WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Tuesday, 15 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Author

admin2

admin2

BeritaSLIDER

Kuis TTS Edisi HUT BPK Akan Segera Hadir, Ini Pemenang Edisi Sebelumnya

by admin2 13/12/2024
written by admin2

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA- Mengakhiri tahun 2024, Warta Pemeriksa akan menghadirkan kuis TTS edisi spesial untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-78 Badan Pemeriksa Keuangan. Redaksi akan sediakan hadiah yang jauh lebih menarik dibandingkan edisi biasanya. 

Kuis TTS Edisi 8 tahun 2024 telah diundi oleh Redaksi (11/12). Ini daftar pemenangnya:

Widyana W. .- 0856xxxxxxxx

Azmita N. H.- 0812xxxxxxxx

Fauzi A.F.-0882xxxxxxxx

Fajriyan A.- 0818xxxxxxxx

Shanti A.- 0895xxxxxxxx

Selamat kepada para pemenang. Bagi yang belum beruntung, ikuti kuis TTS edisi spesial HUT BPK yang akan segera dilaksanakan. Tetap baca Warta Pemeriksa, banyak informasi menarik seputar hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan oleh BPK.

Baca Warta Pemeriksa, ikuti kuisnya, dan menangkan hadiahnya.

13/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara PublikUncategorized

Menyiasati Unintended Consequences dalam Kebijakan Publik

by admin2 12/12/2024
written by admin2

Oleh: Rifky Pratama Wicaksono, Penelaah Teknis Kebijakan pada AKN I BPK

Setiap kebijakan publik seringkali memiliki tujuan jelas, namun dampaknya tidak selalu sesuai harapan. Fenomena ini dikenal sebagai unintended consequences, yang pertama kali diperkenalkan oleh Robert K. Merton pada 1936 sebagai unanticipated consequences. Meski merupakan sebuah kondisi yang tak diinginkan, kondisi ini kerap muncul sebagai hasil dari berbagai faktor kompleks yang mengiringi proses penyusunan kebijakan publik.

Unintended consequences timbul bukan semata-mata karena tidak terprediksi, namun bisa jadi sebenarnya dampak itu sudah diperhitungkan namun diabaikan karena sejumlah kondisi, seperti tekanan politis, konservatisme, dan karakter pengambil kebijakan. Frank de Zwart menganggap bahwa istilah “unintended, but not unanticipated consequences” lebih sesuai, sebab pembuat kebijakan dianggap memiliki kapasitas untuk menakar dan seharusnya bisa mengantisipasi berbagai konsekuensi dari keputusan yang diambil, baik positif maupun negatif.

Meskipun tidak sepenuhnya terhindarkan, unintended consequences dapat membawa kerugian jika tak ditangani dengan cermat–merugikan kelompok rentan, memperumit persoalan yang ada, bahkan menimbulkan masalah baru. Kebijakan publik pun kini menghadapi tantangan besar di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Dalam konteks ini, sulit untuk memprediksi bagaimana setiap unsur akan bereaksi dalam situasi dinamis yang melibatkan aspek sosial, ekonomi, hingga budaya. Kompleksitas ini membuat kebijakan sangat rentan terhadap unintended consequences.

Sebagai contoh, sejumlah pasal dalam UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bertujuan untuk mencegah ujaran kebencian dan fitnah siber. Namun, keberadaannya justru menimbulkan keresahan. Banyak yang menganggapnya multitafsir antara penyampaian kritik dan pencemaran nama baik. Akibatnya, banyak orang dituntut dalam satu dekade terakhir, dan ironisnya, sebagian adalah korban kriminalisasi.

Asumsi yang tidak tepat juga dapat memicu timbulnya konsekuensi tak terduga dalam kebijakan publik. Keputusan yang dihasilkan oleh pembuat kebijakan umumnya didasarkan pada perkiraan reaksi masyarakat terhadap kebijakan yang akan diberlakukan. Namun, jika tidak dapat mengukur dengan benar, maka asumsi yang dihasilkan berisiko meleset, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kebijakan tidak efektif.

Misalkan, wacana perubahan kebijakan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) bertujuan untuk memastikan bantuan yang lebih tepat sasaran bagi kelompok masyarakat miskin. Namun, rendahnya tingkat pendidikan serta maraknya judi online berpotensi membuat bantuan disalahgunakan. Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya biaya hidup, penghapusan subsidi BBM berisiko menimbulkan sentimen negatif bagi kelompok kelas menengah rentan yang jumlahnya kian bertambah, menciptakan ketidakpuasan di masyarakat.

Kurang intensifnya pemanfaatan data dan informasi, serta keterbatasan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi tantangan tersendiri dalam menghasilkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Data yang tersedia seringkali memiliki akses terbatas, kurang mutakhir. Pengelolaannya yang berbeda antar lembaga, menyebabkan data berpotensi bias. Kondisi ini menghambat pemerintah dalam mencapai target yang ditetapkan.

