Kesehatan, Mendikbud Ristek, Menteri Perencanaan Pembanguan Nasional, Menteri BUMN, dan Menteri Sosial. Hal ini untuk mendapat pemahaman bagaimana respons dan strategi pemerintah menghadapi masa dan pascapandemi Covid-19 dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi.

Melalui para narasumber, BPK memperoleh informasi antara lain tentang unsur yang menyebabkan ketidakpastian, kebijakan yang sudah diambil, prognosis defisit APBN, dan peluang teknologi dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Selain itu, untuk mencari tahu informasi mengenai tingkat optimisme pemulihan bidang fiskal, jasa keuangan, moneter, kesehatan, pendidikan dan teknologi, BUMN, serta di bidang sosial.

05/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Cyber security (Ilustrasi/Sumber: Freepik)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Yang Dibagi ANAO Terkait Cyber Security kepada BPK

by Admin 1 04/08/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Australian National Audit Office (ANAO) menyampaikan beberapa topik terkait cyber security. Paparan disampaikan oleh Acting Group Executive Director of System Assurance and Data Analysis Branch (SADA) ANAO, Lesa Craswell.

Dia menjelaskan, pertama, overview dan pemahaman atas lingkungan cyber security di Australia. Paparan termasuk juga kebijakan pendukung dan pendekatan berbasis risiko yang diterapkan dalam pengelolaan cyber security.

Kedua, penjelasan atas berbagai pemeriksaan cyber security yang pernah dilaksanakan ANAO dan beberapa insight yang didapatkan dari berbagai pengalaman pemeriksaan tersebut. Ketiga, tantangan yang dihadapi serta peluang yang dapat dikembangkan dalam pelaksanan pemeriksaan cyber security.

Keempat, penjelasan terkait komunikasi hasil pemeriksaan kepada para pemangku kepentingan. Hal lain yang juga disampaikan sebagai jawaban dari penanya antara lain regulasi yang mendasari cyber security pemerintah, cyber audit dalam situasi pandemi, metodologi dan desain cyber audit, serta risiko audit yang harus diidentifikasi dan dipertimbangkan dalam pemeriksaan cyber security.

Setelah paparan, ANAO juga menawarkan program pendampingan (coaching) kepada tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Khususnya tim yang akan melakukan pemeriksaan cyber security pada semester II tahun 2021 yang dilakukan dalam tiga tahap pemeriksaan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. 

Paparan-paparan tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan BPK dan ANAO. Information technology knowledge sharing sesi II dengan tema “The SAI and The Cyber Resilience of Government” tersebut dilaksanakan secara virtual para Rabu (30/6).

Kegiatan ini  merupakan kelanjutan dari diskusi topik teknologi informasi sebelumnya yang digelar pada Mei 2021. Serta, sebagai implementasi kerja sama bilateral kedua institusi.

Tujuan penyelenggaraan diskusi adalah saling berbagi pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman. Khususnya pendekatan audit yang dilakukan oleh ANAO dalam perannya memberikan jaminan kepada parlemen atas cyber resilience pemerintah. Termasuk di dalamnya perlindungan atas data publik milik negara.

Kegiatan knowledge sharing ini juga merupakan bagian dari upaya BPK untuk mendapatkan masukan dalam rangka persiapan melaksanakan pemeriksaan cyber security pada semester II 2021. Pemeriksaan tersebut akan dilaksanakan oleh Auditorat Utama Keuangan Negara I terhadap beberapa kementerian/lembaga.

Kegiatan ini dimoderatori oleh Senior Advisor ANAO untuk BPK Kristian Gage. Sementara itu sambutan pembukaan disampaikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK Selvia Vivi Devianti, Lesa Craswell.

Hadir dalam diskusi tersebut Kepala Auditorat 1A Hendra Gunawan, Kepala Auditorat IB Sarjono, dan Kepala Direktorat Penelitian dan Pengembangan Emmy Mutiarini. Hadir pula para pejabat dan staf Biro Teknologi Informasi, Direktorat Litbang, pemeriksa pada AKN I, AKN III, serta tim Biro Humas dan Kerja sama Internasional.

04/08/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam Mengawal Keuangan Negara
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang Andal dan Berbasis Data
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal Kebijakan Ekonomi Biru
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu Strategis Pengawasan Sektor Publik
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Dalam Pidato Kenegaraan, Presiden Apresiasi Peran BPK dalam...

    15/08/2025
  • Menteri KP: Ekonomi Biru Butuh Sistem Audit yang...

    14/08/2025
  • Opini BPK dan Makna Akuntabilitas

    13/08/2025
  • Anggota IV BPK: SAI Punya Peran Strategis Kawal...

    12/08/2025
  • Di Forum ANAO, Ketua BPK Angkat Tiga Isu...

    11/08/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id