WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Sunday, 20 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Tag:

pemeriksaan BPK

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Permasalahan yang Sering Ditemui BPK di Perwakilan RI di Luar Negeri

by Admin 1 20/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengemukakan beberapa permasalahan yang biasanya ditemui pada saat melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri. Hal yang paling jamak adalah terkait pertanggungjawaban kegiatan.

Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Novy Gregory Antonius Pelenkahu menjelaskan, hal ini biasanya terjadi ketika antara kas dan pertanggungjawaban terdapat perbedaan. “Biasanya, ada keluar biaya untuk para diplomat. Akan tetapi karena sibuk, pertanggungjawabannya menjadi terlambat,” kata dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Novy melihat, memang ada beberapa perwakilan RI yang sangat sibuk karena menerima banyak kunjungan. Misalnya Belanda, London, Singapura, Los Angeles, dan New York. Karenanya, ketika BPK memeriksa ke lokasi, banyak pertanggungjawaban yang belum diinput lantaran waktu mereka tersedot untuk melakukan pelayanan kepada warga negara di sana.

Permasalahan selanjutnya, kata dia, yaitu terkait biaya tunjangan yang macam-macam untuk diplomat. Dalam hal ini, yang biasa terjadi adalah tunjangan yang dibayar melebihi ketentuan.

Novy menjelaskan, temuan lainnya yaitu terkait dengan pinjaman. Ini terjadi misalnya ketika pegawai baru di negara penempatan dan mereka butuh tempat untuk tinggal serta sekolah anak. Untuk itu, mereka mengambil pinjaman.

“Ada juga masalah selisih kurs. Di mana pun penempatan diplomat, mata uang yang dikeluarkan dari Indonesia itu adalah dolar AS. Karenanya, ketika negara penempatannya memiliki mata uang berbeda bisa menimbulkan masalah lantaran ada pencatatan selisih kurs,” papar dia.

BPK melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan RI di luar negeri yang berada di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pemeriksan ini dilakukan sesuai tahap pemeriksaan di BPK. Tahapan dimulai dengan perencanaan berupa pengumpulan data di dalam negeri dan komunikasi dengan pihak diperiksa. Beberapa dokumen juga biasanya sudah diminta terlebih dulu.

“Jadi sudah memperoleh data. Baru kemudian kami ke sana untuk melihat. Memang berbeda jika hanya via Zoom saja dengan melihat data lengkap dan berdiskusi ke mana-mana,” kata Novy.

Berdasarkan data BPK, ujar Novy, ada sekitar 130 perwakilan Indonesia di luar negeri. Terdiri dari 94 Kedutaan Besar RI (KBRI), 3 Perutusan Tetap Republik Indonesia/PTRI (1 di Jenewa, 1 New York, 1 di ASEAN), 30 konsulat jenderal (KJRI), dan 4 konsulat RI.

Dia menjelaskan, karena merupakan pemeriksaan rutin, maka untuk memudahkan BPK pun membuat klaster kantor perwakilan berdasarkan risiko. Ini mengingat keterbatasan sehingga tidak memungkinkan untuk mengunjungi 130 perwakilan yang ada di dalam kurun waktu satu tahun.

20/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Lima Fokus BPK di Pemeriksaan Perwakilan RI di Luar Negeri

by Admin 1 17/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki lima fokus di pemeriksaan yang terkait dengan fungsi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). “Selain pemeriksaan laporan keuangan, BPK akan fokus ke lima hal. Jadi kami akan melakukan pemeriksaan kinerja terhadap lima hal ini. Itu sudah kita mulai tahun ini,” kata Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Lima hal yang disebut Novy merupakan prioritas 4+1 yang tercantum di dalam rencana strategis Kemenlu. Lima prioritas itu yakni penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan, diplomasi kedaulatan, peningkatan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia, serta terkait infrastruktur diplomasi.

Saat ini, kata Novy, BPK sedang melakukan pemeriksaan kinerja yang terkait dengan diplomasi ekonomi. Meskipun begitu, pemeriksaan yang dilakukan nantinya tetap memperhatikan empat prioritas lain.