Hasil pemeriksaan kinerja BPK atas upaya pemerintah daerah untuk menanggulangi kemiskinan TA 2021 menemukan bahwa 32 dari 34 pemerintah provinsi belum sepenuhnya menggunakan data kependudukan yang akurat dan relevan dalam merancang kebijakan penanggulangan kemiskinan beserta mitigasi risikonya. Alhasil, program yang dilaksanakan berpotensi tidak tepat sasaran, tidak terarah, dan tidak padu, menghambat upaya penanggulangan kemiskinan di tingkat nasional.

Proses formulasi kebijakan yang memakan waktu juga berpotensi menimbulkan time lag, yakni jeda antara perumusan kebijakan dengan penerapannya serta dampak yang dihasilkan. Ketika kondisi ini terjadi, pembuat kebijakan kehilangan momentum untuk menyelesaikan masalah yang ada. Kebijakan yang berhasil diformulasi pun boleh jadi tidak relevan karena permasalahan telah menjadi lebih rumit dan menimbulkan efek domino. Dampak tak termaksud pun menjadi semakin tak terelakkan.

Melihat kondisi di atas, lantas bagaimana seharusnya unintended consequences disikapi?

Pertama, perlu dilakukan identifikasi aktor kebijakan, baik di dalam dan luar pemerintah, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang posisi, kepentingan, dan sikap pemangku kepentingan. Lebih lanjut, siklus kebijakan yang erat dengan bukti empiris, administrasi publik, dan politik menuntut pembuat kebijakan untuk mampu mencari titik temu antara ketiganya. Dengan begitu, pembuat kebijakan dapat memvisualisasi konflik potensial antaraktor serta merancang strategi negosiasi dan kolaborasi yang efektif sejak tahap agenda setting.

Penting juga untuk menghindari empat jenis bias kebijakan: elite bias, power bias, interest bias, dan purpose bias. Keputusan pada tingkat atas dapat dipengaruhi oleh bias ini, padahal kepentingan tertentu tidak selalu mewakili kepentingan umum dan bisa saja keliru. Karena itu, pembuat kebijakan perlu fokus pada nilai dan tujuan, menggali akar masalah, bersikap objektif, dan menjalin pola komunikasi yang baik.

Partisipasi publik melalui audiensi hingga lokakarya juga akan membantu seluruh stakeholder berkomunikasi dan berdiskusi dalam rangka menjembatani alur pikir. Peran integral masyarakat menuntut aktor kebijakan menjadi lebih fleksibel dan responsif dalam beragam situasi. Hal ini menjadikan kebijakan lebih relevan dengan kondisi riil, adaptif terhadap perubahan, inklusif di seluruh lapisan, dan diharapkan dapat mengatasi dan mengantisipasi masalah.

Untuk mewujudkan itu semua, peran analis kebijakan dalam menyajikan rekomendasi kebijakan menjadi krusial melalui berbagai hasil kerja, seperti policy memo, policy brief, hingga policy paper, serta mengadvokasinya secara bottom-up hingga level pengambil keputusan. Namun, analis kebijakan tak cukup hanya fokus pada policy content, namun juga pada policy actors dan policy environment. Oleh sebab itu, kemampuan melihat masalah secara multidimensional diperlukan agar dapat memberi hasil kerja yang tak hanya berbasis bukti, namun juga substansial dan tajam.

Tak bisa dinafikan, unintended consequences adalah “kejutan” dari kebijakan dalam situasi yang tak pasti. Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan berbagai risiko dan dampak yang mungkin timbul, sebab jika salah langkah dapat merugikan masyarakat dan menghambat pencapaian tujuan negara. Political will menjadi esensial, agar risiko dan dampak tak hanya ditimbang, namun juga dimitigasi agar pencapaian tujuan tetap terkawal.

Dengan menerapkan proses penyusunan kebijakan yang berorientasi pada nilai, mengadopsi pendekatan yang agile dan evaluatif, serta melibatkan semua unsur dalam siklus kebijakan, pembuat kebijakan dapat mengurangi potensi dampak tak termaksud secara holistik, menghasilkan kebijakan yang lebih efektif, berkelanjutan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

12/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
MAJALAHUncategorized

Majalah Warta Pemeriksa Edisi Oktober 2024

by admin2 11/12/2024
written by admin2

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pembahasan mengenai IHPS I Tahun 2024 menjadi salah satu isu yang diulas dalam majalah Warta Pemeriksa edisi Oktober 2024.

IHPS I Tahun 2024 merupakan ringkasan dari 738 laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester I tahun 2024. IHPS ini juga mengungkap hasil pemantauan BPK yang meliputi pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara, serta pemantauan atas pemanfaatan LHP Investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keteranan ahli.

Selain topik IHPS Semester I Tahun 2024, Redaksi Warta Pemeriksa juga membahas hasil pemeriksaan pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan pangan, pemeriksaan pengelolaan kas, bedah buku “Audit Lingkungan”, serta isu perdagangan karbon pada rubrik kolom.

