WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
WartaBPK.go
  • BERANDA
  • ARTIKEL
    • Berita Terkini
    • BERITA FOTO
    • Suara Publik
  • MAJALAH
  • INFOGRAFIK
  • SOROTAN
  • TENTANG
Saturday, 19 July 2025
WartaBPK.go
WartaBPK.go
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Copyright 2021 - All Right Reserved
Category:

Berita Terpopuler

Sustainable Development Goals (SDGs)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Cara BPK Dukung Implementasi SDGs

by Admin 1 11/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah berkontribusi secara luas terhadap program SDGs di Indonesia.  Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK Edward Ganda Hasiholan Simanjuntak mengatakan, kontribusi itu tak hanya dilakukan melalui pemeriksaan yang secara khusus menelisik program SDGs. Akan tetapi juga melalui pemeriksaan yang rutin dilakukan.

Secara teknis pemeriksaan, ujar Edward, INTOSAI memang menekankan pendekatan dengan pemeriksaan kinerja. Kendati demikian, menurut Edward, secara luas BPK telah berkontribusi melalui berbagai jenis pemeriksaan yang ada.

Dia menjelaskan, pemeriksaan laporan keuangan pemerintah yang rutin dilaksanakan BPK adalah salah satu upaya mendukung implementasi tujuan ke-16 SDGs. Terutama terkait pengembangan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkatan.

Edward mengatakan, secara global, pimpinan BPK juga aktif menginformasikan capaian-capaian yang telah dilakukan BPK dalam pelaksanaan SDGs di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi SAI lainnya.

Tak hanya itu, BPK juga aktif dalam INTOSAI Development Initiative (IDI). Dalam kesempatan itu, BPK terlibat dalam pemeriksaan bersama terkait SDGs serta pengembangan kapasitas dengan pertukaran informasi maupun pengalaman.

Secara internal, BPK juga berupaya memberikan contoh dengan membuat sustainability report. Dalam laporan tersebut, BPK pun mencoba menunjukkan sejumlah langkah pencapaian SDGs, seperti pengurangan penggunaan kertas di kantor. Selain itu, BPK juga menyoroti isu kesetaraan gender dalam lingkungan kerja dan aspek perekonomian.

Pandemi tak Halangi BPK Periksa Implementasi SDGs

“Dengan pemeriksaannya, tentu BPK mendukung pemberantasan korupsi dan itu juga menjadi salah satu tujuan SDGs. Pemberantasan korupsi itu penting sekali karena artinya pemanfaatan anggaran pemerintah bisa lebih efektif dan produktif dalam melaksanakan program/kegiatan seperti pelayanan publik,” ujarnya.

Edward berharap, implementasi SDGs bisa terus tersosialisasi dan menjadi kesadaran dalam diri insan BPK. Menurut Edward, pemeriksaan SDGs baik dedicated dan embedded dapat berperan besar dalam mendorong capaian SDGs.

Dia menilai, pimpinan BPK telah memberikan arahan dan menunjukkan komitmen kuat untuk mendukung SDGs sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. “Kita bisa melihat bagaimana kuatnya komitmen pimpinan. Tinggal saat ini bagaimana kita melaksanakan pemeriksaan dan bagaimana kita mengembangkannya,” ungkap Edward.

Selain itu, menurut Edward, isu localizing SDGs juga perlu diperkuat. Dia mengatakan, BPK dapat terus mendorong implementasi SDGs di level daerah. Sehingga, perwakilan BPK di daerah diharapkan dapat memiliki semangat SDGs yang tinggi dan dapat mengarahkan pemeriksaannya sesuai isu SDGs.

“Semakin banyak keterlibatan semakin baik dan semakin banyak orang yang aware terkait masalah SDGs. SDGs itu bukan hanya mengejar target 2030, tapi SDGs itu adalah upaya untuk membuat hidup kita, anak cucu kita, dan planet kita menjadi lebih baik,” ujar Edward.

11/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Kawal Implementasi SDGs di Indonesia

by Admin 1 10/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Aspek pembangunan berkelanjutan turut menjadi perhatian supreme audit institution (SAI) di seluruh dunia. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai salah satu SAI pun aktif mengawal implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di Tanah Air.

Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK Edward Ganda Hasiholan Simanjuntak menyampaikan, pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting karena kegiatan ekonomi memiliki implikasi terhadap lingkungan hidup dan sosial. Sehingga, dengan memperhatikan aspek tersebut maka kegiatan pembangunan dapat tetap menjaga keseimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

“Dulu, kita mengenal Millennium Development Goals (MDGs) dan kini menjadi SDGs dengan 17 tujuan,” ungkap Edward kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

SDGs menjadi tujuan bersama negara-negara di dunia untuk dicapai pada 2030. Implementasi SDGs di Indonesia pun dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan, yakni dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Dengan adanya komitmen SDGs di antara negara-negara tersebut maka International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) menyebut, terdapat empat peran SAI. Pertama, melakukan penilaian atas kesiapan suatu negara untuk mengimplementasikan SDGs. Kedua, SAI melaksanakan pemeriksaan kinerja terhadap pelaksanaan program pemerintah yang memiliki aspek SDGs.

Ini Peran BPK Mengelola Pemeriksaan SDGs di Dunia

Kemudian, SAI juga melakukan penilaian dan mendukung implementasi tujuan ke-16, yaitu transparansi. Hal ini kaitannya dalam mewujudkan institusi yang efektif, akuntabel, dan transparan. Selain itu, SAI berperan memberikan contoh dalam menjalankan transparansi tata kelola organisasi.

Edward mengatakan, BPK pun telah menjalankan peran-peran tersebut guna mengawal implementasi SDGs. Pemeriksaan seperti terkait persiapan, kinerja aspek SDGs, VNR, dan lainnya. Peran BPK dijalankan melalui dua pendekatan. Sebagai lembaga pemeriksa eksternal, BPK melaksanakan pemeriksaan dedicated atau spesifik pada target pencapaian SDGs.

Contohnya, kata Edward, BPK pada tahun lalu melaksanakan pemeriksaan terhadap target 3.d SDGs, yakni memperkuat kapasitas semua negara, khususnya negara berkembang tentang peringatan dini, pengurangan risiko, dan manajemen risiko kesehatan nasional dan global.

Dia menjelaskan, ke depannya BPK juga berencana melakukan pemeriksaan terhadap pencapaian target 3.8, yakni mencapai cakupan kesehatan universal. Termasuk perlindungan risiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obat-obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, serta terjangkau bagi semua orang.

Kemudian, ujar Edward, terdapat pendekatan kedua berupa pemeriksaan yang bersifat embedded atau berperspektif SDGs.  Dia mencontohkan, salah satu perwakilan BPK melakukan pemeriksaan untuk melihat bagaimana sebuah RPJMD mengintegrasikan isu SDGs di dalamnya.

Tak hanya itu, Edward menyampaikan, ada pula pemeriksaan yang dilaksanakan BPK memiliki substansi berkaitan dengan SDGs. Contohnya, BPK beberapa kali memeriksa isu ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah, atau pariwisata berkelanjutan. Isu-isu tersebut berkaitan dengan indikator-indikator SDGs dan diharapkan dapat mendorong implementasi serta menciptakan awareness.

“Jadi, bagaimana BPK dengan mandat pemeriksaannya bisa mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan SDGs dari berbagai aspek mulai dari data, indikator, perencanaannya terintegrasi atau tidak, implementasi, dan monitoring pelaporannya,” ungkap Edward. 

10/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Isma Yatun
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Minta Pemerintah tidak Berpuas Diri Terkait Hal Ini

by Admin 1 09/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun mengingatkan pemerintah agar tak berpuas diri dengan peningkatan penerimaan negara yang disebabkan melonjaknya harga berbagai komoditas energi. Sebab, kenaikan harga komoditas energi dunia pada dasarnya dipicu krisis energi dunia.

“Realisasi PNBP-SDA tahun 2021 memang mengalami peningkatan dan melebihi target yang ditetapkan. Namun hal ini lebih disebabkan karena melonjaknya harga berbagai komoditas energi di tataran global. Kenaikan harga komoditas energi dunia pada dasarnya dipicu oleh krisis energi yang dialami China, India, dan sebagian besar negara Eropa,” kata Isma dalam dalam Workshop Persiapan Pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2021 di Auditorium Kantor Pusat BPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Krisis energi tersebut, ungkap dia, seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemangku kepentingan agar dapat mengelola sumber energi dan sumber daya alam lain dengan konsep berkelanjutan. Karena, jika tidak dikelola dengan baik, beban untuk menghadapi krisis pada masa depan akan jauh lebih besar dari pendapatan yang diterima saat ini.