Misalnya saja, dalam pemeriksaan laporan keuangan terakhir, BPK memberikan rekomendasi agar Kemenlu mempunyai standar untuk premis (gedung) perwakilan RI di luar negeri. Hal ini melihat banyak ruang kerja yang tidak representatif dengan jumlah pegawai. Atau pun tidak representatif dari sisi lokasi.

Dalam pemeriksaannya, BPK melihat bahwa sebagian besar gedung perwakilan RI di luar negeri dalam bentuk sewa dan bukan punya sendiri. Hal ini dianggap memiliki risiko untuk membayar biaya yang lebih besar pada kemudian hari.

Ini seperti terjadi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Inggris. Masalah terjadi ketika tiba-tiba pemilik gedung tidak ingin menyewakan lagi. Dampaknya, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar untuk relokasi.

“Pertanyaan kita waktu itu, apakah ada standar untuk premis? Ternyata belum ada. Kami merekomendasikan standar gedung kantor perwakilan. Jadi misalnya berapa jauh dari lokasi pemerintahan, luas dengan perbandingan staf itu berapa. Nah, kalau soal ini kan jadinya terkait dengan infrastruktur diplomasi,” papar Novy.

Novy pun menjelaskan mengenai diplomasi ekonomi yang salah satu ujung tombaknya merupakan Kemenlu. Dijelaskan, diplomasi ekonomi menjadi menjadi penekanan dari Pemerintah Joko Widodo sejak 2014 dan 2019.

Untuk urusan luar negeri, tugas ini diberikan kepada Kemenlu. Salah satu pelaksanaan diplomasi ekonomi yang dijalankan Kemenlu adalah dengan mengadakan festival Indonesia. Ini merupakan acara untuk mempromosikan produk Indonesia untuk mencari pembeli. Masalahnya, pada awalnya ketentuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Kemenlu belum terlalu jelas.

Misalnya saja terkait dengan uang masuk dari perusahaan atau pemerintah daerah yang menyewa booth di festival tersebut. Bagi sebagian perwakilan Indonesia, uang tersebut tidak dianggap sebagai uang negara karena tidak berasal dari APBN. Sementara menurut BPK, itu masuk lingkup keuangan negara.

Alasannya, kata dia, penyelenggaraan festival itu berada di bawah tanggung jawab perwakilan RI di luar negeri. “Apalagi kalau penyelenggaraannya itu pakai LO, agen. Jadi uangnya itu, dari perusahaan masuk ke agen. Menurut mereka itu bukan keuangan negara. Tapi, kalau uangnya hilang di agen, yang mengembalikan itu KBRI. Makanya itu lingkup keuangan negara. Akhirnya mereka baru paham. Makanya BPK saat itu meminta Kemenlu untuk membuat juknis dan berdiskusi bersama dengan Kemenkeu untuk solusi terbaik,” papar Novy.

17/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pandemi tak Halangi Entitas untuk Tindak Lanjuti Rekomendasi BPK

by Admin 1 15/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pandemi Covid­19 yang telah melanda Indonesia selama lebih dari 1,5 tahun tak menghalangi proses penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Hal ini terlihat dari persentase tindak lanjut yang telah sesuai dengan rekomendasi BPK per semester I 2021 yang sebesar 75,9 persen.

BPK dalam Rencana Strategis (Renstra) 2020­2024 menargetkan persentase penyelesaian tindak lanjut sebesar 75 persen. “Dari sisi kewajiban entitas, tidak ada perubahan kewajiban untuk melaksanakan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK sebelum dan setelah Covid­-19. BPK memahami bahwa mungkin saja entitas mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK di tengah pandemi ini. Namun sepanjang pengamatan, selama pandemi Covid­-19 belum ditemukan keluhan dari entitas atas hambatan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK,” kata Auditor Utama KN III Bambang Pamungkas, beberapa waktu lalu.

