WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Monday, 21 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Berita Terpopuler

BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Kemenkeu Terus Tingkatkan Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi BPK

by Admin 1 28/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya untuk meningkatkan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kementerian Keuangan menargetkan penyelesaian tindak lanjut sebesar 90 persen.

“Instruksi menteri ini sangat challenging mengingat masih terdapat temuan hasil pemeriksaan yang berusia lebih dari 10 tahun serta rekomendasi yang sulit untuk ditindaklanjuti. Selain itu, terdapat juga rekomendasi yang menyangkut kebijakan dan memerlukan penyelesaian lebih dari satu tahun,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Awan Nurmawan kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Dia pun menjelaskan mengenai mekanisme pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK di Kemenkeu. Menurutnya, lingkup kerja Kemenkeu meliputi pengelola fiskal, pengelolaan BUN, serta fungsi pengelolaan anggaran K/L. Ini membuat Kemenkeu menjadi unit strategis yang diperiksa BPK dengan intensitas yang tinggi.

Dengan kekhususan tersebut, kata dia, secara teknis Kemenkeu membentuk tiga koordinator yang terus bersinergi dalam melakukan pemantauan tindak lanjut. Tiga koordinator itu yakni Itjen sebagai koordinator atas pemantauan tindak lanjut pemeriksaan kinerja dan PDTT. Kemudian setjen sebagai koordinator pemantauan tindak lanjut atas pemeriksaan LK BA 15. Lalu, DJPB sebagai koordinator pemantauan tindak lanjut atas pemeriksaan LKPP dan LKBUN.

Awan menambahkan, mekanisme pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) BPK di Kemenkeu selama ini telah berjalan dengan baik. Ini dimulai dari terbitnya laporan hasil pemeriksaan dan laporan pemantauan tindak lanjut semesteran BPK.

“Secara umum, pemantauan tindak lanjut dilakukan oleh koordinator kepada masing-masing unit eselon (UE) 1, dapat melalui unit kepatuhan internal (UKI), maupun langsung kepada unit teknis penanggung jawab tindak lanjut,” kata dia.

Dia menambahkan, peran Itjen selaku APIP Kemenkeu memberikan verifikasi atas dokumen tindak lanjut yang diberikan oleh UE 1 sebelum disampaikan ke BPK. Setelah dilakukan verifikasi oleh Itjen, hasil pemantauan dari unit UE 1 kemudian dikompilasi untuk dilakukan penyampaian kepada BPK sebagai tindak lanjut untuk dilakukan penilaian maupun pembahasan tindak lanjut bersama BPK.

28/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Perkuat Peran Foresight

by Admin 1 27/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa sedang mengoptimalkan peran foresight. Melalui peran ini, BPK berupaya memberikan tinjauan atas pilihan alternatif pada masa depan.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menjelaskan, ada tiga peran yang harus dijalankan sebuah supreme audit institution (SAI) atau lembaga pemeriksa berdasarkan INTOSAI Accountability Organization Maturity Model. Ketiga peran tersebut adalah peran oversight, insight, dan foresight.

“Ketiga peran atau maturity model tersebut bukan tahapan atau level, melainkan positioning yang harus dilakukan secara simultan,” kata Wakil Ketua BPK dalam acara Workshop Anti Korupsi di kantor pusat BPK, beberapa waktu lalu.

Dari sisi oversight, kata Wakil Ketua, BPK berusaha meningkatkan efektivitas pengawasan keuangan melalui pemeriksaan. Kemudian melalui peran insight, BPK dengan kapasitas yang dimiliki memberikan wawasan mendalam tentang kebijakan publik.

Adapun dalam hal foresight, BPK memberikan tinjauan terhadap pilihan alternatif masa depan baik untuk diambil oleh masyarakat maupun para pengambil keputusan. “Artinya kita melakukan insight, oversight, dan melengkapi diri kita dengan peran foresight,” kata Wakil Ketua BPK.

Wakil Ketua menambahkan, BPK dalam konteks foresight berupaya membuka wawasan secara luas dengan menghubungkan variabel-variabel untuk membantu masyarakat dan pengambil keputusan dalam memilih alternatif masa depan dengan skenario-skenario yang ada. “Ini yang sedang dikembangkan oleh BPK,” katanya.

Penguatan peran foresight, kata dia, menjadi salah satu inisiatif strategis BPK dalam Rencana Strategis (Renstra) BPK 2020-2024. Inisiatif tersebut salah satunya diwujudkan dengan menyusun buku foresight BPK.

Menurut dia, ada beberapa tujuan dan manfaat yang ingin dicapai BPK melalui peran foresight. Fungsi foresight dari BPK diyakini dapat membantu menumbuhkan kepercayaan diri penyelenggara negara dalam membuat kebijakan dan strategi dalam pengelolaan keuangan negara.