Isma mencatat bahwa pemerintah selama ini telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan penerimaan negara dari pengelolaan SDA. Pertama, melakukan perbaikan tata lelola pengelolaan PNBP melalui perubahan peraturan perundang-undangan. Kedua, pemerintah melakukan upaya intensifikasi dengan mengkaji setiap potensi yang ada untuk memperoleh tambahan penerimaan negara.

BPK Minta KLHK Tindak Ratusan Pertambangan Ilegal di Kawasan Hutan

Sedangkan untuk penerimaan negara yang masih berupa piutang dilakukan penagihan maupun penyelesaian piutang PNBP secara lebih efektif.  Hal tersebut termasuk penagihan piutang PNBP SDA yang dikategorikan macet untuk dialihkan ke panitia urusan piutang negara. Selain itu, penggunaan teknologi informasi yang terintegrasi juga diperlukan untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan penghitungan.

“Pemerintah harus beradaptasi di tengah cepatnya perkembangan TI agar tidak tertinggal. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan membangun sistem informasi PNBP yang terintegrasi, seperti aplikasi e-PNBP yang terhubung dengan Kementerian Keuangan untuk aplikasi Simponi dan data ekspor pada Ditjen Bea Cukai serta dengan Kementerian Perdagangan,” ucap dia.

Ia menegaskan, perkembangan berbagai aspek kehidupan bernegara yang begitu cepat, menimbulkan risiko dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk pengelolaan PNBP SDA. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan tugas pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat, AKN IV berharap semua pihak bisa menganalisis kembali risiko-risiko yang terjadi atas pengendalian PNBP SDA.

09/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Penghitungan PNBP SDA Berisiko tak Akurat

by Admin 1 08/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun mengungkapkan adanya risiko ketidakakuratan dalam penghitungan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh wajib bayar. Sebab, beberapa jenis PNBP sumber daya alam (SDA), seperti PNBP di sektor pertambangan mineral dan batu bara menggunakan sistem self assessment.

Isma menjelaskan, dengan sistem tersebut, maka wajib bayar menghitung sendiri besaran PNBP terutang berdasarkan tarif dan jenis PNBP sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.  “Risiko yang muncul dari sistem ini adalah wajib bayar tidak akurat dalam menghitung kewajiban pembayaran PNBP. PNBP yang dibayarkan tidak sesuai dengan hak negara yang seharusnya diterima,” kata Isma dalam Workshop Persiapan Pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN tahun 2021 di Auditorium Kantor Pusat BPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menguji Konsistensi DJP terhadap Wajib Pajak

Isma menambahkan, lini pertama dalam sistem pengelolaan PNBP adalah monitoring dan verifikasi oleh instansi pengelola PNBP terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP. Sesuai dengan PP Nomor 58 tahun 2020 tentang Pengelolaan PNBP dinyatakan bahwa instansi pengelola dan mitra instansi pengelola PNBP wajib melakukan monitoring dan verifikasi terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP. Namun demikian, kegiatan tersebut kerap tidak dilakukan secara memadai, sehingga masih ada risiko ketidakakuratan perhitungan kewajiban PNBP.

Isma menekankan bahwa pemanfaatan atas SDA telah diatur sebagai regulasi yang diterbitkan pemerintah. Namun dalam praktiknya, masih banyak ditemukan penggunaan dan pemanfaatan SDA yang dilakukan tanpa izin di bidang pertambangan dan kehutanan. Dampaknya yaitu negara kehilangan potensi PNBP dan terjadinya kerusakan lingkungan.

Hal selanjutnya yang juga perlu dibenahi adalah sistem informasi dan pelaporan PNBP yang belum memadai. Untuk optimalisasi PNBP, pemerintah telah menyusun aplikasi e-PNBP yang terintegrasi dengan berbagai sistem informasi lain yang telah ada sebelumnya.