Selama pandemi ini, kata dia, BPK juga bersedia adaptif dan lebih fleksibel dalam mengakomodasi diskusi dengan entitas terkait upaya tindak lanjut rekomendasi. Jika diperlukan, diskusi dapat dilakukan secara daring.

Akan tetapi, pelaksanaan tugas pemantauan tindak lanjut rekomendasi yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap entitas, tetap dilakukan sesuai standar pemeriksaan keuangan negara. Pemeriksa tetap harus memverifikasi, menguji, dan mengkonfirmasi kebenaran bukti­-bukti tindak lanjut untuk memberikan keyakinan bahwa tindak lanjut atas rekomendasi adalah benar.

Menurut Bambang, beberapa entitas memiliki tingkat persentase penyelesaian tindak lanjut lebih dari 90 persen. Namun demikian, masih ada entitas yang mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan progres penyelesaian yang tidak signifikan.

Salah satunya entitas yang mengalami perubahan nomenklatur, baik karena pemisahan maupun penggabungan. “Tapi dalam setiap kesempatan BPK selalu mendorong entitas untuk segera menindaklanjutinya,” katanya.

Ia menambahkan, BPK selalu membuka kesempatan jika ada hal-­hal yang ingin didiskusikan oleh entitas berkenaan dengan hal­-hal terkait penyelesaian rekomendasi hasil pemeriksaan. Hal tersebut dinilai cukup efektif mendorong entitas menyelesaikan tindak lanjut rekomendasi.

Dalam memantau tindak lanjut rekomendasi, BPK telah memiliki aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Dengan system ini, entitas dapat mengunggah bukti-­bukti tindak lanjut rekomendasi secara online ke BPK.

Atas bukti-­bukti tersebut, pemeriksa ditugaskan untuk menelaah kesesuaiannya dengan rekomendasi yang diberikan dan memberikan usulan status rekomendasi. Hasil telaah dan usulan status rekomendasi direviu secara berjenjang sampai menghasilkan keputusan status yang final.

Pada era pandemi ini, SIPTL diharapkan berperan lebih banyak dalam membantu proses tindak lanjut rekomendasi. Dengan begitu jumlah dan durasi tatap muka antara pemeriksa dan entitas di dalam kegiatan pemantauan tindak lanjut dapat ditekan.

15/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Peta lokasi Konjen RI di Los Angeles, Amerika Serikat
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Cara BPK Periksa Perwakilan RI di Luar Negeri

by Admin 1 13/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri yang berada di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pada dasarnya, pemeriksaan ini sesuai tahap pemeriksaan di BPK. Tahapan dimulai dengan perencanaan berupa pengumpulan data di dalam negeri dan komunikasi dengan pihak diperiksa. Beberapa dokumen juga biasanya sudah diminta terlebih dulu.

“Jadi sudah memperoleh data. Baru kemudian kami ke sana untuk melihat. Memang berbeda jika hanya via Zoom saja dengan melihat data lengkap dan berdiskusi ke mana-mana,” kata Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data BPK, ujar Novy, ada sekitar 130 perwakilan Indonesia di luar negeri. Terdiri dari 94 Kedutaan Besar RI (KBRI), 3 Perutusan Tetap Republik Indonesia/PTRI (1 di Jenewa, 1 New York, 1 di ASEAN), 30 konsulat jenderal (KJRI), dan 4 konsulat RI.

Dia menjelaskan, karena merupakan pemeriksaan rutin, maka untuk memudahkan BPK pun membuat klaster kantor perwakilan berdasarkan risiko. Ini mengingat keterbatasan sehingga tidak memungkinkan untuk mengunjungi 130 perwakilan yang ada di dalam kurun waktu satu tahun.

Biasanya, Novy mengatakan, maksimal jumlah perwakilan RI yang dikunjungi dalam satu tahun yaitu 10. Jumlah itu terdiri dari gabungan KBRI dan KJRI. Jika semakin jarang dikunjungi, maka perwakilan itu anggap semakin berisiko.