Tujuan kedua, BPK dapat memberikan alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil pemerintah. Dengan begitu sinergi dan kolaborasi antarlembaga terwujud untuk membangun bangsa secara bersama-sama.

Selain itu, peran foresight BPK bertujuan memfasilitasi pembuatan kebijakan dalam situasi ketidakpastian yang tinggi. Hal itu dilakukan dengan mengidentifikasi dampak jangka panjang dari kebijakan yang diambil.

Foresight juga digunakan dalam evaluasi dan pemeriksaan atas pelaksanaan kebijakan atau program pemerintah. “Jadi, seandainya ada hal-hal tertentu yang teori atau substansinya tidak valid dalam konteks pengambilan keputusan, maka kita menyampaikan kepada pemerintah bahwa hal tersebut harus dilakukan penelaahan ulang,” katanya.

Wakil Ketua mengatakan, peran foresight juga sudah banyak dilakukan oleh SAI negara lain yang menekankan perlunya melakukan eksperimen, inovasi, dan pembangunan kapasitas foresight. “BPK juga bekerja sama dengan SAI lain untuk saling tukar menukar pengetahuan antara SAI di regional maupun internasional. BPK pun berperan sangat aktif di dunia internasional. Bahkan, BPK menginisiasi adanya ASEANSAI atau lembaga pemeriksa se-ASEAN,” katanya.

27/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

SAO Laos Minta BPK Berbagi Soal Isu Ini

by Admin 1 24/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – State Audit Organization (SAO) Laos meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait pengelolaan Kantor Akuntan Publik (KAP). Hal itu pun terwujud dalam diskusi bertajuk “Pelibatan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam Pemeriksaan Keuangan Negara” yang diadakan secara virtual pada Jumat, 22 Oktober 2021. 

SAO Laos mengajukan permintaan ini untuk memperkaya wawasan dalam rangka proses revisi Undang-Undang (UU) Audit Nasional yang sedang dilakukan. Sebagai narasumber dari BPK adalah Kepala Direktorat EPP Yuan Candra Djaisin dan Kepala Subdirektorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Endah Suwarni.

Sementara, peserta dari SAO Laos adalah Head of Bilateral Cooperation Divison Kousim Chanthapanya dan staf dari Bilateral Cooperation Division Maneela Saphangthong. Selain itu, diskusi juga dihadiri oleh pejabat struktural dan staf dari Direktorat EPP dan Biro Humas dan Kerja Sama Internasional sebagai fasilitator kegiatan.

Mengawali presentasi, Yuan Candra Djaisin menyampaikan gambaran umum pengelolaan KAP yang memeriksa untuk dan atas nama BPK. Antara lain mengenai kerangka kerja dalam sistem pemeriksaan keuangan negara, yaitu paket UU Keuangan Negara dan peraturan lainnya.

Dia juga memaparkan penetapan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2016 tentang Persyaratan Akuntan Publik pada Kantor Akuntan Publik yang Melakukan Pemeriksaan Keuangan Negara. Kedua peraturan ini yang menjadi dasar pengelolaan KAP dalam melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK. Selain itu, dijelaskan juga mengenai pendaftaran KAP dan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KAP untuk dan atas nama BPK. 

Sementara Endah Suwarni menjelaskan mengenai mandat BPK. Bahwa sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2004, BPK dapat menugaskan pemeriksa dari luar institusi untuk melakukan pemeriksaan jika memiliki keterbatasan auditor. Pemeriksa eksternal ini dapat berasal dari KAP atau auditor pemerintah.

Selain itu, kata dia, penggunaan KAP juga sejalan dengan Renstra BPK yang ingin fokus pada peningkatan perannya dalam memberikan insights dan foresights kepada pemangku kepentingan. Semakin meningkatnya jumlah entitas publik yang menjadi tanggung jawab pemeriksaan BPK dan terbatasnya jumlah auditor juga menjadi alasan dari meningkatnya penggunaan KAP ini.

Dia mengatakan, KAP yang melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK harus terdaftar di BPK. BPK telah mengatur mengenai pendaftaran KAP melalui peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2016.

KAP tersebut harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis serta memiliki kompetensi di bidang keuangan negara. Database KAP terdaftar dikelola melalui Sistem Informasi KAP (SIKAP) di www.sikap.bpk.go.id yang dikembangkan dan digunakan sejak 2012. 

Pada 2021, aplikasi ini dikembangkan untuk mengakomodasi proses registrasi dan updating online. Ke depan, akan diintegrasikan dengan database dari K/L lain dalam mendukung sistem Satu Data Indonesia.