Aplikasi ini akan memudahkan wajib bayar dalam memenuhi kewajibannya menghitung, melaporkan, dan menyetor PNBP. “Sayangnya masih ditemukan beberapa kelemahan dalam aplikasi tersebut sehingga membuat negara kehilangan potensi PNBP dengan jumlah yang cukup signifikan.”

08/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Saran BPK ke Menkumham Terkait Poltekip dan Poltekim

by Admin 1 07/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk mempertimbangkan melakukan restrukturisasi atas Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim). Rekomendasi ini disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Pendidikan Tinggi Vokasi pada Poltekip dan Poltekim Kemenkumham. 

Pemeriksaan tersebut telah dilakukan pada semester II 2021. Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota I BPK Hendra Susanto mengapresiasi Kemenkumham karena berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh lulusan Poltekip dan Poltekim seluruhnya diserap oleh Kemenkumham.

Selain itu, Poltekip dan Poltekim telah menerapkan model perkuliahan student center learning (SCL) dengan menggunakan modul/bahan ajar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun demikian, model kelembagaan dengan dua politeknik, kurikulum, dan sarana dan prasarana yang belum memadai, serta dosen dan tenaga kependidikan yang belum memenuhi standar, menghambat efektivitas penyelenggaraan pendidikan vokasi. 

“Atas kelemahan penyelenggaraan pendidikan vokasi ini, BPK memberikan rekomendasi strategis agar menteri hukum dan HAM mempertimbangkan restrukturisasi Poltekip dan Poltekim menjadi satu Politeknik Kementerian Hukum dan HAM,” kata Hendra dalam kegiatan entry meeting pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2021, beberapa waktu lalu. 

Dalam kesempatan tersebut, BPK juga menyerahkan LHP Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang dilakukan pada semester II tahun 2021, yaitu LHP PDTT atas Pelaksanaan Belanja Barang dan Belanja Modal pada tiga Kanwil Kemenkumham. 

Berdasarkan hasil PDTT yang telah dilakukan, BPK masih menemukan kelemahan dalam sistem pengendalian internal maupun permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan. Hal ini antara lain terdapat realisasi belanja sewa yang tidak ekonomis dan memboroskan keuangan negara. 

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian spesifikasi dan kekurangan volume pekerjaan pada pengadaan peralatan, pembangunan gedung kantor dan pembangunan lapas. “Atas masalah ketidaksesuaian spesifikasi dan kekurangan volume pekerjaan sebagian besar telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara.”

07/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sentuh Semua Aspek

by Admin 1 04/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki peran penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Menurut Menteri KHLK Siti Nurbaya Bakar, kementeriannya berperan dalam 17 tujuan yang ada di SDGs.

Siti menjelaskan, pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan yang dijalankan pemerintah juga menyasar pembangunan ekonomi. Dari aspek ruang/spasial, misalnya, kawasan hutan Indonesia menyediakan ruang untuk berbagai aktivitas ekonomi dalam kaitannya dengan pengurangan kemiskinan, kelaparan, kesenjangan kepemilikan lahan, ruang infrastruktur, ekowisata, pertanian dan energi.

Kepada Warta Pemeriksa, Siti memaparkan program-program dan target yang ingin dicapai terkait SDGs. Berikut hasil wawancaranya.  

Seperti apa keterlibatan Indonesia dalam implementasi Agenda 2030 mengenai “Sustainable Development and Promoting Good Governance and Accountability”?

Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyepakati penerapan TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)/SDGs berkomitmen untuk menyukseskan pelaksanaan TPB/SDGs melalui berbagai kegiatan. Dalam masa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan saat ini RPJMN 2020-2024, filosofi tersebut semakin ditekankan kembali melalui visi-misi Bapak Presiden yang diamanahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengawal pencapaiannya, khususnya terkait pilar lingkungan.

Tata kelola yang baik (good governance and accountability), merupakan kunci dari pencapaian SDGs ini. SDGs merupakan komitmen masyarakat internasional, tonggak baru pembangunan negara-negara, meneruskan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Indonesia termasuk negara yang aktif dan selalu komitmen dalam pencapaian SDGs. Setiap dua tahun sekali Indonesia selalu menyampaikan Voluntary National Report (VNR). Prinsip-prinsip dari SDGs sangat sejalan dengan arah pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.