Dikatakan, seluruh kantor perwakilan itu wajib didatangi dan diperiksa BPK. Karena berdasarkan pengalaman, ada KBRI atau KJRI yang belum pernah diperiksa BPK. Ketika didatangi, ternyata mereka butuh bantuan terkait pengelolaan keuangan.

“Ada juga yang lama atau belum pernah dikunjungi BPK, yaitu KBRI di daerah konflik. Irak, Suriah, Afghanistan, atau beberapa negara di Afrika,” ujar dia menambahkan,” ungkap Novy.

Meskipun begitu, dia menilai, ada praktik yang baik yang dilakukan Kemenlu. Yaitu, ketika ada rencana pemeriksaan dari BPK, maka mereka mencoba mendahului dan melakukan reviu. Dengan begitu, aperwakilan tersebut bisa lebih siap

Akan tetapi, kata dia, karena pandemi, Kemenlu tidak bisa mendahului pemeriksaan yang terakhir dilakukan BPK. Pada Februari hingga Maret 2021, BPK melakukan pemeriksaan langsung ke empat lokasi. Yaitu KJRI Istanbul, KBRI Kiev, Konjen San Fransisco, dan Konjen Los Angeles.

“Kemenlu mereviu dulu perwakilan itu menurut saya bagus. Tapi yang kemarin ini karena pandemi jadi mereka tidak bisa mendahului kita. Jadi ketika kita ke sana, masih banyak hal yang harus diperbaiki,” ungkap dia.

13/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Bagaimana Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan di AKN I?

by Admin 1 10/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Upaya entitas dalam menjalankan tindak lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) dianggap sudah terbilang bagus. Alasannya, entitas yang berada di lingkup koordinasi AKN I sudah menyadari bahwa rekomendasi BPK itu wajib ditindaklanjuti.

Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu menjelaskan, hal itu terlihat dari persentase tindak lanjut hasil pemeriksaan dari masing-masing entitas. Walaupun beragam, persentase penyelesaian rekomendasi sebagian besar entitas sudah berada di atas target nasional BPK, yaitu 75 persen. Bahkan, ada beberapa yang sudah mendekati 100 persen.

Misalnya saja, kata dia, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang sudah mencapai 98,32 persen. Novy menilai, pencapaian ini tidak lepas dari komitmen pimpinan tertinggi dari Kemenhub terkait rekomendasi BPK. Ditambah dengan dukungan inspektorat jenderal (itjen) yang kuat untuk melaksanakan rekomendasi BPK.

“Di KN I ada 20 entitas. Ada dua yang masih termasuk rendah. Tapi di semester ini, saya dan teman-teman akan berupaya agar persentasenya bisa tinggi,” ujar Novy kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu. 

Sebagai contoh, ujar dia, adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang persentasenya rendah karena terkait organisasi. Ini karena sebagian besar pegawai KPU yang di daerah bukan merupakan pegawai pusat. Dengan begitu, tindak lanjut rekomendasi menjadi sulit untuk dilakukan. Apalagi, sering kalu pada saat rekomendasi diberikan, pegawai yang bersangkutan sudah berganti.

AKN I pun mencoba memberikan solusi. Antara lain dengan mengkomunikasikan Peraturan BPK No 2/2017 tentang tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Di dalam peraturan itu, ada pasal yang mengatur soal rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah.

Alasan yang sah tersebut antara lain perombakan organisasi hingga pegawai pensiun atau tidak aktif. “Nah KPU kesulitan seperti itu. Jadi saat ini KPU sedang mengumpulkan permasalahan-permasalahan rendahnya TL rekomendasi BPK untuk nantinya didiskusikan dengan kami,” jelas Novy.

Tingginya persentase tindak lanjut hasil pemeriksaan entitas juga tidak lepas dari sistem informasi pemantauan tindak lanjut (SIPTL). Aplikasi ini membantu pelaksanaan PTL. Yang biasanya dilakukan dua kali dalam satu tahun, kini bisa dilakukan setiap saat.

