BALI, WARTA BPK — Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Haerul Saleh menegaskan pentingnya peran Supreme Audit Institutions (SAI) dalam mendukung tata kelola sektor kelautan yang transparan dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan Anggota IV saat membuka pelatihan internasional “Hands-On Audit Training in Blue Economy: Tools and Techniques in Fishery” di Balai Diklat PKN BPK, Bali, Senin (4/8/2025).
“SAI memiliki peran utama sebagai independent guardian dari kebijakan. Melalui audit di sektor kelautan, SAI dapat mengevaluasi apakah kebijakan di sektor maritim telah diimplementasikan secara akuntabel dan tidak mengandung unsur korupsi atau pemborosan,” ujar Anggota IV.
Menurutnya, ekonomi biru merupakan masa depan pembangunan global. Namun untuk menjamin keberlanjutan laut sebagai sumber ekonomi, seluruh pemangku kepentingan termasuk lembaga pemeriksa negara perlu menjalankan fungsinya secara aktif dan adaptif.
Anggota IV menjelaskan bahwa SAI tidak hanya berperan sebagai pengawas, melainkan juga sebagai pemberi insight dan foresight atas kebijakan blue economy.
“SAI memiliki wewenang untuk memberikan masukan dan rekomendasi atas hal-hal strategis dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas program (insight). Selain itu, SAI dapat memberikan rekomendasi berbasis data untuk masa depan (foresight),” tegas Anggota IV.
Dalam konteks kerja sama global, Anggota IV mendorong agar SAI lintas negara berkolaborasi lebih erat, mengingat sektor kelautan bersifat lintas batas. “SAIs antarnegara dapat berkolaborasi dalam melakukan audit atas tata kelola kelautan. Mengingat sektor kelautan dan perikanan bersifat lintas batas, SAIs perlu melakukan audit bersama atas isu lintas batas dan sharing mengenai metodologi atau teknik audit Blue Economy,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Anggota IV menyoroti sejumlah faktor penting dalam audit ekonomi biru. Pertama, pentingnya menjadikan isu keberlanjutan sebagai prioritas utama. Audit perlu diarahkan pada isu krusial yang telah kita bahas, seperti Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing, pencemaran laut, dan degradasi habitat laut. “Ketiganya merupakan ancaman serius terhadap ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir,” kata Anggota IV.
Dalam kesempatan itu, Anggota IV juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi dalam proses audit. SAI perlu menggunakan teknologi seperti big data, kecerdasan buatan (AI), citra satelit, hingga analisis multi-aktor. Kombinasi ini akan membantu auditor dalam mengukur efektivitas intervensi kebijakan kelautan secara lebih akurat dan berbasis bukti.
Selain itu, pendekatan kolaboratif juga sangat krusial. “Pemerintah, sektor swasta, non-government organization hingga masyarakat lokal harus dilibatkan dalam proses audit. Dengan demikian, hasil audit tidak hanya bersifat teknokratik, tetapi juga relevan dan bermanfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat,” tambahnya.
Pelatihan internasional ini diikuti oleh 28 peserta dari 13 negara, termasuk Indonesia. Pelatihan ini merupakan bagian dari komitmen BPK dalam memperkuat kapasitas pemeriksaan sektor ekonomi biru secara global. Kegiatan ini juga menjadi forum berbagi praktik audit terbaik di sektor kelautan yang kompleks dan dinamis.