Dalam diskusi, Kousim Chanthapanya bertanya mengenai proses perencanaan dalam penggunaan KAP, perbedaan pendaftaran KAP di BPK dan Kemenkeu, dan peluang bagi auditor/KAP asing untuk melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK. Menjawab pertanyaan itu, narasumber menjelaskan bahwa proses perencanaan dilakukan oleh Direktorat EPP.

Selanjutnya sekjen akan menetapkan Rencana Kerja Tahunan yang antara lain memuat pemeriksaan yang akan dilakukan KAP untuk dan atas nama BPK. Dokumen ini akan menjadi panduan bagi satker yang akan menggunakan jasa KAP.

Perbedaan fokus pendaftaran KAP di Kemenkeu dan BPK adalah Kemenkeu memiliki kewenangan sebagai regulator dan pembina profesi keuangan yang salah satunya adalah akuntan publik. Akuntan publik diperbolehkan memberikan jasa pada sektor privat/swasta apabila memiliki izin dari Kemenkeu.

Sedangkan pendaftaran di BPK memiliki maksud agar AP atau KAP tersebut dapat memeriksa sektor publik. Kemudian terkait dengan auditor dari kantor akuntan asing, biasanya mereka memiliki afiliasi dengan KAP di Indonesia. Selama auditor kantor akuntan asing tersebut memenuhi persyaratan dari Kemenkeu dan BPK, maka dapat melakukan pemeriksaan untuk dan atas nama BPK.

Selanjutnya, Kousim Chanthapanya juga menanyakan mengenai pemilihan entitas pemeriksaan yang akan diperiksa oleh KAP. Narasumber menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dapat diperiksa oleh KAP adalah jenis pemeriksaan keuangan dengan profil entitas berisiko rendah. Ini antara lain yang telah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebelumnya, tidak ada indikasi fraud, tidak terkait keamanan negara, dan lain-lain.

Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas hasil pemeriksaan BPK. Pertimbangannya bahwa KAP belum terbiasa dengan standar akuntansi sektor publik. Sebelum melakukan pemeriksaan, KAP dibekali dengan pelatihan agar memahami standar akuntansi sektor publik dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang digunakan BPK.

24/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Sampaikan Pengembangan EA kepada ANAO

by Admin 1 23/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan pengembangan enterprise architecture (EA) kepada Australian National Audit Office (ANAO). Paparan disampaikan oleh Kepala Biro Teknologi Informasi Pranoto dalam Information Technology Knowledge Sharing sesi IV yang digelar secara virtual pada Selasa (2/11). Diskusi bertema “Developing of Enterprise Resource Planning (ERP)” ini merupakan sesi terakhir diskusi teknologi informasi (TI) pada 2021.

Pada kesempatan itu, Pranoto menyampaikan paparan berjudul “Enterprise Architecture (EA) Development in Audit Board of the Republic of Indonesia”. Dia menyampaikan empat bahasan, yaitu latar belakang pengembangan EA di BPK yang disebut dengan Indonesian SAI Enterprise Architecture (ID-SENTRA), tujuan, roadmap, dan expected output yang diharapkan dalam pengembangan EA.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi BPK mengembangkan EA pada organisasi. Antara lain kebutuhan akan standardisasi sistem informasi yang akan membantu proses bisnis internal BPK dengan tiga kriteria, yaitu simpel, kolaboratif, dan terintegrasi.

Selanjutnya, Pranoto menjelaskan beberapa tujuan utama dalam pengembangan EA BPK. Tujuan itu yakni standardisasi proses dan data, menyediakan satu referensi terpusat untuk merespons berbagai perubahan dalam proses bisnis, pencapaian tujuan dan penilaian kinerja secara lebih efektif, keterpaduan ICT ke dalam proses bisnis organisasi, dan meningkatkan kualitas anggaran dan perawatan proses bisnis menggunakan teknologi informasi.

Sedangkan beberapa tantangan pengembangan EA di BPK adalah kesadaran akan pentingnya EA, kedalaman pemahaman atas proses bisnis yang berbeda, dan sulitnya melakukan pemilihan personel kunci untuk mengembangkan EA organisasi BPK.

Sementara itu, Senior Director, System Assurance and Data Analysis ANAO Ben Thomson memaparkan mengenai studi kasus pemeriksaan enterprise resource planning (ERP) yang dilakukan di Kementerian Pertahanan Australia. Beberapa bahasan yang disampaikan adalah latar belakang pemilihan entitas yang diperiksa, implementasi ERP pada Kementerian Pertahanan Australia, pendekatan pemeriksaan kinerja yang dilakukan, penentuan kriteria pemeriksaan, rangkuman temuan pemeriksaan, dan usulan rekomendasi dan lesson learned yang diperoleh selama pelaksanaan pemeriksaan.