Apa saja sasaran yang ingin dicapai Indonesia dalam program ini terkait dengan lingkungan hidup?

Sejalan dengan tujuan pada pilar lingkungan SDGs, pembangunan lingkungan hidup di Indonesia sepenuhnya diarahkan untuk mencapai goals terkait seperti pengendalian perubahan iklim, kelestarian ekosistem daratan, termasuk ekosistem pesisir dan laut. Ketahanan sumber daya air, energi bersih yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, serta peningkatan kualitas lingkungan hidup yang mencakup air, udara, tutupan hutan dan lahan, gambut mangrove dan laut.

Peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020-2024 dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan diharapkan dapat dijadikan sebagai pilar utama dalam pencapaian TPB/SDGs di Indonesia. Peran-peran itu di antaranya adalah sebagai entry point utama dalam penentuan penataan ruang wilayah Indonesia, aset terbesar nasional, bagian penting dari pembangunan rendah karbon, penyokong ketahanan air, pangan dan energi, habitat keanekaragaman hayati, sarana dalam pengentasan kemiskinan, dan aset publik internasional.

Kementerian LHK Dapat WTP, Ini Beberapa Catatan BPK

Hal apa saja yang menjadi penekanan pemerintah?

Dalam pendekatan lansekap, kinerja pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia harus menyentuh setiap aspek pembangunan. Sumber daya hutan sebagai satu kesatuan ekosistem merupakan bagian (sub-sistem) yang tidak terpisahkan dari ekosistem yang lebih besar, yaitu ekosistem bentang alam ekologis (ecological landscape), yang berfungsi sebagai satu kesatuan analisis dalam perencanaan pengelolaan

Dari aspek ruang/spasial, kawasan hutan Indonesia menyediakan ruang untuk berbagai aktivitas ekonomi dalam kaitannya dengan pengurangan kemiskinan, kelaparan, kesenjangan kepemilikan lahan, ruang infrastruktur, ekowisata, pertanian dan energi. Dari aspek fungsi, kawasan hutan juga memberikan hasil, baik kayu maupun non-kayu, energi, pangan, konservasi keanekaragaman hayati, pengendalian erosi, penyerapan karbon, siklus air, dan jasa lingkungan lainnya.

Bagaimana Ibu melihat peran dan kontribusi BPK dalam mengawal pencapaian SDGs di Tanah Air?

Tentunya sangat berperan. Karena terkait dengan pilar tata kelola, yaitu pencapaian goals 16. Goals ini bisa menjadi payung untuk menjamin keberlangsungan goals lainnya agar berjalan dengan transparan, akuntabel dan sesuai dengan tata kelola yang berlaku. Berbagai kegiatan dalam kerangka pencapaian SDGs, khususnya oleh pemerintah dan atau lembaga publik lainnya, diarahkan untuk menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.

04/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Ini Paparan Ketua BPK Tentang Pengukuran Pemberantasan Korupsi

by Admin 1 02/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di dunia internasional. Keaktifan tersebut salah satunya diwujudkan dengan keterlibatan Ketua BPK Agung Firman Sampurna sebagai anggota Chandler Session on Integrity and Corruption.

The Chandler Sessions on Integrity and Corruption merupakan proyek yang digawangi Blavatnik School of Government, University of Oxford. Tujuannya yaitu mengembangkan strategi generasi terbaru bersama berbagai institusi untuk memerangi korupsi dan mempromosikan budaya integritas di seluruh sektor publik.

Dalam pertemuan forum yang digelar beberapa waktu lalu tersebut, misalnya, Ketua BPK memaparkan pandangannya untuk memperkuat pengukuran kinerja pemberantasan korupsi. Ia juga menjelaskan mengenai konsep tiga generasi pengukuran korupsi.

Melalui pidatonya yang bertama “Uses, Challenges and Opportunities for Strengthening Corruption Perception Index, Particularly in Indonesia” Agung memaparkan bahwa telah terjadi peningkatan kerugian negara akibat korupsi berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch. Pada semester I 2021, kerugian negara mencapai Rp26,83 triliun. Angka ini meningkat 47,6 persen dibandingkan semester I 2020 yang sebesar Rp18,17 triliun.

Pencegahan Korupsi di Indonesia, BPK Bisa Apa?