Baca selengkapnya di Warta Pemeriksa Edisi Oktober 2024. Selamat menikmati.

11/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita FotoSLIDER

Di Hadapan Akuntan Se-Indonesia, Wakil Ketua BPK Soroti Peran BPK dalam Keberlanjutan

by admin2 09/12/2024
written by admin2

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA— Wakil Ketua BPK Budi Prijono menyampaikan peran BPK dalam mendukung keberlanjutan, di antaranya dengan memastikan kebijakan pemerintah menyokong pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Beberapa inisiatif yang dilaksanakan BPK adalah pemeriksaan terkait kesiapan pemerintah dalam mengimplementasikan SDGs, dengan hasil yang dipresentasikan dalam forum internasional seperti High-Level Political Forum (HLPF) di New York, Amerika Serikat. BPK juga melaksanakan dedicated SDGs audit untuk memeriksa program-program pemerintah yang berkaitan dengan keberlanjutan, seperti penguatan kapasitas manajemen risiko kesehatan global dan transportasi perkotaan berkelanjutan. 

Hal ini disampaikan oleh Budi Prijono saat menyampaikan menyampaikan keynote speech dalam seminar internasional yang diselenggarakan dalam rangka peringatan HUTke-67 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), di Jakarta, Rabu (4/12).

09/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita FotoSLIDERUncategorized

Duduk Bersama, BPK dan BAKN DPR Bahas Subsidi Listrik dan Pupuk 

by admin2 05/12/2024
written by admin2

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA—BPK dan BAKN melaksanakan focus group discussion (FGD) membahas tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK atas subsidi listrik dan pupuk. Pada kegiatan yang berlangsung di Kantor Pusat BPK, Jakarta (3/12) ini, Anggota VII BPK Slamet Edy Purnomo memaparkan temuan-temuan pemeriksaan, isu strategis, dan rencana pemeriksaan subsidi dan kompensasi oleh BPK. 

Wakil Ketua BAKN, Andreas Eddy Susetyo dalam pertemuan menyoroti soal ketidaksesuaian data dalam pengelolaan subsidi, sistem administarasi data, serta sistem tata kelola distribusi pupuk yang dianggap terlalu rumit. BAKN DPR dorong BPK manfaatkan teknologi big data analytics dalam pemeriksaan subsidi pupuk dan listrik. 

05/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDERSuara Publik

Membangun Internal Tim Pemeriksa yang Kondusif melalui Komunikasi Asertif

by admin2 05/12/2024
written by admin2

Oleh: Rafiq Andhika Maulana, Pemeriksa Ahli Pertama pada BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 memberi mandat kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara. Mandat tersebut dilaksanakan oleh setiap insan pemeriksa BPK, baik di lingkup pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Petunjuk Teknis (Juknis) dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan mengatur bahwa pemeriksaan dilakukan oleh Tim Pemeriksa setelah diterbitkannya surat tugas. Tim pemeriksa terdiri atas seorang Ketua Tim dan beberapa Anggota Tim. Maka dari itu dalam rangka melaksanakan pekerjaannya, pemeriksa tidak bekerja seorang diri.

Kegiatan pemeriksaan merupakan tugas dan tanggung jawab kolektif tim pemeriksa dalam rangka menjalankan mandat Undang-Undang Dasar NKRI 1945. Tugas dan tanggung jawab kolektif tersebut mengharuskan seorang pemeriksa agar mampu mengembangkan kemampuan kerja sama tim. Pemeriksa dapat mengembangkan kemampuan kerja sama tim yang baik dengan membangun komunikasi asertif. Komunikasi asertif diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pandangan kepada orang lain secara jujur dan tegas dengan tetap menunjukan rasa hormat serta empati kepada lawan bicara (Aprilistyan, dkk, 2022).

Seseorang dengan komunikasi asertif yang baik akan melihat sudut pandang orang lain sama pentingnya dengan sudut pandang diri sendiri. Penerapan komunikasi asertif pada tim pemeriksa diperlukan agar setiap individu di dalam tim pemeriksa dapat menyampaikan pandangannya secara terbuka dan tegas dengan penuh rasa hormat, sehingga terhindar dari konflik yang disebabkan oleh ketidakcakapan dalam berkomunikasi. Individu yang asertif memiliki kemampuan pengelolaan konflik win-win solution dan melihat hambatan dari dua arah secara bijaksana dengan tujuan meningkatkan moral kerja, kinerja, produktivitas, dan kerja sama tim yang solid (Widyastuti, 2017).

Peningkatan kualitas moral, kinerja, produktivitas, serta kerja sama tim merupakan wadah agar terbentuknya keadaan tim yang kondusif. Tim pemeriksa dengan kondisi internal yang kondusif dapat tercermin dengan diterapkannya sikap asertif pada pengelolaan konflik, tujuan pemeriksaan, dan nilai-nilai dasar BPK.