Berdasarkan temuan pemeriksaan ANAO atas implementasi ERP di Kementerian Pertahanan Australia, terdapat beberapa hal penting yang dapat dijadikan pembelajaran dan dapat diperhatikan dalam pemeriksaan ERP. Ini mengingat kompleksitas proyek, besarnya anggaran, dan penggunaan pihak ketiga yang membantu implementasi sistem. Hal penting itu adalah penerapan good governance and risk management serta contract management. n 

23/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK Bekerja

Ini Kunci BPK Perwakilan NTT Terkait Tindak Lanjut Rekomendasi

by Admin 1 22/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Komunikasi menjadi salah satu cara yang digunakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk meningkatkan persentase tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Hal ini ternyata cukup efektif. Terbukti, entitas di wilayah koordinasi Perwakilan NTT mencatatkan peningkatan persentase tindak lanjut rekomendasi.

Pada awal 2019, misalnya, wilayah ini terkenal akan rendahnya tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dengan persentase hanya sekitar 42,13 persen. “Ketika pertama kali saya menjabat sebagai kepala Perwakilan BPK NTT pada awal 2019, persentase tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebesar 42,13 persen. Akan tetapi saat ini rata-rata persentase di NTT mencapai 66,73 persen,” kata Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTT Adi Sudibyo kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Ketika itu, dia menyebut, komunikasi antara BPK NTT dan pemerintah daerah (pemda) kurang berjalan dengan aktif. Padahal saat itu banyak kepala daerah yang datang dan mengaku sudah tidak mampu melanjutkan rekomendasi.

Hal itu karena adanya permasalahan berulang yang terjadi bertahun-tahun. Karenanya, tidak heran jika persentase tindak lanjutnya berkutat di 42 hingga 48 persen.

Pada 2019, jelas dia, baru dua entitas yang mendapatkan opini WTP (wajar tanpa pengecualian). Secara umum, entitas di NTT ketika itu hanya mendapatkan opini WDP (wajar dengan pengecualian). Itu pun sudah berjalan selama bertahun-tahun.

Beberapa entitas mendapatkan opini WDP selama 11-15 tahun. “Jadi mandek dan berpengaruh terhadap tindak lanjut. Artinya, pemda merasa mentok. Nah kita mulai minta diperbaiki. Kita jalin komunikasi dengan pemda dan bilang kalau seharusnya semua masalah bisa diselesaikan. Kita cari inti permasalahannya apa,” ucap dia.

Memang, dia menilai, kunci dari permasalahan yang ada adalah peran strategis dari pemeriksa BPK untuk mendorong pemda memperbaiki tindak lanjut. Setelah itu dibenahi, maka secara perlahan angka penyelesaian tindak lanjut mencapai 66,73 persen.

Walaupun ada entitas yang persentasenya naik turun. Akan tetapi secara umum mereka berusaha untuk meningkatkan tindak lanjutnya. Seperti Kabupaten Malaka yang sebelumnya hanya mencatatkan persentase 30 persen, kini telah sukses mencapai 79,50 persen.

Ini karena sebelumnya, Kabupaten Malaka memiliki kendala dari sisi jaringan dan peralatan seperti scanner yang bagus. Hal ini kemudian bisa diatasi dengan pemda membawa dokumen, di-scan, dan diinput ke SITPL di kantor BPK Perwakilan Provinsi NTT.

“Jadi sebenarnya ada beberapa pemda yang memang memiliki kemauan yang tinggi untuk menikdaklanjuti rekomendasi BPK, walaupun masih ada beberapa pemda, meskipun tidak banyak, yang keinginannya masih kurang,” ucap dia.

Adi pun melihat pengalaman dengan Kabupaten Malaka itu sebagai sebuah pelajaran berharga. Yaitu bahwa jika pemda diberikan dorongan maka akan antusias untuk menyelesaikan tindak lanjut.

“Jadi komunikasi antara BPK dan pemda harus terjalin dengan dengan baik agar pemda dapat menginformasikan kendalanya dan BPK dapat memberikan solusi atas tindak lanjut yang seakan-akan tidak bisa ditindaklanjuti oleh pemda,” papar dia.

Selain itu, pejabat kunci yang ditempatkan di organisasi perangkat daerah, termasuk di Inspektorat, harus kompeten. “Ada pejabat pemda yang pasif dan susah dalam berkoordinasi. Kita berharap orang-orangnya yang menjadi pejabat kunci mengerti sistem dan mempunyai semangat dalam melaksanakan tindak lanjut,” ujar dia.