“Dengan SIPTL, entitas setiap saat bisa mengirimkan terkait temuan BPK. Tinggal kami memverifikasi tindak lanjutnya. Dengan teknologi juga lebih fair. Biasanya kita tindak lanjut itu Juni Juli. Kalau mereka sudah selesai di Januari, bisa disampaikan, jadi tidak terlambat,” ungkap Novy.

10/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Dorong Optimalisasi Potensi BPD

by Admin 1 08/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendorong Bank Pembangunan Daerah (BPD) agar lebih optimal dalam mendukung perekonomian daerah. Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq mengatakan, BPD memiliki keunggulan komparatif. Salah satunya, BPD menjadi bank pengelola rekening kas daerah.

BPD pun memiliki modal penting karena memegang rekening kas daerah dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota. “Jadi kita melihatnya seperti itu, potensi BPD sangat besar,” ujar Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) V BPK telah melakukan Pemeriksaan Tematik Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Bank Tahun 2018-2020. Bank yang diperiksa adalah Bank DKI, Bank Jateng, Bank Sumut, Bank Nagari, Bank Bengkulu, Bank Jambi, Bank Sumsel Babel, dan Bank Riau Kepri. Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di Bank Jabar Banten (BJB) pada 2020.

Dari pemeriksaan tersebut kemudian ditemukan sejumlah permasalahan. Yang pertama, ujar Akhsanul, terkait penghimpunan dana. Akhsanul menjelaskan, penghimpunan dana yang dimaksud yakni dana pihak ketiga (DPK).

Dalam pemeriksaan tersebut diungkap, strategi atau program peningkatan jumlah rekening dan volume dana belum dilaksanakan sesuai rencana bisnis bank. “Artinya memang selama ini karena mereka juga sudah biasa menjadi penerima kas daerah mereka kurang tertantang untuk melakukan program tersebut,” ujar Akhsanul.

Kemudian, terkait fungsi perkreditan. Kebijakan BPD belum memuat kewajiban penyaluran kredit dan pembiayaan kepada usaha produktif yang memadai. Ini berdampak kepada tidak terpenuhinya kewajiban penyaluran kredit produktif sesuai tingkat BUKU.

“Kebanyakan mereka untuk kreditnya sifatnya kredit konsumtif. Seperti misalnya, kredit ke pegawai (PNS),” kata Akhsanul.

BPK juga menemukan permasalahan terkait penempatan dana. Akhsanul menyampaikan, realisasi penempatan dana belum sepenuhnya sesuai dengan dokumen perencanaan bank. Kemudian, soal penguatan modal juga masih belum sesuai dengan rencana. Selain itu, terdapat masalah dalam pelayanan pengelolaan keuangan daerah.

Padahal, menurut Akhsanul, hal ini yang sebenarnya menjadi keunggulan BPD. “Karena dia itu punya spesialisasi. Tapi kita temukan BPD belum melakukan pemetaan dan standardisasi jenis produk atau layanan untuk mendukung pengelolaan keuangan di daerah,” ujarnya.

08/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Tindak Lanjut Rekomendasi BPK Harus Bermanfaat, Apa Artinya?

by Admin 1 06/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencoba untuk memastikan bahwa tindak lanjut rekomendasi yang disampaikan dapat memberikan manfaat bagi entitas yang diperiksa. Hal ini sejalan dengan visi dan misi BPK, yaitu untuk melakukan pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.

“Berkualitas artinya melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar, dalam hal ini SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) dan ketentuan peraturan yang ada. Bermanfaat itu artinya selama proses pemeriksaan sudah ada interaksi dari kami yang memberikan manfaat kepada pihak yang diperiksa,” kata Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, untuk pemantauan tindak lanjut hasil rekomendasi pemeriksaan KN I memang menggunakan format yang dikeluarkan Kaditama Revbang. Hanya saja, ada penambahan satu kolom untuk mencatat dampak hasil pemeriksaan.