Sikap Asertif di dalam Tim Pemeriksa

Komunikasi asertif timbul di saat seorang pemeriksa bersikap terbuka, tegas, dan hormat dalam mengutarakan keinginannya. Pemeriksa dengan sikap yang terbuka mampu menyampaikan tanggung jawabnya sesuai dengan kenyataan dan fakta yang ada. Sikap terbuka dibutuhkan oleh setiap individu di dalam tim pemeriksa. Sikap terbuka seorang Ketua Tim memberikan rasa aman dan kejujuran kepada Anggota Tim. Anggota Tim dengan sikap terbuka mampu meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama Anggota Tim maupun Ketua Tim. Sikap terbuka yang terbangun dengan baik memungkinkan pemeriksa untuk bertukar pikiran ketika mengalami kendala saat perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan.

Kode Etik Pemeriksa mengatur dengan jelas bahwa pemeriksa harus bersikap tegas dalam mengungkap fakta pemeriksaan. Sikap tegas merupakan bentuk komunikasi asertif pemeriksa agar konsisten menyampaikan kebenaran. Ketegasan seorang Ketua Tim mencerminkan kepemimpinan yang objektif. Sikap tegas Anggota Tim melahirkan kepatuhan dan komitmen terhadap tujuan pemeriksaan.

Komunikasi asertif dapat diterapkan dengan baik apabila pemeriksa saling memahami satu sama lain. Kemampuan memahami satu sama lain merupakan sikap hormat yang ditunjukan melalui keterbukaan dan ketegasan dalam berkomunikasi. Ketua Tim menghargai dan mengarahkan Anggota Tim dengan membagi tanggung jawab tim secara adil. Anggota tim menjalankan arahan Ketua Tim sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab. Sikap hormat akan membentuk internal tim pemeriksa yang solid dan terbebas dari dinamika konflik.

Komunikasi Asertif terhadap Pengelolaan Konflik

Pengelolaan konflik merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk mengatur perselisihan atau sengketa yang muncul di dalam organisasi maupun kelompok, agar dapat terselesaikan dengan cepat dan lebih baik (Widyastuti, 2017). Pengelolaan konflik dapat dilakukan melalui pendekatan yang bersifat komunikatif. Pemeriksa dapat menggunakan komunikasi asertif dalam manajemen konflik konstruktif. Konflik konstruktif diartikan sebagai persoalan yang mengarah pada pencarian solusi agar kedua belah pihak yang berkonflik memperoleh kepuasan yang sama (win – win solution). Tim pemeriksa yang menghadapi konflik konstruktif memerlukan sikap terbuka setiap pemeriksa, ketegasan untuk selalu menyampaikan fakta, serta menghargai pandangan dari pemeriksa lainnya guna mencari jalan tengah yang solutif.

Sikap Asertif dalam Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran, kesesuaian, dan kepatuhan atas bukti-bukti pemeriksaan terhadap ketentuan perundang-undangan dan praktik terbaik (benchmark). Keyakinan seorang pemeriksa dibangun di atas sikap asertif dengan mengedepankan kebenaran berdasarkan bukti-bukti pemeriksaan. Kebenaran disampaikan dengan konsisten dan penuh komitmen agar tim pemeriksa mampu mencapai tujuan pemeriksaan yang diharapkan. Hasil suatu pemeriksaan diharapkan mampu meyakinkan stakeholder (pemangku kepentingan) BPK berdasarkan fakta pemeriksaan.

Penerapan Sikap Asertif pada Nilai Dasar BPK

Nilai-nilai dasar BPK berkorelasi dengan sikap asertif setiap pemeriksa. Kondisi internal tim pemeriksa yang terbuka merupakan wujud penerapan nilai integritas. Keterbukaan merupakan sikap asertif yang menunjukan seorang pemeriksa tidak menyembunyikan kebenaran dan selalu transparan kepada pemeriksa lainnya. Tim pemeriksa menerapkan sikap tegas sebagai wujud implementasi nilai independensi. Penerapan sikap tegas merupakan komitmen dan keteguhan tim pemeriksa, agar tujuan pemeriksaan tercapai sesuai dengan harapan penugasan. Kemampuan pemeriksa untuk menghargai satu sama lain merupakan wujud penerapan nilai profesionalisme. Setiap pemeriksa menghargai tugas dan tanggung jawab yang diberikan di dalam tim pemeriksa. Pemeriksa yang bekerja secara profesional memastikan bahwa tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dapat diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka

Aprilistyan, S. Ikhwan, K. (2022). Kontribusi Komunikasi Asertif dan Kepemimpinan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Kerja: Kajian Literatur. Transekonomika: Akuntansi, Bisnis, dan Keuangan, Vol 2 No. 6. 389 – 400.

Widyastuti Tri. (2017). Pengaruh Komunikasi Asertif terhadap Pengelolaan Konflik. Akademi Pariwisata BSI Bandung, Vol 1 No. 1. 1 – 7.