Hal lain yang menjadi kendala adalah sisa-sisa temuan dari masa lalu. Misalnya saja temuan kelebihan pembayaran di salah satu pemda yang dalam LHP menggunakan nama inisial. Ini membuat BPK dan pemda kesulitan untuk mencari tahu nama orang yang bertanggung jawab atas kelebihan pembayaran tersebut. Apalagi ketika temuan tersebut sudah ada sebelum BPK NTT berdiri.

“Soal temuan masa lalu itu menyulitkan apalagi jika pemda itu sudah berganti pejabat 5-6 kali, jadi mentok. Makanya banyak temuan-temuan kita yang tidak bisa ditindaklanjuti. Ini memang tantangan kita ke depan,” ucap dia.

Berdasarkan data dari SIPTL, kata Adi, hingga saat ini ada tujuh entitas yang memiliki persentase tindak lanjut di atas 75 persen. Kemudian 13 entitas dengan angka 60-70 persen, dan tiga di bawah 60 persen.

Karenanya, untuk makin meningkatkan komitmen entitas, BPK NTT membentuk ruang komunikasi antara pada para kepala subauditorat dengan para inspektur daerah di wilayah masing-masing lewat grup WA SIPTL. Harapannya, grup tersebut dapat memudahkan pemeriksa untuk mengingatkan peran inspektorat terkait tindak lanjut.

22/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

SIPTL Mudahkan Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi

by Admin 1 21/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memerintahkan pejabat atau entitas menindaklanjuti setiap rekomendasi hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk memudahkan pemantauan tindak lanjut tersebut, BPK sejak 6 Januari 2017 menggunakan aplikasi bernama Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL).

Kepala Direktorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan BPK Yuan Candra Djaisin menjelaskan, SIPTL merupakan aplikasi berbasis web yang mengakomodasi kebutuhan stakeholder dalam pelaksanaan proses pemantauan tindak lanjut dengan menghubungkan antara BPK (auditorat/ perwakilan) dengan entitas secara real time. “Sehingga pelaksanaan pemantauan lebih efisien dan efektif. Selain itu, SIPTL juga menjadi alat pemantau atas kinerja pemantauan tindak lanjut bagi BPK,” kata Yuan kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Ada beberapa manfaat yang didapat dengan adanya SIPTL. Pertama, kata Yuan, data tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) lebih mutakhir, akurat, dan informatif. Proses pemantauan TLRHP pun menjadi seragam dan lebih cepat. “TLRHP juga menjadi terdokumentasi dalam database. Lalu, kita bisa mengurangi biaya pemantauan (meminimalkan pertemuan tatap muka), dan juga ramah lingkungan karena bersifat less papers,” ujar dia.

Latar belakang dibuatnya SIPTL adalah untuk meningkatkan persentase penyelesaian tindak lanjut oleh entitas. Yuan mengatakan, tingkat penyelesaian TLRHP kala itu masih mencapai 61 persen, masih jauh di bawah target yang ditetapkan pada 2020 sebesar 80 persen. Sebelum ada SIPTL, kata dia, pemantauan TLRHP masih dilakukan secara manual. Proses pemantauannya pun relatif lambat.

Menurut Yuan, penggunaan SIPTL sejauh ini cukup efektif dalam meningkatkan persentase tindak lanjut rekomendasi. “Ini terlihat dari peningkatan per semester atas status tindak lanjut yang dinyatakan telah sesuai rekomendasi.”

Yuan menjelaskan, untuk laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang terbit sejak tahun 2017, pemantauan TLRHP wajib menggunakan SIPTL. Sedangkan LHP yang terbit pada 2005-2016, pemantauan TLRHP menggunakan Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP). Namun, satker yang sudah menggunakan SIPTL untuk LHP sebelum 2017, tetap melanjutkan memakai SIPTL. Data TLRHP akan ditarik dari SMP mulai periode IHPS II 2019.

Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, pemanfaatan SIPTL bahkan sangat membantu karena pemantauan TLRHP dapat dilakukan tanpa tatap muka. Jika ada hal-hal yang perlu dikonfirmasi, dapat dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom atau menggunakan fitur mail yang ada di SIPTL.

21/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Permasalahan yang Sering Ditemui BPK di Perwakilan RI di Luar Negeri

by Admin 1 20/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengemukakan beberapa permasalahan yang biasanya ditemui pada saat melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri. Hal yang paling jamak adalah terkait pertanggungjawaban kegiatan.

Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Novy Gregory Antonius Pelenkahu menjelaskan, hal ini biasanya terjadi ketika antara kas dan pertanggungjawaban terdapat perbedaan. “Biasanya, ada keluar biaya untuk para diplomat. Akan tetapi karena sibuk, pertanggungjawabannya menjadi terlambat,” kata dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Novy melihat, memang ada beberapa perwakilan RI yang sangat sibuk karena menerima banyak kunjungan. Misalnya Belanda, London, Singapura, Los Angeles, dan New York. Karenanya, ketika BPK memeriksa ke lokasi, banyak pertanggungjawaban yang belum diinput lantaran waktu mereka tersedot untuk melakukan pelayanan kepada warga negara di sana.

Permasalahan selanjutnya, kata dia, yaitu terkait biaya tunjangan yang macam-macam untuk diplomat. Dalam hal ini, yang biasa terjadi adalah tunjangan yang dibayar melebihi ketentuan.

Novy menjelaskan, temuan lainnya yaitu terkait dengan pinjaman. Ini terjadi misalnya ketika pegawai baru di negara penempatan dan mereka butuh tempat untuk tinggal serta sekolah anak. Untuk itu, mereka mengambil pinjaman.

“Ada juga masalah selisih kurs. Di mana pun penempatan diplomat, mata uang yang dikeluarkan dari Indonesia itu adalah dolar AS. Karenanya, ketika negara penempatannya memiliki mata uang berbeda bisa menimbulkan masalah lantaran ada pencatatan selisih kurs,” papar dia.

BPK melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan RI di luar negeri yang berada di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pemeriksan ini dilakukan sesuai tahap pemeriksaan di BPK. Tahapan dimulai dengan perencanaan berupa pengumpulan data di dalam negeri dan komunikasi dengan pihak diperiksa. Beberapa dokumen juga biasanya sudah diminta terlebih dulu.

“Jadi sudah memperoleh data. Baru kemudian kami ke sana untuk melihat. Memang berbeda jika hanya via Zoom saja dengan melihat data lengkap dan berdiskusi ke mana-mana,” kata Novy.

Berdasarkan data BPK, ujar Novy, ada sekitar 130 perwakilan Indonesia di luar negeri. Terdiri dari 94 Kedutaan Besar RI (KBRI), 3 Perutusan Tetap Republik Indonesia/PTRI (1 di Jenewa, 1 New York, 1 di ASEAN), 30 konsulat jenderal (KJRI), dan 4 konsulat RI.

Dia menjelaskan, karena merupakan pemeriksaan rutin, maka untuk memudahkan BPK pun membuat klaster kantor perwakilan berdasarkan risiko. Ini mengingat keterbatasan sehingga tidak memungkinkan untuk mengunjungi 130 perwakilan yang ada di dalam kurun waktu satu tahun.

20/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Lima Fokus BPK di Pemeriksaan Perwakilan RI di Luar Negeri

by Admin 1 17/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki lima fokus di pemeriksaan yang terkait dengan fungsi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). “Selain pemeriksaan laporan keuangan, BPK akan fokus ke lima hal. Jadi kami akan melakukan pemeriksaan kinerja terhadap lima hal ini. Itu sudah kita mulai tahun ini,” kata Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I BPK Novy Gregory Antonius Pelenkahu kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Lima hal yang disebut Novy merupakan prioritas 4+1 yang tercantum di dalam rencana strategis Kemenlu. Lima prioritas itu yakni penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan, diplomasi kedaulatan, peningkatan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia, serta terkait infrastruktur diplomasi.

Saat ini, kata Novy, BPK sedang melakukan pemeriksaan kinerja yang terkait dengan diplomasi ekonomi. Meskipun begitu, pemeriksaan yang dilakukan nantinya tetap memperhatikan empat prioritas lain.

Misalnya saja, dalam pemeriksaan laporan keuangan terakhir, BPK memberikan rekomendasi agar Kemenlu mempunyai standar untuk premis (gedung) perwakilan RI di luar negeri. Hal ini melihat banyak ruang kerja yang tidak representatif dengan jumlah pegawai. Atau pun tidak representatif dari sisi lokasi.

Dalam pemeriksaannya, BPK melihat bahwa sebagian besar gedung perwakilan RI di luar negeri dalam bentuk sewa dan bukan punya sendiri. Hal ini dianggap memiliki risiko untuk membayar biaya yang lebih besar pada kemudian hari.

Ini seperti terjadi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Inggris. Masalah terjadi ketika tiba-tiba pemilik gedung tidak ingin menyewakan lagi. Dampaknya, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar untuk relokasi.

“Pertanyaan kita waktu itu, apakah ada standar untuk premis? Ternyata belum ada. Kami merekomendasikan standar gedung kantor perwakilan. Jadi misalnya berapa jauh dari lokasi pemerintahan, luas dengan perbandingan staf itu berapa. Nah, kalau soal ini kan jadinya terkait dengan infrastruktur diplomasi,” papar Novy.

