JAKARTA, WARTA BPK — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap berbagai tantangan dalam pengelolaan ekonomi biru Indonesia berdasarkan hasil audit sejumlah program kelautan dan perikanan. Tantangan tersebut mulai dari lemahnya infrastruktur pengawasan hingga minimnya koordinasi lintas sektor.
Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK, Syamsudin, dalam pelatihan audit ekonomi biru yang digelar BPK beberapa waktu lalu, menyampaikan bahwa ekonomi biru merupakan pendekatan pembangunan yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Blue economy menyasar tiga tujuan yakni pembangunan ekonomi, menjaga lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan,” ujar Syamsudin dalam paparannya yang bertajuk “Blue Economy Audit: BPK’s Strategy to Support the Sustainability of Marine Resources.”
Syamsudin menambahkan, ekonomi biru berkaitan erat dengan sejumlah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti SDG 13 tentang aksi iklim, SDG 14 mengenai sumber daya laut, dan SDG 15 yang fokus pada perlindungan ekosistem daratan.
Sejak 2017, BPK telah melakukan sejumlah pemeriksaan yang relevan dengan ekonomi biru, antara lain audit pembangunan tanggul laut, pengawasan kegiatan perikanan (2021), serta kuota perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir (2023). Dari audit tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah yang berulang, salah satunya adalah ketidakcukupan infrastruktur untuk melaksanakan operasi pengawasan perikanan modern.
“Pemeriksaan ini penting karena ekonomi biru menyangkut hajat hidup masyarakat, baik dari aspek ekonomi maupun pelestarian keanekaragaman hayati,” kata Syamsudin. Ia menegaskan, jika dikelola dengan baik, ekonomi biru dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja, dan konservasi lingkungan.
Syamsudin juga menyoroti pentingnya penguatan pemahaman lintas sektor, mengingat ekonomi biru mencakup bidang yang luas seperti perikanan, akuakultur, konservasi, dan lain-lain..
Senada, Kepala Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara BPK, Yudi Ramdan Budiman, menekankan perlunya perencanaan audit yang komprehensif. Menurutnya, kebijakan ekonomi biru akan efektif jika didukung kerangka kebijakan, sumber daya, serta kerangka data.
Yudi juga mengulas pengalaman beberapa negara seperti Filipina, Korea Selatan, Vietnam, dan termasuk Indonesia dalam menyusun roadmap dan kebijakan ekonomi biru, termasuk tantangan yang mereka hadapi. “Audit harus mampu memastikan ekonomi biru dijalankan secara efektif, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.