05/12/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita FotoBPK BekerjaSLIDER

Implementasi GRC Sektor Publik Jadi Kunci Hadapi Tantangan Pembangunan 

by admin2 28/11/2024
written by admin2

JAKARTA, WARTA PEMERIKSA- Implementasi Governance Risk and Compliance (GRC) di sektor publik adalah kunci dalam menghadapi tantangan pembangunan yang semakin kompleks, termasuk transformasi digital dan risiko global. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua BPK Isma Yatun saat menjadi keynote speaker dalam Risk and Governance Summit 2024 di Jakarta (25/11). 

Dalam keynote speech-nya, Isma juga menekankan bahwa pendekatan collaborative governance memungkinkan upaya yang lebih responsif dan efektif bagi tercapainya policy design melalui partisipasi dan kolaborasi yang inklusif dari seluruh sektor. Elemen krusial yang dimiliki BPK dalam upaya kolaboratif dengan seluruh pemangku kepentingan adalah melalui mandat pemeriksaan Hasil pemeriksaan BPK, baik berupa opini, rekomendasi, maupun simpulan, dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan publik, sehingga hasil pemeriksaan BPK juga akan memberikan dampak yang lebih bermanfaat dan tangible.  

28/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
SLIDERSuara PublikUncategorized

Masa Depan Keberlanjutan: Kompas Baru Bagi Sektor Publik

by admin2 25/11/2024
written by admin2

Oleh: Muhammad Rafi Bakri. Pengelola Data dan Informasi di BPK

Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) S1 dan S2 menandai era baru transparansi global dengan menetapkan baseline universal untuk sustainability reporting. Standar ini tidak hanya menandakan perubahan, tetapi juga membuka babak baru yang berani. Misi IFRS jelas dan ambisius, mengharuskan sektor privat untuk mengungkapkan wawasan penting yang memengaruhi keputusan terkait risiko dan peluang keberlanjutan. Standar ini tidak hanya tentang kepatuhan, tetapi juga memberdayakan stakeholder laporan keuangan, yaitu mereka yang mempercayakan sumber daya mereka kepada entitas ini.

IFRS S1 “General Requirements for Disclosure of Sustainability-related Financial Information” mewajibkan entitas untuk memberikan penjelasan rinci tentang risiko dan peluang terkait sustainability. Informasi ini harus disajikan di laporan keuangan untuk membantu stakeholder membuat keputusan yang tepat dalam alokasi sumber daya ke entitas tersebut. Data terkait sustainability sangat penting karena kapasitas entitas untuk menghasilkan arus kas dalam jangka pendek, menengah, atau panjang sangat terkait erat dengan hubungannya dengan para pemangku kepentingan, masyarakat luas, ekonomi, dan lingkungan alam—semuanya terhubung dalam entity’s value chain.

Lebih lanjut, IFRS S2 “Climate-Related Disclosures” mengharuskan entitas untuk mengungkapkan risiko dan peluang yang terkait dengan perubahan iklim. Tujuan pengungkapan terkait perubahan iklim adalah untuk membantu pengguna laporan keuangan memahami proses tata kelola, pengendalian, dan prosedur yang digunakan institusi untuk memantau, mengelola, dan mengawasi risiko serta peluang terkait iklim.

Kedua standar tersebut secara bertahap pasti akan diterapkan di sektor publik. International Public Sector Accounting Standards (IPSAS), yang merupakan standar akuntansi global untuk entitas publik, sangat adaptif terhadap perubahan dalam IFRS. Urgensi terkait sustainability dan perubahan iklim juga dirasakan oleh entitas publik, sehingga penyesuaian standar diperlukan. Bahkan, Dewan IPSAS (IPSASB) telah menargetkan agar standar ini selesai disusun dan ditetapkan pada tahun 2025.

Akibatnya, Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah Indonesia (PSAP) turut mengalami perubahan. Penyesuaian ini akan mengharuskan semua entitas sektor publik, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, untuk menyusun laporan keuangan yang mengungkapkan informasi terkait sustainability dan perubahan iklim. Ini bukan sekadar persyaratan administratif, tetapi membawa harapan besar dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Selain itu, transparansi yang didorong oleh standar ini diharapkan dapat meminimalkan risiko green-fraud.

Proses penerapan standar baru oleh entitas sektor publik di Indonesia memunculkan kekhawatiran. Pasalnya, entitas sektor publik cenderung lebih lama dalam mengadopsi suatu pedoman baru dibanding sektor privat. Contoh yang jelas adalah adopsi accrual basis yang telat dalam sistem akuntansi pemerintah, yang baru diterapkan Indonesia pada tahun 2015—bertahun-tahun setelah banyak negara lain mulai melakukan transisi ini pada awal tahun 2000-an. Sekarang, pertanyaannya bukan lagi apakah perubahan ini diperlukan, tetapi tantangan apa yang akan dihadapi pemerintah Indonesia selama proses adopsi ini dan yang lebih penting, apakah pemerintah dapat mengatasinya?