“BPK sendiri selama periode 2017 hingga 30 Juni 2021 telah melakukan 25 pemeriksaan investigatif dan menyerahkannya kepada aparat penegak hukum, melakukan 270 pemeriksaan perhitungan kerugian negara dan menjadi saksi ahli persidangan untuk 274 kasus korupsi,” kata Ketua BPK.

Ketua BPK dalam pidatonya juga memaparkan CPI Indonesia yang secara rutin dikeluarkan Transparency International. Merujuk pada data yang ada, ada perbaikan CPI dalam kurun waktu 15 tahun, antara 2004 hingga 2019. Pada 2004, CPI Indonesia berada di angka 20, sementara pada 2019 naik menjadi 40. Sayangnya, memasuki 2020, CPI Index Indonesia turun ke angka 37 dan menempatkan Indonesia di peringkat 102 di antara 180 negara.

CPI menggunakan rentang antara 0-100. Angka 0 menandakan negara yang dimaksud sangat korup. Sebaliknya, skor 100 menandakan suatu negara bersih dari korupsi. “Lalu muncul pertanyaan kritis, apakah CPI cukup valid dan andal dalam mengukur? Khususnya korupsi di Indonesia? Apalagi korupsi adalah masalah yang kompleks,” katanya.

Atas hal tersebut, ia menilai ada lima hal yang menjadi tantangan terkait CPI. Pertama, menurut Agung adalah masalah definisi. Kurangnya konsensus tentang arti istilah korupsi membuat sulit untuk memahami kriteria di balik pemeringkatan CPI. Kedua, masalah pengukuran. CPI hanya mengukur korupsi di sektor publik, sedangkan korupsi seringkali melibatkan sektor swasta.

Selanjutnya adalah mengenai metodologi. Agung menjelaskan, CPI menggunakan “persepsi”, sementara mereka tidak selalu mencerminkan kebenaran fakta tentang tingkat korupsi yang sebenarnya. Bias persepsi juga menciptakan dua masalah, yaitu komparabilitas dan perbedaan kerangka definisi oleh responden.

Keempat terkait hasil. CPI menurut Agung tidak mengungkapkan keunikan masalah yang dihadapi publik entitas. Selain itu, CPI tidak mencerminkan program pencegahan penipuan yang dilakukan oleh entitas publik, tidak menilai hasil program anti-fraud, dan tidak memberikan informasi tentang tindakan korektif yang diperlukan untuk meningkatkan program anti-fraud.

Adapun yang kelima adalah terkait dampak. Ia mengatakan, interpretasi yang salah dari CPI dapat berimplikasi pada negara-negara dengan skor rendah. Donor internasional dan lembaga bantuan telah menggunakan peringkat negara dalam CPI sebagai kunci indikator kinerja.

Menurut Ketua BPK, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memperkuat CPI. “Kita dapat mempertimbangkan konsep ‘tiga generasi pengukuran korupsi’ seperti yang dijelaskan oleh McDevitt (2011), Heinrich and Hodess (2011) untuk mengembangkan pendekatan pengukuran korupsi,” ungkapnya.

Konsep pertama, generasi pertama berupaya menempatkan negara pada peringkat korupsi dan membangun persepsi korupsi. CPI adalah contoh dari generasi ini. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran antara pembuat kebijakan dan investor. Generasi kedua berupaya menilai pengalaman masyarakat dalam menemukan korupsi, dan untuk menilai apakah suatu sistem mampu meminimalkan korupsi.

Sedangkan generasi ketiga berfokus pada penilaian risiko korupsi tertentu, dengan menggunakan pendekatan partisipatif, berfokus pada proses, data triangulasi, dan intervensi advokasi berbasis bukti. “Pengukuran korupsi harus sampai pada generasi kedua dan ketiga. Korupsi dan tindakan manajemen risiko penipuan harus dianggap sebagai bagian integral dari National Risk Management Framework (NRMF). Desain dan implementasi NRMF harus mempertimbangkan ekosistem nasional yang ada dan melibatkan kolaborasi di antara berbagai lembaga sektor publik,” katanya.