Dengan kolom ini maka akan terlihat dampak dari setiap rekomendasi yang dikeluarkan BPK itu seperti apa. Karena bisa saja jika kemudian entitas menolak rekomendasi yang disampaikan karena menganggap tidak ada memiliki dampak yang berarti.

“Kalau rekomendasi tidak ada dampak atau entitas menolak, berarti ada masalah. Bisa saja rekomedasinya tidak pas atau sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang, atau rekomendasinya harus diperbaiki, atau ada kesalahan dari kita. Buat BPK pun ini jadi refleksi diri. Jangan BPK nantinya hanya mengeluarkan rekomendasi sebanyak-banyaknya tapi tidak ada dampak,” papar dia.

Novy menjelaskan, di lingkungan AKN I, sesuai arahan Anggota I, Hendra Susanto, komunikasi pemeriksaan harus diperhatikan dan wajib dilaksanakan karena merupakan prinsip penting dalam standar pemeriksaan keuangan negara. Di standar itu dijelaskan bahwa setiap pemeriksa harus membangun komunikasi yang efisien dan efektif di seluruh proses pemeriksaan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan khusus untuk BPK ada proses tindak lanjut.

Karenanya, tambahnya, BPK selalu membangun komunikasi mengenai tindak lanjut hasil pemeriksaan dengan pihak yang diperiksa dan berdiskusi terkait pemeriksaan. Misalnya saja mereka mengalami kesulitan melakukan tindak lanjut karena ada kaitan dengan kementerian/lembaga (K/L) lain.

Untuk itu, BPK pun mencoba memfasilitasi untuk melakukan diskusi bersama dengan pihak-pihak lain yang terkait. Di BPK pun disediakan forum resmi untuk berdiskusi mengenai tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (Pemutahiran Tindak Lanjut/PTL) yang digelar setiap semester.

“Saat ini kami sedang memfasilitasi antara Basarnas, badan pengelola Kemayoran, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait masalah gedung dan sebagainya dan tetap berkomunikasi dengan AKN III sebagai pemeriksa BLU PPK Kemayoran dan AKN II sebagai pemeriksa Kementerian Keuangan. Itu upaya yang kami lakukan supaya memastikan entitas menjalankan rekomendasi,” ungkap dia.

Melalui kolom tambahan, Novy mengatakan, interaksi pemeriksa dan entitas pada saat pemantauan tidak lanjut hasil pemeriksaan menjadi semakin bagus. Dengan cara ini juga entitas bisa menjadi lebih terbuka karena merasakan langsung dampak dari rekomendasi yang disampaikan.

Bahkan dalam beberapa kasus, penyelesaian dari masalah yang ditemukan BPK sudah diselesaikan pada saat pemeriksaan masih berjalan. Sebagai contoh pemeriksaan yang dilakukan terhadap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait pembangunan gedung Sekretariat ASEAN.

Menurutnya, BPK menemukan permasalahan pada saat proses pemeriksaan. Akan tetapi, selama proses pemeriksaan permasalah itu langsung ditindaklanjuti oleh Kemenlu sehingga tidak lagi jadi temuan BPK. “Oleh kami, dalam laporan hal itu ditulis khusus,” ungkap dia.

Melakukan pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat disebut Novy menjadi salah satu hal yang akan terus dijalankan BPK, khususnya AKN I, ke depannya. Karena ini bisa menjadi cara yang efektif untuk mendorong entitas untuk menyelesaikan rekomendasi yang diberikan. 

“Kalau begini tidak perlu itu entitas dikejar-kejar untuk menyelesaikan rekomendasi. Malah mereka dengan senang hati akan menyelesaikannya,” tegas Novy.

06/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Auditor Utama Investigasi BPK Hery Subowo
BeritaBerita TerpopulerSLIDER

BPK Ungkap Kerugian Negara/Daerah Senilai Rp52,87 Triliun

by Admin 1 03/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Auditorat Utama Investigasi (AUI) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menerbitkan 270 laporan hasil penghitungan kerugian negara (PKN) dengan nilai kerugian negara/daerah sebesar Rp52,87 triliun selama periode 2017–2021. Selama periode tersebut, AUI juga telah melakukan 274 pemberian keterangan ahli (PKA) di persidangan berdasarkan laporan PKN yang telah diterbitkan.