Permasalahan pertama adalah ketersediaan dan keandalan data. Sustainability reporting bergantung pada data yang akurat dan terperinci untuk menilai risiko terkait iklim, dan sebagian besar pemerintah harus mengevaluasi seberapa baik data ini terintegrasi dengan kerangka tata kelola data yang ada. Mengidentifikasi dan mengamankan sumber data yang andal sangat penting untuk memantau dampak finansial dari kejadian cuaca ekstrem dan masalah terkait sustainability lainnya. Namun, banyak entitas sektor publik menghadapi sistem data yang terfragmentasi dan akses terbatas ke informasi berkualitas tinggi yang terstandar, yang mempersulit upaya untuk memenuhi persyaratan pelaporan yang ketat yang ditetapkan oleh standar ini.

Selanjutnya, pemerintah harus memastikan tidak hanya akurasi tetapi juga kredibilitas laporan keberlanjutan. Sustainability reporting masih dalam tahap awal, yang menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah untuk mengembangkan proses dan pengendalian yang kuat yang terintegrasi dengan sistem data yang sebelumnya tidak termasuk dalam pelaporan keuangan tradisional. Tingkat pengawasan akan sangat besar—informasi terkait keberlanjutan harus memenuhi standar kualitas yang sama ketatnya dengan laporan keuangan dan dilaporkan secara bersamaan, memastikan tidak ada kesenjangan dalam transparansi.

Terakhir, kapasitas sumber daya manusia di dalam institusi pemerintah menjadi tantangan mendesak. Akuntan akan dihadapkan pada akun-akun baru, metode pencatatan yang tidak dikenal, dan pengungkapan yang rumit dalam proses pelaporan. Ketidakpastian yang terlibat, terutama dengan kontingensi, adalah faktor kritis. Akuntan sekarang akan ditugaskan untuk mengantisipasi skenario di mana aliran transaksi tidak dapat ditentukan dengan pasti, memaksa mereka untuk menilai risiko yang bersifat prediktif.

Dibalik tantangan yang begitu banyak, terdapat manfaat yang sangat besar apabila IFRS S1 dan S2 dapat diterapkan oleh sektor publik di Indonesia. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara terkait sustainability dan perubahan iklim akan menjadi outcome utama dari standar tersebut.

25/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Berita FotoSLIDERUncategorized

Dorong Pencapaian TPB, BPK Selenggarakan Pelatihan Audit Blue Economy 

by admin2 18/11/2024
written by admin2

BALI, WARTA PEMERIKSA- BPK menyelenggarakan pelatihan berskala internasional The Development of Audit Design Matrix on Fishery, Coastal, and Mangrove di Badiklat Pemeriksaan Keuangan Negara (BDPKN Bali) pada 11-15 November 2024. Pelatihan ini diharapkan akan menjembatani gap kompetensi terkait proses perencanaan audit blue economy serta dapat membangun jaringan kolaborasi global dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di bidang perairan. 

Dalam pembukaan pelatihan yang diikuti oleh peserta dari 17 negara, Anggota VI BPK Fathan Subchi menyampaikan bahwa BPK akan menjabat sebagai Ketua INTOSAI pada 2028. BPK memimpin inisiatif global dalam audit publik dan menyoroti pentingnya pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia. 

BPK Gelar Pelatihan Audit Ekonomi Biru untuk 17 Negara
18/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaSLIDERSuara Publik

Pilkada : Pil Pahit Demokrasi

by admin2 14/11/2024
written by admin2

Oleh:  Junaidi Syamsuddin, Kasubag Keuangan BPK Perwakilan Provinsi Jambi

Dari Kedai Kopi ke Bilik Suara

Kopi Kerinci di gelas saya masih mengepul bersama pisang goreng crispy panas.  Kopi dari pegunungan Kerinci memiliki rasa dan karakter yang berbeda. Rasanya yang cenderung fruity ke arah rasa buah lemon yang asam segar. Aftertaste-nya sendiri cenderung lebih terasa manis yang tertinggal cukup lama. Perkebunan Kopi Kerinci tersebar di daerah pegunungan, tepatnya di Kayu Aro, Kayu Aro Barat, dan Gunung Tujuh, Provinsi Jambi. Semua perkebunan ini terletak di atas ketinggian 900-1200 mdpl. Jika dilihat dari mana kebun kopinya sudah tentu memiliki tingkat keasaman yang rendah serta karakter yang tidak terlalu banyak.

Minggu pagi ini udara Kota Jambi cukup dingin. Hujan turun gerimis. Cukup menyapu pekat udara akibat beberapa titik kebakaran lahan. Rintik hujan memang cocok untuk  menikmati secangkir kopi di Kopitiam Ancol ini. Kedai yang mirip food court. Berjejer aneka minuman dan makanan. Kedai kopi ini berada dekat bibir Sungai Batanghari membentang luas dengan panjang 503 meter dan lebar 4,5 meter. Saat menikmati tegukan kopi, kita bisa sesekali melihat lalu lalang kapal-kapal tongkang mengangkut emas hitam, batubara. Suasana ini mengingatkan saya pada Sungai Musi, di Palembang. Di atas Sungai Batanghari terbentang jembatan Gentala Arasy. Ikon kota  Jambi selain Masjid Seribu Tiang. Jembatan ini juga berada tak jauh kedai kopi. Gentala Arasy digunakan khusus untuk pejalan kaki yang menghubungkan Jambi Seberang. 