Novy pun menjelaskan mengenai diplomasi ekonomi yang salah satu ujung tombaknya merupakan Kemenlu. Dijelaskan, diplomasi ekonomi menjadi menjadi penekanan dari Pemerintah Joko Widodo sejak 2014 dan 2019.

Untuk urusan luar negeri, tugas ini diberikan kepada Kemenlu. Salah satu pelaksanaan diplomasi ekonomi yang dijalankan Kemenlu adalah dengan mengadakan festival Indonesia. Ini merupakan acara untuk mempromosikan produk Indonesia untuk mencari pembeli. Masalahnya, pada awalnya ketentuan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Kemenlu belum terlalu jelas.

Misalnya saja terkait dengan uang masuk dari perusahaan atau pemerintah daerah yang menyewa booth di festival tersebut. Bagi sebagian perwakilan Indonesia, uang tersebut tidak dianggap sebagai uang negara karena tidak berasal dari APBN. Sementara menurut BPK, itu masuk lingkup keuangan negara.

Alasannya, kata dia, penyelenggaraan festival itu berada di bawah tanggung jawab perwakilan RI di luar negeri. “Apalagi kalau penyelenggaraannya itu pakai LO, agen. Jadi uangnya itu, dari perusahaan masuk ke agen. Menurut mereka itu bukan keuangan negara. Tapi, kalau uangnya hilang di agen, yang mengembalikan itu KBRI. Makanya itu lingkup keuangan negara. Akhirnya mereka baru paham. Makanya BPK saat itu meminta Kemenlu untuk membuat juknis dan berdiskusi bersama dengan Kemenkeu untuk solusi terbaik,” papar Novy.

17/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BPK-ANAO
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Gelar IT Knowledge Sharing Sesi Terakhir pada 2021, Ini yang Dibahas BPK-ANAO

by Admin 1 16/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Australian National Audit Office (ANAO) kembali menyelenggarakan Information Technology (IT) Knowledge Sharing sesi IV secara virtual pada Selasa (2/11). Diskusi bertema “Developing of Enterprise Resource Planning (ERP)” ini merupakan sesi terakhir diskusi teknologi informasi (TI) pada 2021.

Diskusi ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama bilateral kedua institusi pada topik TI dan merupakan kelanjutan dari tiga diskusi sebelumnya pada Mei, Juni, Oktober 2021. Sebelumnya telah dibahas beragam topik, yaitu bagaimana data mempertajam peran SAI dalam meningkatkan efisiensi pemeriksaan khususnya pada situasi pandemi. Kemudian peran SAI dan ketahanan siber dalam pemerintahan. Lalu peran SAI dalam mengaudit implementasi e-government.

Tujuan penyelenggaraan diskusi ini adalah untuk berbagi pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman. Khususnya mengenai pengembangan ERP pada organisasi serta pendekatan dan metodologi dalam melakukan pemeriksaan ERP pada entitas pemerintah di kedua negara. Fokus diskusi yaitu pada peran audit TI dalam mendukung pemeriksaan kinerja dan keuangan melalui prosedur yang selaras dengan penerapan sistem baru. Termasuk tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan dan melakukan pemeriksaan ERP serta lessons learned yang dapat diambil sebagai referensi pemeriksaan mendatang. 

Kegiatan kali ini dimoderatori oleh Senior Advisor ANAO untuk BPK Kristian Gage. Sambutan pembukaan dari BPK disampaikan oleh Kepala Bagian Kerja Sama Internasional Kusuma Ayu Rusnasanti. Sedangkan sambutan pembukaan ANAO disampaikan oleh Senior Executive Director, System Assurance and Data Analytics (SADA), Lesa Craswell. Adapun paparan dari BPK disampaikan oleh Kepala Biro Teknologi Informasi, Pranoto dan paparan dari ANAO disampaikan oleh Senior Director, System Assurance and Data Analysis, Ben Thomson.

Dalam sambutannya, Kusuma Ayu Rusnasanti menyampaikan, BPK dalam proses mengembangkan enterprise architecture (EA) organisasi yang disebut sebagai Indonesian SAI Enterprise Architecture (ID-Sentra). Ini merupakan peta konseptual struktur dan operasi proses bisnis berdasarkan The Open Group Architecture Framework (TOGAF) yang diselaraskan dengan Supreme Audit Institution-Performance Measurement Framework (SAI-PMF) guna mencapai visi dan hasil bisnis yang diinginkan.

Kusuma menyampaikan bahwa BPK sangat berharap mendapatkan wawasan dari sesi berbagi pengetahuan dan pengalaman dari ANAO. Khususnya dalam melakukan audit ERP pada lembaga di Australia. Pengalaman dan pengetahuan tersebut akan sangat bermanfaat bagi BPK dalam upaya peningkatan kualitas metodologi dan proses audit guna meningkatkan kualitas hasil audit.