02/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSAI20SLIDERSorotan

Berkolaborasi Tingkatkan Akuntabilitas Melalui SAI20

by Admin 1 01/03/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Lembaga pemeriksa keuangan anggota negara-negara G20 berkolaborasi meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas melalui Supreme Audit Institution/SAI20. SAI20 dibentuk sebagai bagian dari Presidensi Indonesia G20 2022.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, SAI diharapkan mampu mendukung keberlanjutan dan meningkatkan tata kelola yang tangguh sebagai mitra andal dan strategis pemerintah. Hal tersebut telah ia sampaikan dalam technical meeting yang merupakan kegiatan pertama SAI20, beberapa waktu lalu.

“Kita akan bekerja sama sebagai mitra pemerintah anggota G20 dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan dan meningkatkan kinerja dan akuntabilitas lembaga-lembaga publik. Begitu juga memastikan program dan kebijakannya berjalan efektif,” kata Ketua BPK.

Ia menambahkan SAI20 akan menjadi forum yang terbuka bagi seluruh lembaga pemeriksa di bawah negara-negara anggota G20. Khususnya membicarakan hal-hal yang relevan dalam meningkatkan peran SAI.

Di Indonesia, ujar Ketua BPK, dua bidang prioritas utama BPK adalah mendukung upaya pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan agar Indonesia tidak tertinggal pada tahun 2030. Dua bidang prioritas ini dicapai lewat pendekatan pengawasan, wawasan, dan pandangan yang strategis.

Ketua BPK menambahkan, terlepas dari semua SAI mewakili negaranya masing-masing, kepresidenan Indonesia dalam forum ini didasarkan inklusivitas. Sehingga, selain mengundang SAI negara anggota G20, Indonesia juga mengajak asosiasi SAI dan organisasi internasional lainnya, seperti Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Dalam semangat inklusivitas, kami berharap bisa memperluas pengaruh tidak hanya bagi negara-negara G20, namun juga organisasi SAI lainnya,” tutur dia.

Audit Universe: Kolaborasi Pemeriksa Intern dengan Pemeriksa Ekstern dalam Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah

Ketua BPK juga berharap forum SAI20 meningkatkan keterbukaan dan kolaborasi dengan stakeholder di masing masing negara untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan pada masa depan. Selain itu, SAI20 diharapkan dapat berfungsi sebagai platform untuk berbagi wawasan dan pandangan ke depan dalam meningkatkan pembuatan kebijakan yang tepat dan mengandalkan akuntabilitas.

“Sehingga kerja G20 dapat mengarah pada kehidupan warga yang lebih baik demi dunia yang lebih baik dan dapat membangun akuntabilitas untuk semua,” tutur dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyampaikan apresiasinya kepada BPK dan seluruh peserta atas inisiatif pembentukan SAI20, Ia berharap SAI20 dapat menjadi wadah untuk membangun role model sinergi kerja sama baik bagi negara maju maupun negara berkembang.

01/03/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Sustainable Development Goals (SDGs)
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

Pendanaan SDGs Perlu Terus Dikawal

by Admin 1 25/02/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) hingga 2030 masih menemui tantangan. Direktur SDGs Center Universitas Padjadjaran (Unpad) Zuzy Anna menyampaikan, BPK memiliki peran penting untuk mengawal perkembangan pencapaian SDGs dari sisi pendanaan atau financing. 

“Saya rasa penting sekali karena BPK itu lembaga pemeriksa dari sisi financing,” ungkap Zuzy kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Zuzy mengatakan, hal ini juga berkaitan dengan riset yang sedang dilaksanakan, yakni financing management di SDGs. Dia menyampaikan, SDGs Center Unpad bersama UNDP melakukan riset terkait public finance management untuk mengetahui pelaksanaan program SDGs di daerah-daerah. 

Penelitian itu berupaya melihat bagaimana pembiayaan atau pendanaan terhadap kegiatan terkait SDGs per tahunnya. “Ada beberapa kegiatan yang terkait SDGs dan itu harus diberikan tagging sendiri karena pemda juga tidak melakukan tagging,” ujarnya. 

Dari penelitian itu kemudian terlihat beberapa indikator dan program yang terkait dengan SDGs serta pembiayaannya dari tahun ke tahun. Zuzy mengatakan, hasil penelitian itu justru menunjukkan perkembangan kontraproduktif.