Seperti biasanya saat weekend, pengunjung kedai cukup ramai. Bahkan beberapa orang tidak mendapatkan tempat duduk. Semua orang dari perbagai kalangan tumpah ruah. Dari anak-anak sampaik kakek nenek bersama cucu. Selain hargaya murah, di kedai ini juga tersedia berbagai menu makanan nusantara mulai dari pisang goreng sampai bubur Manado. Obrolan ringan aneka topik menghias perbincangan. Mulai urusan gosip artis sampai soal dukung mendukung calon pimpinan daerah. Yang terakhir ini paling diminati. Hiruk pikuk dan euforia menyogsong Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi topik hangat.

Ditengah kepulan asap rokok, nampak seseorang pria tertawa lepas, sambil telunjuknya mengarah ke sejawat nya yang duduk didepan. Yang ditunjuk pun merespon dengan suara meninggi. Tampak benar, mukanya memerah. Sesekali terdengar sayup mereka bicara soal calon kepala daerah yang mereka dukung. Dari kejauhan obrolon pun terhenti ketika pelayan mengantarkan sepiring pisang goreng crispy panas. Diskusi boleh panas, tapi pisang goreng jangan sampai dingin. Begitulah kira-kira pikir mereka. Obrolan politik di warung kopi tentu tak sama sama dengan tongkrongan para elit partai politik yang elitis. Skenario koalisi dan konstelasi yang dirancang Jakarta, bisa saja langsung ‘dikuliti’ meja kopi. Obrolon di kedai kopi inilah bisa jadi modal menuju bilik suara.

Urgensi dan Mahalnya Biaya Pilkada 

Wajar saja riuh di kedai kopi tadi, karena perhelatan Pilkada serentak tak lama lagi digelar. Tepatnya pada Rabu, 27 November 2024 mendatang pilkada dilaksanakan di 37 Provinsi dan 508 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota, sebab ada 6 kabupaten/kota administratif di DKI Jakarta yang tidak ada pilkada langsung. Ketua KPU Hasyim Asy’ari dikutip dari antaranews.com menjelaskan bahwa Pilkada Serentak 2024 hanya diikuti 37 dari 38 provinsi, karena Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak melakukan pilkada langsung.  Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) antara lain mengatur mengenai pengangkatan gubernur dan wakil gubernur DIY yang tidak dipilih melalui pemilihan umum, namun melalui proses pengukuhan.

Pilkada serentak ini memenuhi amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk memperkuat sistem presidensial. Sementara itu, ketentuan mengenai Pilkada digelar serentak di 2024 diatur melalui Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) XVII di Balikpapan, Selasa (4/6/2024) menyatakan bahwa Penyelenggaraan Pilkada serentak memiliki tujuan untuk memperbaiki administrasi pemerintahan. Dengan adanya pemilihan yang paralel, diharapkan akan terjadi sinkronisasi antara visi pembangunan nasional dan daerah (www.menpan.go.id).

Tuhana dan Yudho Taruno Muryanto, dalam tulisannya Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Secara Langsung yang Efektif dan Efisien (Studi di Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) menyatakan bahwa pilkada langsung adalah instrumen untuk meningkatkan participatory democracy dan memenuhi semua unsur yang diharapkan. Secara normatif, pelaksanaan Pemilukada langsung menawarkan sejumlah manfaat dan sekaligus harapan bagi pertumbuhan, pendalaman dan perluasan demokrasi lokal. Juga membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Dari sisi kompetisi politik, pemilihan kepala daerah secara langsung memungkinkan munculnya secara lebih lebar preferensi kandidat kandidat yang bersaing serta memungkinkan masing-masing kandidat berkompetisi dalam ruang yang lebih terbuka. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, dan mempunyai legitimasi. 

Calon kepala daerah yang bertarung harus mengantongi tiket dari partai politik (parpol). Kader-kader terbaik parpol seyogyanya mendapatkan golden ticket. Namun ironinya, begitu sulit mendapatkan figur tersebut. Dikutip dari detik.com tanggal 11 September 2024, Plt Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin menjelaskan dalam Pilkada 2024 terdapat 41 nama calon tunggal yang bakal melawan kotak kosong. Nanti setelah pencoblosan, apabila kotak kosong yang menang maka akan ada Pilkada susulan atau lanjutan. Siap-siap APBN kantongnya dirogoh makin dalam.

Seperti yang dilansir kompas.com,  per 8 Juli 2024 berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, anggaran Pilkada Serentak 2024 ditaksir lebih dari Rp 41 triliun. Angka ini hasil kesepakatan pemerintah daerah (pemda) dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) Pilkada 2024 masing-masing bersama KPU, Bawaslu, TNI, dan kepolisian setempat.