Sementara itu, Lesa Craswell menjelaskan bahwa ANAO telah melakukan serangkaian audit kinerja dengan fokus pada transformasi digital, manajemen strategi, dan operasional cybersecurity yang dimulai sejak 2015. Beberapa di antaranya adalah pemeriksaan ERP pada beberapa entitas/lembaga yang memiliki peran strategis di Australia.

ANAO akan memaparkan, salah satu pengalaman pemeriksaan kinerja atas implementasi ERP terhadap Departemen Pertahanan Australia yang meliputi penjelasan latar belakang, metodologi, prosedur, temuan, hasil pemeriksaan, serta lessons learned yang didapatkan dalam pemeriksaan tersebut. 

Lesa berharap, sesi bertukar informasi dan pengalaman ini akan menambah wawasan sekaligus mendapatkan ide-ide baru dan segar dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan transformasi digital. Termasuk tantangan yang dihadapi dalam implementasi dan cara mengatasinya. 

Sebagai tindak lanjut atas diskusi tersebut, akan dilaksanakan kembali sesi IT knowledge sharing sesuai workplan kerja sama bilateral pada 2022 dengan topik dan waktu yang akan disepakati oleh kedua institusi.

16/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pandemi tak Halangi Entitas untuk Tindak Lanjuti Rekomendasi BPK

by Admin 1 15/12/2021
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pandemi Covid­19 yang telah melanda Indonesia selama lebih dari 1,5 tahun tak menghalangi proses penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Hal ini terlihat dari persentase tindak lanjut yang telah sesuai dengan rekomendasi BPK per semester I 2021 yang sebesar 75,9 persen.

BPK dalam Rencana Strategis (Renstra) 2020­2024 menargetkan persentase penyelesaian tindak lanjut sebesar 75 persen. “Dari sisi kewajiban entitas, tidak ada perubahan kewajiban untuk melaksanakan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK sebelum dan setelah Covid­-19. BPK memahami bahwa mungkin saja entitas mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK di tengah pandemi ini. Namun sepanjang pengamatan, selama pandemi Covid­-19 belum ditemukan keluhan dari entitas atas hambatan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK,” kata Auditor Utama KN III Bambang Pamungkas, beberapa waktu lalu.

Selama pandemi ini, kata dia, BPK juga bersedia adaptif dan lebih fleksibel dalam mengakomodasi diskusi dengan entitas terkait upaya tindak lanjut rekomendasi. Jika diperlukan, diskusi dapat dilakukan secara daring.

Akan tetapi, pelaksanaan tugas pemantauan tindak lanjut rekomendasi yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap entitas, tetap dilakukan sesuai standar pemeriksaan keuangan negara. Pemeriksa tetap harus memverifikasi, menguji, dan mengkonfirmasi kebenaran bukti­-bukti tindak lanjut untuk memberikan keyakinan bahwa tindak lanjut atas rekomendasi adalah benar.

Menurut Bambang, beberapa entitas memiliki tingkat persentase penyelesaian tindak lanjut lebih dari 90 persen. Namun demikian, masih ada entitas yang mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan progres penyelesaian yang tidak signifikan.

Salah satunya entitas yang mengalami perubahan nomenklatur, baik karena pemisahan maupun penggabungan. “Tapi dalam setiap kesempatan BPK selalu mendorong entitas untuk segera menindaklanjutinya,” katanya.

Ia menambahkan, BPK selalu membuka kesempatan jika ada hal-­hal yang ingin didiskusikan oleh entitas berkenaan dengan hal­-hal terkait penyelesaian rekomendasi hasil pemeriksaan. Hal tersebut dinilai cukup efektif mendorong entitas menyelesaikan tindak lanjut rekomendasi.

Dalam memantau tindak lanjut rekomendasi, BPK telah memiliki aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Dengan system ini, entitas dapat mengunggah bukti-­bukti tindak lanjut rekomendasi secara online ke BPK.

Atas bukti-­bukti tersebut, pemeriksa ditugaskan untuk menelaah kesesuaiannya dengan rekomendasi yang diberikan dan memberikan usulan status rekomendasi. Hasil telaah dan usulan status rekomendasi direviu secara berjenjang sampai menghasilkan keputusan status yang final.

Pada era pandemi ini, SIPTL diharapkan berperan lebih banyak dalam membantu proses tindak lanjut rekomendasi. Dengan begitu jumlah dan durasi tatap muka antara pemeriksa dan entitas di dalam kegiatan pemantauan tindak lanjut dapat ditekan.

15/12/2021
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id