“Sejauh ini, kerugian negara/daerah yang telah dihitung BPK sebagian besar merupakan kerugian negara/daerah yang terjadi pada BUMN/BUMD,” kata Auditor Utama Investigasi BPK Hery Subowo kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.  

Hery memerinci, total kerugian negara yang telah dihitung berdasarkan permintaan PKN kepada BPK untuk APBN sebesar Rp4,97 triliun. Kemudian, APBD sebesar Rp1,05 triliun. Adapun kerugian negara BUMN/BUMD mencapai Rp46,84 triliun. “Kerugian negara yang terbesar ada di sektor asuransi dan dana pensiun,” katanya.

Sebagai informasi, BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PKN atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asabri, menemukan adanya kerugian negara Rp22,78 triliun. Lalu, dalam LHP PKN atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asuransi Jiwasraya, ditemukan kerugian negara mencapai Rp16,80 triliun.

Sedangkan kerugian negara sebesar Rp599,42 miliar diungkap BPK dalam LHP PKN atas Penempatan Investasi Saham oleh Dana Pensiun Pertamina. Menurut Hery, pencapaian terbesar BPK terkait PKN adalah ketika hasil PKN dimanfaatkan instansi yang berwenang dalam proses hukum atas tindak pidana korupsi dan dapat membantu meyakinkan hakim dalam memutuskan kasus tersebut.

Dari sebanyak 270 laporan PKN yang telah disampaikan AUI hingga akhir Juni 2021, sebanyak 55 laporan sudah dimanfaatkan dalam proses penyidikan dan 215 kasus sudah dinyatakan P­21 (berkas penyidikan sudah lengkap). “Selain itu, hasil PKN tersebut juga digunakan dalam pemberian keterangan ahli di persidangan (PKA) dimana sampai dengan akhir Juni 2021 seluruh keterangan ahli di persidangan (274 PKA) telah digunakan dalam tuntutan yang disusun dan dibacakan oleh JPU di persidangan,” ujar Hery.

03/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Alasan BPK Dorong Entitas Tindaklanjuti Rekomendasi Tepat Waktu

by Admin 1 02/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Isma Yatun, mengapresiasi tingkat tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) oleh entitas di lingkungan AKN IV. Isma Yatun menyatakan, BPK pun akan terus mendorong agar entitas dapat menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan secara tepat waktu. Sebab, tindak lanjut rekomendasi merupakan muruah BPK.

Isma Yatun memaparkan, tingkat TLRHP entitas di lingkungan AKN IV mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data di Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), rata-rata tingkat penyelesaian TLRHP pada 2018 sebesar 63,86 persen. Kemudian, meningkat lagi menjadi 66,79 persen pada 2019 dan menjadi 69,29 persen pada 2020.  

“Akan tetapi, saya juga gemas dengan lambatnya tindak lanjut dari entitas, apalagi ketika saya meneliti usulan status 4. Selama ini entitas ngapain saja kok ada rekomendasi yang sejak tahun 2004 belum ditindaklanjuti,” ujar Isma Yatun kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Wanita kelahiran Palembang itu mengatakan, ada beberapa rekomendasi BPK yang diusulkan menjadi status 4 (tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah) karena tindak lanjut rekomendasinya sudah tidak relevan dengan sejumlah alasan. Alasan itu, antara lain, karena organisasi telah dilikuidasi, peraturan perundang-undangan sudah berubah, pejabat sudah pensiun atau meninggal.

“Kalau rekomendasi ditindaklanjuti dalam batas waktu 60 hari, maka rekomendasi tersebut harusnya masih relevan, namun karena sudah terlewat lebih dari lima tahun atau bahkan 10 tahun, maka rekomendasinya menjadi tidak relevan,” ujar Isma Yatun.