Artinya, progres SDGs justru melambat atau stagnan sementara biaya yang digelontorkan meningkat dari tahun ke tahun. Contohnya, kata Zuzy, semestinya indikator kemiskinan turun, tapi justru meningkat. Di sisi lain, uang yang digelontorkan terus membesar.

“Itu bagian yang juga harus dicermati karena kita menemukan hasil itu di lapangan. Saya yakin BPK sangat berperan dalam hal ini. Selain itu, BPK juga bisa mendorong pengarusutamaan penganggaran untuk diarahkan ke SDGs,” ungkap Zuzy.

25/02/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Gedung BPK
BeritaBerita TerpopulerBPK BekerjaSLIDER

BPK Perkuat Akuntabilitas Implementasi SDGs

by Admin 1 24/02/2022
written by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah tengah mengedepankan upaya kolaborasi dengan semua pihak dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Karenanya, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati mengapresiasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang selama ini sudah ikut mengawal implementasi SDGs di Indonesia. Salah satu kontribusi tersebut yakni dalam mengawal penyusunan Voluntary National Review (VNR) serta berbagai pemeriksaan BPK.

Vivi menyampaikan, cakupan SDGs bersifat universal karena tidak hanya fokus terhadap negara tertentu. Artinya, baik negara berkembang maupun maju serta non-state actor turut terlibat di dalamnya. Tantangan implementasi SDGs juga lebih kompleks karena Indonesia juga berkomitmen pada kesepakatan global lain, seperti Deklarasi Paris, untuk mencapai nol emisi pada 2050.

“Mengupayakan pencapaian SDGs itu sama halnya dengan mengupayakan capaian banyak komitmen lainnya,” kata Vivi kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.

Vivi menyampaikan, pemerintah berupaya memotret perkembangan dari masing-masing indikator SDGs setiap tahun. Pada 2020, sebanyak 56 persen dari total 289 indikator berhasil menunjukkan kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, Vivi mengakui, masih ada 19 persen indikator yang membutuhkan perhatian khusus karena mengalami perburukan atau stagnan.

Vivi menjelaskan, beberapa perburukan indikator SDGs pada 2020 itu utamanya disebabkan oleh pandemi Covid-19. Hal itu menjadi tantangan terutama untuk mengejar target-target dalam delapan tahun ke depan.
“Memang diperlukan upaya akselerasi dan closing the gap,” ungkap Vivi.

Anggota Tim Pakar Sekretariat SDGs Indonesia Yanuar Nugroho menambahkan, peningkatan akuntabilitas dan perbaikan tata kelola menjadi hal penting dalam pencapaian SDGs. Dia menjelaskan, saat ini fokus kerja pemerintah seringkali mengacu pada sisi output.

Padahal, menurutnya, implementasi SDGs lebih fokus mengenai hasil atau outcome dari upaya yang dilakukan. Dia mencontohkan, outcome yang ingin dicapai adalah penurunan tingkat kematian ibu melahirkan. Output kinerjanya berupa jumlah puskesmas, bantuan tenaga medis, distribusi dokter, serta penyaluran obat.

Dia pun menyoroti, kerap kali kriteria akuntabilitas hanya menyoroti sisi output dibandingkan hasil kerja dengan anggaran pemerintah tersebut. Dia pun mendorong BPK untuk terus mengembangkan pemeriksaan berbasis kinerja untuk mendukung akuntabilitas pencapaian tujuan-tujuan SDGs. 

24/02/2022
0 FacebookTwitterPinterestEmail
Newer Posts
Older Posts

Berita Lain

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen Aset dan Anggaran
  • BPK.GO.ID
  • Tentang
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id

WartaBPK.go
  • Home
WartaBPK.go

Recent Posts

  • Audit BPK Ungkap Tantangan Ekonomi Biru Indonesia

    17/07/2025
  • Majalah Warta BPK Edisi April 2025

    16/07/2025
  • Transformasi Digital Dorong Efisiensi Keuangan Negara

    11/07/2025
  • Selamat! Ini Dia Pemenang Kuis WartaBPK.Go!

    10/07/2025
  • Sampaikan Hasil Pemeriksaan, BPK Rekomendasikan IMO Perkuat Manajemen...

    10/07/2025
@2021-2022 - Warta BPK GO. Kontak : warta@bpk.go.id