Ketika Jerat Korupsi Menghantui 

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap ada 61 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh penegak hukum dalam dua tahun terakhir, yakni pada 2021 hingga 2023. Dikutip dari Staf Divisi Korupsi Politik ICW Seira Tamara, dari 61 kepala daerah tersebut mayoritas modusnya berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah untuk kepentingan pribadi (www.tempo.co).

Operasi Tangkap Tangan atau OTT Kepala Daerah, dari bupati, walikota, hingga gubernur, selalu membuat kita geram dan mengelus dada. Bukan sekali dua kali, tapi sering sekali berita OTT Kepala Daerah mewarnai pemberitaan. Pilkada yang diharapkan menghasilkan pemimpin ideal, masih jauh panggang dari api. 

Selain – tentu saja – sifat serakah dan hedonisme, penyebab lain terjeratnya para kepala daerah dalam kasus korupsi adalah yaitu tingginya biaya politik ketika mereka mencalonkan diri. ICW mencatat biaya politik yang tinggi terjadi karena dua hal, yaitu politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Kajian Litbang Kemendagri pada 2015 menyebut, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20–100 miliar. Padahal, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode.  ICW memberikan dua rekomendasi untuk mengurangi potensi korupsi kepada daerah. Pertama adalah perbaikan tata kelola partai mulai dari kaderisasi hingga pendanaan partai politik. 

Hajatan Demokrasi dan Peran BPK 

Laiknya sebuah hajatan. Pilkada ini merupakan gawe besar Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang diberi amanah dan dana besar mensukseskan hajatan demokrasi. Anggota I BPK, Nyoman Adhi Suryadnyana, mengingatkan agar kinerja KPU dalam penyelenggaraan Pilkada menjadi lebih baik, perlu untuk memperkuat sistem pengendalian intern dan mitigasi risiko dalam tahapan pemilihan dan pertanggungjawaban keuangan. “KPU diharapkan juga dapat mempersiapkan regulasi, perencanaan anggaran, sumber daya manusia dan sarana prasarana yang memadai dalam mendukung penyelenggaraan Pilkada dan memegang teguh prinsip-prinsip pemilihan yang jujur, adil, dan terbuka serta independen,” ujar Anggota I BPK. Untuk mengawal pelaksanaan Pilkada 2024, BPK saat ini sedang dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Keuangan Pemilu 2024. Pada tahun 2025 akan dilakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan KPU tahun 2024 dan PDTT atas Pengelolaan Keuangan Pilkada tahun 2024. 

Tentu saja kita semua memiliki kepentingan dan harapan besar dari perlehatan akbar ini. Anggaran dan segala sumber daya telah dikerahkan. Energi para penyelenggara, pengawas dan pelaksana pilkada terkuras. Harapan rakyat juga, begitu besar untuk perbaikan kehidupan. Mahalnya biaya dan waktu yang terkuras. Tak jadi soal. Seperti halnya obat, Pilkada ini merupakan pil pahit yang harus ditelan agar menjadikan kita sehat. Obat yang mahal yang harus dibayar. Tapi itulah konsekuensi sehuah demokrasi. Mimpi menghasilkan pemimpin ideal pun bukan hal mustahil. Semoga.

Referensi

https://www.kpu.go.id/page/read/1127/makna-pemilu-serentak

https://www.antaranews.com/berita/4037418/kpu-gelar-pilkada-serentak-2024-di-37-provinsi-dan-508-kabupaten-kota

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/02/14514481/pemilu-dan-pilkada-serentak-2024-alasan-urgensi-dan-tantangan?page=all

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/pilkada-serentak-selaraskan-visi-pusat-dan-daerah

https://www.detik.com/jabar/pilkada/d-7535639/kpu-jelaskan-skema-41-calon-tunggal-lawan-kotak-kosong-di-pilkada-2024

https://nasional.tempo.co/read/1865207/61-kepala-daerah-jadi-tersangka-korupsi-pada-2021-2023-icw-lingkaran-setan-sejak-awal

https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220428-alasan-dan-potensi-potensi-korupsi-kepala-daerah

https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220428-alasan-dan-potensi-potensi-korupsi-kepala-daerah

wartapemeriksa.bpk.go.id- Penyelenggaraan Pilkada 2024,  BPK: KPU Perlu Perkuat SPI dan Mitigasi Risiko

Tuhana dan Yudho Taruno Muryanto, Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Secara Langsung Yang Efektif Dan Efisien (Studi di Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah), UNS Surakarta.

Penyelenggaraan Pilkada 2024,  BPK: KPU Perlu Perkuat SPI dan Mitigasi Risiko
14/11/2024
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan Arah Baru Kebijakan?
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
  • Menggagas Masa Depan Keuangan Daerah: Momentum Efisiensi dan...

    09/07/2025
  • Membangun BPK dengan Langkah “SUPER”

    08/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id