Kewajiban pejabat dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK merupakan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.  Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau penjelasan mengenai tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.

Isma Yatun mengatakan, jika ada rekomendasi yang tidak segera diselesaikan oleh pihak entitas, bahkan sampai bertahun-tahun dan akhirnya diusulkan menjadi status 4, hal tersebut dapat mengganggu muruah BPK. “Kita sudah susah payah melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi, namun sepertinya rekomendasi kita tidak diindahkan atau hanya dilecehkan oleh pihak entitas dan kita diam saja. Untuk ke depan hal ini tidak boleh terjadi lagi,” tegas Isma Yatun.

02/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Rekomendasi BPK yang tidak Dapat Ditindaklanjuti Kemenkeu

by Admin 1 24/11/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut ada beberapa rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak dapat ditindaklanjuti. Beberapa di antaranya yaitu rekomendasi BPK yang terkait dispute (tindak tuntas pada saat pembahasan konsep hasil pemeriksaan) atas peraturan.

“Kemudian rekomendasi yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan dinamika penyelenggaraan tugas fungsi Kemenkeu. Lalu, rekomendasi kebijakan yang pengesahannya di luar kewenangan Kemenkeu, seperti undang-undang dan peraturan pemerintah,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Awan Nurmawan kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Terkait dengan hal itu, kata dia, kementerian pun mencoba melakukan beberapa upaya. Misalnya saja dengan melakukan koordinasi intensif antar unit eselon (UE) 1 dan K/L lain. Kemudian melakukan pembahasan khusus atas rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti. Terakhir, pengusulan tidak temuan tidak dapat ditindaklanjuti (TPTD) kepada BPK.

Dia menjelaskan, mekanisme pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) BPK di Kemenkeu telah berjalan dengan baik. Ini dimulai dari terbitnya laporan hasil pemeriksaan dan laporan pemantauan tindak lanjut semesteran BPK.

Secara umum, kata dia, pemantauan tindak lanjut dilakukan oleh koordinator pemantauan kepada masing-masing unit eselon I (UE 1). Pemantauan dapat melalui UKI maupun langsung kepada unit teknis penanggung jawab tindak lanjut.

Peran Itjen selaku aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) Kemenkeu memberikan verifikasi atas dokumen tindak lanjut yang diberikan oleh UE 1 sebelum disampaikan kepada BPK. Hasil pemantauan dari UE 1 kemudian dikompilasi dan disampaikan kepada BPK sebagai tindak lanjut untuk dilakukan penilaian maupun pembahasan tindak lanjut bersama BPK.

Dia pun menjelaskan upaya Kemenkeu dalam menjalankan tindak lanjut rekomendasi yang diberikan BPK. Upaya itu antara lain, pembagian koordinator pemantauan berdasarkan jenis pemeriksaan. Pembentukan tim pemantauan tindak lanjut lintas UE 1. Rapat one on one koordinasi penyelesaian tindak lanjut dengan UE 1 secara berkala.

Kemudian, peningkatan peran UKI sebagai koordinator tindak lanjut di UE 1. Peningkatan koordinasi antara koordinator pemantauan dan UKI. Pendampingan oleh Itjen pada saat pembahasan. Inisiasi pembahasan dengan BPK di luar pembahasan reguler. Koordinasi dengan APIP K/L untuk rekomendasi yang memerlukan sinergi bersama K/L lain.

Selanjutnya, focus penyelesaian temuan dengan tema tertentu salah satunya yang membutuhkan perhatian pimpinan. Koordinasi dengan Komite Audit Kemenkeu untuk penyelesaian tindak lanjut. Pemantauan tindak lanjut kepada unit penanggung jawab tindak lanjut secara langsung. Pemanfaatan help desk belanja modal Itjen oleh UE 1 untuk penyelesaian tindak lanjut. Lalu, membantu percepatan penyelesaian TLRHP BPK lintas instansi melalui sharing session dan diskusi.

24/11/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id